LAPORAN PRAKTIKUM BIOSAINS DETEKSI APOPTOSIS Dosen : AGUSTINA TRI ENDHARTI,S.Si, Ph.D
Oleh: Yulina Ris!" Kaa#an $%%&'&$&&$$$&&(
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK )AKULTAS KEDOKTERAN UNI*ERSITAS BRA+IAYA -&$'
BAB $ PENDAHULUAN
$.$ Laa Bela!an/
Apoptosis adalah mekanisme kematian sel yang terprogram yang penting dalam berbagai proses biologi. Berbeda dengan nekrosis, yang merupakan bentuk kematian sel sebagai akibat sel yang terluka akut, apoptosis terjadi dalam proses yang diatur sedemikian rupa yang secara umum memberi keuntungan selama siklus kehidupan suatu organisme. Pada jaringan yang hidup perlu dilakukan deteksi apoptosis untik mengetahui tingkat kemaitan sel yang terjadi secara proses fisiologis sehingga dapat dikeathui pengaruh suatu perlakuan pada sel atau janringan. Proses deteksi aopotosis sendiri dapat dilakukan dengan melaukan identifikasi dari sel, umunya sel yang mengalami apoptosis akan berubah ukuran dan bentuknya sehingga dapat dibedakan menggunakan alat spektrofotometer setlah dilakukan pewarnaan. Bebebrapa metode yang dapat digunakan dalam proses deteksi adalah Metode yang umum untuk mendeteksi fragmentasi DNA secara enimatis adalah !"N#$ %Terminal deoxynucleotidyl Transferase-mediated dUTP Nick End Labeling &. 'eagen !"N#$ terdiri dari enim terminal transferase yang bertugas mengenali ujungujung ()*+ %nick end & yang dihasilkan oleh fragmentasi DNA dan fluoresceind"!P untuk mem-isualisasikan ujung ()*+ tersebut yang dapat diamati menggunakan mikroskop fluoresensi atau flow cytometry. "ntuk mem-isualisasikan perbandingan sel apoptosis dengan sel nonapoptosis dalam satu lapang pandang pengamatan, digunakan metode double staining menggunakan reagen !"N#$ dan propidium iodida. !"N#$ hanya akan mendeteksi sel apoptosis dan memberikan fluoresensi hijau, sedangkan propidium iodida akan mendeteksi sel nonapoptosis dan memberikan fluoresensi merah
$.- Tu0uan
. "ntuk mengetahui bagaimana proses deteksi apoptosis pada jaringan hidup /. "ntuk mengetahui perbedaan dan perbandingan antara proses apoptosis pada jaringan hidup dan yang dibiakkan di media kultur
BAB TINAUAN PUSTAKA
-.$ A1o1osis Peanan a1o1osis
Apoptosis memiliki peranan penting dalam fenomena biologis, proses apoptosis yang tidak sempurna dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang sangat ber-ariasi. !erlalu banyak apoptosis menyebabkan sel mengalami kekacauan, sebagaimana terlalu sedikit apoptosis juga menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol %kanker&. Beberapa contoh penyakit yang ditimbulkan karena apoptosis yang tidak sempurna antara lain0 a. Penyakit autoimun disebabkan karena sel !1B yang autoreaktif terus menerus. b. Neurodegeneration, seperti pada penyakit Alheimer dan Parkinson, akibat dari apoptosis prematur yang berlebihan pada neuron di otak. Neuron yang tersisa tidak mempunyai kemampuan untuk meregenerasi sel yang hilang. c. 2troke iskemik, aliran darah ke bagianbagian tertentu dari otak dibatasi sehingga dapat menyebabkan kematian sel saraf melalui peningkatan apoptosis. d. 3anker, sel tumor kehilangan kemampuannya untuk melaksanakan apoptosis sehingga proliferasi sel meningkat. )un/si a1o1osis
a. 2el yang rusak atau terinfeksi Apoptosis dapat terjadi secara langsung ketika sel yang rusak tidak bisa diperbaiki lagi atau terinfeksi oleh -irus. 3eputusan untuk melakukan apoptosis dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan di sekitarnya, atau dari sel yang merupakan bagian sistem imun. 4ika kemampuan sel untuk berapoptosis rusak atau jika inisiasi apotosis dihambat, sel yang rusak dapat terus membelah tanpa batas, berkembang menjadi kanker. b. 'espon terhadap stress atau kerusakan DNA 3ondisi stress sebagaimana kerusakan DNA sel yang disebabkan senyawa toksik atau pemaparan sinar ultra-iolet atau radiasi ionisasi %sinar gamma atau sinar 5&, dapat menginduksi sel untuk memulai proses apoptosis. 6ontohnya pada kerusakan genom dalam inti sel, adanya enim PA'P memacu terjadinya apoptosis. #nim ini memiliki peranan penting dalam menjaga integritas genom, tetapi akti-asinya secara berlebihan dapat
menghabiskan A!P, sehingga dapat mengubah proses kematian sel menjadi nekrosis %kematian sel yang tidak terprogram&. c. +omeostasis +omeostasis adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh organisme yang dibutuhkan organisme hidup untuk menjaga keadaan internalnya dalam batas tertentu. +omeostasis tercapai saat tingkat mitosis %proliferasi& dalam jaringan seimbang dengan kematian sel. 4ika keseimbangan ini terganggu dapat terjadi 0 . sel membelah lebih cepat dari sel mati. /. sel membelah lebih lambat dari sel mati. Me!anis#e a1o1osis
Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. 2ecara garis besarnya apoptosis dibagi menjadi 7 tahap, yaitu 0 . Adanya signal kematian %penginduksi apoptosis&. /. !ahap integrasi atau pengaturan %transduksi signal, induksi gen apoptosis yang berhubungan, dll& (. !ahap pelaksanaan apoptosis %degradasi DNA, pembongkaran sel, dll& 7. 8agositosis. Si/nal Pen/in2u!si A1o1osis
Apoptosis tidak memerlukan suatu proses transkripsi atau translasi. Molecular machine yang dibutuhkan untuk kematian sel dianggap mengalami dormansi dan hanya memerlukan akti-asi yang cepat. 2ignal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstraseluler dan intraseluler. 2ignal ekstraseluler contohnya hormon hormon. +ormon tiroksin menginduksi apoptosis pada ekor tadpole. Apoptosis juga bisa dipicu oleh kurangnya signal yang dibutuhkan sel untuk bertahan hidup seperti growth factor. 2el lain, sel berhubungan dengan sel yang berdekatan juga bisa memberikan signal untuk apoptosis. 2ignal intraseluler misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal bebas, dan gangguan pada siklus sel. 3edua jalur penginduksi tersebut bertemu di dalam sel, berubah menjadi famili protein pengeksekusi utama yang dikenal sebagai 3as1ase. 2el yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap penginduksi apoptosis. Misalnya sel splenic limfosit akan mengalami apoptosis saat terpapar radiasi ionisasi, sedangkan sel myocyte tidak mengalami apoptosis untuk pemaparan yang sama.
Re/ulao Mole!ule 2ai A1o1osis
2ignal kematian dihubungkan dengan pelaksanaan apoptosis oleh tahap integrasi atau pengaturan. Pada tahap ini terdapat molekul regulator positif atau negatif yang dapat menghambat, memacu, mencegah apoptosis sehingga menentukan apakah sel tetap hidup atau mengalami apoptosis %mati&. Apoptosis diperantarai oleh famili protease yang disebut caspase, yang diaktifkan melalui proteolisis dari bentuk prekursor inaktifnya %ymogen&. 4as1ase
6aspase merupakan endoprotease yang memiliki sisi aktif 6ys %6& dan membelah pada terminal 6 pada residu Asp, oleh karena itu dikenal sebagai 6aspases %6ys containing Asp specific protease&. 2aat ini telah ditemukan ( anggota 5a#ili 3as1ases pada manusia. Beberapa anggota famili caspase yang terlibat dalam apoptosis dibedakan menjadi / golongan. 9olongan yang pertama terdiri dari caspase :, ;,< yang mengandung prodomain yang panjang pada terminal N, fungsinya sebagai inisiao dalam proses kematian sel. 9olongan yang kedua terdiri dari caspase (, =, > yang mengandung prodomain yang pendek dan berfungsi sebagai e5e!o , membelah berbagai substrat yang mati yang pada akhirnya menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia yang tampak pada sel yang mengalami apoptosis. Molekul efektor lain dalam apoptosis adalah Apaf %apoptotic protease acti-ating factor& bersama sitokrom c mengambil procaspase ; di A!Pdependent manner, dan menstimulasi proses perubahan procaspase ; menjadi caspase ;. 'egulator apoptosis yang lain adalah anggota 5a#ili B3l6-. 2aat ini ada : anggota famili Bcl/ yang telah diidentifikasi, dan dibagi ke dalam ( grup berdasarkan strukturnya. Anggota grup pertama diwakili oleh Bcl/ dan Bcl?$ yang berfungsi sebagai antiapoptosis. Anggota grup kedua diwakili oleh Ba? dan Bak %Bcl/ associated killer&, sebagaimana anggota grup yang ketiga yaitu Bid %a no-el B+( domainonly death agonist& dan Bad %the Bcl/ associated death molecule&, merupakan molekul proapoptosis %9ambar /&. @6# %@nterleukin 6on-erting #nim& secara normal tidak terlibat dalam apoptosis, tetapi akti-asi tiruannya dalam sel mamalia, dapat mendorong ke arah tersebut. Masingmasing caspase mempunyai urutan yang sama, dirancang untuk membelah, maka menjadi jelas caspase membelah satu sama lain dalam suatu jalur Me!anis#e 1en/a!i5an.
Dua rangkaian caspase saling melibatkan. ang satunya menginisiasi proses akti-asi caspase lainnya. Pertanyaannya siapa yang mengaktifkan caspase yang pertama !ampak meragukan, sampai peneliti menemukan bahwa caspase dapat diaktifkan jika mereka
mengumpul pada konsentrasi kritik. @ni bisa terjadi oleh ikatan molekul signal bunuh diri di permukaan sel. Perubahan konformasi reseptor dapat mendorong ke arah agregasi dari molekul reseptor permukaan dengan serentak dengan agregasi caspases intraseluler reseptor agregasi. Ta/e 4as1ase
Apoptosis melibatkan0 . memadatkan inti sel /. memadatkan dan membagibagi sitoplasma ke dalam selaput ikat badan apoptotis (. rusaknya kromosom ke dalam fragmen yang berisi berbagai nukleosom !arget protein pada umumnya harus protein lain, suatu DNA endonuklease. 3etika protein target pecah, DNase bebas untuk berpindah tempat ke inti dan mulai pelaksanaan. Perubahan dalam apoptosis terjadi ketika caspase ( membelah gelsolin, suatu protein dilibatkan dalam pemeliharaan morfologi sel. 9elsolin yang dibelah membelah actin filamen di dalam sel. Protein yang lain diperlukan untuk membentuk badan apopotic0 suatu kinase yang disebut p/acti-ated kinase / %PA3/&. 3inase ini diaktifkan oleh caspase( dengan proteolisis terbatas.
-.- Dee!si A1o1osis
2el yang mengalami apoptosis dapat diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya maupun mikroskop elektron melalui ciriciri morfologis yang ditampakkan. 6iriciri tersebut antara lain 0 a. 2el menjadi bulat %sirkuler&. @ni terjadi karena struktur protein yang menyusun sitoskeleton dicerna oleh enim peptidase spesifik yang disebut caspaspse yang telah diaktifkan di dalam sel. b. 3romatin %DNA dan proteinprotein yang terbungkus di dalam inti sel& mulai mengalami degradasi dan kondensasi. c. 3romatin mengalami kondensasi lebih lanjut, menjadi semakin memadat. Pada tahap ini, membran yang mengelilingi inti sel masih tampak utuh, walaupun caspase tertentu telah melakukan degradasi protein pori inti sel dan mulai mendegradasi lamin yang terletak dalam lingkungan inti sel. d. $ingkungan dalam inti sel tampak terputus dan DNA di dalamnya terfragmentasi %proses ini dikenal dengan karyorrhexis&. @nti sel pecah melepaskan berbagai bentuk kromatin atau unit nukleosom karena disebabkan degradasi DNA.
e. Plasma membran mengalami blebbing . f. 2el tersebut kemudian di)makan) atau pecah menjadi gelembunggelembung yang disebut aototic bodies dan kemudian di)makan).
2el yang mengalami apoptosis juga dapat dikenali dengan 0 a. Penandaan inti yang mengalami kondensasi dengan pewarna fluorescence +oechst atau DAP@. b. 2el yang mengalami apoptosis mengeluarkan P2 % Phoshatidil !erin" pada permukaan ekstraselulernya, sehingga dapat ditandai dengan anne?in C yang dilabeli fluorescence. P2 secara normal terdapat pada cytosolic surface dari membran plasma %di bagian dalam membran plasma&, tetapi diredistribusikan ke permukaan ekstraseluler selama apoptosis oleh protein hipotetik yang dikenal sebagai scramblase. c.
DNA
yang
terfagmentasi
dapat
dideteksi
dengan
!"N#$
%!erminal
deo?ynuclotidyltransferasemediated "!P end labelling& atau elektroforesis DNA yang diisolasi dalam gel agarosa. !"N#$ juga dapat digunakan untuk mendeteksi enim yang terlibat dalam pengrusakan inti sel.
-.7 Kulu ain/an
3ultur jaringan hewan adalah metode mengembangkan jaringan mahluk hidup dengan memanfaatkan sifat totipotensi sel yaitu setiap sel mengandung seluruh informasi genetik dan mempunyai kemampuan untuk dapat berkembang menjadi indi-idu yang sama dengan induknya. 3ultur pada hewan yang dapat digunakan adalah dengan kultur sel, jaringan, dan organ. 3ultur sel adalah teknik pemeliharaan sel di dalam kondisi in-itro. 2eperti halnya pada kultur organ, kultur bakal organ, maupun kultur jaringan, kultur sel juga mempertahankan karakteristik sel seperti saat sel tersebut berada di dalam kondisi in-i-o. 2el hewan diisolasi dari organ yang bersangkutan. 2elanjutnya, sel diupayakan untuk terpisah satu dari yang lainnya. 2el hewan dipisahkan secara mekanis dan secara enimatis. 2elsel yang diperoleh sebagian dipelihara di dalam kultur suspensi, dan sebagian dipelihara di dalam kultur yang melekat. 2elanjutnya kultur tersebut dipelihara di dalam medium yang dilengkapi dengan serum di dalam suhu yang sesuai dengan asalnya. "ntuk sel mamalia suhu pemeliharaan adalah (>6 dan untuk sel a-es suhu pemeliharaannya adalah (;6. "kuran keberhasilan yang dapat digunakan dalam pembuatan kultur ini adalah tidak adanya kontaminasi pada kultur, kesehatan sel selama dipelihara di dalam kondisi in-itro,
dan keberhasilan sel memperbanyak diri. Menurut $istyorini %/<<&, cara pembuatan kultur sel hewan adalah sebagai berikut.
a. Menyiapkan peralatan kultur yang dipakai, mematikan hewan coba secara mekanis kemudian mengambil organ atau jaringan yang dikehendaki untuk dibuat kultur selnya, mencuci organ atau jaringan di dalam larutan garam seimbang kemudian memindahkan ke dalam wadah lain yang berisi larutan garam seimbang segar, Memindahan bahan yang akan dikultur ke dalam sterile bench, kemudian melakukan penyiapan sel untuk dikultur.
b. Penyiapan secara mekanis dilakukan dengan memotong organ atau jaringan, mencuci potongan tersebut menggunakan larutan garam seimbang, memindahkan potongan %ekplan& ke dalam wadah yang berisi larutan garam seimbang segar, menanam eksplan ke dalam cawan atau botol kultur dan menambahkan medium kultur yang telah ditambahkan dengan serum dan memelihara kultur di dalam inkubator 6*/ dengan suhu yang sesuai. 8ungsi larutan garam seimbang adalah untuk memberikan lingkungan fisiologis dan fisik yang baik bagi sel selama sel, jaringan atau organ dipersiapkan.
c. Penyiapan secara enimatis dilakukan dengan memindahkan eksplan ke dalam labu erlenmeyer dengan adanya larutan tripsin EF di dalam medium tanpa serum, mengaduk suspensi di atas magnetic stirrer dengan kecepatan sedang, setelah didapkan suspensi sel, barulah menambahkan medium yang mengandung serum kemudian melakukan sentrifuge dengan kecepatan E<< rpm selama E menit. 3emudian membuang supernatan dan mengganti dengan medium segar yang mengandung serum. "ntuk kultur yang melekat menanam sebagian sel ke dalam cawan atau botol kultur untuk kultur melekat dan menambahkan medium yang mengandung serum
-.( )lo83"o#ei
Metode flow cytometry adalah teknik untuk mengukur sel yang memiliki berbagai karakteristik atau molekul di permukaan maupun di dalam sitoplasma pada suspensi sel. Metode ini dilakukan dengan cara mengamati bagaimana sel tersebut mengalir di dalam cairan. Molekul yang menjadi target tersebut biasanya diikat dengan antibodi monoklonal yang berlabel fluorokrom tertentu. 3emudian sel dilewatkan celah sempit, dan ditembak sinar. Pada suatu populasi sel yang sejenis, misal pada sel kanker yang diberi perlakuan suatu
senyawa sitotoksik, dapat dilakukan analisis terhadap fase fase daur sel, sel apoptosis, serta sel yang mengalami poliploidi.
-.9 Annein6* Se;a/ai Dee!si Sel A1o1osis
Anne?in C pertama kali dilaporkan oleh Bohn et al, yang mengisolasi protein dari plasenta manusia dan menyebutnya dengan istilah placental protein 7 %PP7&, dan oleh 'eutelingsperger yang mengisolasinya dari tali pusar. 2etelah dilakukan kloning dan sekuensing cDNA anne?in C manusia, protein tersebut disebut anne?in C karena kemiripannya dengan 8amili protein anne?in. Anne?in C secara spesifik dapat berikatan dengan fosfatidilserin yang berada pada membran plasma pada saat sel mngalami proses apoptosis. 8osfatidilserine merupakan aminofosfolipid yang akan keluar ke permukaan membran plasma pada saat apoptosis, di mana keberadaanya dibutuhkan untk mengenali sel yang mati. 8osfatidilserine digunakan sebagai eraly marker apoptosis sel.
BAB 7 METODOLOGI
7.$ Ala 2an Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum deteksi apoptosis kali ini adalah 0 a&
Petri dish steril
b&
2entrifuge dingin
c&
Micropipet
d&
!abung sentrifuge steril E ml
e&
!abung sentrifuge steril E< ml
f&
2wing centrifugated
g&
!ips steril ml dan /<< Gl
h&
6*/ incubator
i&
$aminary air flow
j&
6ell strainer
k&
!abung steril ,E ml
2edangkan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah 0 a& b& c& d& e& f&
$impa mencit Posphate buffer saline %PB2& /F 8etal Bo-ine 2erum %8B2& pada media 'PM@ /F 8etal Bo-ine 2erum %8B2& pada PB2 'ed blood cell %'B6& lysis buffer Anne?in CPi sataining kit untuk digunakan pada flowcytometri
7.- Pose2u
Pada praktikum kali ini digunakan organ limpa dari mencit, terdapat dua perlakuan yang berbeda yaitu menggunakan limpa dari mencit yang baru dikorbankan dan sel limpa %2plenocyte& mencit yang telah dibiakkan di media kultur. 2edangkan prosedur yang dilakukan adalah 0 & /&
Masukkan limpa pada petridish yang berisi (ml PB2/F 862 $umatkan limpa pada larutan PB2/F 862, lalu saring sel limpa dengan melakukan
(& 7&
sentrifugasi pada kecepatan /<< rpm pada suhu 7 o6 selama E menit Ambil bagian supernatan !ambahkan (ml 'B6 lysis buffer, campurkan secara perlahan dan sentrifuge pada
E&
kecepatan E<< rpm, suhu 7 o6 selama E menit 6uci sel limpa dengan PB2 dingin, dan tambahkan /ml PB2/F862 dengan perkiraan jumlah sel ?<: sel
=&
Pindahkan << Gl larutan sel %H? <= sel& pad tabung ukuran ,E ml, $alu
>&
kumpulkan sel dengan sentrifuge pada kecepatan E<< rpm, suhu 7 o6 selama E menit 2iapkan tabung lain dan tambahkan ,E Gl Anne?in C ditambah << Gl staining buffer
:&
%larutan disiapkan untuk 7 sampel& !ambahkan /E Gl larutan anne?in C pada tiap tabung, campurkan dengan metode
pipetting ;& @nkubasi tabung selama E menit pada suhu 7 o6 dan ruangan gelap <& !ambahkan /<< Gl staining buffer pada tabung, lalu campur dengan metode pipetting, dan cuci sel dengan melakukan sentriufgasi pada kecepatan /E<< rpm pada suhu 7 o6 &
selama ( menit Pada tabung lain siapkan ,E Gl dan tambahkan << Gl staining buffer %siapkan larutan
/& (&
untuk 7 sampel& !ambahkan /E Gl larutan P@ pada tiap tabing sampel 6ampurkan sel dengan metode pippeting dan inkubasi selama E menit, suhu 7 o6
7& E&
selama E menit !ambahkan (<< Gl PB2 yang mengandung /F 8B2 pada tiap tabung 6ampurkan kembali sel sebelum pewarnaan dan lakukan lagi sebelum dilakukan running pada mesin flowcytometri, disarankan sel dibaca pada mesin flowcytometri
=&
segera setelah disiapkan dalam jangka waktu jam. "ntuk sel splenocyte yang di biakkan di media kultur, dilakukan langkah (, lalu tanam ?<= sel di tiap well media pada /7 well. @nkubasi sel selama : jam pada suhu (>o6 pada inkubator EF 6*/. 2etelah kultur semalaman kumpulkan sel dengan sentrifugasi pada kecepatan E<< rpm, suhu 7 o6 selama E menit, lalu dilanjutkan dengan langkah E7
BAB ( HASIL DAN PEMBAHASAN
(.$ Hasil
Dari hasil pembacaan alat flowcytometri didapatkan hasil sebagai berikut 0 9rafik scatter sebaran sel apoptosispada limpa mencit yang diambil segar (annexin -
(annexin
(annexin -
(annexin
-
-
9rafik scatter sebaran sel apoptosis pada limpa mencit yang diambil segar /
9rafik scatter sebaran sel apoptosis pada limpa mencit yang dibiakkan pada media kultur
9rafik scatter sebaran sel apoptosis pada limpa mencit yang dibiakkan pada media kultur /
(.- Pe#;ahasan
Pada grafik pencar %scatter& sample sel 2plenocyte, sumbu ? menunjukkan ukuran sel, sedangkan sumbu y menunjukkan kompleksitas dari sel. Pada sumbu ?, semakin ke kanan, maka ukuran sel semakin besar. 2edangkan pada sumbu y, semakin ke atas maka kompleksitas sel semakin tinggi, yang dapat pula diartikan bahwa semakin ke atas maka semakin tinggi granularitas sel tersebut. Pada grafik scatter menunjukkan bahwa semua sampel memiliki hasil anne?in C tersebar di daerah Anne?in C negatif dan juga lebih banyak tersebar di daerah P@. 'eaksi yang
terjadi
sel
sel
splenocyte
yang
mengalami
apoptosis
adalah
adanya
translokasi1perpindahan membran fosfolipid fosfatydilserine dari dalam keluar membran plasma. 2edangkan Anne?in C merupakan fosfolipid binding protein dengan berat molekul (E(= kDa yang memiliki afinitas sangat tinggi terhadap fosfolipid fosfatydilserine. 3eberadaan fosfolipid fosfatydilserine senidri dapat digunakan sebagai marker adanya pengenalan dan pemusnahan sel mati .2ehingga Anne?in C yang memiliki at pewarna 8@!6 akan berubah warna saat berikatan dengan fosfolipid fosfatydilserine yang berada di membran sel saat sel mengalami proses apoptosis. Anne?in C tidak dapat lagi berikatan dengan sel normal karena molekul tersebut tidak dapat berpenetrasi ke dalam lapisan fosfolipid bilayer. Namun pada sel mati, $apisan dalam membran akan dapat terikat secara ekstrinsik dengan anne?in C karena integritas membran plasma yang sudah hilang. +al ini juga menyebabkan anne?in C dapat berikatan dengan sel yang mengalami nekrosis.
Ga#;a (.$. 2kema 'epresentatif dari pengikatan Anne?in C terhadap membran sel yang
mengalami apoptosis 4ika pada tahap awal apoptosis Anne?inC akan berikatan dengan fosfolipid fosfatydilserine pada membran sel yang mengalami apoptosis. "ntuk membedakan antara sel
mati dan sel apoptosis, ditambahkan Proidium iodida %P@& pada suspensi sel. Propidium iodida merupakan penanda DNA yang bersifat membran impermeabel, sehingga sel mengalami apoptosis dari sel mati dapat dibedakan dengan pelabelan ganda anne?in C dan P@. 2edangkan pada apoptosis tahap akhir membran sel akan mengalami perubahan pada membran sel sehingga propidium iodida %P@& akan dapat masuk dan mewarnai sitoplasma sel. 2ehingga sel akan menunjukkan hasil Anne?in IC positif, dan P@ postif. 3edua hasil tersebut akan menggambarkan sebaran dan banyaknya sel apoptosis. Dari grafik sebaran akan dapat diindetifiasi banyaknya sel yang mengalami early apoptosis, late apoptosis maupun nekrosis. Dari hasil reaksi antara anne?in C dan P@ akan dapat membedakan sel normal %anne?in C1P@&, sel apoptosis awal %anne?in CJ1P@&, sel apoptosis akhir %anne?in C J1P@J&, dan sel mati %anne?in C1P@J&. Dari hasil praktikum yang dilaukan dketahui bahwa pada semua kelompok perlakuan sebaran sel terdapat di kuadran daerah sel normal %anne?in C1P@& dan pada daerah sel mati %anne?in C1P@J&. Dan sel yang mengalami apoptosis tidak banyak terlihat pada sebaran grafik scatter di daerah %anne?in CJ1P@& dan %anne?in C J1P@J&. +al tersebut merupakan penanda bahwa sel kebanyakan mengalami nekrosis dan sel yang mengalami apoptosis tidak terdeteksi. +al tersebut dapat disebabkan oleh berbgai faktor diantaranya adanya kesalahan saat pengenceran sel, sehingga sel apoptosis banyak yang terbuang pada saat proses washing dan pengenceran, atau pada saat proses transpor sel dari satu tempat ke tempat lain. 2ehingga sel akan segera mengalami kerusakan akbiat adanya faktor kerusakan fisik %suhu&. Pada sel splenocyte yang segar seharusnya akan mengalami proses early apoptosis yang lebih banyak daripada sel splenocyte yang berasal dari kultur. +al ini dikarenakan sel yang ditumbuhkan di media kultur telah mengalami siklus sel dan mendapat berbagi perlakuan yang berbeda daripada di dalam tubuh mencit, sehingga sel akan lebh banyak yang mengalami proses late apoptosis ataupun mengalami nekrosis.
BAB 9 PENUTUP
9.$ Kesi#1ulan
Pada praktikum deteksi apoptosis kali ini didapatkan hasil banyak sel yang mengalami proses nekrosis yang ditandai dengan reaksi Anne?in C dan P@ J. 2ehingga dapat disimpulkan telah terjadi kesalahan pada proses washing atau pemindahan sel. 2ehingga sel yang mengalami apoptosis tidak banyak terdeteksi
DA)TAR PUSTAKA
Bapat, 2. A. /<<;. #ancer !tem #ells$ %dentification and Target . New ork0 4ohn Kiley and 2ons. Boedina, 2iti. /<. %lmu &asar 'nkologi. 4akarta . 8akultas 3edokteran "ni-ersitas @ndonesia 3rysko, D, Berghe, !.C. /<<:. Apoptosis and Necrosis 0 Detection, discrimination adn phagocytosis. Methods. 77, /