LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR OSEANOGRAFI
Oleh:
ALYA SARAH NABIELA NIM. L1A015043
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR OSEANOGRAFI OSEANOGRAFI 2017
Oleh: ALYA SARAH NABIELA NIM. L1A015043 L1A015043
Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti responsi praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Oseanografi Oseanografi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman.
Diterima dan disetujui Tanggal 5 Juni 2017
Asisten
M. Taufiq Hartanto NIM. H1K01
Commented [A1]: Namaku dek M Taufiq Suharto NIM nya H1K014028
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah Nya kami dapat menyelesaikan menyelesaikan “Laporan Praktikum Dasar-dasar Oseanografi”. Oseanografi ”. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar-dasar Oseangrafi. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sangat berperan penting dalam proses proses kegiatan praktikum ini, terutama pada Dosen Pengampu yang sekaligus menjadi dosen mata kuliah Dasar-dasar Oseanografi Dr. Maria Dyah Nur Meinita, S.Pi., M. Sc ., Dr. Bintang Marhaeni, M. Si., Dr. F. Eko D. Haryono, Haryono, S. Pi., M. Si., yang telah memberi memberi bimbingan bimbingan dan arahan kepada kami. kami. Tak lupa kami juga mengucapkan mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman sekalian beserta asisten praktikum yang telah membantu saat praktikum berlangsung. berlangsung. Kami sadar tanpa dukungan dari semua pihak, kami tidak akan mampu menyusun laporan ini dengan maksimal. Akhirnya, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari pembaca terhadap laporan praktikum yang yang telah kami buat. buat.
Purwokerto, 26 Mei 2017
Penyusun
LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM DASAR-DASAR OSEANOGRAFI
Oleh:
ALYA SARAH NABIELA NIM. L1A015043
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2017
I.
TUJUAN PRAKTIKUM
1.1. Tujuan Praktikum Miniatur Gelombang
Tujuan dari praktikum Miniatur Gelombang adalah: 1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh angin terhadap tipe atau karakteristik gelombang skala laboratorium 2. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh tekanan yang dapat mempengaruhi tipe-tipe gelombang
1.2. Tujuan Praktikum Densitas (Temperatur dan Salinitas)
Tujuan dari praktikum Densitas Temperatur dan Salinitas adalah : 1.
Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh beda temperatur terhadap densitas suatu badan air.
2.
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang gejala-gejala yang terjadi pada perubahan densitas.
3.
Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh beda salinitas terhadap densitas suatu badan air.
4.
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang gejala-gejala yang terjadi pada perubahan densitas.
1.3. Tujuan Praktikum Cahaya dan Kekeruhan
Tujuan dari praktikum Cahaya dan Kekeruhan adalah : 1.
Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh sedimen terhadap suatu badan air.
2.
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang fenomena yang terjadi pada tingkat kekeruhan yang berbeda.
II.
2.1.
MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
2.1.1. Miniatur Gelombang
Alat yang digunakan saat pengamatan miniatur gelombang adalah sterofoam, akuarium, penggaris, dan alat dokumentasi. Untuk bahan yang digunakan adalah air dengan volume tertentu. 2.1.2. Densitas (Temperatur dan Salinitas)
Alat yang digunakan saat pengamatan densitas temperatur dan salinitas adalah termometer air raksa, akuarium, pembakar bunsen, hand-refraktometer, tissue, pipet, timbangan, gelas ukur kaca. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air media (sampel), zat pewarna, garam dan akuades. 2.1.3. Cahaya dan Kekeruhan
Alat yang digunakan pada saat pengamatan cahaya dan kekeruhan adalah akuarium kecil, timbangan, dan senter. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah sedimen (tepung) dengan beberapa variasi berat (gram).
2.2.
Cara Kerja
2.2.1. Miniatur Gelombang
Akuarium - Air dimasukkan setengah tinggi akuarium - Penggaris dan stopwatch disiapkan Sterofom -Menekan sterofom setengah kedalaman air, kemudian melepaskan -Mengamati jumlah dan amplitudo gelombang yang dihasilkan -Mencatat waktu, jumlah, dan amplitude gelombang -Menekan sterofom sampai dasar akuarium kemudian melepaskan -Mengamati jumlah dan amplitude gelombang yang dihasilkan -Mencatat waktu, jumlah dan amplitude gelombang Hasil
2.2.2. Densitas (Temperatur dan Salinitas) 2.2.2.1. Salinitas
Akuarium - Sebanyak 3 gayung air biasa dimasukkan ke dalam akuarium - Sebanyak 1 gayung air garam dimasukkan dengan menambahkan warna hijau - Dihomogenkan - Sebanyak 1 gayung air biasa dengan menambahkan zat warna merah - Air dituang melalui dinding akuarium dengan bantuan kertas laminating Hand-refraktometer - Salinitas diukur pada bagian dasar, tengah dan permukaan air Hasil
2.2.2.2.Temperatur
Akuarium - Sebanyak 3 gayung air dimasukkan ke dalam akuarium - Sebanyak 1 gayung air dimasukkan dengan menambahkan warna hijau - Dihomogenkan - Mengukur suhu air hangat - Mengukur suhu air dingin - Menambahkan sebanyak 1 gayung air dingin dengan diberi zat warna merah - Dihomogenkan - Air dituang melalui dinding akuarium dengan bantuan kertas laminating Termometer - Suhu diukur pada bagian dasar, tengah dan permukaan air III. Hasil
2.2.3. Cahaya dan Kekeruhan
Akuarium - Air dimasukkan setinggi 25cm - Tepung dimasukkan sebanyak 5 gram - Dihomogenkan Senter - Senter dinyalakan dari arah sisi lebar akuarium - Diukur panjang lintasan sinar yang mampu menembus air Hasil
III.
3.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Data Hasil Perhitungan Miniatur Gelombang
X ½ p 60 60
p 60 60
H A n ½ ½ ½ P p p p p p 0,6 1 0,3 0,5 2 1 1 0,8 0,5 0,4 2,5 1
T T ½ p ½p p p 1,1 1 0,55 1 1 0,9 0,4 1
F
v
½p
p
1,81 2,5
1 1
½ p p 30 60 24 60
½p
p
54,3 60 60 60
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Densitas Salinitas dan Temperatur
Daerah Permukaan Tengah Dasar
Perlakuan
Salinitas (ppt) 0 11 24
Suhu (oC) 25 24 23,5
Tabel 3. Data Hasil Perhitungan Cahaya dan Kekeruhan
Konsentrasi (gr) 0 5 10 15 20 25 3.2.
Penetrasi Cahaya (cm) 35 24 20 16 12 10
Pembahasan
3.2.1. Miniatur Gelombang`
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air yang membentuk kurva sinusoidal. Gelombang laut adalah penjalaran energi yang membawa energi dari laut lepas ke tepi pantai. Adapaun pencetus gelombang laut dapat disebabkan oleh angin (gelombang angin), daya tarik bumi-bulan-matahari (gelombang pasang surut), gempa (vulkanik atau tektonik) didasar laut (gelombang tsunami) ataupun gelombang yang disebabkan oleh gerakan kapal. Namun ada juga istilah gelombang permukaan laut dan gelombang internal. Disebut gelombang permukaan karena gelombang terjadi dipermukaan laut sedangkan gelombang internal adalah gelombang yang menjalar di dalam lautan (Hidayat et al, 2012).
Commented [A2]: Typo nih
Berdasarkan data pengamatan, dengan panjang yang sama yaitu 60 cm akan memberikan hasil yang berbeda karena pemberian tekanan yang berbeda. Rata-rata hasil perhitungan waktu, banyak gelombang, periode, frekuensi, kecepatan, dan tinggi gelombang nilainya lebih besar ketika diberi tekanan 1. Sedangkan panjang gelombang lebih besar pada tekanan ½. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwanto (2011), yang menyatakan bahwa gelombang sangat dipengaruhi oleh tekanan atmosfer khususnya angin. Pada saat praktikum, gerakan air terjadi akibat dilepaskannya sterofoam yang sebelumnya telah diberi tekanan. Gelombang atau ombak yang terjadi di lautan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam tergantung kepada gaya pembangkitnya. Pembangkit gelombang laut dapat disebabkan oleh: angin (gelombang angin), gaya tarik menarik bumi-bulan-matahari (gelombang pasang-surut), gempa (vulkanik atau tektonik) di dasar laut (gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan oleh gerakan kapal. Gelombang yang sehari-hari terjadi dan diperhitungkan dalam bidang teknik pantai adalah gelombang angin dan pasang-surut (pasut). Gelombang dapat membentuk dan merusak pantai dan berpengaruh pada bangunan bangunan pantai. Energi gelombang akan membangkitkan arus dan mempengaruhi pergerakan sedimen dalam arah tegak lurus pantai (cross-shore) dan sejajar pantai (longshore). Pada perencanaan teknis bidang teknik pantai, gelombang merupakan faktor utama yang diperhitungkan karena akan menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai (Hasriyanti, 2015). Menurut Bambang Triatmodjo (1999) dalam Dauhan (2013), kerusakan yang terjadi pada daerah pantai sering dipengaruhi oleh faktor-faktor alamiah seperti arus pantai, angkutan sedimen pantai, perubahan kenaikan muka air laut dan gelombang Laut. Gelombang laut biasanya dibangkitkan oleh banyak hal, misalnya oleh angin, pasang surut, arus dan lain-lain. Gelombang laut yang menghantam pantai terdiri dari suatu rentetan gelombangApabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh transformasi gelombang. Terjadinya erosi atau abrasi pun sebagai akibat dari perubahan bentuk gelombang laut. Fenomena tersebut dapat merusak garis pantai dan mengancam infrastruktur wilayah pesisir pantai (Dauhan, 2013).
3.2.2. Densitas Salinas dan Temperatur
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut. Densitas, ρ didefinisikan sebagai massa per satuan volume (g cm-3). Densitas air laut tergantung pada suhu (t) dan salinitas (s) sampel dan juga tekanan air laut ρ sebagai hasil dari kompresibilitas air. Temperatur, salinitas dengan densitas memiliki hubungan yang sangat erat, dimana densitas akan meningkat jika salinitas bertambah atau suhu berkurang. Akan
tetapi, tidak selamanya densitas meningkat seiring dengan penurunan suhu, hal ini karena adanya sifat anomali air (Jumiarti, 2014).
Salinitas dan Temperatur 26
30
25
25
24
20
23 15 22 10
21
5
20 19
0 Permukaan
Tengah
Temperatur
Dasar
Salinitas
Gambar 1. Grafik Densitas Salinitas dan Temperatur
Berdasarkan grafik densitas temperatur dan salinitas diatas, hasil yang di peroleh menunjukan bahwa perbedaan suhu yang di dapatkan di permukaan akuarium suhunya 25 , di bagian tengah
24
, dan di bagian dasar dari akuarium menunjukan suhu 23,5 . Hasil
yang di dapatkan bahwa suhu tinggi berada di bagian permukaan suatu perairan dan semakain dalam ke dasar perairan suhunya semakain rendah karena perbedaan temperatur pada setiap bagian air pada akuarium membuat terjadinya perbedaan densitas. Temperatur mempengaruhi densitas perairan, dimana temperatur semakin dingin maka molekul molekul air semakin rapat atau masa jenis air semakin rapat sehingga mengakibatkan perairan semakin berat masa jenisnya atau densitasnya.
Commented [A3]: Ini menurut siapa ?
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pada bagian permukaan, salinitas air sebesar 0 ppt. Bagian tengah akuarium, salinitas air naik menjadi 11 ppt dan semakin ke dasar salinitasnya semakin meningkat hingga mencapai 24 ppt. Massa jenis air sangat berbanding lurus dengan besarnya salinitas air. Semakin besar salinitas suatu perairan maka densitas (massa jenis) air akan semakin berat. Salinitas air yang tinggi dapat diartikan bahwa air tersebut mengandung banyak garam-garam terlarut yang menyebabkan massa jenis air meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin dalam air maka densitas air akan meningkat karena dipengaruhi salinitas yang juga semakin tinggi. Distribusi
salinitas
di
perairan
sangat
dipengaruhi
oleh
Commented [A4]: ini menurut siapa ?
kedalaman,
arus
pasut,aliran permukaan, peguapan, dan sumbangan jumlah air tawar yang masuk ke
perairan laut. Secara umum distribusi salinitas di lapisan tercampur permukaan atau “ Mixed
layer” menunjukkan
relatif
lebih
rendah
daripada
di
lapisan
dalam
(Nurhayati, 2006 dalam Jumiarti et al., 2014). Salinitas merupakan faktor penting bagi
penyebaran
organisme
perairan
laut
dan
oksigen
dapat
merupakan
faktor
pembatas dalam penentuan kehidaran makhluk hidup (Jumiarti et al., 2014). Suhu air mengontrol distribusi dan aktivitas fisiologis organisme laut (Tail and Dipper, 1998 dalam Amri et al., 2013).
Suhu memiliki pengaruh yang besar
terhadap komunitas makrozoobenthos. Pada saat surut, suhu air meningkat sehingga bulu babi akan mencari perlindungan ke tempat di sekitarnya yang masih digenangi air (Amri et al., 2013). Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor seperti presipitasi evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom perairan.
3.2.3. Cahaya dan Kekeruhan
Kekeruhan
menggambarkan
sifat
optik
air
yang
ditentukan
berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun
terlarut
mikroorganisme
seperti lainnya
lumpur, (Irawan
pasir, dan
bahan
Sari,
organik
2013).
seperti
Berdasarkan
plankton
Surat
dan
Keputusan
Menteri Negara Ligkungan Hidup No. 51Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut, nilai kekeruhan yang diperbolehkan untuk wisata dan biota laut adalah < 5 NTU. Kecerahan
air
memberikan
petunjuk
tentang
daya
tembus
atau
penetrasi
cahaya ke dalam air laut. Tingkat kecerahan perairan dapat menunjukkan sampai sejauh
mana
kecerahan
penetrasi
sangat
cahaya
dipengaruhi
oleh
matahari
menembus
kekeruhan
perairan.
kolom Semakin
perairan. tinggi
Tingkat kekeruhan
perairan, maka akan semakin rendah penetrasi cahaya yang menembus kolom air, sehingga tingkat kecerahan semakin rendah (Mujito et al., 1997 dalam Nuriya et al., 2010).
Kecerahan 40 35 30 ) m25 c ( a 20 y a h a 15 C i s a r 10 t e n e 5 P
Kecerahan
0 0
5
10
15
20
25
Kandungan Tepung (gram)
Gambar 3. Grafik Kecerahan
Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa jarak yang mampu ditembus cahaya
pada
kekeruhan
yang
berbeda
ternyata
penetrasi
cahayanya
pun
berbeda
pula. Tingkat kekeruhan dengan massa tepung 5 g penetrasi cahayanya 24 cm, massa tepung 10 g penetrasi cahayanya 20 cm, massa tepung 15 g penetrasi cahayanya 16 cm, massa tepung 20 g penetrasi cahayanya 12 cm, massa tepung 25 g penetrasi cahayanya 10 cm. Nilai penetrasi cahaya paling besar adalah pada massa tepung 5 g, sedangkan nilai penetrasi cahaya paling kecil adalah pada massa tepung 25 g. Dengan demikian, semakin keruh suatu perairan maka penetrasi cahaya yang mampu menembus perairan tersebut juga akan semakin pendek (sulit). Tingkat kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya suhu perairan karena berkurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam kolom air. Kordi
dan
Andi
(2009)
dalam Haryono
et
al.,
(2014)
menyatakan
bahwa
kemampuan cahaya matahari untuk tembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Nilai DO yang semakin menurun dapat
disebabkan
oleh meningkatnya nilai kekeruhan air, sehingga mengakibatkan penetrasi cahaya matahari organisme menjadi
berkurang autotrof berkurang.
dan
aktivitas
menjadi Menurut
dari
proses
fotosintesis
terhambat
dan
kontribusi
Effendi
(2003),
bahwa
yang
oksigen adanya
dilakukan yang
dihasilkan
penutupan
penetrasi cahaya ke air akan menggangu proses fotosintesis (Haryono et al., 2014).
oleh
(block )
IV. 4.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
4.1.1. Miniatur Gelombang Berdasarkan praktikum Miniatur Gelombang yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa : 1.
Gelombang dapat terjadi karena tiupan angin yang ada di permukaan air laut, pada saat praktikum angin berasal dari gerakan sterofoam yang diberi tekanan.
2.
Tekanan berbeda yang diterima air akan menyebabkan gelombang yang berbeda-beda. Semakin besar tekanan yang diberikan maka gelombang akan lebih besar.
4.1.2. Densitas (Salinitas dan Temperatur) Berdasarkan praktikum Densitas (Salinitas dan Temperatur) yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa : 1.
Temperatur air yang berbeda akan menyebabkan densitas air yang berbeda pula. Semakin rendah temperatur air maka densitas a kan semakin tinggi.
2.
Hubungan densitas dengan temperatur adalah semakin dalam perairan maka temperatur akan semakin rendah sehingga densitasnya akan semakin besar.
3.
Salinitas air sangat mempengaruhi massa jenisnya. Semakin tinggi salinitas suatu perairan maka densitasnya akan semakin tinggi pula.
4.
Hubungan densitas terhadap salinitas adalah semakin dalam perairan maka salinitas airnya akan semakin tinggi sehingga densitasnya akan besar pula.
4.1.3. Cahaya dan Kekeruhan Berdasarkan praktikum Cahaya dan Kekeruhan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa : 1.
Adanya sedimen atau endapan (saat praktikum menggunakan tepung) akan membuat air semakin keruh dan menurunkan kemampuan penetrasi cahaya matahari.
2.
Air yang mengandung banyak sedimen maka cahaya matahari yang mampu menembusnya akan semakin sedikit. Hal ini dibuktikan pada saat praktikum, semakin tinggi kekeruhan (banyak endapan) maka semakin rendah penetrasi cahaya matahari pada air tersebut.
4.2.
Saran
Dalam pembacaan skala (penggaris dan hand-refraktometer) lebih teliti lagi agar data yang diperoleh benar-benar valid.Selain itu saat memasukkan air dingin
dan air garam pada acara densitas lebih berhati-hati agar warna tidak tercampur sehingga dapat diketahui secara pasti perbedaannya.
DAFTAR PUSTAKA Amri,
Commented [A5]: Dilengkapi ya dapusnya
K., D. Setiadi, I.Qayim, D. Djokosetiyanto. 2013. Dampak Aktivitas Antropogenik Terhadap Kualitas Perairan Habitat Padang Lamun di Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Jurnal Pesisir dan Pantai Indonesia VI . 10(1) : 19-31.
Dauhan, S. K., H. Tawas, H. Tangkudung, J. D. Mamoto. 2013. Analisis Karakteristik Gelombang Pecah Terhadap Perubahan Garis Pantai di Atep Oki. Jurnal Sipil Statik . 1(12) : 784-796. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Lingkugan Perairan. Yogyakarrta: Kanisius.
Pengolahan
Sumberdaya
Hayati
Haryono, Gabella Oktaviora dan Muh. Yusuf, Hariadi. 2014. Studi Sebaran Parameter Fisika Kimia di Perairan Porong Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Oseanografi. 3(4) : 628 – 63. Hidayat, Nur. 2012. Kajian Hidro-Oseanografi unutuk Deteksi Proses-proses Fisik di Pantai. SMARTek . 3(2) : 73-85. Irawan, A. Dan L. I. Sari. 2013. Karakteristik Distribusi Horizontal Parameter Fisika-Kimia Peraira Permukaan di Pesisir Bagian Timur Balikpapan. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 18(2) : 21-27. Nuriya, H., Z. Hidayah, dan A. F. Syah. 2010. Analisis Parameter Fisika Kimia di Perairan Sumenep Bagian Timur dengan Menggunakan Citra Landsat TM 5. Jurnal Kelautan. 3(2) : 132-138.
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar 1. Hasil dari perlakuan densitas salinitas
Gambar 2. Pengukuran Penetrasi Cahaya
Gambar 3. Pengukuran salinitas menggunakan Hand-refractometer
Commented [A6]: Lampiran perhitunganya mana?
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN DASAR-DASAR OSEANOGRAFI
Oleh:
ALYA SARAH NABIELA NIM. L1A015043
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2017
I.
1.1.
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan Praktikum Makrozoobenthos
Tujuan dari praktikum Makrozoobentos adalah mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis Makrozoobentos yang ada di perairan laut. 1.2.
Tujuan Praktikum Temperatur
Tujuan
dari
praktikum
Temperatur
adalah
mahasiswa
dapat
mengetahui
adalah
mahasiswa
dapat
mengetahui
perbedaan temperatur air laut selama 24 jam 1.3.
Tujuan Praktikum Kecerahan
Tujuan
dari
praktikum
Kecerahan
perbedaan kecerahan air laut selama 24 jam 1.4.
Tujuan Praktikum Arus
Tujuan
dari
praktikum
Arus
adalah
mahasiswa
dapat
mengetahui
besarnya
kecepatan arus di perairan laut. 1.5.
Tujuan Praktikum Salinitas
Tujuan
dari
praktikum
Salinitas
adalah
mahasiswa
dapat
mengetahui
perbedaan salinitas air laut selama 24 jam. 1.6.
Tujuan Praktikum Pasang Surut
Tujuan
dari
praktikum
Pasang
Surut
adalah
mahasiswa
dapat
mengetahui
perbedaan pasang surut yang terjadi selama 24 jam. 1.7.
Tujuan Praktikum Kedalaman
Tujuan
dari
praktikum
Kedalaman
adalah
mahasiswa
dapat
mengetahui
adalah
mahasiswa
dapat
mengetahui
perbedaan kedalaman perairan laut selama 24 jam. 1.8.
Tujuan Praktikum Gelombang
Tujuan
dari
praktikum
Gelombang
terjadinya gelombang air laut. 1.9.
Tujuan Praktikum pH
Tujuan
dari
praktikum
pH
adalah
mahasiswa
dapat
mengetahui
perbedaan
pH air laut pada waktu yang berbeda. 1.10.
Tujuan Praktikum Profil Substrat
Tujuan dari praktikum Profil Substrat adalah mahasiswa dapat mengetahui profil substrat di perairan laut.
II.
MATERI DAN METODE
2.1. Alat dan Bahan 2.1.1. Makrozoobentos
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipa paralon (diameter 2 inchi tinggi 50 cm), cetok, saringan mesh size 1mm, tempat sampel, pinset, dan kaca pembesar. Bahan yang digunakan antara lain larutan formalin 4% atau larutan Rose Bengale dalam formalin. 2.1.2. Temperatur
Alat yang digunakan adalah termometer air raksa dan bahan yang digunakan adalah air sampel pada tiap lapisan perairan. 2.1.3. Kecerahan
Materi yang digunakan dalam penentuan kecerahan adalah secchi disc dan tongkat berskala. 2.1.4. Arus
Materi
yang
digunakan
untuk
menentukan
kecepatan
arus
adalah
alat
penghitung arus dan stopwatch. 2.1.5. Salinitas
Alat yang digunakan untuk pengukuran salinitas adalah
hand-refraktometer
dan bahan yang dipakai adalah air sampelatau air media. 2.1.6. Pasang Surut
Alat yang digunakan untuk menentukan tinggi pasang surut adalah tongkat pasang surut dan alat tulus untuk mencatat hasil. 2.1.7. Kedalaman
Alat yang digunakan adalah tongkat pengukur kedalaman dan alat tulis untuk mencatat hasil. 2.1.8. Gelombang
Materi yang digunakan untk menghitung gelombang adalah tongkat berskala dan alat tulis untuk mencatat hasil. 2.1.9. pH
Materi yang digunakan untuk mengukur pH adalah kertas pH. 2.1.10. Profil Substrat
Alat yang digunakan untuk mengetahui profil substrat adalah kantong plastik dan gelas ukur.
2.2.Cara Kerja 2.2.1. Makrozoobentos
Transek - Diletakkan dibadan perairan pada setiap tiang pancang Pipa paralon -Diletakkan pada 4 titik sudut transek dan 1 titik tengah transek - Sampel diambil pada 5 titik tersebut Plastik -Sampel disimpan ke dalam plastik Saringan -Sampel disortir dan diletakkan ke dalam tempat sortir - Bila perlu sampel yang telah disortir di beri formalin 4% secukupnya - Diidentifikasi spesies yang didapat Hasil
2.2.2. Temperatur
Termometer - Diletakkan di badan perairan pada setiap tiang pancang - Diukur setiap 1 jam Hasil
2.2.3. Kecerahan
Secchi disc - Diletakkan di dekat tiang pancang - Dicatat kedalaman saat keping secchi tidak terlihat (D1) dan saat keping secchi terlihat (D2) dari permukaan air - Dihitung kecerahannya dengan rumus = Hasil
1+
2.2.4. Arus
Botol plastik - Diisi air ½ tinggi botol - Diikat dengan rafia sepanjang 10 meter - Dilepaskan di badan perairan Stopwatch - Dicatat waktu tempuh botol plastik tersebut sampai tali rafia lurus Hasil
2.2.5. Salinitas
Plastik - Diisi air sampel secukupnya - Sampel diambil setiap 1 jam Hand-refraktometer - Sampel air diukur salinitasnya Hasil
2.2.6. Pasang Surut
Tian Pasut - Dipasang pada tiang pancang ke-2 - Diamati dan diukur naik turunnya air setiap jam Hasil
2.2.7. Kedalaman
Tongkat berskala - Dipasang pada bibir pantai, 15 m dari bibir pantai dan 30 m dari bibir pantai - Diamati dan diukur kedalaman perairan setiap 1 jam Hasil
2.2.8. Gelombang
Tian Pancan III - Tiang pancang II dijadikan sebagai acuan mulainya gelombang - Diamati oleh pengamat banyaknya gelombang, tinggi gelombang - Pengamat waktu mencata waktu yang di tempuh oleh gelombang dalam jarak 10 m Hasil
2.2.9. pH
Plastik - Sampel air diambil menggunakan plastik pada pukul 12.00 dan 00.00 WIB H a er - Sampel air diukur derajat keasamannya menggunakan pH paper universal Hasil
2.2.10. Profil Substrat
Core Sam ler - Substrat dasar perairan diamibil menggunakan sampler sebanya 5x pada setiap tiang pancang Plastik - Sampel substrat yang telah diambil disimpan dalam plastik Gelas Ukur - Sampel substrat diukur volumenya menggunakan gelas ukur - Diisi air dengan volume tertentu - Dikocok sampai homogen dan didiamkan sampai mengendap Hasil
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Hasil Tabel 1. Data Pengamatan Perjam (Pengamatan ke-1 sampai ke-12)
Kecerahan(cm)
Pasang Surut(cm) Kedalaman(cm)
Suhu(0C)
Salinitas(ppt)
1 09:00 0 10 20 30
2 10:00 5 20 30 30
3 11:00 20 30 30 80
4 12:00 30 32 36 75
Pengamatana Per Jam Ke 5 6 7 8 13:00 14:00 15:00 16:00 30 30 20 15 60 40 30 30 95 105 60 45
9 17:00 0 5 20 10
10 18:00 0 8 0 -
11 19:00 -
12 20:00 -
30 40 30 30 25 25
10 30 60 31 31 31 25 25 25
35 80 100 31 31 31 25 25 25
40 75 117 31 31 31 25 25 25
40 95 32 32 25 25 -
10 30 31 31 25 25
18 30 25
5 30 25
2 30 25
40 105 32 32 25 25 -
30 60 31 31 25 25 -
20 45 70 31 31 31 25 25 25
Tabel 2. Data Pengamatan Perjam (Pengamatan ke-13 sampai ke-24)
Kecerahan(cm)
Pasang Surut(cm) Kedalaman(cm)
Suhu(0C)
Salinitas(ppt)
13 21:00 2
14 22:00 12
15 23:00 35
16 24:00 35
Pengamatana Per Jam Ke 17 18 19 20 01:00 02:00 03:00 04:00 60 70 63 40
21 05:00 20
22 23 06:00 07:00 8 20 30 15
15 20 30
2 5 29 29 25 25
3 12 15 29 29 29 25 26 25
3 35 40 29 29 29 25 25 26
10 35 52 29 29 29 25 25 25
18 60 29 29 29 25 25 25
10 20 50 29 29 29 26 25 25
30 43 29 29 29 25 26
30 40 30 30 30 26 26
30 70 29 29 29 25 25 26
46 63 75 29 29 29 25 25 25
9 40 50 29 29 29 25 25 25
15 30 30 30 30 25 25
Tabel 3. Data Pengamatan Non P erjam
No 1
Parameter pH
Unit
2
Kecepatan Arus
m/det
3
Profil Substrat % Kasar 15:00 100 Kasar (Pasir) Halus(Debu+Liat) Halus Gelombang m 13:00 5 16:00 10
4
Jam 12:00 00:00 13:00 16:00
Stasiun 1 7 7 2 1
Stasiun 2
Stasiun 3
2 1
2 1
100
100
24 08:00
3.2. Pembahasan 3.2.1. Makrozoobentos
Commented [A7]: Data hasil praktikumnya di bahas ya jenis apa yang paling banyak ditemukan dan bandingkan dengan literatur
Makrozoobentos perilakunaya
yaitu
dialam
saling
Makrozoobentos
paling
gastropoda
bivalvia
dan
suatu
sering
kelompok
atau
berinteraksi ditemukan
keduanya
biasa
komunitas
dengan
yaitu
filum
dijumpai
organisme
kondisi moluska
menempel
yang
lingkungan. yang
pada
kelasnya
substrat
dan
membenamkan diri pada substrat yang lunak (Romimohtarto 2007 dalam Ibrahim et al., 2014). Makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup di dasar perairan yang ukurannya biasanya memiliki diameter tubuh yang lebih besar dari 1 mm atau bisa tertahan oleh ayakan dengan ukuran lubang 1 mm (Collignon, 1991 dalam Lumingas et al ., 2011). Makrozoobenthos biasannya hidup menempel, memendam, melata, menetap, dan meliang di dasar perairan baik substrat lunak maupun keras (Lumingas et el., 2011).
Makrozoobenthos 20 18 16 s 14 o h t n 12 e b o 10 o z o r k 8 a M 6
Donax variabilis Oliva reticularis Marcia japonica Uca chlorophthalmus
4 2 0 Titik 1
Titik 2
Titik 3
Gambar 1. Grafik Hasil Makrozoobentos di Stasiun 8 Perairan Teluk Penyu Cilacap
Kebiasaan
hidup
dari
suatu
makrozoobenthos
dibagi
menjadi
dua
yaitu
epifauna dan infauna (Meadows and Champbell, 1998 dalam Febriani et al., 2014). Epifauna
yaitu
Gastropoda,
makroozobenthos
Polichaeta,
yang
sedangkan
hidup
infauna
di
atas
yaitu
dasar
misalnya
makroozobenthos
:
Bivalvia,
yang
hidup
diantara partikel sedimen misalnya : Crustacea dan larva serangga (Taqwa, 2010). Makrobenthos
infauna
membenamkan
diri
merupakan
pada
substrat
organisme perairan,
bentik sedangkan
memiliki
cara
makrobenthos
hidup epifauna
merupakan organisme bentik yang cara hidupnya melekat di permukaan substrat perairan. Makrozoobenthos yang ditemukan dari hasil praktikum di Teluk Penyu Cilacap termasuk infauna yaitu Donax variabilis,Oliva reticularis, Marcia japonica, sedangkan epifauna yang ditemukan adalah Uca chlorophthalmus . Faktor
lingkungan
diantarannya
surutnya
sangat air
berpengaruhi
laut,
khususnya
terhadap ketika
kelimpahan terjadi
pada
makrobentos siang
hari
menyebabkan naiknya temperatur perairan dan juga menyebabkan terjadinya proses evaporasi atau penguapan yang tinggi, dampaknnya salinitas air laut meningkat dan oksigen
terlarut
mempengaruhi Interaksi
menjadi
menurun.
makrozobenthos
antara
faktor
dalam
abiotik
Cahaya
pun
hubungannya
lingkungan
juga
merupakan
dengan
faktor
perpindahan
berpengaruh
terhadap
yang
populasi. kondisi
lingkungan tersebut, menurut Taqwa (2010) dalam Ibrahim et al. (2014), oksigen terlarut merupakan suatu faktor abiotik yang sangat penting di dalam ekosistem perairan yang dibutuhkan untuk respirasi bagi organisme. Hal ini termasuk yang mempengaruhi tingkat kelimpahan dan keanekaragaman biota (Ibrahim et al., 2014).
3.2.2. Temperatur
Temperatur adalah parameter kualitas fisik air yang penting bagi kehidupan organisme perairan. Hellawel (1986) dalam Muhlis (2011) menjelaskan bahwa suhu termasuk mempunyai
faktor
pengontrol
toleransi
terhadap
ekologi suhu
(Muhlis, 2011). Soesono (1974) merupakan
sifat
fisika
air
laut
komunitas untuk
menunjang
dalam Rasyid yang
perairan.
dapat
(2010),
Organisme
kelangsungan mengatakan
mempengaruhi
perairan
kehidupannya bahwa
suhu
metabolisme
dan
pertumbuhan organisme perairan, suhu sangat berpengaruh kepada adannya jumlah oksigen terlarut dalam air. Suhu permukan laut biasannya berkisar antara 0 – 30
0C
(Hutabarat ,1986 dalam Nova, M.K dan Misbah, 2012). Suhu sangat penting dalam mengatur proses fisiologis dan penyebaran organisme laut (Nybakken, 1992; Tait and Dipper 1998 dalam Khasanah, 2013).
Suhu 3 3
3 2
3 1
) C 0 3 ( u 0 h u S 2 9
2 8
2 7 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : 9 0 1 2 1 1 1
0 0 : 3 1
0 0 : 4 1
0 0 : 5 1
0 0 : 6 1
0 0 : 7 1
0 0 : 8 1
0 0 : 9 1
0 0 : 0 2
0 0 : 1 2
0 0 : 2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : : : : : : : 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 2
Gambar 2. Suhu Stasiun 8 Perairan Teluk Penyu Cilacap
Gambar
grafik
suhu
menunjukan
bahwa
suhu
di
perairan
Teluk
Penyu
Cilacap rata-rata berkisar antara 29-32OC. Temperatur terendah yaitu pada pukul 21.00 sampai pukul 06.00 WIB sebesar 29OC dan temperatur paling tinggi mencapai 32OC pada pukul 12.00 sampai pukul 13.00 WIB. Faktor yang berpengaruh terhadap distribusi suhu diperairan yaitu penyerapan panas, curah hujan, aliran air dan pola sirkulasi
arus.
Perubahan
suhu
dapat
menyebabkan
naik
ataupun
menurunnya
densitas air laut pada permukaan perairan sehingga memicu mineral-mineral terlarut terkonveksi ke lapisan bawah (Nining, 2002). Suhu permukaan laut terbuka berkisar antara -2ºC sampai dengan 29ºC (Purba
dan
Indonesia
Khan,
2010).
memperlihatkan
memperlihatkan
adanya
Keadaan
sebaran
suhu
variasi
tahunan
yang
musiman.
Hal
perubahan
secara
horizontal
kecil, ini
akan
disebabkan
di
tetapi oleh
perairan masih posisi
matahari dan massa air dari daerah lintang tinggi. Pada musim barat pemanasan terjadi di daerah Laut Arafura dan di pantai Barat Sumatera, dimana pada musim ini suhunya berkisar antara 29-300 C. Sementara itu, suhu permukaan di Laut Cina Selatan berkisar antara 26-270 C sebagai akibat masuknya air dingin dari daerah lintang yang lebih tinggi, sedangkan pada musim timur terjadi hal sebaliknya. Pemanasan matahari mengakibatkan peningkatan suhu di Laut Cina Selatan dan juga Samudra Pasifik, yakni berkisar antara 29-300 C (Soegiarto, 1975 dalam Purba dan Khan, 2010).
Suhu perairan berhubungan dengan kemampuan pemanasan oleh matahari (Effendi, 2003). Hal ini juga didukung oleh Hutabarat (1995) yang mengatakan bahwa air lebih lambat menyerap panas tetapi akan menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan. Suhu air mengontrol distribusi dan aktivitas fisiologis organisme laut (Tait dan Dipper, 1998 dalam Amri, 2013). Suhu memiliki pengaruh yang besar terhadap komunitas makrozoobentos (Amri, 2013).
Commented [A8]: Pengaruh aktivitas manusia terhadap suhunya mana?
3.2.3. Kecerahan
Kecerahan
perairan
adalah
suatu
kondisi
yang
menunjukkan
kemampuan
cahaya untuk menembus lapisan pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan
sangat
penting
karena
erat
kaitannya
dengan
aktivitas
fotosintesis.
Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesis dan produksi primer dalam
suatu
perairan.
Kecerahan
air
tergantung
pada
warna
dan
kekeruhan.
Kecerahan suatu perairan menggambarkan transparasi perairan (Nuriya, 2010).
Kecerahan 5 0 . 0
4 0 . 0
) m c ( n a h a r e c e K
3 0 . 0
2 0 . 0
1 0 . 0
0 . 0 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : 9 0 1 2 1 1 1
0 0 : 3 1
0 0 : 4 1
0 0 : 5 1
0 0 : 6 1
0 0 : 7 1
0 0 : 8 1
0 0 : 9 1
0 0 : 0 2
0 0 : 1 2
0 0 : 2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : : : : : : : 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 2
Gambar 3. Garfik Kecerahan Stasiun 8 Perairan Teluk Penyu Cilacap
Gambar grafik kecerahan menunjukan bahwa nilai kecerahan tertinggi terjadi pada pukul 13.00 sebesar 40 cm dan kecerahan terendah terjadi pada pukul 19.0006.00. Hal ini karena pada malam hari tidak ada cahaya matahari yang masuk ke badan perairan. Kondisi perairan yang dangkal merupakan salah satu faktor yang menyebabkan nilai kecerahan perairan menjadi 100%.
Commented [A9]: Bandingkan dengan literatur
Kecerahan perairan menunjukkan tingkat penetrasi cahaya masuk ke dalam badan
air.
tingkat
Terhalangnya
kecerahan
air
cahaya
menjadi
matahari berkurang.
masuk
dalam
Faktor
yang
perairan
menyebabkan
mempengaruhi
penetrasi
cahaya matahari ke dalam perairan dapat berupa adanya kandungan bahan organik maupun anorganik (Yusrudin, 2011).
Commented [A10]: Kecerahan bedasarkan zonasi lautnya, sama pengaruh cahay terhadap biotanya mana?
3.2.4. Arus
Arus adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horisontal sehingga menuju
keseimbangannya.
Gerakan
yang
terjadi
merupakan
hasil
resultan
dari
berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan. Arus dianggap penting diantara faktor-faktor oseanografi lainnya karena massa air dapat menjadi homogen dan pengangkutan zat-zat hara berlangsung denga baik dan lancar (Khasanah, 2013).
Kecepatan Arus 2.5
2 ) s / m ( s 1.5 u r A n a t a 1 p e c e K
0.5
0 13:00
16:00
Gambar 4. Grafik Kecepatan Arus Stasiun 8 P erairan Teluk Penyu Cilacap
Gambar grafik menunjukan bahwa kecepatan arus di perairan Teluk Penyu Cilacap tergolong arus yang sangat lambat karena pada pukul 13.00 kecepatan arus sebesar 2 m/s dan mengalami penurunan pda pukul 16.00 dengan kecepatan arus sebesar 1 m/s. Kecepatan arus di perairan sangat diperlukan karena berguna bagi tersedianya makanan, oksigen dan jasad renik dari daerah lain. Pola arus didominasi arus dari Utara-Selatan pada waktu menjelang surut terendah. Arus surut menuju ke Selatan dan Arus pasang menuju ke Utara (Muhlis, 2011).
Arus laut merupakan gerakan horizontal massa air laut, sehingga arus laut memiliki energy kinetik yang dapat digunakan sebagai penggerak bagi sebuah rotor pembangkit listrik. Secara global, laut mempunyai sumber energi arus laut yang sangat besar yaitu sebesar 2,8 x 1014 (280triliun) Watt-jam (Duxbury et al ., 2000). Selain itu arus laut ini menarik untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik karena sifatnya yang relative stabil dan dapat diprediksi (Rachmat, 2012). Commented [A11]: Dibahas dan jelaskan faktor apa aja yang memperngaruhi arus
3.2.5. Salinitas
Salinitas adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air (Irawan dan Sari, 2013). Salinitas merupakan parameter penting dalam studi oseanografi maupun iklim. Pada saat ini kesediaan salinitas air laut masih sangat terbatas. Variasi
salinitas
air
laut
berkaitan
dengan
kesetimbangan
hidrologi
(presipitasi-
evaporasi (P-E) yang selanjutnya berkaitan dengan variasi salinitas muka air laut ( sea surface salinity/SSS ) (Cahyarini, 2009 dalam Najid et al., 2012).
Salinitas 2 7
2 6
) t p p ( 2 s 6 a t i n i l a S 2 5
2 5 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : 9 0 1 2 1 1 1
0 0 : 3 1
0 0 : 4 1
0 0 : 5 1
0 0 : 6 1
0 0 : 7 1
0 0 : 8 1
0 0 : 9 1
0 0 : 0 2
0 0 : 1 2
0 0 : 2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : : : : : : : 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 2
Gambar 5. Salinitas Stasiun 8 Perairan Teluk Penyu Cilacap
Dari hasil praktikum di dapatkan hasil rata-rata dari salinitas yaitu 25. Hal ini masih sesuai dengan referensi. Distribusi salinitas secara horizontal yaitu semakin kearah lintang tinggi maka salinitas juga akan bertambah tinggi. Maka dari itulah salinitas di daerah laut tropis (daerah di sekitar khatulistiwa) lebih rendah daripada salinitas di laut subtropis. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 2002
dalam Patty, 2013). Faktor yang mempengaruhi hingga berbedanya nilai salinitas adalah cuaca dan angin. Sebaran salinitas memiliki sifat berbanding terbalik dengan suhu,
karena
salinitas
merupakan
salah
satu
parameter
oseanografi
yang
relatif
konstan nilainya (Patty, 2013).
Commented [A12]: Dibahas juga ya s alinitas bedasarkan zonasi perairan
3.2.6. Pasang Surut
Pasang
surut
merupakan
fenomena
naik
turunnya
permukaan
laut
sebagai
akibat dari gaya tarik benda-benda angkasa (bulan dan matahari) terhadap massa air bumi.
Pasang
dimanfaatkan.
surut Pola
juga
merupakan salah
pasang
surut
satu
mempengaruhi
jenis
gerak
enerhi perairan
laut
yang
seperti
dapat
arus
laut,
sehingga pasang surut merupakan salah satu faktor yang menentukan besaran energi arus (Firdaus, 2014).
Pasang Surut 1 5 0
1 ) 0 m 0 c ( t u r u S g n a s 5 a 0 P
0 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : 9 0 1 2 1 1 1
0 0 : 3 1
0 0 : 4 1
0 0 : 5 1
0 0 : 6 1
0 0 : 7 1
0 0 : 8 1
0 0 : 9 1
0 0 : 0 2
0 0 : 1 2
0 0 : 2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : : : : : : : 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 2
Gambar 6. Pasang Surut Stasiun 8 P erairan Teluk Penyu Cilacap
Gambar grafik di atas menunjukan bahwa air laut di Pantai Teluk Awur ini terus mengalami perubahan ketinggian selama 24 jam. Naik turunnya permukaan air laut yang dikenal dengan pasang surut. Pasang surut terbesar pada pukul 14.00 dimana air laut mencapai ketinggian 105 cm, surut terendah terjadi pada pukul 18.00 sampai dengan pukul 20.00 dimana tidak terdapat ketinggian air. Pengaruh gaya pasang surut mempengaruhi peristiwa abrasi dan sedimentasi. Wilayah yang mengalami peristiwa pasang surut harian ganda atau pasang surut tipe campuran condong ke ganda memiliki pengaruh yang berbeda dengan wilayah yang hanya
mengalami
pasang
surut
harian
tunggal.
Dimana
wilayah
yang
memiliki
pasang surut tipe harian ganda dan campuran condong ke ganda
transportasi
sedimen yang lebih dinamis jika dibandingkan dengan pasang surut harian tunggal (Daulay, 2014 dalam Qhomariyah dan Yuwono, 2016).
Commented [A13]: Bahas jenis-jenis pasang surut dan faktor yang mempengaruhi pasang surut
3.2.7. Kedalaman
Kedalaman merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah teknik berbagai pesisir seperti erosi.Petambahan stabilitas garis pantai, pelabuhan dan
kontruksi
pemeliharaan
pelabuhan,
dan
rute
evaluasi,
penyimpanan
navigasi (Roonawale et
pasang
al .,
2010).
surut,
pergerakan
Informasi
kedalaman
perairan di wilayah pesisir merupakan salah satu informasi utama unutk navigasi (Arief et al ., 2013).
Kedalaman 1 0 0 . 0 8 0 . 0
) m c ( n a m a l a d e K
6 0 . 0 4 0 . 0 2 0 . 0
0 . 0 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : 9 0 1 2 1 1 1
0 0 : 3 1
0 0 : 4 1
0 0 : 5 1
0 0 : 6 1
0 0 : 7 1
0 0 : 8 1
0 0 : 9 1
0 0 : 0 2
0 0 : 1 2
0 0 : 2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 : : : : : : : : : : 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 2
Gambar 7. Kedalaman Satsiun 8 Perairan Teluk Penyu Cilacap
Pengukuran kedalaman dilakukan pada tiga titik (tiang pancang 1, 2, dan 3). Setiap stasiunnya diukur setiap 60 menit selama 24 jam. Kedalaman tertinggi terjadi pada 74 cm pada pukul 12.00 dan yang terendah 2 cm pada pukul 20.00. Kedalaman sendiri
dipengaruhi
dipengaruhi
gravitasi
oleh (gaya
pasang tarik
surut
badan
menarik)
air.
antara
Fase bumi
pasang dan
surut
bulan,
sendiri
bumi
dan
matahari atau bumi dengan bulan dan matahari (Surinati, 2007). Menurut Subakti (2014), pemasukan massa air dari laut dan hulu sungai mengakibatkan terjadinya penumpukan massa air akibatnya muka air laut akan cepat mengalami kenaikan.
Kedalaman berpengaruh terhadap sebaran suhu dan salinitas secara vertikal dan juga pengaruh terhadap permukaan
perairan
(Maharani
et
dan
al .,
bentuk gelombang. Suhu tinggi terdapat pada daerah
nilai
2014).
suhu
menurun
Faktor
seiring
kedalaman
bertambahanya
berpengaruh
kedalaman
terhadap
indeks
keanekaragaman. Semakin dalam substrat dasar suatu perairan maka semakin sedikit jumlah makrozoobenthos yang terdapat pada tempat tersebut (Hilda, 2013).
3.2.8. Gelombang
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air yang membentuk kurva sinusoidal. Gelombang laut adalah penjalaran energi yang membawa energi dari laut lepas ke tepi pantai. Gelombang yang terjadi laut
secara
dominan
menimbulkan
energi
dibangkitkan untuk
dengan
membentuk
gelombang
pantai,
angin.
menimbulkan
Gelombang arus
dan
dapat
transport
sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang pantai dan menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pelindung pantai. Gelombang merupakan faktor utama dalam perencanaan bangunan pelindung pantai (Hidayat, 2012). Berdasarkan data yang kami dapatkan menunjukkan bahwa pada pukul 13.00 gelombang setinggi 5 meter, sedangkan pada pukul 16.00 gelombang di perariran Teluk Penyu Cilacap setinggi 10 meter. Hal ini dikarenakan pada saat sore hari air di laut
mengalami
pasang.
Gelombang
yang
sehari-hari
terjadi
dan
diperhitungkan
dalam bidang teknik pantai adalah gelombang angin dan pasang-surut (pasut). Hal ini
karena
gelombang
tersebut
dapat
membentuk
dapat
merusak
pantai
serta
berpengaruh pada bangunan-bangunan pantai (Dauhan, 2013). Menurut diklasifikasikan seperti
angin
Triatmodjo menjadi
(1999)
beberapa
(gelombang
dalam macam
angin),
Dauhan tergantung
gaya
tarik
(2013), kepada menarik
gelombang gaya
dapat
pembangkitan
bumi-bulan-matahari
(gelombang pasang surut), gempa (vulkanik atau tektonik) di dasar laut (gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan oleh gerakan kapal. Apabila suatu deretan
gelombang
bergerak
menuju
pantai,
gelombang
tersebut
akan
mengalami
perubahan bentuk yang disebabkan oleh transformasi gelombang. Terjadinya erosi atau abrasi pun sebagai akibat dari perubahan bentuk gelombang laut. Fenomena tersebut dapat merusak garis pantai dan mengancam infrastruktur wilayah pesisir pantai.
Commented [A14]: Bahas juga sifat-sifat gelombang bedasarkan angin dan faktor-faktor yang mempegaruhi gelombang
3.2.9. pH
Derajat keasaman (pH) merupakan konsentrasi ion hidrogen yang ada pada perairan tersebut. Perairan laut maupu pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4 (Susilowati, 2012). pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer ) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1990).
Commented [A15]: Fungsi pengukuran pH nya mana ?
Ph 8 7 6 5 H4 p
3 2 1 0 12:00
0:00
Gambar 9. pH Stasiun 8 Perairan Teluk Penyu Cilacap
Grafik menunjukan sampel pH pada jam 12.00 dan pukul 00.00 di peroleh pH pada angka 7. Pengukuran pH ini menyatakan bahwa tingkat keasaman perairan Teluk Penyu Cilacap bersifat netral menuju basa. Hal ini sesuai dengan referensi yang mengatakan pH pada perairan teluk berkisar 3 – 7 (Effendi, 2003). Perolehan pH ini menunjukan tidak adannya perbedaan pada pengambilan sampel pukul 12.00 dan
00.00.
Derajat
buruknya suatu
keasaman
(pH)
dapat
dipergunakan
perairan sebagai lingkungan hidup.
Nilai
sebagai pH
indikator
yang baik
baik untuk
organisme hidup adalah berkisar 6,5-8,5 (Effendi, 2003). Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O 2 maupun CO2. Tidak semua makhluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan. Tngkat pH lebih kecil dari 4,8 dan lebih besar dar 9,2 sudah dapat dianggap tercemar (Sary, 2006). Pada konsentrasi yang besar CO 2 juga masuk ke dalam perairan sehingga mengakibatkan perubahan parameter kualitas air
khususnya terganggunya
pH
air
dan
kehidupan
sistem
organisme
karbonat. laut
Pengasaman
termasuk
di
laut
dalamnya
mengakibatkan organisme
yang
mengalami proses pengapuran pada siklus hidupnya (Rukminasari, 2014).
3.2.10.
Commented [A16]: Grafik substrat per tiang pancangnya mana
Profil Substrat
?
Partikel sedimen memiliki karakter alami yang berupa ukuran butir, densitas, kecepatan jatuh, komposisi, porositas dan bentuk. Ukuran butiran partikel sedimen dapat
disesuaikan
dengan
tabel
klasifikasi
Wenworth
(Ikoniko,
2011).
Menurut
Hutabarat (1984) dalam Hendromi et.al ., (2015), partikel sedimen selain memiliki sifat fisik yang berbeda juga memiliki nama sesuai dengan ukuran butirannya Menurut
data
hasil
pengamatan
menunjukan
bahwa
tiap
tiang
pancang
memiliki substrat yang sama antara kandungan substrat kasar, sedang, dan halus. Pada semua tiang pancang, baik substrat kasar maupun halus menunjukkan hasil 100% karena di pantai Teluk Penyu Cilacap substratnnya merupakan pasir, debu, dan liat. Kasar atau halusnya material sedimen tergantung dari arus dan gelombang laut yang terjadi di daerah tersebut Tinggi gelombang laut sangat berpengaruh terhadap angkutan sedimen pesisir pantai (Hendromi et al ., 2015). Besarnya kandungan nutrien dalam sedimen buakn berarti akan selalu dalam
Commented [A17]: Typo nih
konsentrasi yang sama pada karakteristik sedimen dasar dan kedalaman perairan (Handayani et al ., 2016). Menurut Wibisono (2005) secara geologis, bila sedimen berada dekat dengan pinggir kontinen dikatakan bahwa sedimen
tersebut terletak di atas lempeng kontinen.
Namun bila berada jauh dari lempeng kontinen, biasanya terletak di atas lempeng samudra. Sedimen dasar laut dapat digolongkan menjadi 4 (empat) bagian menurut (Wibisono, 2005): 1. Lithogenous, sedimen hasil pelapukan batuan dari daratan, lempeng kontinen termasuk yang berasal dari kegiatan vulkanik. Sedimen ini memasuki kawasan laut melalui drainase air sungai. 2. Biogenous sedimen yang diakibatkan oleh adannya organisme laut yang mati dan terdiri dari remah-remah tulang, gigi-geligi, dan cangkang-cangkang tanaman maupun hewan mikro. 3. Hydrogenous berasal dari komponen kimia yang larut dalam air laut dengan konsentrasi yang kelewat jenuh sehingga terjadi pengendapan di dasar laut. Cosmogenous dari hasil dari benda-benda angkasa ditemukan di dasar laut dan mengandung
banyak
unsur
berukuran antara 10-640 m.
besi
sehingga
mempunyai
respon
magnetic
dan Commented [A18]: Bahas faktor yang mempengaruhi ukuran sedimen
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum lapang di Teluk Penyu Cilacap dapat disimpulkan bahwa 1.
Makrozoobenthos yang ditemukan dari hasil praktikum di Teluk Penyu Cilacap termasuk infauna yaitu Donax variabilis,Oliva reticularis, Marcia japonica, sedangkan epifauna yang ditemukan adalah Uca chlorophthalmus .
2.
Temperatur di perairan Teluk Penyu Cilacap rata-rata berkisar antara 29-32 OC. Temperatur terendah yaitu pada pukul 21.00 sampai pukul 06.00 WIB sebesar 29OC dan temperatur paling tinggi mencapai 32OC pada pukul 12.00 sampai pukul 13.00 WIB.
3.
Nilai kecerahan tertinggi terjadi pada pukul 13.00 sebesar 40 cm dan kecerahan terendah terjadi pada pukul 19.00-06.00.Kecepatan arus diukur 2 kali pada pukul 13.00 sebesar 0,063 m/s dan pukul 16.00 sebesar 0,032 m/s.
4.
Salinitas perairan Teluk Penyu Cilacap berkisar antara 24-27 ppt, kenaikan salinitas sangat dipengaruhi oleh temperatur air.
5.
Pasang surut terbesar pada pukul 14.00 dimana air laut mencapai ketinggian 105 cm, surut terendah terjadi pada pukul 18.00 sampai dengan pukul 20.00 dimana tidak terdapat ketinggian air.
6.
Kedalaman tertinggi terjadi pada 74 cm pada pukul 12.00 dan yang terendah 2 cm pada pukul 20.00.
7.
Gelombang laut umumnya dipengaruhi oleh angin, diantaranya kecepatan dan kekuatan angin.
8.
pH (Derajat Keasaman) yang terdapat di Teluk Penyu Cilacap yaitu 7.
9.
Pada semua tiang pancang, baik substrat kasar maupun halus menunjukkan hasil 100% karena di pantai Teluk Penyu Cilacap substratnnya merupakan pasir, debu, dan liat..
4.2.Saran
Saat
melakukan
pengukuran
lebih
berhati-hati
agar
tidak
sampai
terjadi
kerusakan alat maupun mencelakai diri agar data yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Commented [A19]: Dilengkapi lagi ya daftar pustakanya
Amri, K., D. Setiadi, I. Qayim, dan D. Djokosetiyanto. 2013. Dampak Ativitas Antropogeink Terhadap Kualitas Perairan Habitat Padang Lamun di Kepulauan Sperrnonde Sulawesi Selatan. Jurnal Pesisir dan Pantai Indonesia VI . 10(1) : 19-31 . Arief, M., H. Maryani, A. Wikanti, P. Ety, B. Syarif, Teguh P., dan Rossi H. 2013. Pengembangan Metode Pendugaan Kedalaman Perairan Dangkal Menggunakan Data Satelit Spot-4 Studi Khusus : Teluk Ratai, Kabupaten Pesawaran. Journal Pengindraan Jauh. 10(1) : 1-14 . Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama: Birmingham Publishing Co. 454 pp. Dauhan, S. K., H. Tawas, H. Tangkudung, J. D. Mamoto. 2013. Analisis Karakteristik Gelombang Pecah Terhadap Perubahan Garis Pantai di Atep Oki. Jurnal Sipil Statik . 1(12) : 784-796 . Duxburry, A. A. and K. A. Sverdrup. 2000. An Introduction to the World’s Ocean. USA: McCraw-Hill. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Lingkugan Perairan. Yogyakarrta: Kanisius.
Pengolahan
Sumberdaya
Hayati
Firdaus, A. M., T. Kusumastanto, dan I W. Nurjaya. 2014. Analisis Kelayakan Teknis dan Finansial Pengembangan Energi Arus Laut di Selat Madura. Jurnal Aplikasi Manajemen. 12(3) : 512-520 . Handayani, D. R., Armid, Emiyarti. 2016. Hubungan Kandungan Nutrien dalam Substrat Terhadap Kepadatan Lamun di Perairan Desa Lalowaru Kecamatan Moramo Utama. Sapa Laut . 1(2) : 42-53 . Hendromi., Jumarang, Muhammad Ishak, Putra, Yoga Satria. 2015. Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna. Prisma Fisika, 3(1) : 21 – 28. Hidayat, Nur. 2012. Kajian Hidro-Oseanografi unutuk Deteksi Proses-proses Fisik di Pantai. SMARTek . 3(2) : 73-85 . Hutabarat, S. dan S. M. Evans. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Ibrahim, Y., Surtikanti H. K., Riandi, Adianto. 2014. Analisis Keragaman Biota dan Faktor Fisiko-Kimia Pantai Karapyak Pangandaran Untuk Kebutuhan pengembangan Kuliah Lapangan terpadu Mahasiswa Calon Guru Biologi. Jurnal Biologi, Sains, Lingkungan dan Pembelajaran. 14 : 740-744. Irawan, A. dan L. I. Sari. 2013. Karakteristik Distribusi Horizontal Parameter FisikaKimiaPerairan Permukaan di Pesisir Bagian Timur Balikpapan. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 18(2) : 21-27 .
Khasanah, U. 2013. Analisis Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii di Perairan Kecamatan Sajoanging Kabupaten Wajo. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Lumingas, Lawrence J.L., Ruddy D. Moningkey dan Alex Stress Anthropogenik terhadap Struktur Komunitas Lunak Perairan Laut Dangkal di Teluk Buyat, Likupang (Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara). Sains. 16(2) : 95 .
D. Kombey. 2011. Efek Makrozoobentik Substrat Teluk Totok dan Selat Jurnal Matematika dan
Maharani, Widhi Ria., Heryoso S., dan Wahyu B. S. 2014. Studi Distribusi Suhu, Salinitas dan Densitas secara Vertikal dan Horizontal di Perairan Pesisir, Probolinggo, Jawa Timur. Journal Oseanografi. 3 (2): 151-160 . Muhlis, 2011.Ekosistem Terumbu Karang dan Kondisi Oseanografi Kawasan Wisata Bahari Lombok. Berkas Penelitian Hayati. 16 : 111-118.
Perairan
Najid, A., J. I. Pariwono, D. G. Bengen, S. Nurhakim, dan A. S. Atmadipoera. 2012. Pola Musiman dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut di Perairan Utara Jawa-Madura. Maspari Jurnal . 4(2) : 168-177 . Nining, S. H. 2002. Oseanografi Fisis. Bogor: IPB Nuriya, H., Z. Hidayah, A. F. Syah. Analisis Parameter Fisika Kimia di Perairan Sumenep Bagian Timur dengan Menggunakan Citra Landsat TM 5. Jurnal Kelautan. 3(2) : 132-138 . Patty, S. I. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 1(3) : 148-157 . Qhomariyah, L. dan Yuwono. 2016. Analisa Hubungan antara Pasang Surut Air Laut dengan Sedimentasi yang Terbentuk (Studi Kasus: Dermaga Pelabuhan Petikemas Surabaya). Jurnal Teknik . 5(1). Rachmat, B., E. Usman, dan D. Kusnida. 2012. Potensi Arus Laut dan Konversi Daya Listrik sebagai Energi Baru Terbarukan di Perairan Palalawan dan Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Jurnal Geologi Kelautan. 10(2) : 69 – 80. Rukminasari, N., Nadiarti, dan K. Awaluddin. 2014. Pengaruh Derajat Keasaman (pH) Air Laut Terhadap Konsentrasi Kalsium dan Laju Pertumbuhan Halimeda sp. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 24(1) : 28-34 . Sary. 2006. Bahan Kuliah Manajemen Kualitas Air . Cianjur: Politeknik Vedca. Surbakti, Heron. 2012. Karakteristik Pasang Surut dan Pola Arus di Muara Sungai Musi, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. 15(1):35-39. Surinati, Dewi. 2007. Pasang Surut dan Energinya. Oseana. 32(1) : 15-22 . Susilowati, T., S. Rejeki, E. N. Dewi, dan Zulfitriani. 2012. Pengaruh Kedalaman Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut ( Eucheuma cottonii) yang
Dibudidayakan dengan Metode Longline di Jepara. Jurnal Saintek Perikanan. 8(1) : 8-12 .
Pantai
Mlonggo,
Kabupaten
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Yusrudin, S. 2011. Analisis Kualitas Perairan untuk Karamba Jaring Apung Ikan Kerapu di Kabupaten Situbondo. Neptunus Jurnal Kelautan. 17(1) : 17-26 .
LAMPIRAN 1. Perhitungan: Gelombang : Siang
λ = 5 m; t = 5 s ; h = 135 cm ; T =
= 2,5 sekon
v = λ x f =
,
= 2 m/s Sore λ = 10 m; t = 5 s ; h = 50 cm ; T =
10 1
= 10 sekon
v = λ x f = =
λ 10 10
= 1 m/s Kecepatan Arus Siang ->13.00 s =10m ; t = 5 sekon V=s/t =10/5 =2 m/s Sore -> 16.00 S = 10 m ; t = 10 sekon V = s/t =10/10 =1 m/s Tipe Substrat 1. 2.
00 00−00 10 10−00
2. Gambar
Klasifikasi:
= =
00 00 10 10
= 1 = 100% berpasir = 1= 100% berpasir
Kingdom: Animalia Phylum: Mollusca Class: Bivalvia Ordo: Cardiida Familia: Donacidae Genus: Donax Species: Donax variabilis Sourcs
basis of record Pollock, L.W. (1998). A practical guide to the marine animals of northeastern North America. Rutgers University Press. New Brunswick, New Jersey & London. 367 pp.
Klasifikasi: Kingdom: Animalia Phylum: Mollusca Class: Gastropoda Ordo: Neogastropoda Familia: Olividae Genus: Oliva Species: Oliva reticularis
Sourcs
basis of record Rosenberg, G.; Moretzsohn, F.; García, E. F. (2009). Gastropoda (Mollusca) of the Gulf of Mexico, Pp. 579 – 699 in: Felder, D.L. and D.K. Camp (eds.), Gulf of Mexico – Origins, Waters, and Biota. Texas A&M Press, College Station, Texas.
Klasifikasi: Kingdom: Animalia Phylum: Mollusca Class: Bivalvia Ordo: Venerida Familia: Veneridae Genus: Marcia Species: Marcia japonica Sourcs
basis of record Huber, M. (2010). Compendium of bivalves. A full-color guide to 3,300 of the world’s marine bivalves. A status on Bivalvia after 250 years of research. Hackenheim: ConchBooks. 901 pp., 1 CD-ROM.
Klasifikasi: Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Malacostraca