LAPORAN INVESTGASI WABAH PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh: Andreas
1610221063
Aviriga Septa
1610221071
Sabrina Andiani
1610221085
Ayulita Hana
1610221031
Nanden N
1610221033
Salsabila P.
1610221076
Pembimbing : dr. Arwinda
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 11 SEPTEMBER 2017 – 3 3 NOVEMBER 2017
1
Artikel TOLI-TOLI, RABU - Serangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Puskesmas Lampasio Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tolitoli, dr I Gusti Lanang N. Arimbawa menjelaskan, total kasus DBD yang terjadi di Puskesmas Lampasio sepanjang tahun 2011, telah mengakibatkan sedikitnya 1 penderita dari 33 kasus meninggal dunia. Menurutnya, DBD adalah penyakit berbahaya yang ditularkan oleh nyamuk Aedes nyamuk Aedes aegypti, aegypti, dan dampaknya dapat mengakibatkan kematian dalam waktu yang singkat. Bahkan
kalau
terlambat
dikendalikan,
dapat
menimbulkan
wabah.
Untuk mencegah dan membatasi penyebaran penyakit DBD, katanya, dibutuhkan peran aktif masyarakat luas dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk tersebut, agar setiap rumah dan lingkungan bebas dari jentik nyamuk berbahaya ini. "Pemberantasan sarang nyamuk DBD dapat dilakukan dengan cara 3M yakni menguras dan menutup rapat tempat penampungan air, serta mengubur barang bekas yang dapat menjadi sarang berkembangbiaknya nyamuk Aedes nyamuk Aedes aegypti," aegypti," katanya. Selain itu, perlu dilakukan abatisisasi terhadap tempat-tempat penampungan air serta mengembangkan sistim perangkap telur (Ovi Trap). Khusus untuk pencegahan melalui cara perangkap telur ini, katanya, dapat dilakukan dengan menyiapkan sebuah ember berwarna hitam, kemudian di isi air nyaris penuh lalu diletakkan di dalam ruangan agak gelap selama empat hari sebagai wadah nyamuk Aedes nyamuk Aedes aegypti untuk
bertelur.
Dengan menerapkan cara-cara demikian itu dan dilakukan oleh masyarakat luas, Dinas Kesehatan Kabupaten Toli-Toli berharap kasus DBD di daerahnya dapat diminimalisir angkanya dari tahun ke tahun, demi tercapainya keluarga bersih dan sehat.
2
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue adalah demam tinggi mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, terdapat tanda-tanda perdarahan (bintik-bintik merah/ptekie, mimisan perdarahan pada gusi, muntah/berak darah), ada perbesaran hati dan dapat timbul syok (pasien gelisah, nadi cepat dan lemah, kaki tangan dingin, kulit lembab,
kesadaran
menurun.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
terdapat
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20%) dan trobositopeni (trombosit < 100.000/mm3). Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan salah satu penyakit menular yang potensial menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga kejadian luar biasa (KLB)/wabah masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. DBD disebabkan oleh virus dengue yg ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang hidup di dalam dan di sekitar rumah, sehingga penularannya terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penular tersebut. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tolitoli, dari Puskesmas Lampasio sepanjang tahun 2011, didapatkan 1 penderita dari 33 kasus meninggal dunia, maka untuk itu dilakukan Penyelidikan Epidemiologi oleh tim penyelidikan KLB DBD dengan melakukan analisa terhadap berbagai faktor yang berhubungan dengan terjadinya KLB DBD di desa tersebut.
II. Tujuan Penyidikan Tujuan Umum
Melakukan tindakan penanggulangan dan pengendalian KLB DBD di wilayah kerja Puskesmas Lampasio, Kabupaten Toli-Toli.
3
Tujuan Khusus
1. Memastikan kebenaran kasus KLB DBD yang dilaporkan dan luasnya penyebaran 2. Mengetahui
kemungkinan
kecenderungan
terjadinhya
penyebarluasan
penyakit DBD di lokasi 3. Mengetahui gambaran situasi penyakit dan saran alternative pencegahan 4. Melakukan penanggulangan DBD di lokasi
4
BAB II METODOLOGI
a. Metode Pengumpulan Data Data didapatkan dari data sekunder, berupa laporan KLB campak bersumber dari data surveilans Dinkes Kabupaten Toli-toli. b. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Toli-toli menggunakan data sekunder. c. Responden Semua penderita demam berdarah dengue yang tercatat pada laporan kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Toli-toli pada tahun 2011. d. Tim PE Tim penyelidikan epidemiologi KLB campak meliputi petugas dari Puskesmas dan Dinkes Kabupaten Selaras, antara lain : 1) Dokter 2) Perawat 3) Bidan 4) Tenaga aboratorium 5) Epidemiolog e. Peralatan 1) Obat-obatan 2) Peralatan pengmabilan sampel 3) APD (sarung tangan, masker) 4) Antiseptik 5) Instrumen (kuesioner PE campak)
5
BAB III INVESTIGASI WABAH
Langkah 1. Persiapan Investigasi di Lapangan
Hal-hal yang harus diperhatikan pada langkah ini adalah : a.
Persiapan dapat dikelompokkan dalam 3 kategori (investigasi, administrasi, dan konsultasi).
b.
Dibutuhkan pengetahuan perlengkapan dan alat yang sesuai.
c.
Prosedur administrasi.
d.
Peran masing- masing petugas yang terjun
Langkah 2. Memastikan adanya KLB
Pada unit pelayanan kesehatan dengan sistem informasi yang berjalan baik dan jumlah kasus DBD dapat dideteksi sesuai dengan wilayah administratif seperti desa atau kelurahan, maka peningkatan kasus pada setiap wilayah dapat dijadikan peringatan dini sebelum terjadi KLB. Untuk memastikan bahwa peningkatan kasus adalah KLB atau bukan KLB, dapat dilakukan analisis pola minimum-maksimum kasus DBD bulanan maupun mingguan dengan pembanding kasus DBD pada tahuntahun sebelumnya. Selain dengan menetapkan pola maksimum-minimum, pada daerah desa atau kelurahan sebaiknya ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi satu kriteria sebagai berikut : 1. Terdapat satu kasus DBD atau lebih yang selama 3 bulan terakhir di daerah kabupaten/kota bersangkutan tidak ditemukan penderita DBD tetapi HI jentik Aedes Aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%. 2. Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan keadaan sebelumnya. 3. Terdapat peningkatan bermakna dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
6
Dari hasil investigasi diketahui telah terjadi Kejadian Luar Biasa Penyakit DBD seperti terlihat pada grafik berikut : Grafik 1. Kasus DBD menurut Tanggal Mulai Demam di Desa Lampasio, Tinading, Sibea, dan Oyom Bulan Mei Tahun 2011
Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan Kriteria KLB ini ditetapkan sesuai pedoman Depkes (1991), suatu Kejadian Luar Biasa apabila memenuhi salah satu kriteria diantaranya adalah adanya peningkatan kasus secara bermakna dari periode sebelumnya pada periode mingguan terlihat tanggal 3 – 9 Maret 2011 terjadi kenaikan penderita lebih dari 2 kali periode minggu sebelumnya.
Langkah 3. Pemastian diagnosis
Tujuan dalam pemastian diagnosis adalah a. Untuk memastikan bahwa masalah tersebut telah didiagnosis dengan patut b. Untuk menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan. Diagnosis kerja Demam Berdarah Dengue ditentukan melalui 2 kriteria pemeriksaan yaitu gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pada gejala klinis harus ada, yaitu :
7
Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: o
uji bendung positif
o
petekie, ekimosis, purpura
o
perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
o
hematemesis dan atau melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat temuan :
Trombositopenia (100.000/μl atau kurang)
Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut:
o
Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
o
Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
o
Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja DBD. Penyakit Demam Berdarah Dengue diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada
setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)
Derajat I
:
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah uji bending.
Derajat II
: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
8
Derajat III
: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
Derajat IV
: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan
tekanan darah tidak terukur. Pemeriksaan sediaan darah dengan menggunakan Rapid Test Diagnostic (RDT) yang dilakukan oleh analis kesehatan Puskesmas Lampasio.
Langkah 4a. Membuat Definisi Kasus
Definisi kasus adalah kumpulan (set) yang standar tentang kriteria klinis untuk menentukan apakah seseorang dapat diklasifikasikan sebagai penderita penyakit tsb. Definis kasus dalam konteks KLB/wabah haruslah dibatasi oleh karateristik tertentu dari, orang, tempat dan waktu. Sekali ditetapkan maka definisi kasus ini harus dipakai secara konsisten pada semua situasi dalam investigasi. Dalam kasus ini yang dimaksud dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.albopictus juga dapat menjadi vektor penular. Demam Berdarah Dengue menyerang berbagai kelompok umur, yang sekiranya memungkinkan untuk penularan dari gigitan nyamuk pembawa virus Dengue. Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD banyak dijumpai terutama di daerah tropis dan sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Menurut KEMENKES, daerah yang paling banyak terdapat kasus DBD yaitu Jakarta dan Bali. Demam Berdarah Dengue sering muncul pada musim-musim pancaroba, atau musim perpindahan antara musim hujan dan musim kemarau. Di Indonesia umumnya terjadi di bulan Januari atau diawal tahun. Pembagian kasus didasarkan dari 3 hal berdasarkan derajat ketidakpastiannya, yaitu : 1.
Kasus definitif/konfirmatif (definite/confirmed case) adalah diagnosis kasus yang dianggap pasti berdasarkan verifikasi laboratorium.
9
2.
Kasus sangat mungkin (probable case) adalah diagnosis kasus yang ditegakkan berdasarkan berbagai gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium.
3.
Kasus mungkin/dicurigai (possible/suspected case) adalah diagnosis kasus yang ditegakkan berdasarkan sedikit gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium. Berdasarkan derajat ketidakpastian, penyakit Demam Berdarah Dengue
dikelompokan juga menjadi 3 kasus yaitu confirmed case, probable case, suspected case. Keterangan dapat dilihat dibawah ini : 1.
Suspected Case :
Demam Dengue (2 atau lebih tanda)
-
demam mendadak & sakit kepala dahi
-
nyeri belakang mata
-
nyeri otot & sendi
-
timbul rash
DHF (demam mendadak 2-7hr dg 1/lebih gejala)
-
tes torniquet positif
- perdarahan bawah kulit - perdarahan pada mukosa - pembesaran hati
DSS
2.
DHF disertai shock
Probable Case :
Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
Demam disertai 2 dari hal berikut :
-
Mual, muntah
-
Ruam
-
Sakit dan nyeri
-
Uji torniket positif
-
Lekopenia
10
Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
- Nyeri perut atau kelembutannya -
Muntah berkepanjangan
-
Terdapat akumulasi cairan
-
Perdarahan mukosa
-
Letargi, lemah
-
Pembesaran hati > 2 cm
-
Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat
3.
Confirmed Case :
Demam dengue
: (suspek yang berkaitan dengan kasus pasti)
DHF
: kasus trombosit < 100.000/m3
DSS
: kasus dengan kenaikan hematocrit ≥25%
Kenaikan titer antibodi IgH 4 kali
Ditemukan IgM (pada KLB)
4b.Menemukan dan Menghitung Kasus
Metoda untuk menemukan kasus yang harus sesuai dengan penyakit dan kejadian yang diteliti di fasilitas kesehatan yang mampu memberikan diagnosis. Dalam menemukan dan menghitung kasus juga perlu diketahui mekanisme untuk mengidentifikasi kasus dari berbagai sumber. Informasi berikut ini yang harus dikumpulakan dari setiap kasus :
Data identifikasi ( nama, alamat, nomor telepon ).
Data demografi ( umur, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan ).
Data klinis.
Faktor risiko, yang harus dibuat khusus untuk tiap penyakit.
Informasi pelapor untuk mendapatkan informasi tambahan atau memberi umpan balik
11
Pada kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Toli-Toli ini, mekanisme untuk mengidentifikasi kasus berasal dari kerjasama antara Dinas Kesehatan Kabupaten Toli-Toli dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Sumbersumber terkait diantaranya :
Kasie Sepim Kesma Dinkes Kab Toli-Toli.
Pengelola Surveilans Dinkes Kab. Toli-Toli.
Pengelola DBD Dinkes Kab. Toli-Toli.
Tim Investigasi Puskesmas Lampasio Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan wabah apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut : 1.
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal.
2.
Peningkatan kejadian penyakit/ kematian terus – menerus selama tiga kurun waktu berturut – turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
3.
Peningkatan kejadian penyakit/ kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).
4.
Jumlah penderita baru dalam suatu bulan menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata – rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5.
Angka rata – rata perbulan selama satu tahun menunjukan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata – rata perbulan dari tahun sebelumnya.
6.
Case fatality rate ( CFR ) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibandingkan dengan CFR dari periode sebelumnya.
7.
Proportional rate ( PR ) penderita dari suatu periode tertentu menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan periode
8.
Kurun waktu atau tahun sebelumnya.
9.
Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : cholera dan demam berdarah dengue.
12
Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya ( pada daerah endemis ).
Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode empat minggu sebelumnya, daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
Pada Kabupaten Toli-Toli terdapat standar tersendiri untuk menentukan kasus wabah, diantaranya adalah : 1. Terdapat satu kasus DBD atau lebih yang selama 3 bulan terakhir di daerah kabupaten/kota bersangkutan tidak ditemukan penderita DBD tetapi HI jentik Aedes Aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%. 2. Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan keadaan sebelumnya. 3. Terdapat peningkatan bermakna dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Langkah 5: Epidemologi Deskriptif
Analisis Situasi Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibea, dan Desa Oyom merupakan bagian dari Kecamatan Lampasio dan wilayah kerja Puskesmas Lampasio yang juga merupakan bagian dari pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten Toli-Toli dengan jumlah penduduk adalah sebagai berikut : Jumlah Desa
Laki-Laki
Perempuan
Total (Jiwa)
Sibea
786
711
1,497
Oyom
1,138
1,012
2,150
Lampasio
986
898
1,884
Tinading
1,131
1,064
2,195
13
……
Jumlah
4,131
3,685
7,816
Sumber : Data sekunder Puskesmas Lampasio dengan wilayah kerja 9 desa dengan batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Baolan. 2. Sebelah timur berbatasan Kabupaten Buol. 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Basidondo. 4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ogodeide. Lokasi kejadian KLB berada di 4 desa di Kecamatan Lampasio wilayah kerja Puskesmas Lampasio Kabupaten Toli-Toli. Kasus DBD mulai terjadi pada tanggal 28 Februari 2011 dan dilakukan penyelidikan kasus pada tanggal 15 Maret 2011. Pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Toli-Toli bersama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah yang dilakukan secara lintas program dan lintas sektor, yaitu : Lintas Program di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Toli-Toli : 1)
Kasie Sepim Kesma Dinkes Kab Toli-Toli.
2)
Pengelola Surveilans Dinkes Kab. Toli-Toli.
3)
Pengelola DBD Dinkes Kab. Toli-Toli.
4)
Tim Investigasi Puskesmas Lampasio
Lintas Sektor Terkait : Pemerintah setempat (Kepala desa Bomba Kec. Una-Una).
Analisis data dan simpulan
14
Distribusi menurut orang
Distribusi penderita DBD dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2. Distribusi Kasus DBD menurut kelompok umur di Wilayah Puskesmas Lampasio Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli Bulan Maret Tahun 2011. Jumlah Kasus
CFR
Umur (Thn)
Sakit
Mati
(%)
1
≤ 12
22
0
0
2
13 – 24
2
1
50
3
25 – 36
6
0
0
4
37 – 48
13
0
0
5
> 49
1
0
0
Jumlah
44
0
0
No
Kelompok
Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan Dari tabel diatas terlihat bahwa kelompok umur yang terbanyak sakit berada pada kelompok umur ≤ 12 tahun sebanyak 22 orang, terendah pada kelompok umur > 49 tahun sebanyak 1 orang, dan CFR 50% pada kelompok umur 13 – 24 tahun. Tabel 3. Distribusi Kasus DBD menurut jenis kelamin di Wilayah Puskesmas Lampasio, Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli Bulan Maret Tahun 2011
No
Jenis Kelamin
Jumlah kasus Attack PopulasiRentan Rate Sakit Mati (%)
CFR (%)
1
Laki – laki
4131
21
0
0,51
0
2
Perempuan
3685
23
1
0,62
4,38
7816
44
1
0,90
2,27
Jumlah
Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan Dari tabel diatas terlihat bahwa kasus terbanyak pada jenis kelamin perempuan (23 kasus) dengan AR = 0,62% dan CFR = 4,38%. Distribusi menurut tempat
15
Distribusi kasus DBD di Wilayah Puskesmas Lampasio berdasarkan tempat dapat kita lihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4. Distribusi Kasus DBD menurut tempat tinggal penderita pada KLB di Wilayah Puskesmas Lampasio, Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli Bulan Maret Tahun 2011 No
Jumlah kasus
Nama Desa
Sakit
CFR (%)
Mati
1
Desa Lampasio
20
0
0
2
Desa Tinading
18
0
0
3
Desa Sibea
2
0
0
4
Desa Oyom
4
1
25
44
1
2,27
Jumlah
Hasil pengamatan terhadap asal penderita diperoleh gambaran bahwa sebagian besar dari penderita berasal dari Desa Lampasio yaitu 20 kasus dan penderita DBD yang meninggal berasal dari Desa Oyom dimana CFR = 25% seperti dalam tabel di atas.
Distribusi menurut waktu
Untuk menggambarkan kasus pada periode KLB (lamanya KLB berlangsung) biasanya digambarkan dalam kurva epidemik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness), Interval dalam pembuatan kurva epidemik yang dipakai adalah 1 harian. Distribusi kasus DBD di Wilayah Puskesmas Lampasio berdasarkan waktu mulai sakit dapat dlihat pada tabel di bawah ini :
16
Berdasarkan hasil investigasi, awal mulai sakit tanggal 28 Pebruari 2011 dengan jumlah penderita 2 orang dan mengalami puncak kasus pada tanggal 9 Maret 2011 dengan peningkatan kasus sebanyak 8 orang, sehingga jumlah kasus secara keseluruhan adalah 44 kasus.
Langkah 6: Membuat Hipotesis Formulasi Hipotesis a. Apa reservoir utama agen penyakitnya?
Reservoir utama agen penyebab DBD adalah Aedes aegypty atau Aedes albopictus. b. Bagaimana cara penularannya?
Cara penularannya melalui manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penularan dari manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia dan apabila nyamuk tersebut menggigit orang yang sehat maka virus yang terbawa oleh nyamuk akan menginfeksi orang yang sehat tersebut. c. Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularan?
Tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana. d. Apa saja faktor yang meningkatkan risiko tertular?
1) Tidak memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah 2) Menggantung pakaian di kamar mandi, kamar tidur, atau tempat yang tidak terjangkau sinar matahari 3) Tidak melakukan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M (menguras, menutup, dan mengubur)
17
Hipotesis
1. DBD ditularkan melalui reservoir utama, yaitu Aedes aegypty atau Aedes albopictus. 2. DBD ditularkan secara langsung melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 3. Tempat-tempat yang dapat mempengaruhi penularan nyamuk DBD, yaitu tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana. 4. Faktor yang dapat meningkatkan risiko tertular DBD :
Tidak memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah
Menggantung pakaian di kamar mandi, kamar tidur, atau tempat yang tidak terjangkau sinar matahari
Tidak melakukan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M (menguras, menutup, dan mengubur)
Pembahasan Hipotesis Faktor-Faktor Penyebab terjadinya DBD Faktor H ost
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang mempengaruhi manusia, antara lain sebagai berikut. a. Umur Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. b. Jenis Kelamin Sejauh
ini
tidak
ditemukan
perbedaan
kerentanan
terhadap
serangan DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin ( gender ).
18
c. Nutrisi Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik maka terjadi infeksi virus dengue yang berat. d. Populasi Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi
virus dengue, karena
daerah
yang
berpenduduk
padat
akan
meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut. e. Mobilitas penduduk Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue
Faktor Lingkungan (Ekstrinsik) a. Lingkungan Biologis
1) Faktor Agent DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang sering dikenal sebagai genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan
membentuk
antibodi
terhadap
serotipe
yang
bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
19
2) Reservoir Infeksi virus dengue hanya dapat ditularkan oleh Aedes aegypty atau Aedes albopictus, sebagai vektornya. Ketika nyamuk menggigit orang yang terinfeksi virus dengue maka virus tersebut akan terbawa oleh nyamuk dan apabila nyamuk tersebut menggigit orang yang sehat maka virus yang terbawa oleh nyamuk akan menginfeksi orang yang sehat tersebut. b. Lingkungan Fisik
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempattempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypty tidak sempurna. Pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang
terisi
air
hujan
dan
dapat
digunakan
sebagai
tempat
perkembangbiakannya Aedes Aegypty. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit DBD. c. Lingkungan Sosial
Tempat perkembang biakan utama nyamuk Aedes aegypty ialah pada tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypty dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1) Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari, seperti tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain.
20
2) Bukan tempat penampungan air (non-TPA) yaitu tempat yang biasa menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat minum hewan peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas (kaleng,botol, ban, pecahan gelas, dan lain-lain), vas bunga, perangkap semut, penampungan air dispenser, dan lain-lain. 3) Tempat penampungan air alami, seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kult kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu, dan lain-lain (Dep-Kes RI, 2005). Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara, antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia, yaitu dengan memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, kamar tidur, atau tempat yang tidak terjangkau sinar matahari. Pencegahan yang paling tepat dan efektif. Aman untuk jangka panjang adalah dilakukan dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M, yaitu : 1) Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan 2) Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa 3) Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang kesemuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypty.
Perjalanan Alamiah Penyakit DBD
Perbedaan klinis antara Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada Demam Berdarah Dengue disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage) yang diduga karena proses imunologi. Hal ini tidak didapati pada Demam Dengue. Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh akan beredar dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag (Antigen Presenting Cell). Viremia akan terjadi
21
sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari terjadinya demam. Antigen yang menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T- Helper dan menarik makrofag lainnya untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper akan mengaktifasi sel TSitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah dikenali tiga jenis antibodi yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibody fiksasi komplemen. Proses ini akan diikuti dengan dilepaskannya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala
lainnya.
Juga
bisa
terjadi
aggregasi
trombosit
yang
menyebabkan
trombositopenia ringan. Demam tinggi (hiperthermia) merupakan manifestasi klinik yang utama pada penderita infeksi virus dengue sebagai respon fisiologis terhadap mediator yang muncul. Sel penjamu yang muncul dan beredar dalam sirkulasi merangsang terjadinya panas. Faktor panas yang dimunculkan adalah jenis-jenis sitokin yang memicu panas seperti TNF-α, IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokon yang meredam panas adalah TGF-β, dan IL-10. Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan partikel virus yang bebas atau berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di dalam eritrosit. Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks imun yang terkait dengan sel ini menyebabkan viremia pada infeksi virus Dengue sukar dibersihkan. Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non netralisasi antibodi yang dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel nyamuk dan preparat virus yang asli. Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua komponen yang berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu antibodi IgM dan platelet. Antibodi alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel, bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur molekul mutimerix. Molekul hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentameric IgM namun hexamer, IgM lebih efisien dalam mengaktivasi komplemen.Antigen Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50% “Complex Circulating Imun”. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan di dalam dinding darah dibawah kulit atau di bercak merah
22
kulit penderita dengue. Oleh karenanya dalam penentuan virus dengue level IgM merupakan hal yang spesifik.
Tahap-Tahap Pencegahan pada Penyakit DBD a. Pencegahan Primer
Pencegahan
tingkat
pertama
ini
merupakan
upaya
untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Sebelum ditemukannya vaksin terhadap virus DBD pengendalian vektor adalah satu-satunya upaya yang diandalkan dalam mencegah DBD. Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor, yaitu : 1) Pengendalian Cara Kimiawi Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organopospor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypty yaitu dari golongan organopospor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi. 2) Pengendalian Hayati / Biologik Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis dilakukan dengan
menggunakan
mikroorganisme
hewan
kelompok
hidup,
invertebrata
atau
baik
dari
vertebrata.
golongan Sebagai
pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit, dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan Beberapa jenis ikan kepala timah ( Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia afffinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa etnis golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis inyegari dan Romanomarmis culiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk.
23
3) Pengendalian Radiasi Pengendalian cara radiasi memakai bahan radioaktif dengan dosis tertentu sehingga nyamuk jantan menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti nyamuk jantan akan berkopulasi dengan nyamuk betina, tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil. 4) Pengendalian Lingkungan Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu dengan memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari. Pencegahan yang paling tepat dan efektif. Aman untuk jangka panjang adalah dilakukan dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M. b. Pencegahan Sekunder
1) Melakukan diagnosa sedini mungkin dan memberikan pengobatan yang tepat bagi penderita DBD. 2) Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang menemukan penderita / tersangka penderita DBD segera melaporkan ke puskesmas dan dinas kesehatan dalam waktu 3 jam. 3) Penyelidikan epidemiologi dilakukan petugas puskesmas untuk pencarian penderita panas tanpa sebab yang jelas sebanyak 3 orang atau lebih, pemeriksaan jentik, dan juga dimaksudkan untuk mengetahui adanya kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut sehingga perlu dilakukan fogging fokus dengan radius 200 meter dari rumah penderita, disertai penyuluhan. c. Pencegahan Tersier
24
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan : 1) Membuat ruangan gawat darurat khusus untuk penderita DBD di setiap unit pelayanan kesehatan terutama di puskesmas agar penderita/penderita tersangka dapat penanganan yang lebih baik. 2) Transfusi darah Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan malena diindikasikan untuk mendapatkan tranfusi darah secepatnya. 3) Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan seperti : a) Endemis Kegiatan yang dilakukan adalah fogging Sebelum Musim Penularan (SMP),
abatesasi
selektif,
dan
penyuluhan
kesehatan
kepada
masyarakat. b) Sporadis Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan 3M. Penyuluhan tetap dilakukan. c) Potensial Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan. d) Bebas Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.
Langkah 7: Menilai Hipotesis
Jenis Penelitian ini menggunakan rancangan kohort atau prospektif. Penelitian dilaksanakan di wilayah kecamatan Lampasio kota Toli-Toli yang merupakan wilayah dengan kasus Demam Berdarah Dengue tertinggi di kota Toli-Toli. Unit analisis adalah individu sebanyak 44 orang, sampel tersebar di 4 desa, yaitu Desa
25
Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibae, dan Desa Oyom. Variabel bebas penelitian yang dianggap sebagai paparan adalah jenis kelamin. Variabel terikat adalah kejadian penyakit DBD dan meninggal akibat DBD. Analisis data dilakukan pengujian hipotesis RR untuk mengetahui perbedaan antara faktor paparan dan bukan paparan dengan tabulasi silang pada α = 0,05 sehingga dapat di hitung nilai Risiko-Relative (RR).
Hasil dan Pembahasan
a. Distribusi Responden 1) Jenis kelamin Distribusi responden menurut jenis kelamin di kecamatan Lampasio kota Toli-Toli dapat disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Desa Sibea Oyom Lampasio Tinading Jumlah
Laki-laki 786 1.138 986 1.131 4.131
Perempuan 711 1.012 898 1.064 3.685
Total (Jiwa) 1.497 2.150 1.884 2.195 7.816
Responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 4.131 jiwa. 2) Umur Distribusi responden menurut golongan umur dari responden adalah hampir sama pada setiap kelompok umur dengan jumlah responden yang paling banyak terdapat pada kelompok umur ≤ 12 tahun, yaitu 22 orang dan dapat disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Umur Kelompok Umur (Tahun) ≤ 12
13 – 24
Jumlah Kasus Sakit Mati 22 0 2 1
CFR (%)
0 50
26
6 13 1 44
25 – 36 37 – 48 > 49 Jumlah
0 0 0 1
0 0 0 2,27
b. Gejala Klinis Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan terhadap 44 kasus DBD berdasarkan gejala klinis digambarkan pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Distribusi Gejala Klinis Penderita pada KLB DBD di Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibae, Desa Oyom Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli pada tanggal 28 Februari s/d 15 Maret 2011 Gejala Klinis Demam Sakit Ulu Hati Torniket Perdarahan Muntah Shock Batuk
Jumlah 44 7 0 31 7 0 20
Persentase (%) 100 15,9 0 70,5 15,9 0 45,5
c. Distribusi Menurut Tempat Distribusi kasus DBD di Wilayah Puskesmas Lampasio berdasarkan tempat dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Distribusi Kasus DBD menurut tempat tinggal penderita pada KLB di Wilayah Puskesmas Lampasio, Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli Bulan Maret Tahun 2011 Nama Desa Desa Lampasio Desa Tinading Desa Sibea Desa Oyom Jumlah
Jumlah Kasus Sakit Mati 20 0 18 0 2 0 4 1 44 1
CFR (%)
0 0 0 25 2,27
27
Kejadian DBD Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari data diatas kemudian ditentukan kejadian DBD nerdasarkan jenis kelamin, yaitu sebagai berikut.
Tabel 5. Distribusi Kasus DBD menurut jenis kelamin di Wilayah Puskesmas Lampasio, Kec. Lampasio, Kab. Toli-Toli Bulan Maret Tahun 2011 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Populasi Rentan 4.131 3.685 7.816
Jumlah Kasus Sakit Mati 21 0 23 1 44 1
Attack Rate (%) 0,51 0,62 0,56
CFR (%)
0 4,35 2,27
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa kasus terbanyak pada jenis kelamin perempuan (23 kasus) dengan AR = 0,62% dan CFR = 4,35%. Berdasarkan tabel diatas didapatkan RR = 1,04 dan RD = 0,04.
Langkah 8: Memperbaiki Hipotesis dan mengadakan Penelitian tambahan
Berdasarkan hasil investigasi lapangan, analisa kasus dan anlisa epidemiologi hipotesis yang detatapkan adalah: 1. DBD yang ditularkan melalui reservoir utama, yaitu Aedes aegypty atau Aedes albopictus. 2. DBD yang ditularkan secara langsung melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 3. Tempat-tempat yang dapat mempengaruhi penularan nyamuk DBD, yaitu tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana. 4. Faktor yang dapat meningkatkan risiko tertular DBD :
Tidak memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah
28
Menggantung pakaian di kamar mandi, kamar tidur, atau tempat yang tidak terjangkau sinar matahari
Tidak melakukan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M (menguras, menutup, dan mengubur)
Penentuan hipotesis mengacu pada kondisi klinis penderita yaitu demam, nyeri ulu hati, perdarahan, dan muntah. Hasil survey jentik ditemukan beberapa karakteristik di Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibea, dan Desa Oyom yaitu terdapat tempat perindukan nyamuk seperti tempurung kelapa, ban – ban, kalengkaleng bekas di sekitar rumah penderita merupakan media yang cepat berkembang biaknya nyamuk-nyamuk dan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap jentik – jentik nyamuk ternyata paling banyak jenis jentik nyamuk Aedes, yang didukung dengan kondisi curah hujan tidak menentu sehingga penyebaran penyakit ini menjadi cepat menular kepada penduduk yang berada didesa tersebut. Berdasarkan analisis tersebut demam dengue dan cikungunya yang merupakan diagnosis banding dari demam berdarah dengue dimasukkan kedalam hipotesis. Sehingga rumusan hipotesis berikutnya adalah: 1. DBD yang ditularkan melalui reservoir utama, yaitu Aedes aegypty atau Aedes albopictus yang ditularkan secara langsung melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Hipotesis ini didukung dengan kondisi lingkungan tempattempat yang dapat mempengaruhi penularan nyamuk DBD, yaitu tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana serta faktor yang dapat meningkatkan risiko tertular DBD seperti tidak memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah, menggantung pakaian di kamar mandi, kamar tidur, atau tempat yang tidak terjangkau sinar matahari, tidak melakukan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) 2. Demam Dengue (DD) yang ditularkan melalui reservoir utama, yaitu Aedes aegypty atau Aedes albopictus yang ditularkan secara langsung melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictu sama halnya dengan DBD. Yang membedakan antara DBD dengan DD adalah pada demam dengue masa ini relatif
29
masih tergolong biasa adapaun yang terasa seperti demam, Sakit kepala, nyeri pada sendi tulang, mual dan muntah serta terdapat bintik-bintik merah pada kulit. Yang paling menonjol adalah gejala panasnya tanpa ada manifestasi perdarahan. Sedangkan Demam berdarah dengue b iasanya demam terjadi pada hari ke 27 atau dimana sedang terjadinya pendarahan karena terjadinya pembesaran dan kegagalan sistem sirkulasi darah dan disertai manifestasi pendarahan. 3. Chikungunya adalah penyakit virus yang menyerang manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Nyamuk ini berperan sebagai perantara atau vektor yaitu organisme yang membawa virus chikungunya di dalam tubuhnya tanpa terjangkiti. Keduanya adalah jenis nyamuk sama yang menyebabkan demam berdarah. Mengingat faktor lingkungan didaerah tersebut mungkin saja vektor nyamuk ini menyebabka cikungunya. Gejala Gejala-gejala awalnya menyerupai gejala-gejala flu, demam - berawal secara tiba-tiba; salah satu gejala utama chikungunya, nyeri sendi - keparahannya bisa sampai menghambat gerakan tubuh penderita; gejala ini bisa bertahan selama berminggu-minggu dan juga merupakan gejala utama chikungunya. Gejala ini umumnya muncul tidak lama setelah gejala demam mulai dirasakan, nyeri otot, kedinginan, sakit kepala tidak tertahankan, ruam atau bintik-bintik merah di sekujur tubuh, mual dan muntah.
Penelitian tambahan Epidemiologi
Untuk mengetahui penyebab lebih pasti dari kejadian luar biasa kasus ini maka perlu untuk dilakukan penelitian tamabahan melalui studi analitik masalah dan penyebabnya. Epidemiologi analitik adalah epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta munculnya suatu masalah kesehatan yang digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat dan berpegangan pada pengembangan data baru. Kunci dari studi analitik ini adalah untuk menjamin bahwa studi di desain tepat sehingga temuannya dapat dipercaya (reliabel) dan valid. Epidemiologi analitik menguji hipotesis yang
30
telah dirumuskan dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan / pengaruh paparan terhadap penyakit. Studi analitik merupakan studi epidemiologi yang menitikberatkan pada pencarian hubungan sebab (faktor-faktor resiko) – akibat (kejadian penyakit). Dalam hal ini, studi yang dapat dilakukan studi analitik multivariat yaitu mencari hubungan faktor-faktor yang dapat menyebabkan DBD seperti tempat penampungan air yang tidak ditutup, tidak memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah, menggantung pakaian di kamar mandi, kamar tidur, atau tempat yang tidak terjangkau sinar matahari, tidak melakukan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) dan pebuangan limbah dengan akibat yang ditimbulkan yaitu kejadia KLB DBD serta hasil serologi penderita. Langkah 9. Melaksanakan Pengendalian dan Pencegahan
Fasilitas laboratorium harus tersedia namun tidak selalu tersedia di daerah pedesaan dan kurangnya sumber daya manusia dan material di banyak fasilitas di pedesaan
Meningkatkan penyampaian pesan dan pengendalian vektor selama epidemi berlangsung dengan Penyemprotan massal dan mengurangi sumber vektor dengan melibatkan peran serta masyarakat (program 3M)
Rumah sakit-rumah sakit besar disiapkan untuk mengantisipasi epidemi demam berdarah
Definisi kasus standar WHO telah digunakan Akses dan distribusi pelayanan kesehatan tidak merata oleh karena ketidakterjang kauan biaya dan terlambatnya pelaporan karena terbatasnya dukungan laboratorium
Kampanye massal dan sosial marketing untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap demam berdarah melalui berbagai media karena pesan bisa tidak sampai ke masyarakat di daerah terpencil
Pogram Dasawisma dan 3M (menguras, menutup, mengubur) namun kurang efektif selama musim hujan, oleh karena meningkatnya beban kerja 3M akibat bertambahnya jumlah tempat nyamuk berkembang biak
31
Memanfaatkan kerjasama yang telah berlangsung untuk menetapkan peran dan tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing pihak monitoring dan evaluasi adalah penting
Langkah 10. Menyampaikan Hasil Penyelidikan Identifikasi sumber dan penyebab
Hasil survey jentik ditemukan beberapa karakteristik di Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibea, dan Desa Oyom yaitu terdapat tempat – tempat perindukan nyamuk seperti tempurung kelapa, ban – ban, kaleng-kaleng bekas di sekitar rumah penderita merupakan media yang cepat berkembang biaknya nyamuk-nyamuk aedes aygepty dan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap jentik – jentik nyamuk ternyata paling banyak jenis jentik nyamuk Aedes, yang didukung dengan kondisi curah hujan tidak menentu sehingga penyebaran penyakit ini menjadi cepat menular kepada penduduk yang berada didesa tersebut.
Identifikasi Cara penularan
Mekanisme penularan terjadi melalui gigitan nyamuk yang memang telah ada di wilayah tersebut dimana sebelumnya penderita yang pertama kali terpapar kasus DBD mempunyai riwayat bepergiaan ke daerah endemis DBD dimana penderita tersebut bersekolah di Kota Toli-Toli yang kemungkinan Virusnya didapat di kota.
Simpulan
1. Telah terjadi KLB DBD di Desa Lampasio, Desa Tinading, Desa Sibea, dan Desa Oyom dengan jumlah penderita 44 orang, AR = 0,90% dan CFR = 2,27%. 2. Kelompok umur ≤ 12 tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak menderita DBD dengan jumlah kasus 22 orang. 3. Pemastian diagnosis adalah hasil pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan jentik nyamuk.
32