BAGIAN ILMU SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
LAPORAN KASUS NOVEMBER 2017
BELL’S PALSY
Oleh :
MIFTAHUL JANNAH S.ked
PEMBIMBING : dr. Hj. Nurhani, Sp.S
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Saraf)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017
1
A. PENDAHULUAN
Nervus fasialis mempunyai peran penting dalam fungsi gerak otot-otot wajah dan fungsi sensorik. Tiap Nervus mengkoordinir satu sisi wajah, termasuk otot-otot yang menggerakan kelopak mata juga otot -otot untuk ekspresi wajah. Selain itu nervus fasialis menginervasi glandula lacrimal, saliva dan otot pendengaran yang mengatur tulang pendengaran. Indra pengecapan juga diwakili oleh serabut saraf ini.1,2 Bell‘s palsy adalah gangguan neurologis yang paling sering menyerang nervus fasialis dan penyebab kelumpuhan wajah paling sering di dunia. Sekitar 60-75% serangan akut lumpuh sebelah wajah adalah Bell‘s Palsy. Bell‘s palsy juga dikenal sebagai Idiopatic Facial Paralysis (IFP) termasuk paralisis Lower Motor Neuron (LMN) yang bersifat akut, perifer, unilateral. Kesembuhan sempurna tanpa terjadi defisit neurologis hampir didapatkan pada semua pasien.1,2,3 Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, menganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan penderita yang memiliki profesi yang mengharuskan ia tampil di muka umum. 4 Insidensi terjadi pada wanita dan pria sama dan dapat menyerang berbagai kelompok usia. Namun ditemukan bahwa penderita diabetes melitus, wanita hamil dan wanita usia 10-19 tahun mempunyai angka kejadian lebih tinggi dibandingkan pria dengan usia yang sama.5 Rehabilitasi medik pada penderita Bell’s palsy diperlukan dengan tujuan membantu memperlancar vascularisasi, pemulihan kekuatan oto fasialis dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.4,6
B. LAPORAN KASUS a.
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Ny. SF
Jenis kelamin : Perempuan
Umur
: 65 Tahun
Suku bangsa
: Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: IRT
Tanggal MRS : 31/10/2017
Alamat
: jl. Salahang DG matutu
b.
ANAMNESIS
Keluhan utama
:
Bibir mencong ke kanan Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang perempuan berusia 65 tahun dikonsul dari bagian Interna dengan keluhan mulut mencong ke kanan sejak 2 hari yang lalu (1hari sebelum MRS). Keluhan dirasakan muncul tiba-tiba dan membuat pasien merasa suit mengunyah dan menelan makanan. Pasien juga mengeluh kram pada kedua tungkai. Pasien dirawat pada bagian penyakit dalam dengan diagnosis DM, Hipoglikemia & Hipertensi. dan nyeri kepala (-). Mual (-), muntah (-), demam (-), riwayat trauma sebelumnya (-). BAB biasa, dan BAK lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu : o
Hipertensi
:
ada
sejak
kurang
lebih
20
tahun
dan
mengkonsumsi obat kaptopril dan amlodipin tapi kadang tidak teratur o
Diabetes mellitus
: ada sejak kurang lebih 7 tahun yang lalu
o
Penyakit jantung
: Disangkal
o
Trauma
: Disangkal
3
II. PEMERIKSAAN FISIK a)
Status present
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan Darah
: 140/ 80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Suhu
: 36,5oC
Pernafasaan
: 22 x/menit
Kepala
: Normocephal
Mata
: pucat (-), ikterik (-), pupil bulat isokor 3mm/3mm.
Telinga
: DBN
Leher
: DBN
Thorak
: DBN
Paru – Paru : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/Jantung
: Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen
: DBN
Ekstremitas : Akral Teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).
b)
Status Psikiatri o
Perasaan hati
: Normal
o
Proses berpikir
: DBN
o
Kecerdasan
: Sesuai tingkat pendidikan
o
Memori
: Baik
o
Psikomotor
: Tenang
4
c)
Status Neurologis
GCS 1)
2)
: E4M6V5
Kepala o
Bentuk
: Normocephal
o
Penonjolan
:-
o
Posisi
: Normal
o
Pulsasi
:-
o
Sikap
: Normal
o
Pergerakan
: DBN
o
Kaku kuduk
: Tidak ada
Leher
3) Nervus Kranialis N.I ( Olfaktorius ) Subjektif
TidakDilakukan
N. II ( Optikus ) Tajam penglihatan
Normal
normal
Lapang penglihatan
Normal
normal
Melihat warna
Normal
normal
Ukuran
Isokor, Ø 3mm
Isokor,Ø 3mm
Fundus Okuli
Tidak dilakukan
N.III, IV, VI ( Okulomotorik, Trochlearis, Abduscen ) 1. Celah kelopak mata - Ptosis
+
-
- Exoftalmus
-
-
- Nistagmus
-
-
5
2. Pupil - Bentuk/ukuran
Bulat / 3 mm
Bulat / 3 mm
Isokor
Isokor
- RCL
+
+
- Refleks konsensiul
+
+
- Refleks akomodasi
+
+
-
-
- Isokor / anisokor
3. Gerakan bola mata - Paresis ke arah
N.V (Trigeminus) Sensibilitas wajah
+
+
Menggigit
terganggu terganggu
Mengunyah
terganggu terganggu
Refleks masseter
+
+
Refleks kornea
+
+
N. VII ( Fasialis ) Pengecap lidah ( 2/3 anterior ) Mengerutkan dahi
Tidak Dilakukan Parese
Baik
N.VII Menutup mata
lagoftalmus baik
Gerakan mimik
Terganggu
Baik
Bersiul
Terganggu
Terganggu
N.VIII ( Vestibulokoklearis ) Suara berbisik
Tidak dilakukan
Tes rinne
Tidak dilakukan
6
Tes webber
Tidak dilakukan
N. IX Pengecapan 1/3 lidah belakang
Tidak dievaluasi
Sensibilitas faring
Tidak dievaluasi
N. X ( Vagus ) Arcus faring
Deviasi (D)
Berbicara
Sedikit pelo
Menelan
Terganggu
Nadi
Reguler
N.XI (Assesorius) Mengangkat bahu
DBN
Memalingkan kepala
DBN
N.XII ( Hipoglosus ) Pergerakan Lidah
Deviasi (S)
Tremor lidah
Tidak
Atrofi lidah
-
Fasikulus
-
Artikulasi
Jelas
7
4) Badan dan anggota gerak a. Badan a) Bentuk kolumna vertebralis
: dbn
b) Pergerakan kloumna vertebralis
: Tidak dievaluasi
Kanan
Kiri
c) Refleks kulit perut atas
:
+
+
d) Refleks kulit perut tengah
:
+
+
e) Refleks kulit perut bawah
:
+
+
f) Refleks kremaster
:
+
g) Sensibilitas
:
o
Taktil
: dbn
o
Nyeri
: dbn
o
Suhu
: dbn
b. Anggota gerak a)
Ekstremitas Kanan
Kiri
Postur Tubuh
Baik
Baik
Atrofi Otot
Tidak ada
Tidak ada
Tonus Otot
Normal
Normal
Gerak involunter
(-)
(-)
Kekuatan Otot
5
5
Ekstremitas Atas
8
Kanan
Kiri
Postur Tubuh
Baik
Baik
Atrofi Otot
Tidak ada
Tidak ada
Tonus Otot
Normal
Normal
Gerak involunter
(-)
(-)
Kekuatan Otot
5
5
Ekstremitas Bawah
Refleks Pemeriksaan
Kanan
Kiri
Refleks Fisiologis
Bisep
+
+
Trisep
+
+
Patela
+
+
Achiles
+
+
Pemeriksaan
Kanan
Kiri
Babinski
-
-
Chaddok
-
-
Oppenheim
-
-
Gordon
-
-
Klonus
-
-
Hoffman Tromer
-
-
Refleks Patologis
9
c. Sensibilitas
Eksteroseptif o
Taktil
: dbn
o
Nyeri
: dbn
o
Suhu
: dbn
Proprioseptif : o
Rasa Sikap
: dalam batas normal
dalam batas normal
o
Rasa nyeri dalam : dalam batas normal dalam batas normal
Fungsi kortikal o
Rasa diskriminasi : dalam batas normal dalam batas normal
o
Stereognosis
: dalam batas normal dalam batas normal
b) Kordinasi, Giat dan Keseimbangan : o
Cara berjalan
: tidak dievaluasi
o
Tes romberg
: tidak dievaluasi
o
Disdiadokokinesis
: tidak dievaluasi
o
Ataksia
: tidak dievaluasi
o
Rebound phenomena
: tidak dievaluasi
o
Dismetri
: tidak dievaluasi
c) Gerakan-gerakan abnormal : o
Tremor
:-
o
Athetosis
:-
o
Mioklonus
:-
o
Khorea
:-
d) Alat vegetatif : o
Miksi
: Lancar
o
Defekasi
: Lancar
10
o
Ereksi
: Tidak dievaluasi
5) Fungsi Luhur : o
Memori
: baik
o
Fungsi bahasa
: baik
o
Visuospasial
: baik
o
Praksia
: baik
o
Kalkulasi
: baik
RESUME
Seorang perempuan berusia 65 tahun dikonsul dari bagian Interna dengan keluhan mulut mencong ke kanan sejak 2 hari yang lalu (1hari sebelum MRS). Keluhan dirasakan muncul tiba-tiba dan membuat pasien merasa suit mengunyah dan menelan makanan. Pasien juga mengeluh kram pada kedua tungkai. Pasien dirawat pada bagian penyakit dalam dengan diagnosis DM, Hipoglikemia & Hipertensi. dan nyeri kepala (-). Mual (-), muntah (-), demam (-), riwayat trauma sebelumnya (-). BAB biasa, dan BAK lancar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: STATUS PRESENS
Kesadaran
Compos mentis
Tensi
140/80 mmHg
Nadi
84 x/menit
Pernapasan
22 x/menit
Suhu
36,5 oC STATUS NEUROLOGIS
GCS
E4 M6 V5
Koordinasi dan keseimbangan
Normal
Saraf otonom
Parese N VII tipe perifer (D) REFLEKS FISIOLOGIS
Biceps
Normal / Normal
Triceps
Normal / Normal REFLEKS PATOLOGIS
11
Babinsky
-/-
KEKUATAN MOTORIK
5
5
5
5
IV. ASSESSMENT (DIAGNOSA KERJA) o
Diagnosis Klinis
: Bell’s palsy
o
Diagnosis Topis
: parese N.VII tipe perifer dextra
o
Diagnosis Etiologi
: idiopatik
V . PLANNING (RENCANA AWAL) A. Non Medikamentosa: o
Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatan yang diberikan.
o
Kompres air hangat pada bagian yang sakit +/- 20 menit
o
Massage wajah kearah atas.
o
Dianjurkan untuk menjalani fisioterapi.
o
Mata ditutup saat tidur
B. Medikamentosa : o
Bio ATP 3X1
o
Mecobalamin 3x1
o
Cameloc 15mg 2x1
o
Omeprazole 1x1
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT-SCAN : Tidak ada kelainan GDS
: 23 MG/DL (28/20/2017)
Natrium : 134 mmol/L
12
Clorida
: 97,5 mmoL/L
GDP
: 301 mmoL/L (30/10/2017)
GD2PP
: 397 mmoL/L (30/10/2017)
HbA1c
: 11,1%
VII. PROGNOSIS
Ad vitam
: ad bonam
Ad fungsionam
: ad bonam
Ad Sanationam
: Dubia ad bonam
13
C. ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinis yang dialami pasien adalah pasien mengalami bibir mencing ke kanan sejak kurang lebih 2 hari yang lalu, tanpa penurunan kesadaran dan dengan gejala yang menetap dan tanpa diketahui sebabnya. Sehingga dapat mengerucutkan ke beberapa sebab yaitu Bell’s Palsy dan tumor yang menekan ke tulang temporal (Kolesteatom, dermoid). Pada pemeriksaan fisik didapatkan ptosis dan parese wajah bagian kanan yang timbul secara mendadak serta tidak ditemukan kelumpuhan pada daerah lain sehingga memberikan gambaran gangguan pada N.VII perifer. Dengan demikian diagnosis bisa lebih mengerucut ke arah Bell‘s Pals y. Gejala – gejala tersebut timbul dikarenakan gangguan pada N.VII yang mempersarafi wajah untuk fungsi motorik dan sensorik. Gangguannya bersifat unilateral dan ipsilateral dimana N.VII mempersarafi otot oblikularis okuli, oblikularisorim temporal, servikal, bukal dan zygomatik yang berfungsi sebagai penggerak wajah. Pada pasien tampak lagoftalmus dan mulut mencong pada sisi yang terkena, selain itu pada penderita Bell‘s Palsy terdapat lagophtamus maka agar tidak terjadi dry eye dikompensasi dengan meningkatnya produksi air mata. Dasar diagnosis klinis ambil berdasarkan klinis pasien ditemukan kelumpuhan wajah sebelah kanan yang memberikan kesan paralisis N.VII perifer. Grade untuk BP menurut House-Brackmann
yaitu, Pada pasien ini tidak
ditemukan synkinesia, namun mata dapat tidak dapat ditutup dengan usaha minimal dan sekilas tampak asimetris, bibir mencong dapat digerakan dengan usaha maksimal sehingga didapatkan pada pasien ini masuk ke grade III menurut House-Brackmann. Adapun derajat untuk menilai Bell’s Palsy menurut HouseBrackmann yaitu :
Derajat 1 : Fungsional normal, hanya disertai gejala kecil seperti muka terasa kaku
Derajat 2:
Angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikit
asimetris.
14
Derajat 3 :
Angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha,
mulut bergerak sedikit lemah dengan usaha maksimal.
Derajat 4 :
Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit
dengan usaha, mulut bergerak asimetris dengan usaha maksimal.
Derajat 5 :
Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit
dengan usaha, mulut sedikit bergerak
Derajat 6 : Tidak bergerak sama sekali
Bell‘s Palsy sendiri merupakan sebuah
kelainan yang digambarkan
dengan kelumpuhan N.VII perifer (unilateral). Sifatnya idiopatik, akut dan tidak disertai gangguan neurologis lain. Berdasarkan penyebab Bell‘s palsy masih belum diketahui dengan pasti namun ada beberapa hipotesis yang berkembang seperti infeksi pada Herpes Simpleks Virus yang menyebabkan inflamasi pada ganglion genikulatum, penyakit autoimun, penyakit mikrovaskuler dan juga dikaitkan dengan paparan udara dingin. Pada pasien ini kami berkesimpulan penyebab terjadinya Bell‘ s Palsy dikarenakan paparan udara dingin. Paparan udara dingin menyebabkan Bell‘s Palsy dikarenakan dingin dapat mengiritasi N.VII,dimana secara anatomis N.VII adalah nervus kranialis yang melewati kanal-kanal dalam tengkorak, sehingga disaat teriritasi oleh dingin, terjadi oedem dan akhirnya tertekan oleh kanal-kanal sempit pada tulang tengkorak. Etiologi dari Bell‘s palsy sampai saat ini masuh dalam perdebatan.edema pada N.VII diyakini mempunyai peran atas terjadinya kelumpuhan pada Bell‘sPalsy. Keterlibatan herpes zooster atas terjadinya inflamasi sekarang sedang berkembang, keadaan autoimmune juga dipercaya mempunyai peran dalam beberapa kasus Bell‘s Palsy. Lesi yang terjadi pada Bell‘s palsy bersifat perifer dikarenakan bentuk anatomi dari tulang tengkorak yang dilewati N.VII mudah mengganggu terutama apabila terjadi inflamasi dan menyebabkan edema setempat. 80-90% penderita
15
Bell‘s palsy dapat sembuh dengan sendirinya tanpa defisit neurologis (Sembuh sempurna).
Pemberian
kortikosteroid
ditemukan
dapat
mempercepat
penyembuhan, dan perlu tappering off untuk penggunaan steroid. Obat antiviral dapat diberikan apabila memang ada arah kecurigaan terjadinya infeksi virus, studi membuktikan bahwa untuk pasien penderita Bell‘s palsy yang mendapatkan terapi antivirus disertai dengan steroid pada masa akut (<72 jam onset) memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan dengan terapi steroid tunggal, namun pada pasien dengan onset yang sudah lama pemberian antivirus tidak efektif. Proteksi mata dianjurkan saat pasien mengalami lagophtalmus untuk menghindari iritasi pada kornea. Pemberian obat tetes mata untuk menjaga kelembaban mata, juga salep mata saat pasien tidur. Diagnosis topis ditegakkan dari gambaran klinis dimana pada pasien ini hanya didapatkan gangguan pada otot ekspresi wajah, namun tidak didapatkan hiperakusis, gangguan perasa dan gangguan pendengaran. Namun didapatkan hipestesi sehingga topis pada kasus ini bisa diperkirakan antara ganglion genikulatum dan foramen stylomastoideus. Tujuan
penatalaksanaan
Bell’s
palsy
adalah
untuk mempercepat
penyembuhan, mencegah kelumpuhan parsial menjadi kelumpuhan komplit, meningkatkan angka penyembuhan komplit, menurunkan insidensinkinesis dan kontraktur serta mencegah kelainan padamata. Pengobatan seharusnya dilakukan sesegeramungkin
untuk
mencegah
pengaruh
psikologi
pasienterhadap
kelumpuhan saraf ini. Disamping itu kasus Bell’s palsy membutuhkan kontrol rutin dalam jangka waktu lama. Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik, terutama pada anak-anak. Penyembuhan komplit dapattercapai pada 85 % kasus, penyembuhan dengan asimetri otot wajah yang ringan sekitar 10% dan 5% penyembuhan dengan gejala sisa berat. Bell’s palsy biasanya dapat sembuh tanpadeformitas. Hanya 5% yang mengalami deformitas. Deformitas pada Bell’s palsy dapat berupa :
16
Regenerasi motorik inkomplitIni merupakan deformitas terbesar dari kelumpuhan saraf fasialis. Dapat terjadi akibat penekanan saraf motorik yang mensarafi otot-otot ekspresi wajah. Regenerasi saraf yang tidak maksimal dapat menyebabkan kelumpuhan semua atau beberapa ototwajah. Manifestasi dari deformitas ini dapat berupainkompetensi oral, epifora dan hidung tersumbat.
Regenerasi sensorik inkomplit Manifestasinya dapat berupa disgeusia, ageusia atau disesthesia.
Regenerasi Aberrant Selama regenerasi dan perbaikan saraf fasialis, ada beberapa serabut saraf yang tidak menyambung pada jalurnya tapi menyambung dengan serabut saraf yang ada didekatnya. Regenerasi aberrant ini dapat menyebabkan terjadinya gerakan involunter yang mengikuti
gerakan
volunter
(sinkinesis).
17
D. KESIMPULAN
Bell‘s palsy adalah gangguan neurologis yang paling sering menyerang nervus fasialis dan penyebab kelumpuhan wajah paling sering di dunia. Sekitar 60-75% serangan akut lumpuh sebelah wajah adalah Bell‘s Palsy. Bell‘s palsy juga dikenal sebagai Idiopatic Facial Paralysis (IFP) termasuk paralisis Lower Motor Neuron (LMN) yang bersifat akut, perifer, unilateral. Kesembuhan sempurna tanpa terjadi defisit neurologis hampir didapatkan pada semua pasien. Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot-oto wajah pada satu sisi yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa hari (maksimal 7 hari). Tanpa disertai gangguan pendengaran, dan tanpa gangguan sensorik. Lesi yang terjadi pada Bell‘s palsy bersifat perifer dikarenakan bentuk anatomi dari tulang tengkorak yang dilewati N.VII mudah mengganggu terutama apabila terjadi inflamasi dan menyebabkan edema setempat. 80-90% penderita Bell‘s palsy dapat sembuh dengan sendirinya tanpa defisit neurologis (Sembuh sempurna).
Pemberian
kortikosteroid
ditemukan
dapat
mempercepat
penyembuhan, dan perlu tappering off untuk penggunaan steroid. Selain itu dapat pula dilakukan fisioterapi Prognosis pasien Bell’s palsy umumnya baik, terutama pada anak-anak. Penyembuhan komplit dapattercapai pada 85 % kasus, penyembuhan dengan asimetri otot wajah yang ringan sekitar 10% dan 5% penyembuhan dengan gejala sisa berat.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Baugh,FR; et all. Clinical Practice Guideline: Bells Palsy executive summary.otolaryngology-head
and
neck
surgery.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24190889. accesed on: 6 march 2014 2. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Bell‘s palsy. In: Kasper DL, editor. Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGrawHill; 2005. p. 2372-93. 3. Bell‘s
Palsy
epidemology.
Medscape.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-epidemiology#showall. Accesed on 14 march 2014. 4. Bells Palsy Fact sheet. National Institute Of Neurological Disorder and Stroke.
Available
at:
http://www.ninds.nihgov/disorder/bella/detail_bella.htm. accesed on: 6 march 2014. 5. Murthy,JM; Saxena, AB; Bell‘s Palsy : Treatment guidelines. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3152161/. Accesed on 14 march 2014. 6. Lee, HY; Moon Suh Park, et al; Agreement between the Facial Nerve Grading System 2.0 and the House-Brackmann Grading System in Patients
with
Bell
Palsy.
Avaliable
at
:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3781225/ . Accesed on 14 march 2014.
19