BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pemicu Danang 21 tahun, se.orang mahasiswa FK Untan mendapati BAK nya berwarna kuning bening di pagi hari setelah sarapan pagi. Selama kuliah, Danang sangat aktif dan sering terlupa untuk minum. Di sore harinya Danang rutin olahraga jogging selama 30 menit. Setelah jogging, Danang mendapati kali ini BAK nya sedikit dan berwarna kuning pekat. Selain itu Danang juga merasa sangat haus, lalu disarankan oleh temannya untuk minum air mineral yang cukup. 1.2 Kata Kunci a. BAK warna kuning bening b. BAK warna kuning pekat c. BAK sedikit d. Kurang minum e. Rutin olahraga 1.3 Rumusan Masalah Apa yang mempengaruhi perubahan kepekatan dan volume urin Danang?
Danang, 21 th 1.4 Analisis Masalah
BAK BAK sedikit
Kuning bening
Lupa minum Olahraga
Setelah sarapan
Haus Sistem kemih Produksi urin Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kuning pekat
Kepekatan & Volume urin
1.5 Hipotesis Perubahan kepekatan dan volume urin dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan dan jumlah asupan cairan yang dikonsumsi Danang. 1.6 Pertanyaan Diskusi 1. Bagaimana anatomi sistem urinaria? 2. Bagaimana histologi sistem urinaria? 3. Bagaimana proses pembentukan urin? 4. Bagaimana mekanisme pemekatan dan pengenceran urin? 5. Bagaimana fisiologi keinginan BAK dan menahan BAK? 6. Apa sajakah hormon yang dihasilkan ginjal? 7. Bagaimana fisiologi dari renin,angiostensin, dan aldesteron? 8. Jelaskan biokimia ADH! 9. Bagaimana karakteristik urin normal? 10. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi produksi urin? 11. Berapa asupan normal cairan yang dibutuhkan tubuh perhari? 12. Bagaimana cara tubuh mempertahankan homeostatis tubuh
saat
kekurangan cairan? 13. Bagaimana mekanisme merasa haus? 14. Jelaskan secara singkat mengenai keseimbangan asam dalam tubuh? 15. Apa yang dapat mempengaruhi osmolaritas cairan tubuh? 16. Bagaimana hubungan aktifitas fisik terhadap produksi urin? 17. Bagaimana hubungan jumlah cairan yang dikonsumsi dengan produksi urin? 18. Bagaimana hubungan usia dengan produksi urin? 19. Bagaimana hubungan jenis kelamin dengan produksi urin? 20. Apakah kebiasaan yang dilakukan Danang jika diteruskan dapat menyebabkan suatu penyakit? 21. Mengapa urin Danang kuning bening setelah sarapan pagi? 22. Bagaimana pola hidup sehat untuk kesehatan sistem urinaria?
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Sistem Urinaria 2.1.1 Anatomi Makro a. Ginjal Ginjal terletak dibelakang peritoneum pada bagian belakang rongga abdomen, mulai dari vertebra torakalis kedua belas (T12) sampai vertebra lumbalis ketiga (L3). Ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri karena adanya hati. Saat inspirasi, kedua ginjal tertekan ke bawah karena kontraksi diafragma. Setiap ginjal diselubungi oleh kapsul fibrosa, lalu dikelilingi oleh lemak perinefrik, kemudian oleh Fascia pernefrik (perirenaal) yang juga menyelubungi kelenjar adrenal. Korteks ginjal merupakan zona dalam yang terdiri dari piramida-piramida ginjal. Korteks terdiri dari semua glomerulus dan medulla terdiri dari ansa henle, vasa rekta, dan bagian akhir dari duktus kolektivus. 1 b. Pembuluh dan saraf Pembuluh darah dan ureter berhubungan dengan ginjal pada hilus ginjal. Arteri renalis berasal dari aorta dan biasanya terbagi menjadi 3 cabang. Dua cabang berjalan di depan ureter dan satunya di belakangnya. Lima atau enam vena kecil menyatu membentuk vena renalis, yang meninggalkan ginjal di depan cabang arteri renalis dan
masuk ke vena kava inferior. Posisi limfe dan saraf simpatis injal bervariasi. Pembuluh limfe bermuara di nodus limfe aorta lateral. Saraf simpatis mempesarafi pembuluh darah ginjal dan apparatus jukstaglomerular, sampai ke nefron. Serabut aferen memasuki korda spinalis pada T10, T11, dan T12. 1 c. Sistem drainase urin Di dalam ginjalm bagian pelvis dari ureter terbagi menjadi dua atau tiga aliks mayor, yang masing-masing terbagi lagi menjadi dua atau tiga kaliks minor. Setiap kaliks minor terdiri dari papilla ginjal, yang merupakan apeks dari piramida ginjal. Ureter keluar dari ginjal di belakang peritoneum pada muskulus psoas dan kemudian memasuki pelvis di depan sendi sakroiliaka. Ureter menyusuri dinding lateral pelvis menuju spina iliaka, lalu belok kea rah depan dan medial memasuki kandung kemih. Ureter menembus dinding kandung kemih sekitar 2cm sebelum bermuara di kandung kemih. Urin melewati ureter dengan gerakan peristaltik. 1 Ureter memiliki tiga penyempitan di mana batu ginjal dapat masuk terbentuk. Saraf eferen dari ureter memasuki kordar spinalis pada T11, T12, L1, dan L2. Kandung kemih dipersarafi oleh S3, S4 dan S5. 1
2.1.2
Anatomi mikro a. Nefron Nefron merupakan unit dasar ginjal. Setiap ginjal memiliki 400.000- 800.000 nefron, walaupun jumlah ini berkurang seiring usia. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus terkait yang menjuju ada duktus kolektivus. Urin dibentuk oleh filtrasi di glomerulus, kemudian dimodifikasikan di tubulus melalui proses reabsorbsi dan sekresi. Nefron kortikal tersebar di seluruh korteks ginjal dan memiliki ansa henle yang pendek, nefron jukstamedular bermula di dekat persambungan kortikomedular dan memiliki ansa henle yang panjang, yang turun melalui medulla dan memungkinkannya memekatkan urin dengan
efektif.
Perbandingan
jukstamedular adalah 7:1. 1 b. Sel interstisial ginjal
jumlah
nefron
kortikal
dan
Korteks terdiri dari dua jenis sel interstisial: sel fagositik dan sel yang menyerupai fibroblas. Eritropoietin dibentuk di sel yang menyerupai fibroblast. Tiga jenis sel interstisial medular mudah dikenali. Salah satunya mengandung droplet lipid yang mungkin menjadi perkusor sintesis prostaglandin di ginjal. 1 c. Glomerulus sebagai sawar filtrasi Glomerulus merupakan suatu bola kapiler yang dikelilingi oleh kapsula bowman, kumpulan epitel tubulus berbentuk kapsul cekung di mana urin di filtrasi. Glomerulus juga mengandung sel mesangial yang meruakan penggantung untuk menyangga lengkung kapiler dan memiliki kemampuan kontraktil dan fagositik. Darah memasuki kapiler glomerulus melalui arteri aferen dan meninggalkannya melalui arteriol eferen bukan venula. 1 Vasokonstriksi arteriol eferen menyebabkan tekanan hidrostatik tinggi di dalam kapiler glomerulus, memaksa air, ion dan molekul kecil melewati sawar filtrasi ke kapsula bowman. Apakah suatu zat difiltrasi atau tidak tergantung pada ukuran molekul dan muatannya. Sawar filtrasi terdiri dari tiga lapisan yaitu : 1 1) Sel endotel Sel endotel diding kapiler glomerulus tipis, dan memiliki pori berukuran 70 nm yang dipenuhi oleh glikoprotein bermuatan negative terutama podokaliksin. 1 2) Membran basal glomerulus Membran basal glomerulus juga
mengandung
glikoprotein
bermuatan negative. Membran ini terdiri dari 2 lapisan yang mengandung kolagen tipe IV, proteoglikan heparan sulfat, laminin, podokaliksin, dan sejumlah kecil kolagen tipe III dan V, fibronektin dan entaktin. Kolagen tipe IV membentuk rantai heliks yang tersusun sebagai struktur tiga dimensi dan menjadi tempat melekat komponen lainnya. 1 3) Sel epitel kapsula bowman Sel epitel atau podosit memiliki proyeksi panjang yang merupakan asal tonjolan kaki dan menempel pada membran basal glomemrulus sisi saluran kemih. Tonkolan kaki dari podosit-podosit yang berbeda
saling menempel dan menyisakan celah filtrasi berukuran 25-65 nm diantaranya. Melintasi celah-celah ini jalinan protein membentuk pori celah (slit pore). Protein slit pore utama adalah nefrin yang berinteraksi dengan protein lain termasuk podosin dan CD2AP. Pori ini merupakan kunci selektivitas sawar pada proses filtrasi dan mencegah lewatnya meolekul besar seperti albumin. 1 2.2 Histologi Sistem Urinaria 2.2.1 Arteriole afferen Pada arteriole aferen dekat dengan badan Malphigi terdapat sel-sel juxtaglomeruler
yang
merupakan
modifikasi
otot
polos
befungsi
menghasilkan enzim renin. 2 2.2.2 Nefron Tiap ginjal tersusun atas unit struktural dan fungsional dalam pembentukan urin yang dinamakan nefron (nephron). Tiap nefron terdiri atas bagian yang melebar yang dinamakan korpuskula renalis atau badan malphigi, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle serta tubulus kontortus distal. 2 2.2.3 Korpuskula renalis Korpuskula renalis terdiri atas glomelurus dan dikelilingi oleh kapsula Bowmann. 2 2.2.4 Glomeruli Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler yang ruwet yang merupakan cabang dari arteriole aferen. Pada permukaan luar kapiler glomeruli menempel sel berbentuk spesifik dan memiliki penjuluranpenjuluran yang disebut podosit (sel kaki). Antara sel-sel endotel kapiler dan podosit membentuk strukrur kontinyu yang berlubang-lubang yang memisahkan darah yang terdapat dalam kapiler dengan ruang kapsuler. Podosit berfungsi membantu filtrasi cairan darah menjadi cairan ultra filtrat (urin primer). Cairan ultra filtrat ditampung di dalam ruang urin yaitu ruang antara kapiler dengan dinding kapsula Bowmani dan selanjutnya mengalir menuju tubulus contortus proksimal. Komposisi kimia cairan ultra filtrat hampir sama dengan plasma darah. 2
2.2.5 Capsula Bowman Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel selapis gepeng. Ruang kapsuler berfungsi menampung urine primer (ultra filtrat). Sel podosit, sel epitel kapsula Bowman yang mengalami spesialisasi untuk filtrasi cairan darah. Oleh karena itu komposisi cairan ultra filtrat hampir sama dengan plasma darah kecuali tidak mengandung protein plasma. 2 2.2.6 Sel Mesangial Pada sel-sel endotel dan lamina basalis kapiler glomerulus terdapat sel mesangial yang berperan sebagai makrofage. 2 2.2.7 Tubulus Kontortus Proksimal Tubulus kontortus proksimal kebanyakan terdapat di bagian korteks ginjal. Mukosa tubulus kontortus proksimal tersusun atas sel-sel epitel kubus selapis, apeks sel menghadap lumen tubulus dan memiliki banyak mikrovili (brush border). Sel epitel tubulus contortus proksimal berfungsi untuk reabsorpsi. 2 2.2.8 Lengkung Henle (loop of Henle) Lengkung Henle berbentuk seperti huruf U terdiri atas segmen tipis dan diikuti segmen tebal. Bagian tipis lengkung henle yang merupakan lanjutan tubulus kontortus proksimal tersusun atas sel gepeng dan inti menonjol ke dalam lumen. Cairan urin ketika berada dalam loop of Henle bersifat hipotonik, tetapi setelah melewati loop of Henle urin menjadi bersifat hipertonik. Hal ini dikarenakan bagian descenden loop of Henle sangat permeabel terhadap pergerakan air, Na+, dan Cl-, sedangkan bagian ascenden tidak permeabel terhadap air dan sangat aktif untuk transpor klorida bertanggung jawab terhadap hipertonisitas cairan interstitial daerah medulla. Sebagai akibat kehilangan Na dan Cl filtrat yang mencapai tubulus kontortus distal bersifat hipertonik. 2 2.2.9 Tubulus Kontortus Distalis Tubulus contortus distalis tersusun atas sel-sel epithelium berbentuk kuboid,
sitoplasma pucat, nuklei tampak lebih banyak, tidak ada brush border. 2
2.2.10 Tubulus Koligens Urin berjalan dari tubulus kontortus distal ke tubulus koligens yang apabila bersatu membentuk saluran lurus yang lebih besar yang disebut duktus papilaris Bellini. Tubulus koligens dibatasi oleh epitel kubis. Peristiwa penting pada tubulus koligens adalah mekanisme pemekatan atau pengenceran urin yang diatur oleh hormon antidiuretik (ADH). Dinding tubulus distal dan tubulus koligens sangat permeabel terhadap air bila terdapat ADH dan sebaliknya. 2 2.2.11 Tubulus Kolektivus Tubulus kolektivus dari Bellini merupakan tersusun atas sel-sel epithelium kolumnar, sitoplasma jernih, nukleus spheris. 2 2.2.12 Aparatus Jukstaglomerulus Tunika media ateriol aferen yang terletak didekat korpuskula malphigi mengalami modifikasi seperti sel-sel epiteloid bukan otot polos yang disebut sel jukstaglomelurus. Sel-sel jukstaglomelurus menghasilkan enzim renin. 2 2.2.13 Macula Densa Macula densa merupakan bagian dari tubulus kontortus distalis yang melalui daerah di muka kapsula Bowmani terdiri atas sel-sel yang nampak meninggi, nuklei berderet rapat dan berbentuk spheris. Macula densa berfungsi untuk reseptor tekanan osmotic (osmoreseptor). 2 2.2.14 Ureter Pada bagian superfisial terlihat sel-sel yang bentuknya seperti payung (sisi atas lebih lebar dari sisi bawah) dan sel-sel lapisan bawah berbentuk polygonal. Tunica mucosa ureter membentuk lipatan-lipatan longitudinal dengan epithelium transisional. Lamina propria tipis tersusun atas jaringan pengikat longgar, dengan pembuluh darah, lymfe, dan serabut syaraf. Tunica muscularis tersusun atas stratum longitudinale, stratum circulare. Tunica serosa tersusun atas jaringan ikat longgar, tipis, jaringan lemak. Lamina
propria tipis tersusun atas jaringan pengikat longgar, dengan pembuluh darah, lymfe, dan serabut syaraf. 2
2.2.15 Vesica Urinaria Kandung kemih berfungsi menyimpan urin dan mengalirkannya ke ureter. Kaliks, pelvis, ureter dan kantung kemih memiliki struktur histologi yang ahmpir sama. Mukosa terdiri atas epitel transisional dan facet sel berfungsi sebagai barier osmotik antar urin dan cairan jaringan. Lamina propria terdiri atas otot polos. 2 2.2.16 Uretra Uretra merupakan tabung yang mengalirkan urin dari kandung kemih keluar tubuh. Uretra pria terdiri atas 4 bagian yaitu: pars prostatika, pars membranasea, pars bulbaris, dan pars pendulosa. Uretra wanita merupakan tabung yang panjangnya 4 – 5 cm, dibatasi oleh epitel berlapis gepeng dengan daerah-daerah dengan epitel toraks berlapis semu. Bagian tengah uretra wanita dikelilingi ole sfinkter eksternus yang terdiri atas otot lurik volunter. 2
2.3 Proses Pembentukan Urin Fungsi pembentukan urin dilakukan oleh bagian ginjal yang disebut nefron, terdiri dari tiga proses dasar yang terlibat, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. 3 a. Filtrasi glomelurus Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas-protein tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman. Dalam keadaan normal, 20% plasma tersaring ke dalam glomerulus. Proses ini, dikenal sebagai filtrasi glomerulus. Filtrasi glomerulus adalah langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap menit sekitar 125 ml filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi) terkumpul dari seluruh glomerulus. Jumlah ini sama dengan 180 liter (sekitar 47,5 galon) setiap hari. 3 Volume rata-rata plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter, jadi dapat diketahui bahwa ginjal menyaring plasma sekitar 65 kali sehari.
Jika semua yang difiltrasi keluar sebagai urin, maka semua plasma akan menjadi urin dalam waktu kurang dari setengah jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehingga bahan-bahan dapat dipertukarkan antara cairan di dalam tubulus dan darah di dalam kapiler peritubulus. 3 b. Reabsorbsi tubulus Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi tubulus. 3 Bahan-bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter direabsorpsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat oleh tubuh secara selektif direabsorpsi, sementara bahanbahan yang tidak dibutuhkan dan harus dikeluarkan melalui di urin. 3 c. Sekresi tubulus Sekresi tubulus adalah proses pemindahan secara selektif bahanbahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah, sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul Bowman. Sedangkan sisa 80% mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus untuk direabsorbsi. 3 Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada ditubulus sebagai hasil filtrasi. 3 2.4 Mekanisme Pemekatan dan Pengenceran Urin Pemekatan urin dan pengenceran urin dipengaruhi oleh hormon vasopresin. Agar H2O dapat direabsorpsi di suatu segmen tubulus maka dua kriteria harus dipenuhi: (1) harus terdapat gradien osmorik yang melintasi tubulus, dan (2) segmen tubulus harus permeabel terhadap H 2O. Tubulus
distal dan koligentes impermeabel terhadap H2O kecuali jika terdapat vasopresin, yang juga
dikenal
sebagai
hormon antidiuretik
(anti
artinya"melawan"; diuretik artinya'peningkatan pengeluaran urin"), yang meningkatkan permeabilitasnya terhadap H2O. 3 Vasopresin diproduksi oleh beberapa badan sel saraf spesifik di hipotalamus, bagian dari otak, kemudian disimpan di kelenjar hipofisis posterior, yang melekat ke hipotalamus melalui sebuah tangkai tipis. Hipotalamus mengontrol pelepasan vasopresin dari hipoffsis posterior ke dalam darah. Dengan mekanisme umpan balik negatif, sekresi vasopresin dirangsang oleh defisit H2O ketika CES terlalu pekat (yaitu, hipertonik) dan H2O harus dipertahankan dalam tubuh, dan dihambat oleh kelebihan H 2O ketika CES terlalu encer (yaitu, hipotonik) dan kelebihan H 2O harus dikeluarkan melalui urin. 3 Vasopresin mencapai membran basolateral sel tubulus yang melapisi tubulus distal dan koligentes melalui sistem sirkulasi. Di sini hormon ini mengikat reseptor yang spesiffk untuknya. Pengikatan ini mengaktifkan sistem pembawa pesan kedua AMP siklik (cAMP) di dalam sel tubulus, yang akhirnya meningkatkan permeabilitas membran luminal terhadap H 2O dengan mendorong penyisipan akuaporin di membran ini. Tanpa akuaporin ini, membran luminal bersifat impermeabel terhadap H2O. 3 Setelah masuk ke dalam sel tubulus dari filtrat melalui saluran air luminal yang diatur oleh vasopresin, H2O secara pasif meninggalkan sel menuruni gradien osmotik menembus membran basolateral untuk masuk ke cairan interstisium. Saluran H2O di membran basolateral selalu ada sehingga membran ini selalu permeabel terhadap H2O. Dengan memungkinkan lebih banyak H2O merembes dari lumen ke dalam sel tubulus, saluran-saluran luminal yang diatur oleh vasopresin ini meningkatkan reabsorpsi H 2O dari filtrat ke dalam cairan interstisium. 3 Respons tubulus terhadap vasopresin bersifat berjenjang: semakin banyak terdapat vasopresin, semakin banyak saluran air luminal disisipkan, dan semakin besar permeabilitas tubulus distal dan koligentes terhadap H2O.. Namun, meningkatnya saluran air membranluminal tidak permanen. Saluran diambil kembali ketika sekresi vasopresin berkurang dan aktivitas cAMP juga berkurang. Karena itu, permeabilitas H2O berkurang ketika
sekresi vasopresin berkurang. Vasopresin mempengaruhi permeabiiitas H2O hanya di bagian distal nefron, khususnya duktus koligentes. Hormon ini tidak memiliki pengaruh pada 80% H2O yang difiltrasi dan direabsorpsi tanpa kontrol di tubulus proksimal dan ansa Henle. Pars asendens ansa Henle selalu impermeable terhadap H2O, bahkan dengan keberadaan vasopressin. 3 2.5 Fisiologi Keinginan BAK dan Menahan BAK Miksi atau berkemih adalah proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks berkemih terpicu ketika reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada orang dewasa dapat menampung hingga 250 sampai 400 ml urin sebelum tegangan di dindingnya mulai cukup meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semkain besar tegangan melebihi ukuran ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. 3,4 Serat-serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke medula spinalis dan akhirnya, melalui antarneuron, merangsang saraf parasimpatis untuk kandung kemih dan menghambat neuron motorik ke sfingter eksternus. Stimulasi saraf parasimpatis kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Tidak ada mekanisme khusus yang dibutuhkan untuk membuka sfingter internus. Perubahan bentuk kandung kandung kemih selama kontraksi akan secara mekanis menarik terbuka sfingter internus. Secara keseluruhan, sfingter eksternus melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Kini kedua sfingter terbuka dan urin terdorong melalui uretra oleh gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks berkemih ini, yang seluruhnya adalah refleks spinal, mengatur pengosongan kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi cukup untuk memicu refleks, bayi secara otomatis berkemih. 3,4 Selain memicu refleks berkemih, pengisian kandung kemih juga menyadarkan yang bersangkutan akan keinginan untuk berkemih. Persepsi penuhnya kandung kemih muncul sebelum sfingter eksternus secara refleks melemas, memberi peringatan bahwa miksi akan segera terjadi. Akibatnya, kontrol volunter berkemih, yang dipelajari selama toilet training pada masa
anak-anak dini, dapat mengalahkan refleks berkemih sehingga pengosongan kandung kemih dapat berlangsung sesuai keinginan yang bersangkutan dan bukan ketika pengisian kandung kemih pertama kali mengaktifkan reseptor regang. Jika waktu refleks miksi tersebut dimulai kurang sesuai untuk berkemih, maka yang bersangkutan dapat dengan sengaja mencegah pengosongan kandung kemih dengan mengencangkan sfingter eksternus dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter dari korteks serebri mengalahkan sinyal inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuronneuron motorik yang terlibat sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan tidak ada urin yang keluar. 3,4 Berkemih tidak dapat ditahan selamanya. Karena kandung kemih terisi maka sinyal refleks reseptor regang meningkat seiring waktu. Akhirnya, sinyal inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter eksternus menjadi sedemikian kuat sehingga tidak lagi dapat diatasi oleh sinyal eksitatorik volunter sehingga sfingter melemas dan kandung kemih secara tak terkontrol mengosongkan isinya. 3,4 Berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, meskipun kandung kemih tidak teregang, dengan secara sengaja melemaskan sfingter eksternus dan diafragma pelvis. Turunnya dasar panggul memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultanmenarik terbuka sfingter uretra internus dan meregangkan dinding kandung kemih. Pengaktifan reseptor regang yang kemudian terjadi akan menyebabkan konttraksi kandung kemih melalui refleks berkemih. Pengosongan kandung kemih secara sengaja dapat dibantu oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Peningkatan tekanan intraabdomen yang ditimbulkannya menekan kandung kemih ke bawah untuk mempermudah pengosongan. 3,4
2.6 Hormon Yang Dihasilkan Ginjal a. Renin Merupakan protein yang dihasilkan oleh aparatus jukstaglomerular. Hormon ini menyebabkan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II bekerja langsung pada tubulus proksimal dan bekerja melalui aldosteron
pada tubulus distal untuk meningkatkan retensi natrium. Hormon ini juga merupakan vasokonstriktor kuat. 1 b. Vitamin D Merupakan hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal menjadi bentuk aktif
1,
2,
5-dihidroksikolekalsiferol,
yang
terutama
berperan
meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat dari usus. 1 c. Eritropoietin Merupakan protein yang diproduksi di ginjal. Hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. 1 d. Prostaglandin Diproduksi oleh ginjal, memiliki berbahai efek, terutama pada tonus pembuluh darah. 1 2.7 Fisiologi Renin,Angiostensin, dan Aldesteron Di tubulus proksimal dan ansa Henle, terjadi reabsorpsi Na + yang terfiltrasi dengan persentase tetap. Di bagian tubulus distal, reabsorpsi persentase kecil Na+ yang terfiltrasi berada di bawah kontrol hormon. Tingkat reabsorpsi terkontrol ini berbanding terbalik dengan tingkat beban Na+ di tubuh. Jika Na+ terlalu banyak maka hanya sedikit Na + direabsorpsi, kemudian Na+ akan keluar melalui urin, sehingga kelebihan Na+ dapat dikeluarkan dari tubuh, dan sebaliknya. 3 Beban atau jumlah Na+ di tubuh tercermin dalam volume CES. Natrium dan ion Cl- penyertanya membentuk lebih dari 90% aktivitas osmotik CES. Tekanan osmotik secara longgar dapat dianggap sebagai gaya yang menarik dan menahan H2O. Ketika beban Na+ di atas normal dan karenanya aktivitas osmotik CES meningkat maka kelebihan Na+ ini akan "menahan" tambahan H2O, meningkatkan volume CES, dan sebaliknya. Karena plasma adalah bagian dari CES maka hasil terpenting dari perubahan volume CES adalah penyamaan perubahan tekanan darah dengan ekspansi atau penurunan volume plasma. Karena itu, kontrol jangka panjang tekanan darah arteri akhirnya bergantung pada mekanisme pengatur Na+.3 Sistem hormone terpenting dan paling terkenal yang terlibat dalam regulasi Na+ adalah sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA). Sel granular apparatus jukstaglomerulus mengeluarkan suatu hormon enzimatik,
renin ke dalam darah sebagai respon terhadap menurunana NaCl/ volume CES/ tekanan darah. Fungsi ini adalah tambahan terhadap peran sel macula densa apparatus jukstaglomerulus dalam otoregulasi. Secara spesifik, berikut ini akan dijabarkan cara meningkatkan sekresi renin. 3 a. Sel granular itu snediri berfungsi sebagai baroreseptor intrarenal. Sel ini peka terhadap perubahan tekanan didalam arteriol aferen. Ketika mendeteksi penurunan tekanan darah sel granular ini mengeluiarkan banyak renin. 3 b. Sel macula densa di bagian tubuius aparatus jukstaglo-merulus peka terhadap NaCl yang melewatinya melalui lumen tubulus. Sebagai respons terhadap penurunanNaCl, sel makula densa memicu sel granular untuk mengeluarkan lebih banyak renin.3 c. Sel granular disarafi oleh sistem saraf simpatis. Ketika tekanan darah turun di bawah normal, refleks baroreseptor meningkatkan aktivitas simpatis. Sebagai bagian dari respons refleks ini, peningkaran aktivitas simpatis merangsang sel granular mengeluarkan lebih banyak renin. 3
Sinyal-sinyal yang saling terkait untuk meningkatkan sekresi renin ini semuanya menunjukkan perlunya meningkatkan volume plasma untuk meningkatkan tekanan arteri ke normal dalam jangka panjang. Melalui serangkaian proses kompleks yang melibatkan SRAA, peningkatan sekresi renin menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ oleh tubulus distal dan koligentes. Klorida selalu secara pasif mengikuti Na+ menuruni gradien listrik yang terbentuk oleh perpindahan aktif Na+. Manfaat akhir dari retensi garam ini adalah bahwa retensi tersebut mendorong retensi H2O secara osmotis yang membantu memulihkan volume plasma sehingga penting dalam kontrol jangka panjang tekanan darah. 3 Setelah dikeluarkan dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I. angiotensinogen adalah suatu protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu terdapat di plasma dalam konsentrasi tinggi. Ketika melewati paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin
converting enzyme (ACE), yang banyak terdapat di kapiler paru. Angiotensin II adalah perangsang utama sekresi hormon aldosterone dari korteks adrenal. 3 Diantara berbagai efeknya, aldosteron meningkatkan reabsorbsi Na+ oleh tubulus distal dan kolingentes. Hormon ini melakukannya dengan mendorong penyisipan saluran Na+ tambahan ke dalam membran luminal dan penambahan pembawa Na+-K+ ATPase ke dalam membrane basolateral sel tubulus distal dan kolingentes. Hasil akhirnya adalah peningkatan fluks pasif Na+ masuk ke dalam sel tubulus ke dalam lumen dan peningkatan pemompaan Na+ keluar sel kedalam plasma, yaitu meningkatan reabsorbsi Na+, disertai Cl- mengikuti secara pasif. Karena itu SRAA mendorong retensi garam yang menyebabkan retensi H2O dan peningktana tekanan darah arteri. Melalui mekanisme umpan balik negatif sistem ini menghilangkan faktor-faktor yang memicu pelepasan awal renin yaitu deplesi garam, penurunan volume plasma dari penurunan tekanan darah arteri. 3 Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II adalah konstriktor poten arteriol sistemik, secara langsung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi perifertotal. Selain itu, angiotensin II merangsang rasa haus (meningkatkan asupan cairan) dan merangsang vasopressin (suatu hormon yang meningkatkan retensi H2O oleh ginjal), di mana keduanya ikut berperan dalam menambah volume plasma dan meningkatkan tekanan arteri. 3 Situasi yang berlawanan terjadi jika beban Na+, volume CES dan plasma, dan tekanan darah arteri di atas normal. Pada keadaan-keadaan ini, sekresi renin terhambat. Dengan demikian, karena angiotensinogen tidak diaktifkan. Menjadi angiotensin I dan II, maka sekresi aldosteron tidak terangsang. Tanpa aldosteron, tidak terjadi reabsorpsi Na+ yang dependen aldosteron di segmen distal tubulus. Na+ yang tidak direabsorpsi ini kemudian keluar bersama urin. Tanpa aldosteron, pengeluaran terusmenerus sebagian kecil dari Na+ yang terfiltrasi ini dapat dengan cepat mengeluarkan kelebihan Na+ dari tubuh. Meskipun hanya 8% dari Na+ yang
terfiltrasi yang bergantung pada aldosterone untuk direabsorpsi, namun pengeluaran sedikit-sedikit ini, yang sering terjadi karena seluruh volume plasma
difiltrasi
melalui
ginjal
berkali-kali
dalam
sehari,
dapat
menyebabkan pengeluaran Na+ dalam jumlah bermakna. 3 Jika tidak terdapat aldosteron sama sekali maka garam yang dapat diekskresikan per hari adalah 20 gram. Pada sekresi aldosteron maksimal, semua Na+ yang terfiltrasi ( dan karenanya, semua Cl- yang terfiltrasi) direabsorpsi sehingga ekskresi garam di urin nol. Jumlah aldosteron yang disekresikan menyebabkan jumlah relatif garam yang dihemat maupun yang dikeluarkan bervairasi, bergantung pada kebutuhan tubuh. Dengan mengubah-ubah jumlah renin dan aldosteron yang disekresikan sesuai dengan jumlah cairan (yang ditentukan oleh garam) di tubuh, ginjal dapat dengan tepat menyesuaikan jumlah garam yang ditahan atau dikeluarkan. Dengan melakukan hal ini ginjal mempertahankan beban garam dan volume CES/tekanan darah arteri pada tingkat yang relatif konstan meskipun konsumsi garam sangat bervariasi dan adanya pengeluaran cairan penuh garam secara abnormal. 3
2.8 Biokimia Vasopresin atau ADH Vasopresin Atau ADH (anti diuretic hormone) adalah peptide yang disintesis oleh hipotalamus. Keduanya mengalir melalui akson saraf yang menghasilkannya ke ujung saraf di hipofisis posterior, tempat keduanya disimpan. Mereka masing-masing dikode oleh sebuah gen yang juga mengkode neurofisin, suatu polipeptida yang berfungsi sebagai protein transfor spesifik. Berikut karakteristik dari vasopresin (ADH): 5 a. Memiliki 9 asam amino dengan sebuah jembatan di sulfide: Cys-TyrPhe-Gln-Asn-Cys-Pro-Arg-GlyNH2. b. Dihasilkan oleh nucleus supraoptikus
dan
paraventrikularis
di
hipotalamus c. Menimbulkan vasokonstriksi pada jalinan pembuluh darah dalam tubuh yang diperantai oleh reseptor V1 di sel otot polos vascular. Kontraksi sel ini dirangsang oleh pengaktifan fosfolipase C yang dihidrolisis fosfat idilinositol 4,5 bifosfat, membentuk diasilgliserol dan IP3. IP3
merangsang pelepasan Ca2+ dari RE dan menimbulkan efek hormone pada sel. d. Efek utamanya adalah meningkatkan reabsorbsi air menembus membrane luminal sel epitel duktus pengumpul ginjal segmen korteks dan medulla. Rangsangan yang mendorong pelepasan ADH adalah perubahan osmolalitas plasma yang dirasakan oleh osmoreseptor di hipotalamus dan perubahan tekanan di dalam jantung dan bagian lain pada sistem pembuluh, yang dirasakan oleh baroreseptor di atrium dan sinus karotikus. 5 2.9 Karakteristik Urin Normal Urine tersusun atas banyak unsure penyusun. Sebagai komponen unsur merupakan unsur yang normal terdapat dalam urine seperti urea (dari metabolisme asam amino), kreatinin (dari keratin otot), asam urat(dari asam nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin ( seperti urobilin) dan metabolit berbagai hormone dalam jumlah yang kecil.4 Urin mengandung sekitar 95% air. Komposisi lain dalam urin normal adalah bagian padat yang terkandung di dalam air. Ini dapat dibedakan berdasarkan ukuran ataupun kelektrolitanya. Berikut komponen dan karakteristik urin normal: a. Molekul organik Molekul organik memiliki sifat nonelektrolit, memiliki ukuran yang relatif besar, di dalam urin terkandung urea CON2H4 atau (NH2)2CO, kreatin, asam urat C5H4N4O3, dan subtansi lainya seperti hormon. 6 b. Ion Sodium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-), magnesium (Mg2+), kalsium (Ca2+). Dalam jumlah kecil: ammonium (NH4+), sulfat (SO42-), posfat (H2PO4-, HPO42-, PO43-).6 c. Warna Normalnya urin berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat mengubah warna urin seperti orange gelap. Warna urin merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit. 6 d. Bau Normalnya urin berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obatobatan tertentu. 6
e. Berat jenis Berat jenis adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml. Normalnya berat jenis urin adalah 1010 – 1025. 6 f. Kejernihan Normalnya urin terang dan transparan. Urin dapat menjadi keruh karena ada mucus atau pus. 6 g. pH Normalnya pH urin sedikit asam, biasanya sekitar 6, dengan rentang normal 4,5-8. Urin yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri. Pada vegetarian urinnya sedikit alkali. 6 h. Volume Orang dewasa yang sehat mengeluarkan 1000–1500 ml urin per hari. Jumlah urine yang dihasilakan dan berat jenisnya bergantung pada asupan cairan dan jumlah larutan yang diekskresi. 7 i. Eritrosit Normal jumlah eritrosit adalah 0–1/LPB. Pada keadaan normal eritrosit bisa berasal dari seluruh traktus urogenitalis. Kadang–kadang perdarahan saluran kemih bagian bawah menimbulkan bekuan darah dalam urin. Bentukeritrositnormal adalahcakrambikonkaf,warnahijau pucatdan jernih. 8 j. Leukosit Normal jumlahl leukosit adalah 4–5/LPB. Leukosit dapat berasal dari seluruh traktus urogenitalis. Leukosit dalam urin umumya berupa segmen dalam urin asam leukosit atau pus biasanya mengerut, pada urin lindi lekosit akan mengembang dan cenderung mengelompok. Leukosit umumnya lebih besar dari eritrosit dan lebih kecil dari sel epitel. 8 k. Kristal Adanya kristal dalam urin kurang bermanfaat untuk klinik, kecuali apabila ditemukan kristal cystin atau sulfa. Adapun kristal–kristal dalam urin normal: 8 1) Dalam urin asam; asam urat, natrium urat dan jarang sekali calsium sulfat. Kristal asam urat biasanya berwarna kuning.
2) Dalam urin asam atau yang netral atau yang agak lindi; calcium oksalat, dan kadang– kadang asam hipurat. 3) Dalam urin lindi atau kadang–kadang dalam netral; ammonium– magnesium fosfat (triple fosfat) dan jarang– jarang calcium fosfat. 4) Dalam urin lindi; calcium carbonat dan calcium fosfat. Berikut ini adalah interpretasi data klinik urin:9
Parameter Berat jenis spesifik pH Glukosa Darah Keton Pewarnaan gram Warna urin Protein
Nilai normal 1,001-1,0035 4,5-8,5 Negatif Negatif Negatif Negatif Kekuning-kuningan, kuning 0-terlacak (Tr); < 50 mg/dL
Sedimen
atau < 0,5 mg/L *RBC, WBC,sel
epitel,
bakteri, kristal Tabel 1.1 Intepretasi data klinis pada urin WARNA Merah coklat
9
Implikasi klinik Hemoglobin, myoglobin, darah,
klorpromazin,
pigmen
empedu,
haloperidol,
rifampisin,doksorubisin, fenitoin, ibuprofen. Urin bersifat asam (karena metronidazol) atau kuning merah (merah muda) Biru-hijau
alkali (karena laksatif, metildopa) Sayuran, bit, fenazopiridin atau
katartik
fenolftalein, ibuprofen, fenitoin, klorokuin Pasien mengkonsumsi bit, bakteri Pseudomonas,
Kuning
pigmen empedu, amitriptilin, Primakuin, sulfametoksazol, bilirubin, urobilin
kecoklatan hitam Gelap Keruh
Alkaptonuria Porfiria, malignant melanoma (sangat jarang) Urat, fosfat atau sel darah putih (pyuria), polymorphonuclear (pmns), bakteriuria, obat
kontras radiografi. Berbusa Protein atau asam empedu Tabel 1.2 Interpretasi data klinis warna urin dan penyebabnya9
Sedimen urin Nilai normal Cell cest Negatif White cell cest 0-5/hpf Red blood cell (WBC) 0-3/hpf Epitel 0-2/hpf Bakteri < 2/hpf atau 1000/mL Kristal Negatif Tabel 1.3 Interpretasi sedimen dalam urin9 Implikasi klinik:9 1) Cell cast : Menunjukkan acute tubular necrosis. 2) White cell cast biasanya terjadi pada acute pyelonephritis atau interstitial Nephritis 3) Red cell cast timbul pada glomerulonefritis akut 4) RBC yaitu peningkatan nilai menunjukkan glomerulonefritis, vaskulitis, obstruksi ginjal atau penyakit mikroemboli, atau proteinuria 5) WBC yaitu peningkatan nilai menunjukkan penyakit ginjal dengan infl amasi 6) Bakteri, jumlah bakteri > 105/mL menunjukkan adanya infeksi saluran kemih. 7) Kristal meliputi kristal kalsium oksalat, asam urat, amorf, triple fosfat. Adanya kristal menunjukkan peningkatan asam urat dan asam amino. 2.10 Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Urin Faktor yang mempengaruhi produksi urin antara lain: a. Hormon antidiuretik (ADH) Hormon antidiuretik (ADH) dihasilkan oleh kelenjar hipotalamus yang selanjutnya akan disimpan dan dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Sekresi ADH ini dikendalikan oleh konsentrasi air dalam darah. Fungsi kera hormon tersebut adalah mempermudah penyerapan air pada bagian pembuluh distal dan pembuluh pengumpul. jika konsentrasi air di dalam
darah turun (artinya cairan darah lebih pekat) misalnya karena berkeringat atau diare maka ADH disekresikan dan dialirkan ke dalam ginal bersama darah. Akibatnya permeabilitas dinding pembuluh distal dan pembuluh pengumpul terhadap air meningkat sehingga air yang masuk diserap kembali. Akibatnya urin yang terbentuk sedikit. 10 Sebalikmya jika konsentrasi air di dalam darah tinggi (artinya cairan darah lebih encer) maka sekresi ADH berkurang sehingga penyerapan air di pembuluh distal dan pembuluh pengumpul berkurang dan urin yang dihasilkan encer dan banyak. 10 b. Umur Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa karena didalam tubuh bayi, persentase cairan lebih banyak dan sebagian besar tubuhnya terdiri dari air sehingga pada saat dehidrasi mudah kehilangan berat badan. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung. 11 c. Iklim Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari. Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak yang menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. 11 Proses fisiologis yang terjadi dapat berupa vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah yang terletak di dekat kulit. Selain itu, juga terjadi kontraksi otot arektor pili yang melekat ke folikel rambut, sehingga rambut berdiri tegak dan menutup pori-pori kulit dengan sempurna. Kedua proses tersebut dapat mencegah pemindahan panas tubuh ke lingkungan, sekaligus mencegah proses pengeluaran keringat. Dengan demikian, satu-satunya jalan yang tersedia untuk proses ekskresi
zat-zat yang harus dibuang adalah melalui sistem urinarius, sehingga urin yang diproduksi menjadi lebih banyak.Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya semakin banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak. Jika suhu meningkat, maka kecepatan respirasi pun meningkat sehingga eksresi urin berkurang. 11 d. Stress Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah. Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat sehingga banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam kondisi emosi, maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka timbullah hasrat ingin buang air kecil. 11 Stress memicu kerja saraf simpatis, rangsangan saraf simpatis dapat mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh-pembuluh di dekat kulit dan kontraksi otot arektor pili. Selain itu, rangsangan saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah sehingga memercepat aliran darah ke ginjal. Dengan demikian, efek yang ditimbulkan juga akan sama, yaitu meningkatnya produksi urin. 11 e. Kondisi Sakit Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh misalnya: 11 1) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air. 2) Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. 3) Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan. 2.11 Asupan Normal Cairan Yang Dibutuhkan Tubuh Perhari Cairan yang masuk ke dalam tubuh berasal dari dua sumber: (1) berasal dari air atau cairan dalam makanan, yang normalnya menambah cairan tubuh sekitar 2100mL/hari, dan (2) berasal dari sintesis di tubuh sebagai hasil oksidasi karbohidrat, yang menambah sekitar 200mL/hari. Keduanya memberikan asupan cairan harian total kira-kira 2300ml/hari.
Namun asupan cairan yang dibutuhkan sangat bervariasi pada masingmasing orang, cuaca, kebiasaan, dan tingkat aktivitas fisik.13 Normalnya, asupan cairan yang dibutuhkan berkisar 2000-2500 mL/hari.7 2.12 Cara Tubuh Mempertahankan Homeostatis Tubuh Ketika tubuh kekurangan/kehilangan cairan tubuh, tubuh akan meningkatkan osmolaritas (konsentrasi natrium plasma). Keadaan ini menyebabkan sel osmoreseptor yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik mengkerut dan terangsang untuk mengirimkan sinyal saraf ke sel saraf tambahan di nukleus supraoptik, kemudian diteruskan ke hipofisis posterior. Potensial aksi titik ini akan merangsang pelepasan ADH. ADH akan masuk ke aliran darah dan ditransfer ke ginjal. Di ginjal ADH akan meningkatkan permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal. Tubulus koligens kortikalis dan duktus koligens medulla. Peningkatan permeabilitas air ini akan meningkatkan reabsorbsi air dan ekskresi urin yang pekat dalam jumlah sedikit.4 Ada tiga faktor utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam tubuh guna mencegah terjadinya asidosis atau alkalosis, yaitu: a. Mekanisme Penyangga (Buffer) Mekanisme penyangga mencegah perubahan pH berlebih dengan membuang atau melepaskan ion hidrogen. Saat pH tubuh rendah (asam), sistem buffer bekerja mengikat ion hidrogen sehingga menghilangkan efek asam yang ditimbulkan oleh ion H+. Sebaliknya, saat pH tubuh tinggi (basa), sistem buffer melepaskan ion hidrogen sehingga dapat meminimalkan perubahan pH. 3 Secara umum terdapat beberapa jenis sistem penyangga, namun yang paling penting adalah sistem penyangga bikarbonat. Penyangga bikarbonat adalah sistem penyangga yang terdiri atas larutan air yang mengandung dua zat, yaitu asam karbonat (H2CO3) dan garam bikarbonat (NaHCO3). 3 b. Mekanisme Pernapasan Apabila mekanisme pertahanan tahap pertama tidak dapat tertoleransi tubuh akan berusaha mengaktifkan pertahanan tahp kedua melalui mekanisme pernapasan. Pada mekanisme ini, tubuh akan mengeluarkan lebih banyak CO2 dengan melakukan hiperventilasi.
Ketika proses metabolisme meningkat, kadar CO2 intraseluler juga meningkat. Ini berpengaruh pada kemungkinan pembentukan H2CO3 yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan pembentukan ion H +. Mekanisme
pernapasan
berfungsi
meningkatkan
ventilasi
untuk
mengurangi tekanan CO2 intraseluler sehingga pembentukan H2CO3 menjadi berkurang. 3 c. Mekanisme Ginjal Ginjal mengontrol keseimbangan asam-basa dengan mengeluarkan urine asam atau basa. Mekanisme pengeluaran urin asam dan basa sesungguhnya merupakan mekanisme pengontrolan ginjal terhadap ekskresi dan reabsorpsi ion bikarbonat. Reabsorpsi ion bikarbonat dan ekskresi ion hidrogen keduanya dicapai melalui proses sekresi ion hidrogen oleh tubulus sebab ion bikarbonar harus bereaksi dengan satu ion hidrogen agar dapat direabsorpsi. Sejumlah besar ion bikarbonat disaring terus-menerus ke dalam tubulus. Jika kondisi keasaman tubuh meningkat (pH menurun), proses reabsorpsi bikarbonat akan ditingkatkan untuk mempertahankan pH tubuh. Selain itu tubuh juga akan memproduksi bikarbonat baru yang akan ditambahkan ke dalam cairan ekstraseluler sehingga urin yang dikeluarkan menjadi asam. 3 Sebaliknya, bila pH meningkat karena kekurangan ion hidrogen dalam cairan ekstraseluler (alkalosis), ginjal tidak akan mereabsorpsi semua ion bikarbonat yang disaring sehingga akan meningkatkan ekskresi bikarbonat. Karena ion bikarbonat normalnya menyangga hidrogen dalam cairan ekstraseluler, kehilangan satu ion bikarbonat sama dengan penambahan satu ion hidrogen dalam cairan ekstraseluler untuk kembali ke kondisi normal. Jadi, ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme dasar yaitu sekresi ion hidrogen, reabsorpsi ion bikarbonar yang difiltrasi, dan produksi ion bikarbonat baru. 3 2.13 Mekanisme Merasa Haus Ada beberapa stimulus yang dapat memicu rasa haus. Salah satu yang paling penting adalah peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular yang menyebabkan dehidrasi intraselular dari pusat rasa haus, dengan
demikian merangsang sensasi rasa haus. Kegunaan dari respon ini sangat jelas
yaitu
membantu
mengencerkan
cairan
ekstraselular
dan
mengembalikan osmolaritas kembali ke normal. 12 Penurunan volume cairan ekstraselular dan tekanan arterial juga merangsang rasa haus melalui suatu jalur yang tidak bergantung pada jalur yang distimulasi oleh peningkatan osmolaritas plasma. Jadi, kehilangan volume darah melalui pendarahan akan merangsang rasa haus walaupun mungkin tidak terjadi akibat input netral dari baroreseptor kardiopulmar dan baroreseptor arterial sistemik dalam sirkulasi. 12 Stimulus rasa haus ketiga yang penting adalah angiotensin II. Karena angiotensin II juga distimulasi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan hipovolemia dan tekanan darah rendah, pengaruhnya pada rasa haus membantu memulihkan volume darah dan tekanan darah kembali normal, bersama dengan kinerja lain dari angiotensin II pada ginjal untuk menurunkan ekskresi cairan. 12 Masih ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi asupan air. Kekeringan
pada
mulut
dan
membran
mukosa
esofagus
dapat
mendatangkan sensasi haus. Sebagai hasilnya, seseorang yang kehausan dapat segera merasakan kelegaan setelah dia minum air walaupun air tersebut belum diabsorpsi di sistem pencernaan. 12 Ginjal terus menerus harus mengeluarkan sejumlah cairan, bahkan saat seseorang dehidrasi untuk membebaskan tubuh dari kelebihan zat terlarut yang dikonsumsi atau dihasilkan oleh metabolisme. Dehidrasi terjadi jika tidak diambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan keseimbangan air. Jika pemasukan protein tinggi, metabolit-metabolit protein menimbulkan diuresis osmotik, dan jumlah air yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan adalah besar. Air juga hilang melalui evaporasi dari paru dan saluran pencernaan serta melalui evaporasi dan keringat dari kulit. Oleh karena itu, selalu ada kecendrungan untuk dehidrasi, dengan akibat peningkatan osmolaritas dan konsetrasi natrium ekstraselular. Ambang batas untuk minum manusia rata-rata adalah peningkatan natrium sekitar 2mEq/L di atas normal. 12
2.14 Keseimbangan Asam Dalam Tubuh Ginjal secara umum berfungsi untuk membantu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal. Ginjal dapat mengatur keseimbangan asam–basa di tubuh dengan menyekresikan ion hidrogen (H+). Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam cairan tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urin. Ion hidrogen dapat disekresikan oleh tubulus proksimal, distal atau koligentes, dengan tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman carian tubuh. Ketika cairan tubuh terlalu asam, maka sekresi H+ meningkat. Sekresi H+ berkurang jika konsentrasi H+ di cairan tubuh terlalu rendah.3 Asam secara terus menerus ditambahkan ke dalam cairan tubuh akibat aktivitas metabolik. H+ yang terus menerus dibentuk harus dikeluarkan dari tubuh. Ion hidrogen yang ada di ginjal berasal dari asam sulfur, fosfat, laktat, dan asam lainnya. Ginjal juga dapat membuang kelebihan H+ yang berasal dari asam karbonat.3 Konsentrasi H+ plasma sangat rendah, maka laju filtrasinya juga sangat rendah. Jumlah H+ terfiltrasi yang sangat kecil ini diekskresikan di urin. Sebagian besar H+ yang dieksresikan masuk ke cairan tubulus melalui sekresi aktif. 3 CO2 dan H2O di sel tubulus dipengaruhi oleh karbonat anhidrasi, membentuk H2CO3 yang terurai menjadi H+ dan HCO3-. Kemudian H+ diangkut keluar sel menuju lumen tubulus. Di suatu bagian nefron, sel tubulus memindahkan Na+ yang berasal dari filtrasi glomerulus dalam arah berlawanan sehingga sekresi H+ dan reabsorpsi Na+ berkaitan secara parsial.3 H+ yang disekresikan harus didapat di cairan tubulus untuk mencegah peningkatan gradien konsentrasi H+ yang dapat menghambat sekresi H+ lebih lanjut. Dalam keadaan normal, H+ disangga oleh pasangan dapat fosfat urin, yang banyak di cairan tubulus karena kelebihan fosfat dari makanan tumpah ke dalam urin untuk dieksresikan dari tubuh. Pada asidosis, ketika semua dapat fosfat terpakai untuk menyangga kelebihan H+ yang disekresi, ginjal mengeluarkan NH3 ke dalam cairan tubulus untuk berfungsi sebagai dapar sehingga sekresi H+ dapat berlanjut.4
Konsentraasi ion hydrogen sering dinyatakan dalam pH, yaitu logaritma 1/[H+]. pH normal plasma adalah 7,4 sedikit basa dibandingkan dengan H2O
netral, yang pH-nya 7,0. pH yang lebih rendah daripada
normal [H+] lebih rendah daripada normal menunjukkan keadaan alkalosis.4 Fluktuasi [H+] menimbulkan efek besar pada kimia tubuh, terutama (1) perubahan eksitabilitas neuromuskulus, dengan asidosis menekan eksitabilitas, khususnya di susunan saraf pusat, dan alkalosis menyebabkan eksitabilitas berlebihan baik di saraf perifer maupun di susunan saraf pusat; (2) gangguan reaksi-reaks metabolic normal dengan mengubah struktur dan fungsi semua enzim; dan (3) perubahan [K +] plasma yang ditimbulkan oleh perubahan laju eleminasi K+ yang diinduksi oleh H+, oleh ginjal.4 Tantangan utama dalam mengontrol keseimbangan asam-basa adalah mempertahankan kebasaan plasma normal karena terjadi penambahan terus menerus H+. dengan bekerja sesuai hukum aksi massa, pasangan dapat dapat segera bekerja untuk meminimalkan perubahan pH.4 Empat
jenis
ketidakseimbangan
asam-basa
adalah
asidosis
respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, dan alkalosis metabolik. Gangguan asam-basa respiratorik berakar pada penyimpangan [CO2] dari normal, sementara ketidakseimbangan asam-basa metabolic mencakup semua penyimpangan pH selain yang disebabkan [CO2].4 2.15 Hal-hal Yang Dapat Mempengaruhi Osmolaritas Cairan Tubuh Osmolaritas suatu cairan adalah ukuran konsentrasi masing-masing partikel zat terlarut yang terdapat di dalam cairan tersebut. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut, semakin rendah konsentrasi H 2O, semakin tinggi osmolaritas. Semakin tinggi konsnetrasi H2O, semakin rendah konsentrasi zat terlarut, semakin rendah osmolaritas.3 Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel berhubungan erat dengan konsentrasi natrium karena natrium merupakan ion terbanyak dalam ruang ekstrasel. Jika kadar natrium dalam plasma meningkat, maka osmolaritas cairan ekstrasel juga meningkat, dan sebaliknya. Secara normal, konsentrasi natrium plasma diatur dalam batas yang kecil, 140-145 mEq/L dengan konsentrasi rata-rata sekitar 142 mEq/L. Osmolaritas rata-rata bernilai sekitar 300 mOsm/L dan jarang berubah melebihi ± 2-3%.4
2.16 Hubungan Aktifitas Fisik Terhadap Produksi Urin Ginjal mengatur keseimbangan cairan
melalui
pengaturan
pengeluaran urin. Selama beraktivitas cukup berat, filtrasi glomerulus dan aliran darah renal menurun, sehingga pengeluaran urin pun berkurang. Saat beraktivitas cukup berat, jumlah keringat meningkat akibat mekanisme untuk menurunkan suhu tubuh. Ketika berkeringat, tubuh tidak hanya mengeluarkan air, tetapi juga garam (NaCl) sehingga kadarnya dalam plasma dan cairan ekstraseluler menurun. Hal ini memacu ginjal untuk mengatur sekresi garam dan air melalui sekresi ADH (Anti Diuretic Hormone) dan aldosteron. Mekanisme pengaturan melalui aldosteron yaitu melalui mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron yang menyebabkan peningkatan reabsorbsi Na yang diikuti reabsorbsi air, sehingga menurunkan volume urin yang diekskresikan.12 Selain meningkatkan panas tubuh dan mengeluarkan keringat, saat beraktivitas fisik berat juga terjadi peningkatan respirasi yang akan berdampak pada peningkatan kehilangan cairan yang tidak dirasakan (insensible water loss) sehingga menyebabkan pemekatan urin dan penurunan jumlah urin.4 2.17 Hubungan Jumlah Cairan Yang Dikonsumsi Dengan Produksi Urin Air adalah komponen tubuh manusia yang paling banyak rata rata membentuk 60% berat tubuh tetapi berkisar dari 40% hingga 80%. Kandungan H2O seseorang relatif tidak berubah terutama karena ginjal secara efisien mengatur keseimbangan H2O, tetapi persentase H2O tubuh bervariasi dari orang ke orang.3 Produksi urin berhubungan dengan asupan cairan yang diminum. Urin akan banyak bila seseorang minum air dengan berlebihan dan sebaliknya, urin akan sedikit bila seseorang sedikit minum. Volume urin yang berlebihan untuk orang dewasa bila lebih dari 2,5 liter per hari. Akan tetapi hal ini dapat bervariasi tergantung dari seberapa banyak air yang diminum dan yang dibutuhkan oleh tubuh. 13 2.18 Hubungan Usia Dengan Produksi Urin
Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin. Darah yang masuk akan disaring oleh unit terkecil dari ginjal, yang disebut nefron. Pada lansia terjadi penurunan jumlah nefron sebesar 57% setiap dekade mulai usia 25 tahun. Bersihan kreatinin (CCT) menurun 0,75 ml/tahun dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolisme lewat urin, termasuk sisa obat-obatan.1 Selain itu, presentase H2O tubuh juga berkurang progresif seiring usia sehingga produksi urin menjadi lebih sedikit. 3,14 2.19 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Produksi Urin Presentase H2O tubuh dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia individu. Wanita memiliki presentase H2O yang lebih rendah daripada pria, terutama karena hormon seks wanita, estrogen, mendorong pengendapan lemak di payudara, bokong dan tempat lain. Hal ini tidak saja menghasilkan bentuk tubuh wanita tetapi juga menganugerahi wanita proporsi jaringan lemak yang lebih banyak dan karenanya proporsi H2O yang lebih kecil, sehingga mempengaruhi jumlah dari urin yang dikeluarkan. 3 2.20 Penyakit Yang Dapat Timbul Apabila Kebiasaan Yang Dilakukan Danang Diteruskan Kebiasaan danang jika diteruskan akan menyababkan suatu penyakit, seperti penyakit gagal ginjal. Jika fungsi kedua ginjal terganggu, yang menyababkan keduanya tidak dapat melaksanakan fungsi regulasi dan ekskresinya untuk mempertahankan homeostasis, maka timbulah gagal ginjal. Penyakit ini memiliki banyak sebab seperti: 3 a. Organisme penginfeksi, organisme ini berasal dari luar tubuh yang dapat mesuk melalui aliran darah maupun masuk langsung ke saluran kemih melalui uretra b. Bahan toksik, merupakan bahan yang berasal dari luar tubuh, misalnya arsen, timbal, pestisida, atau aspirin dosis tinggi c. Respon imun yang tidak sesuai, misalnya glomerulonephritis, yang kadang menyertau
infeski steptokokus
di tenggorokkan
kerena
terbentuknya antigen, sehingga menyebabkan kerusakan inflamtorik lokal di glomerulus d. Obstruksi aliran urin, akibat batu ginjal (jika kebiasaan sedikit minum, diteruskan); tumor; atau pembesaran batu prostat, dengan tekanana mengurangi filtrasi glomerulus serta merusak jaringan ginjal e. Insifisiensi aliran darah ginjal, yang menyababkan kurangnya tekanan filtrasi, akibat gangguan sekunder sirkulasi, misalnya gagal jantung, perdarahan, syok, atau penyempitan dan pengerasan arteri renalis oleh arterosklerosis.
Adapun penyebab gagal ginjal dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal akut (GGA), yang ditandai oleh kemerosotan produksi urin yang berlangsung cepat dan muncul mendadak sampai produksi urin <500 ml/hari; atau gagal ginjal kronis (GGK), yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lambat progresif. 2.21 Urin Danang Berwarna Kuning Bening Setelah Sarapan Pagi Berdasarkan data dari hasil interpretasi data klinis bisa dikatakan bahwa pada saat pagi setelah sarapan kondisi urin danang itu normal, bahkan disaat sore meskipun agak kekuningan sebenarnya kondisi urin Danang masih bisa dikatakan normal. 9 2.22 Pola Hidup Sehat Untuk Kesehatan Sistem Urinaria14 a. Penuhi asupan cairan tubuh harian b. Perhatikan jumlah asupan natrium dan klorida c. Hindari konsumsi minuman atau obat yang mengandung zat diuretik d. Hindari stress e. Jaga kebersihan saat dan setelah BAK f. Olahraga teratur g. Istirahat yang cukup
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Perubahan kepekatan dan volume uirn Danang dipengaruhi oleh respon tubuh untuk mempertahankan homeostasis cairan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. O’callaghan, Chris. At a Glance Sitem Ginjal Edisi kedua. Jakarta: Erlangga; 2009 2. Junqeira, L.C. & Jose Carneiro. Basic Histology. Lange Medical Publications, California. 3. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta : EGC; 2012, p. 511-56; 558-93; 611 4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC; 2011, p.307; 376-377; 5. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC. 2000 6. Murray, Robert K. Granner, Daryl K. Mayes, Peter A. Rodwell, Victor W. Harper’s Illustrated Biochemistry. Edisi 27. New York: Mc. Graw Hill. 2013 7. Nurachmah, Elly, dan Rida Angriani. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Edisi Indonesia. Jakarta: Salemba Medika; 2011 8. Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2012 9. Kementrian Kesehatan republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta; 2011 p. 47-51 10. Tarwoto, Wartonah. Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika; 2006 11. F. Ganong, William. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: MC Graw Hill; 2002
12. Mary Jones, Richard Fosbery, Dennis Taylor & Jennifer Gregory. 2003. Biology 2nd edition h. 280. Cambridge University Press. 13. Gerber GS, Brendler CB. 2011. Evaluation of the urologic patient: In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 14. Noorkasiani dan Tamher S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
LAPORAN PLENO PEMICU 1 MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH KELOMPOK DISKUSI 1
Disusun Oleh: John Esmar Jikow G
I11109034
Yosepha Stephani
I11110034
Ryan Wirawan
I11112052
Muthiah Azzahra
I11112071
Muhammad Anugerah Perdana I1011131001 Zainul Arifin
I1011131008
FildzahAisyah
I1011131010
Tiara Grhanesia Denashurya
I1011131016
Fida Alawiyah
I1011131027
Yosefa Rosari Violetta
I1011131053
Riska Nazaria
I1011131071
Likardo Yosi
I1011131075
Febriska Taradipa
I1011131084
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak 2015