LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PROYEK : RAK BUKU
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kelulusan Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas PTA 2013-2014
Disusun Oleh : Hari / Shift
: Jumat / 2 (Dua)
Kelompok
: 3 (Tiga)
1. Andri Saputra
(30410751)
2. Ario Windarto
(31410107)
3. Marulloh
(34410248)
4. Ricky Akbar R.
(35410889)
5. Warda Tizinia
(38410457)
Asisten Pembimbing : Faried Pradhana Putra
LABORATORIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Setelah diperiksa dengan seksama, laporan akhir ini telah memenuhi syarat sebagai Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas dengan Proyek Rak Buku. Sehingga dapat diajukan untuk mengikuti presentasi praktikum.
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Teknik Industri Lanjut
Dr. Emirul Bahar, ACSI
Penanggung Jawab
Asisten Pembimbing
Praktikum PTLF
Laporan Akhir PTLF
Faried Pradhana Putra
Faried Pradhana Putra
ii
ABSTRAKSI
Hari / Shift : Jumat / 2 (Dua) Nama Anggota : 1. Andri Saputra (30410751) 2. Ario Windarto (31410107) 3. Marulloh (34410248) 4. Ricky Akbar R. (35410889) 5. Warda Tizinia (38410457) PRAKTIKUM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS DENGAN PROYEK : RAK BUKU. Laporan Akhir Praktikum PTLF, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma, PTA 2013-2014. Kata Kunci : CV. Rajawali Nusantara, Rak Buku, Jumlah Mesin, Luas Lantai, OMH, Badan Hukum, Karakteristik, Ketenagakerjaan, Finansial, Tata Letak. (xi + 89 + Lampiran) Tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam hal kecukupan kapasitas produksi, kelancaran proses, fleksibilitas operasi, dan ongkos penanganan material, serta untuk kenyamanan kerja. Perusahaan yang mengabaikan tata letak yang baik tentunya akan mengalami permasalahan seperti output produksi yang tidak mencapai target, sering terjadinya kemacetan dalam aliran produksi, dan beresiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator. Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya akan mengakibatkan perusahaan hanya akan mengalami kerugian. Maka dari itu, diperlukan suatu perancangan tata letak fasilitas yang meliputi perencanaan dan penyusunan fasilitas-fasilitas fisik baik berupa peralatan maupun bangunan untuk mengoptimalkan hubungan antara tenaga kerja, aliran material dari bagian penerimaan barang, fabrikasi, hingga pengiriman produk jadi dan aliran informasi untuk mencapai tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman. Perancangan tata letak fasilitas dalam laporan akhir ini diterapkan pada CV. Rajawali Nusantara. CV. Rajawali Nusantara terletak di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. CV. Rajawali Nusantara untuk memproduksi rak buku sebanyak 30 unit per hari membutuhkan 14 unit meja fabrikasi, 14 unit mesin potong, 6 unit mesin serut, 2 unit mesin bor, dan 4 meja perakitan. Total luas lantai produksi sebesar 767,70031 m2. Total ongkos penanganan material (OMH) pada CV. Rajawali Nusantara adalah sebesar Rp 103.195. Aliran material yang diterapkan pada lantai produksi adalah U-shaped. Luas lantai perkantoran sebesar 268 m2 dan luas lantai fasilitas sebesar 764 m2. Total gaji tenaga kerja langsung Rp 47.150.000 per bulan, total gaji tenaga kerja langsung perkantoran Rp 12.800.000 per bulan, dan total gaji tenaga kerja tidak langsung non perkantoran Rp 5.200.000 per bulan. Harga jual rak buku per unit dengan profit 40% yaitu Rp 396.324. Berdasarkan metode payback perid (PP), net present value (NPV), dan
iii
internal rate of return (IRR) menunjukkan bahwa investasi pada CV. Rajawali Nusantara dianggap layak untuk dijalankan. Ukuran panjang dan lebar pada lantai produksi CV. Rajawali Nusantara yaitu 27,7742 m dan 27,6408 m. Ukuran luas lantai perkantoran yaitu dengan panjang 25 m dan lebar 10,72 m. Ukuran panjang dan lebar pada CV. Rajawali Nusantara yaitu 42,4942 m2 dan 42,35 m2.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas. Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas ini disusun guna melengkapi sebagian syarat untuk kelulusan Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas. Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas ini berisi penerapan teknik-teknik dalam perancangan tata letak fasilitas khususnya pada perusahaan manufaktur. Perancangan tata letak fasilitas pada laporan akhir ini terdiri dari identifikasi awal, aspek teknis, aspek manajemen dan organisasi, analisis aspek ekonomi dan finansial, serta analisis aktivitas dan perencanaan tata letak. Penyusunan Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas ini banyak pihak yang telah membantu, sehingga dapat menyempurnakan penyusunan laporan akhir ini. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Dr. Ir. Rakhma Oktavina, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma.
2.
Bapak Dr. Ir. Asep Mohamad Noor, MT., selaku Koordinator Laboratorium Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma.
3.
Bapak Dr. Emirul Bahar, ACSI., selaku Kepala Laboratorium Teknik Industri Lanjut, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma.
4.
Kakak Faried Pradhana Putra, selaku Penanggung Jawab Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas dan asisten pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan selama penyusunan Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas.
5.
Kedua Orang Tua yang telah memberikan doa dan dorongan baik materil maupun moril.
v
6.
Seluruh kakak pembimbing dan teman-teman kelas 4ID01 maupun 4ID02 angkatan 2010 Teknik Industri, Universitas Gunadarma.
7.
Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penyusun sebutkan satu per satu. Penyusunan Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas
ini, penyusun menyadari bahwa masih memiliki kekurangan. Kritik dan saran diperlukan untuk membangun dalam penyempurnaan laporan ini. Akhir kata penyusun berharap semoga Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas ini dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Mohon maaf bila ada salah penulisan kata maupun gelar dalam Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas ini.
Depok, 31 Desember 2013
Penyusun
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii ABSTRAKSI .................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ...................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Praktikum PTLF ........................................... I-1
1.2
Maksud dan Tujuan Praktikum PTLF ................................... I-2
1.3
Kegunaan Praktikum PTLF ................................................... I-3
1.4
Diagram Pemecahan Masalah................................................ I-4
IDENTIFIKASI AWAL 2.1
Inisialisasi .............................................................................. II-1
2.2
Data Permintaan, Peramalan, dan Kebutuhan Produksi ........ II-2
2.3
Data Komponen Utama, Tambahan, dan Mesin-Mesin ........ II-3
2.4
Peta Proses Operasi (PPO)..................................................... II-4
ASPEK TEKNIS 3.1
Routing Sheet ......................................................................... III-1
3.2
Multi Product Process Chart (MPPC) .................................. III-5
3.3. Luas Lantai ........................................................................... III-8 3.3.1.Luas Lantai Bahan ........................................................ III-8
vi
3.3.1.1 Gudang Bahan Baku Model Tumpukan ........... III-8 3.3.1.2 Gudang Bahan Baku Model Rak ...................... III-10 3.3.2 Luas Lantai Mesin ........................................................ III-12 3.3.3 Luas Lantai Gudang Barang Jadi .................................. III-14 3.4. Analisis Pemindahan Bahan, Ongkos, dan Alokasi Layout .................................................................................... III-15 3.4.1 Proses Pemindahan Bahan ............................................ III-16 3.4.2 Ongkos Penanganan Material (OMH) .......................... III-17 3.5. Alokasi Layout ....................................................................... III-24 3.5.1 From To Chart (FTC) ................................................... III-24 3.5.2 Inflow-Outflow (IF-OF) ................................................ III-26 3.5.3 Tabel Skala Prioritas (TSP) .......................................... III-28 3.5.4 Allocation Relationship Diagram (ARD) ..................... III-29
BAB IV
ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI 4.1
Badan Hukum dan Karakteristik Perusahaan ........................ IV-1
4.2. Visi dan Misi Perusahaan ..................................................... IV-3 4.3. Struktur Organisasi Perusahaan ............................................. IV-4 4.4
Luas Lantai Perkantoran ........................................................ IV-5
4.5
Luas Lantai Fasilitas .............................................................. IV-6
4.6. Tenaga Kerja .......................................................................... IV-7 4.6.1 Tenaga Kerja Langsung ................................................ IV-7 4.6.2 Tenaga Kerja Tidak Langsung dan Non Perkantoran ... IV-8 4.7
BAB V
Sosial Ekonomi ...................................................................... IV-9
ANALISIS ASPEK EKONOMI DAN FINANSIAL 5.1
Perhitungan Biaya .................................................................. V-1
5.2
Perhitungan Model Kerja ....................................................... V-4
5.3
Perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP) .......................... V-8
5.4
Perhitungan Angsuran Pokok dan Bunga Bank ..................... V-10
5.5
Perhitungan Rugi Laba .......................................................... V-11
vii
5.6. Perhitungan Analisis Kas (Cash Flow).................................. V-13 5.6.1 Initial Cash Flow (ICF) ................................................ V-14 5.6.2 Proceeds Operational Cash Flow (POCF) ................... V-14 5.6.3 Terminal Cash Flow (TCF) .......................................... V-15 5.7. Proyeksi Peniliaian Investasi ................................................ V-15 5.7.1 Payback Period (PP)..................................................... V-15 5.7.2 Net Present Value (NPV).............................................. V-17 5.7.3 Internal Rate of Return (IRR) ....................................... V-17 5.8
BAB VI
Break Even Point (BEP) ........................................................ V-18
ANALISIS AKTIVITAS DAN PERANCANGAN TATA LETAK
6.1
Activity Relationship Chart (ARC) ...................................... VI-1
6.2
Area Allocation Diagram (AAD) .......................................... VI-4
6.3
Template ................................................................................ VI-6
6.4
Maket ..................................................................................... VI-8
BAB VII PENUTUP 7.1
Kesimpulan ............................................................................ VII-1
7.2
Saran ...................................................................................... VII-4
LAMPIRAN L1.
Lembar Asistensi
L2.
Tugas Pendahuluan
L3.
Landasan Teori
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Komponen Utama Rak Buku ....................................................... II-2 Tabel 2.2 Komponen Tambahan Rak Buku ................................................. II-3 Tabel 2.3 Kebutuhan Mesin-Mesin .............................................................. II-4 Tabel 3.1 Routing Sheet Rak Buku ...........................................................
III-1
Tabel 3.2 Luas Lantai Model Tumpukan ..................................................
III-8
Tabel 3.3 Luas Lantai Model Rak .............................................................
III-11
Tabel 3.4 Luas Lantai Mesin.....................................................................
III-13
Tabel 3.5 Luas Lantai Gudang Barang Jadi ..............................................
III-14
Tabel 3.6 Ongkos Penanganan Material (OMH) ......................................
III-17
Tabel 3.7 From To Chart (FTC) ...............................................................
III-25
Tabel 3.8 From To Chart (FTC) In Flow ..................................................
III-26
Tabel 3.9 From To Chart (FTC) Out Flow ...............................................
III-27
Tabel 3.10 Tabel Skala Prioritas (TSP).......................................................
III-28
Tabel 4.1 Luas Lantai Perkantoran ...........................................................
IV-5
Tabel 4.2 Luas Lantai Fasilitas .................................................................
IV-6
Tabel 4.3 Gaji Tenaga Kerja Langsung ....................................................
IV-7
Tabel 4.4 Tenaga Kerja Tidak Langsung Perkantoran..............................
IV-8
Tabel 4.6 Tenaga Kerja Tidak Langsung Non Perkantoran ......................
IV-8
Tabel 5.1 Investasi Awal CV. Rajawali Nusantara ...................................
V-1
Tabel 5.2 Modal Kerja CV. Rajawali Nusantara ......................................
V-5
Tabel 5.3 Harga Pokok Penjualan (HPP) ..................................................
V-8
Tabel 5.4 Angsuran Pokok dan Bunga Bank ............................................
V-10
Tebel 5.5 Rugi Laba ..................................................................................
V-11
Tabel 5.6 Proceeds Operational Cash Flow .............................................
V-14
Tabel 5.7 Payback Period .........................................................................
V-16
Tabel 5.8 Break Even Point.......................................................................
V-19
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1 Diagram Pemecahan Masalah ...............................................
I-5
Gambar 2.1 Rak Buku ...............................................................................
II-1
Gambar 2.2 Peta Proses Operasi Pembuatan Rak Buku ...........................
II-5
Gambar 3.1 Multi Product Process Chart (MPPC) Rak Buku .................
III-6
Gambar 3.2 ARD Alternatif 1 ....................................................................
III-29
Gambar 3.3 ARD Alternatif 2 ....................................................................
III-29
Gambar 3.4 ARD Alternatif 3 ....................................................................
III-30
Gambar 3.5 ARD Alternatif 4 ....................................................................
III-30
Gambar 3.6 ARD Alternatif 5 ....................................................................
III-30
Gambar 4.1 Logo Perusahaan ...................................................................
IV-2
Gambar 4.2 Struktur Organisasi ................................................................
IV-4
Gambar 4.3 Lokasi CV. Rajawali Nusantara ............................................
IV-9
Gambar 4.4 Denah Lokasi CV. Rajawali Nusantara.................................
IV-9
Gambar 4.5 Tampak Samping Lokasi CV. Rajawali Nusantara ...............
IV-11
Gambar 4.6 Tampak Depan Lokasi CV. Rajawali Nusantara ..................
IV-11
Gambar 6.1 ARC CV. Rajawali Nusantara ...............................................
VI-3
Gambar 6.2 AAD CV. Rajawali Nusantara ..............................................
VI-5
Gambar 6.3 Template CV. Rajawali Nusantara .......................................
VI-7
Gambar 6.4 Maket 1 CV. Rajawali Nusantara ..........................................
VI-8
Gambar 6.5 Maket 2 CV. Rajawali Nusantara ..........................................
VI-8
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Lembar Asistensi .................................................................... L-1
Lampiran 2
Tugas Pendahuluan ................................................................. L-2
Lampiran 2
Landasan Teori ....................................................................... L-3
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Praktikum PTLF Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong semua
perusahaan khususnya industri manufaktur saling bersaing untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing setiap perusahaan yaitu tata letak. Tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam hal kecukupan kapasitas produksi, kelancaran proses, fleksibilitas operasi, dan ongkos penanganan material, serta untuk kenyamanan kerja. Perusahaan yang mengabaikan tata letak yang baik tentunya akan mengalami permasalahan seperti output produksi yang tidak mencapai target, sering terjadinya kemacetan dalam aliran produksi, dan beresiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator. Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya akan mengakibatkan perusahaan hanya akan mengalami kerugian. Tata letak merupakan salah satu keputusan strategis operasional yang turut menentukan efisiensi operasi perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, tata letak yang digunakan dalam perusahaan akan mempunyai pengaruh langsung terhadap tingkat produktivitas perusahaan yang bersangkutan. Maka dari itu, diperlukan suatu perancangan tata letak fasilitas yang meliputi perencanaan dan penyusunan fasilitas-fasilitas fisik baik berupa peralatan maupun bangunan untuk mengoptimalkan hubungan antara tenaga kerja, aliran material dari bagian penerimaan barang, fabrikasi, hingga pengiriman produk jadi dan aliran informasi untuk mencapai tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman. Secara garis besar, perancangan tata letak fasilitas memiliki prosedur yaitu analisa produk dan proses dengan melakukan identifikasi awal, aspek teknis, aspek manajemen dan organisasi, analisis aspek ekonomi dan finansial, serta analisis aktivitas dan perencanaan tata letak. Identifikasi awal dilakukan guna mengetahui data-data yang diperlukan untuk perancangan tata letak fasilitas, salah satunya adalah peta proses operasi. Aspek teknis menjelaskan jumlah bahan dan I-1
I-2
mesin yang digunakan dengan teknik routing sheet dan multi product process chart (MPPC). Selain itu, aspek teknis juga menjelaskan luas lantai baik luas lantai gudang bahan baku, luas lantai mesin, dan luas lantai gudang barang jadi. Aspek teknis ini juga menjelaskan analisis ongkos penanganan bahan dan alokasi tata letak. Aspek manajemen dan organisasi menjelaskan badan hukum dan karakteristik perusahaan, visi dan misi, struktur organisasi, luas lantai perkantoran dan fasilitas, serta ketenagakerjaan. Analisis aspek ekonomi dan finansial berisi perhitungan-perhitungan seperti biaya, modal kerja, rugi laba, serta proyeksi penilaian investasi. Analisis aktivitas dan perencanaan tata letak menjelaskan pengaturan tata letak dari seluruh fasilitas yang dimiliki perusahaan yang digambarkan dalam bentuk activity relationship chart (ARC), area allocation diagram (AAD), template, dan maket. Berdasarkan uraian di atas, maka perancangan tata letak fasilitas sangat penting untuk mengoptimalkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran informasi dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara efisien, ekonomis dan aman. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang mahasiswa teknik industri tentunya harus mampu memahami dan menerapkan perancangan tata letak fasilitas melalui Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas, sebelum menerapkan pada dunia kerja yang sebenarnya. Penerapan perancangan tata letak fasilitas pada laporan akhir praktikum ini yaitu pada perusahaan CV. Rajawali Nusantara yang memproduksi rak buku. Penerapan ini diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan tata letak dan sebagai bekal pada masa akan datang di dunia kerja yang sebenarnya.
1.2
Maksud dan Tujuan Praktikum PTLF Pelaksanaan Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas ini tentunya
memiliki beberapa maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Maksud dan tujuan Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas adalah sebagai berikut:
I-3
1.
Mengetahui dan menganalisa urutan dan waktu dari proses produksi rak buku berdasarkan peta proses operasi serta mengetahui jumlah mesin secara aktual yang diperlukan dalam produksi rak buku pada CV. Rajawali Nusantara.
2.
Mengetahui dan menganalisa luas lantai produksi rak buku yang terdiri dari luas lantai gudang bahan baku (receiving) baik model tumpukan maupun model rak, luas lantai mesin, dan luas lantai gudang barang jadi (shipping) pada CV. Rajawali Nusantara.
3.
Mengetahui dan menganalisa alat angkut yang digunakan untuk proses pemindahan bahan serta ongkos penanganan material (OMH) pada CV. Rajawali Nusantara.
4.
Mengetahui dan menganalisa alokasi layout berdasarkan from to chart (FTC), tabel skala prioritas (TSP), dan allocation relationship diagram (ARD) pada lantai produksi CV. Rajawali Nusantara.
5.
Mengetahui dan menganalisa badan hukum, karakteristik, visi dan misi, serta struktur organisasi perusahaan. Selain itu, mengetahui dan menganalisa luas lantai perkantoran dan fasilitas serta ketenagakerjaan dan gajinya pada CV. Rajawali Nusantara.
6.
Mengetahui dan menganalisa total biaya investasi awal dan modal kerja, harga pokok penjualan (HPP) rak buku, angsuran pokok dan bunga bank serta rugi laba. Selain itu, mengetahui aliran kas dan proyeksi penilaian investasi serta break even point pada CV. Rajawali Nusantara.
7.
Mengetahui dan menganalisa perencanaan tata letak CV. Rajawali Nusantara dengan activity relationship chart (ARC), area allocation diagram (AAD), template, dan maket.
1.3
Kegunaan Praktikum PTLF Pelaksanaan Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas tentunya
memiliki kegunaan khususnya bagi praktikan yang mengikuti praktikum tersebut. Kegunaan-kegunaan Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas adalah sebagai berikut.
I-4
1.
Memberikan pembelajaran kepada praktikan mengenai cara pembuatan routing sheet dan multi product process chart (MPPC) serta analisa mengenai penggunaan routing sheet dan multi product process chart (MPPC) sehingga dapat menentukan jumlah mesin yang akan digunakan.
2.
Memberikan pembelajaran kepada praktikan untuk dapat memperkirakan kebutuhan luas lantai bagian produksi.
3.
Memberikan pembelajaran kepada praktikan untuk dapat melakukan perhitungan dan analisa ongkos penanganan material.
4.
Memberikan pembelajaran kepada praktikan untuk dapat merencanakan pola aliran aktivitas pada bagian departemen produksi serta membuat layout pada bagian departemen produksi.
5.
Memberikan pembelajaran kepada praktikan untuk dapat menentukan bentuk struktur organisasi mencakup logo, visi dan misi perusahaan, badan hukum usaha, dan karakteristik. Selain itu, praktikan dapat menentukan total gaji tenaga kerja langsung dan tidak langsung serta luas lantai fasilitas dan perkantoran.
6.
Memberikan pembelajaran kepada praktikan untuk dapat menghitung investasi awal dan modal kerja, harga pokok penjualan, angsuran pokok dan bunga bank, serta rugi laba dan aliran kas. Selain itu, praktikan dapat mengambil keputusan berdasarkan proyeksi penilaian investasi.
7.
Memberikan pembelajaran kepada praktikan untuk dapat menentukan derajat kedekatan tiap-tiap aktivitas dengan alasan yang jelas serta dapat menentukan alokasi atau tata letak bagian departemen produksi dan perkantoran. Selain itu, praktikan dapat menentukan perancangan tata letak fasilitas.
1.4
Diagram Pemecahan Masalah Pelaksanaan Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas memiliki
prosedur yang saling berintegrasi. Pengumpulan data-data penunjang dan pembatasan masalah dilakukan untuk penyelesaian tidak keluar dari pembahasan yang akan dilakukan. Prosedur Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas digambarkan dalam diagram alir (flowchart) seperti pada Gambar 1.1 berikut ini.
Inisialisasi
Data Permintaan, Peramalan, dan Kebutuhan Produksi
Data Komponen Utama, Tambahan, dan Mesin-mesin
Peta Proses Operasi
Aspek Teknis
- Waktu Produksi - Efisiensi Mesin - Reabilitas Sistem Kerja - Produktivitas Kerja per Bulan
Routing Sheet -Kebutuhan Bahan -Kebutuhan Mesin Teoritis
MPPC - Kebutuhan Mesin Aktual
- Tinggi Maksimal Model Tumpukan - Tinggi Maksimal Model Rak - Toleransi Bahan - Allowance
Luas Lantai Produksi - Gudang Bahan Baku - Mesin - Gudang Barang Jadi
- Alat dan Ongkos Angkut - Spesifikasi Alat Angkut - Layout Sementara - Jarak Angkut
Analisis Pemindahan Bahan, Ongkos, dan Alokasi Layout - Proses Pemindahan Bahan - Ongkos Penanganan Material (OMH)
Aspek Finansial dan Ekonomi
Aspek Manajemen dan Organisasi
Karakteristik Perusahaan - Nama dan Badan Hukum - Logo Perusahaan - Visi dan Misi Perusahaan - Struktur Organisasi
Luas Tanah -Luas Lantai Perkantoran -Luas Lantai Fasilitas
Ketenagakerjaan - Tenaga Kerja Langsung * Departemen Fabrikasi * Departemen Assembling * Departemen Material Handling - Tenaga Kerja Tidak Langsung * Perkantoran * Bukan Perkantoran - Aspek Sosial Ekonomi
- Perhitungan Biaya Investasi Awal - Perhitungan Modal Kerja - Perhitungan Harga Pokok Penjualan - Perhitungan Angsuran Pokok - Perhitungan Bunga Bank - Perhitungan Rugi Laba - Perhitungan Aliran Kas * Initial Cash Flow (ICF) * Process Operational Cash Flow (OCF) * Terminal Cash Flow (TCF)
Proyeksi Penilaian Investasi - Payback Period (PP) - Net Present Value (NPV) - Internal Rate Of Return (IRR)
Proyek Layak? Tidak Ya Perhitungan Break Even Point (BEP)
Alokasi Layout - From To Chart (FTC) - In Flow – Out Flow (IF – OF) - Tabel Skala Prioritas (TSP) - Activity Relationship Diagram (ARD)
Analisis Aktivitas dan Perencanaan Tata Letak - Activity Relationship Chart (ARC) - Area Allocation Diagram (AAD) - Template - Maket
Selesai
Gambar 1.1 Diagram Alir Pemecahan Masalah
Berdasarkan Gambar 1.1, maka langkah awal dalam pemecahan masalah mengenai perancangan tata letak fasilitas yaitu inisialisasi. Inisialisasi yaitu menentukan produk yang akan diproduksi. Produk yang dipilih yaitu rak buku. Rak buku dipilih karena memiliki proses produksi yang tidak terlalu rumit selain itu memiliki pangsa pasar yang cukup luas karena dapat digunakan untuk segala bidang seperti bidang pendidikan, kesehatan, rumah tangga, maupun perkantoran. Setelah menentukan produk, selanjutnya yaitu mengumpulkan data-data penunjang yang diperlukan untuk perancangan tata letak fasilitas. Data penunjang yang pertama yaitu data permintaan, peramalan, dan kebutuhan produksi. Data penunjang pada bagian ini yaitu waktu produksi dalam 1 bulan adalah 4 minggu, I-5
I-6
waktu produksi dalam 1 minggu adalah 5 hari, waktu produksi dalam 1 hari adalah 8 jam, produk yang diproduksi berdasarkan peramalan adalah 30 produk/hari, Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah produk adalah 174,583 menit, efisiensi mesin sebesar 95%, reliabilitas mesin sebesar 80%, produkstifitas kerja per bulan 600 produk, dan kapasitas produksi rak buku adalah 30 produk/hari. Setelah mengumpulkan data-data tersebut, maka selanjutnya adalah mengumpulkan data komponen-komponen utama, komponen tambahan, dan mesin-mesin yang akan digunakan dalam proses produksi rak buku. Komponen utama pada produk rak buku yaitu kaki 1, kaki 2, kaki 3, lingkaran 1, lingkaran 2, lingkaran 3, lingkaran 4, lingkaran 5, lingkaran 6, dan lingkaran 7. Komponen utama tentunya membutuhkan komponen tambahan sebagai pendukung dalam membuat suatu produk. Komponen tambahan yang digunakan dalam proses produksi rak buku yaitu sekat, sekrup, dan engsel. Sedangkan mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi rak buku yaitu meja fabrikasi, mesin potong, mesin serut, mesin bor, dan meja perakitan. Data penunjang selanjutnya yaitu peta proses operasi. Peta proses operasi merupakan peta yang menggambarkan langkah-langkah proses produksi yang dialami oleh setiap bahan baku hingga menjadi produk jadi. Informasi yang dapat diperoleh dari peta proses operasi yaitu produk yang akan dibuat, komponen utama meliputi nama komponen utama, ukuran terima dan ukuran pakai serta kuantitas, komponen tambahan, mesin yang digunakan, waktu setiap proses, persentase scrap, dan urutan proses. Data-data penunjang yang telah terkumpul selanjutnya digunakan dalam aspek teknis. Aspek teknis terdiri dari beberapa tahapan yang sangat berpengaruh dengan jalannya proses produksi. Tahapan yang pertama adalah routing sheet. Routing sheet atau lembar pengurutan merupakan langkah-langkah yang dicakup dalam memproduksi komponen tertentu dan rincian yang perlu diketahui dari halhal yang saling berkaitan satu sama lain. Informasi yang diperoleh berdasarkan routing sheet yaitu jumlah kebutuhan bahan yang perlu disiapkan dan jumlah mesin teoritis urutan proses secara keseluruhan untuk setiap proses per komponen.
I-7
Jumlah mesin teoritis pada routing sheet tidak dapat diterapkan secara langsung pada lantai produksi. Maka dari itu, selanjutnya perlu dibuat multi product process chart (MPPC) untuk mengelompokkan jumlah mesin teoritis yang diperoleh dari routing sheet untuk mesin yang sama. Setelah dilakukan penjumlahan dan pembulatan, maka dapat diperoleh jumlah mesin aktual yang akan digunakan pada lantai produksi. Tahapan selanjutnya adalah menghitung luas lantai produksi. Selain datadata penunjang yang telah dikumpulkan sebelumnya, data penunjang tambahan yang digunakan dalam menghitung luas lantai yaitu jumlah mesin aktual dari multi product process chart (MPPC), tinggi maksimal model tumpukan dan rak, toleransi bahan dan kelonggaran (allowance). Perhitungan luas lantai terdiri dari tiga bagian yaitu luas lantai gudang bahan baku (receiving) model tumpukan dan rak, luas lantai mesin, dan luas lantai gudang bahan baku. Luas lantai gudang bahan baku model tumpukan diperuntukkan untuk menyimpan komponen utama sedangkan luas lantai gudang bahan baku model rak diperuntukkan untuk menyimpan komponen tambahan. Tahapan selanjutnya dalam aspek teknis yaitu analisis pemindahan bahan dan ongkos. Komponen utama dan komponen tambahan yang dibutuhkan dalam proses produksi tentunya membutuhkan suatu alat angkut untuk memindahkan komponen tersebut dari suatu tempat ke tempat lain khususnya pada lantai produksi. Analisis pemindahan bahan dan ongkos ini membutuhkan data penunjang tamabahan seperti luas lantai, layout sementara, jarak angkut, alat angkut dan ongkos serta spesifikasinya. Analisis ini digunakan untuk menentukan alat angkut yang tepat digunakan untuk pemindahan bahan dengan ongkos penanganan bahan (OMH) yang paling minimum. Tahapan selanjutnya dalam aspek teknis yaitu alokasi layout. Tahapan ini terdiri dari 4 bagian yaitu pembuatan from to chart (FTC), in flow (IF) dan out flow (OF), tabel skala prioritas (TSP), dan acitivity relationship diagram (ARD). Secara umum tahapan ini digunakan untuk menentukan letak lokasi departemen yang satu dengan departemen yang lain dalam lantai produksi dengan mempertimbangkan ongkos penanganan bahan (OMH) dan skala prioritas.
I-8
Sebelum masuk dalam tahap akhir, maka terdapat hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam mendirikan suatu perusahaan, yaitu aspek manajemen dan organisasi. Tanpa adanya suatu manajemen dan organisasi, perusahaan tentunya tidak akan berjalan. Aspek manajemen dan organisasi terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu pembentukan karakteristik perusahaan yang meliputi nama dan badan hukum perusahaan, logo perusahaan, visi dan misi perusahaan, serta struktur organisasi. Struktur organisasi perlu dibentuk untuk mengetahui pembagian tugas dan wewenang pada setiap bagian. Perusahaan yang dibentuk bernama CV. Rajawali Nusantara. CV adalah suatu bentuk badan hukum dalam usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Tahapan selanjutnya menentukan luas tanah yang dibutuhkan untuk mendirikan CV. Rajawali Nusantara. Perhitungan luas tanah terdiri dari luas lantai perkantoran dan luas lantai fasilitas. Selain itu, luas lantai produksi yang telah ditentukan sebelumnya perlu dipertimbangkan dalam perhitungan luas tanah. Lokasi tanah yang akan dibeli untuk mendirikan CV. Rajawali Nusantara tentunya mempertimbangkan beberapa hal di antaranya yaitu ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, pasar, dan faktor-faktor lain dalam aspek sosial dan ekonomi. Berdasarkan informasi lokasi tanah yang akan didirikan CV. Rajawali Nusantara, maka dapat diketahui upah minimum regional (UMR) atau upah minimum kabupaten atau kota (UMK). Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat ditentukan gaji tenaga kerja langsung dan tidak langsung pada CV. Rajawali Nusantara. Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses produksi seperti tenaga kerja fabrikasi, tenaga kerja assembling, dan tenaga kerja penanganan bahan (material handling). Sedangkan tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang tidak terlibat langsung dalam proses produksi seperti tenaga kerja perkantoran dan non perkantoran. Perusahaan yang akan didirikan tentunya membutuhkan investasi awal dan modal kerja dalam pelaksanaan seluruh kegiatannya. Maka dari itu perlu direncanakan pula dalam aspek ekonomi dan finansial. Aspek ekonomi dan
I-9
finansial meliputi perhitungan investasi awal, modal kerja, harga pokok penjualan (HPP), angsuran pokok, bunga bank, rugi laba, dan aliran kas. Perhitungan aliran kas meliputi initial cash flow (ICF), operational cash flow (OCF), dan terminal cash flow. Investasi awal dan modal kerja membutuhkan data penunjang tambahan dari aspek teknis serta aspek manajemen dan organisasi. Investasi awal dan modal kerja yang sebagian diperoleh dari bank tentunya perlu dilakukan analisis guna mengetahui apakah proyek tersebut layak untuk dijalankan atau tidak. Proyeksi penilaian investasi dilakukan dengan menggunakan tiga teknik yaitu payback period (PP), net present value (NPV), dan internal rate of return (IRR). Apabila salah satu teknik tersebut menyatakan proyek tidak layak, maka perlu dilakukan revisi atau perbaikan. Perbaikan yang dapat dilakukan yaitu mengurangi biaya investasi awal maupun meningkatkan profit yang diinginkan. Apabila telah dilakukan proyek penilaian investasi kembali dan ketiga teknik menyatakan bahwa proyek layak, maka langkah selanjutnya dalam aspek ekonomi dan finansial yaitu perhitungan break even point (BEP). Tahapan terakhir dalam perancangan tata letak fasilitas adalah analisis aktivitas dan perencanaan tata letak. Tahapan ini terdiri dari beberapa bagian yaitu pembuatan activity relationship chart (ARC), area allocation diagram (AAD), template, dan maket. Activity relationship chart (ARC) merupakan teknik yang digunakan sebagai alat untuk menganalisa hubungan antar aktivitas yang ada dalam pembuatan rak buku di CV. Rajawali Nusantara. Aktivitas-aktivitas yang ada dalam pembuatan rak buku ini saling berhubungan antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya, hal ini ditinjau dari beberapa kriteria yang ada, maka dapat dikatakan bahwa dalam perencanaan tata letak fasilitas harus dilakukan penganalisaan yang optimal. Area Allocation Diagram (AAD) dalam produksi rak buku di CV. Rajawali Nusantara ini merupakan penggambaran dari penempatan area-area produksi, perkantoran, dan fasilitas pada CV. Rajawali Nusantara. AAD ini dibuat berdasarkan tata letak produksi yang sebenarnya dan memuat alokasi dari mesin dan produksi, beserta receiving, shipping, dan lain-lain. Template CV. Rajawali
I-10
Nusantara ini merupakan suatu gambaran yang lebih jelas dari tata letak fasilitas yang akan dibuat terkait dengan segala aktivitas produksi rak buku di CV. Rajawali Nusantara tersebut dan merupakan gambaran detail dari Area Allocation Diagram (AAD) pembuatan produk rak buku CV. Rajawali Nusantara. Maket merupakan gambaran template dalam bentuk tiga dimensi (3D) yang memiliki skala.
BAB II IDENTIFIKASI AWAL
2.1
Inisialisasi Tahap awal yang dilakukan dalam perancangan tata letak fasilitas adalah
menentukan produk yang akan dibuat. Produk yang akan dibuat yaitu rak buku. Pemilihan produk tersebut dikarenakan karena rak buku memiliki pangsa pasar yang cukup luas. Produk rak buku ini memiliki kelebihan yaitu memiliki desain yang menarik dan inovatif sehingga dapat menarik minat konsumen. Selain itu rak buku ini mampu ditempatkan di mana saja karena ukurannya yang tidak terlalu besar. Meskipun produk rak buku dirancang semenarik mungkin, namun tidak menghilangkan fungsi utamanya yaitu untuk menyimpan buku-buku. Gambar 2.1 berikut ini merupakan gambar produk rak buku.
Gambar 2.1 Rak Buku
Berdasarkan Gambar 2.1 di atas, dapat diketahui bahwa rak buku yang akan diproduksi memiliki bahan dasar kayu. Komponen utama yang diperlukan untuk memproduksi rak buku yaitu kaki 1, kaki 2, kaki 3, lingkaran 1, lingkaran 2,
II-1
II-2
lingkaran 3, lingkaran 4, lingkaran 5, lingkaran 6, dan lingkaran 7. Produk tersebut tentunya juga membutuhkan komponen tambahan untuk menunjang dan melengkapi produk tersebut. Komponen tambahan yang digunakan untuk rak buku yaitu sekat, sekrup, dan engsel. Pembuatan rak buku ini terdiri dari beberapa proses yaitu pengukuran, pemotongan, penghalusan, perataan, pelubangan, dan perakitan. Berdasarkan proses produksi tersebut, maka mesin yang digunakan selama proses produksi adalah meja fabrikasi, mesin potong, mesin serut, mesin bor, dan meja perakitan (assembling). Target pasar untuk produk rak buku ini yaitu sekolah, instansi pemerintahan, rumah tangga, perkantoran, dan lain sebagainya. Karena produk ini memiliki peluang yang besar untuk dipasarkan, maka dibutuhkan suatu tata letak yang baik agar dapat mengoptimalkan hubungan antara tenaga kerja, aliran material dari bagian penerimaan barang, fabrikasi, hingga pengiriman produk jadi dan aliran informasi untuk mencapai tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman.
2.2
Data Permintaan, Peramalan, dan Kebutuhan Produksi Perancangan tata letak fasilitas membutuhkan beberapa data penunjang di
antaranya yaitu data permintaan, peramalan, dan kebutuhan produksi. Sehingga nantinya tata letak fasilitas yang akan dibentuk mampu memproduksi rak buku yang mampu memenuhi permintaan. Data permintaan, peramalan, dan kebutuhan produksi rak buku adalah sebagai berikut. 1.
Waktu produksi rak buku dalam 1 bulan adalah 4 minggu.
2.
Waktu produksi rak buku dalam 1 minggu adalah 5 hari.
3.
Waktu produksi rak buku dalam 1 hari adalah 8 jam.
4.
Produk rak buku yang diproduksi berdasarkan peramalan adalah 30 produk/hari.
5.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah produk adalah 174,583 menit.
6.
Efisiensi mesin sebesar 95%.
7.
Reliabilitas mesin sebesar 80%.
II-3
8.
Produktivitas kerja per bulan 600 produk.
9.
Kapasitas produksi rak buku adalah 30 produk/hari.
2.3
Data Komponen Utama, Tambahan, dan Mesin-Mesin Produk rak buku memiliki beberapa komponen utama, komponen
tambahan, dan mesin-mesin dalam proses produksinya. Data komponen utama, tambahan, dan mesin-mesin sangat penting dalam perancangan tata letak fasilitas terutama dalam aspek teknis maupun aspek ekonomi dan finansial. Tabel 2.1 berikut ini merupakan data komponen utama dalam proses produksi rak buku. Tabel 2.1 Komponen Utama Rak Buku
No.
Nama
Unit/ Assy.
Tipe Bahan
Ukuran Pakai (cm) (pxlxt)
Ukuran Terima (cm) (pxlxt)
Berat/Unit (kg)
Harga/Unit (Rp)
1
Kaki 1
1
Kayu
90x30x1
91x31x1
0,5
11.000
2
Kaki 2
1
Kayu
90x30x1
91x31x1
0,5
11.000
3
Kaki 3
1
Kayu
90x30x1
91x31x1
0,5
11.000
4
Lingkaran 1
2
Kayu
65x65x1
66x66x1
0,5
12.000
5
Lingkaran 2
2
Kayu
55x55x1
56x56x1
0,45
11.500
6
Lingkaran 3
2
Kayu
48,5x48,5x1
49,5x49,5x1
0,4
10.000
7
Lingkaran 4
1
Kayu
1/3(38,5x38,5x1)
1/3(39,5x39,5x1)
0,1
3.000
8
Lingkaran 5
1
Kayu
2/3(38,5x38,5x1)
2/3(39,5x39,5x1)
0,25
6.000
9
Lingkaran 6
2
Kayu
32,5x32,5x1
33,5x33,5x1
0,2
4.000
10
Lingkaran 7
2
Kayu
22,5x22,5x1
23,5x23,5x1
0,15
3.000
Selain membutuhkan komponen utama dalam proses produksi rak buku, komponen tambahan juga perlu dipertimbangkan dalam perancangan tata letak fasilitas. Komponen tambahan digunakan untuk menunjang beberapa komponen utama agar dapat menjadi produk jadi. Tabel 2.2 berikut ini merupakan data komponen tambahan produk rak buku. Tabel 2.2 Komponen Tambahan Rak Buku No.
Nama
Vol. Assy
Tipe Bahan
Ukuran Kemasan (cm) (pxlxt)
Unit Tersedia
Berat/ Assy.(kg)
Harga/ Unit (Rp) 1000
1
Sekat
5
Kayu
5x5x1
5
0,1
2
Sekrup
14
Besi
7x5x3
50
0,5
200
3
Engsel
4
Besi
3x5x0,1
4
0,01
1000
II-4
Mesin merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan pula dalam perancangan tata letak fasilitas. Penempatan mesin yang tidak tepat menyebabkan proses produksi menjadi terhambat dan dapat mengakibatkan operator bekerja menjadi tidak nyaman. Proses produksi rak buku tentunya membutuhkan beberapa mesin. Tabel 2.3 berikut ini merupakan data mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi rak buku. Tabel 2.3 Kebutuhan Mesin-Mesin No. Mesin
Nama Mesin/Alat
Proses
Tipe Bahan
Ukuran (m)
F001
Meja Fabrikasi
Mengukur
Kayu
2,5 x 2
F002
Mesin Potong
Memotong
Kayu
2x1
F003
Mesin Serut
Meratakan
Kayu
2x1
F004
Mesin Bor
Membuat Lubang
Kayu
2x1
A001
Meja Assembling
Memasang/Merakit
Kayu
2,5 x 2,5
2.4
Peta Proses Operasi Peta proses operasi sering kali disingkat dengan kata operasi. Pengertian
dari peta proses operasi adalah peta kerja yang mencoba menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi pekerjaan tersebut dan elemen-elemen operasi secara detail. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari informasi-informasi yang dicatat peta operasi, yaitu antara lain seperti berikut (Wignjosoebroto, 2008): 1.
Data kebutuhan jenis proses atau mesin yang diperlukan dalam pelaksanaan operasi kerja dan penganggarannya.
2.
Data kebutuhan bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi pada setiap elemen opersi kerja atau pemeriksaan.
3.
Pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemindahan materialnya.
4.
Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan tata cara kerja yang sedang dipakai. Berdasarkan manfaat-manfaat dari peta proses operasi di atas, dapat dilihat
bahwa salah satunya adalah pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemindahan materialnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa peta proses operasi merupakan data penunjang yang sangat penting dalam perancangan tata letak fasilitas. Gambar 2.2 berikut ini merupakan peta proses operasi dari produk rak buku.
II-5
PETA PROSES OPERASI NAMA OBYEK NOMOR PETA DIPETAKAN OLEH TANGGAL DIPETAKAN
(23,5 x 23,5 x 1 cm) Lingkaran 7 (2 unit) (22,5 x 22,5 x 1 cm)
1,02' O-35 0%
: RAK BUKU :1 : KELOMPOK 3 : 8 OKTOBER 2013
2/3(39,5 x 39,5 x 1 cm) Lingkaran 5 (1 unit) 2/3(38,5 x 38,5 x 1 cm)
(33,5 x 33,5 x 1 cm) Lingkaran 6 (2 unit) (32,5 x 32,5 x 1 cm)
Mengukur 4,18' O-32 (Mj.Fabrikasi) 0%
Mengukur 4,8' (Mj.Fabrikasi) 0%
O-28
1/3(39,5 x 39,5 x 1 cm) Lingkaran 4 (1 unit) 1/3(38,5 x 38,5 x 1 cm)
Mengukur (Mj.Fabrikasi)
(49,5 x 49,5 x 1 cm) Lingkaran 3 (2 unit) (48,5 x 48,5 x 1 cm)
Mengukur 4,62' 4,21' 0% O-25 (Mj.Fabrikasi) 0%
(56 x 56 x 1 cm) Lingkaran 2 (2 unit) (55 x 55 x 1 cm)
Mengukur 1,98' O-21 (Mj.Fabrikasi) 0%
(66 x 66 x 1 cm) Lingkaran 1 (2 unit) (65 x 65 x 1 cm)
Mengukur 5,45' O-17 (Mj.Fabrikasi) 0%
O-13
(91 x 31 x 1 cm) Kaki 3 (1 unit) (90 x 30 x 1 cm)
Mengukur (Mj.Fabrikasi)
3,79' 0%
O-9
(91 x 31 x 1 cm) Kaki 2 (1 unit) (90 x 30 x 1 cm)
Mengukur 4,89' (Mj.Fabrikasi) 0%
O-5
Memotong 5,7' Memotong 5,7' Memotong 5,42' O-6 Memotong 0,88' Memotong 3,57' O-22 4,2' Memotong 3,56' 0,67' O-36 0-21 O-18 Memotong 5,33' O-14 O-10 0-21 O-33 Memotong O-29 O-26 (Mesin Potong) 65% (Mesin Potong) 63,2% (Mesin Potong) 47,85% (Mesin Potong) 47,85% (Mesin Potong) 57,54% (Mesin Potong) 69,21% (Mesin Potong) 71,58% (Mesin Potong) 85,79% 45,55%
2,56' O-37 2,36%
3,4' Meratakan Meratakan 1' O-30 O-34 (Mesin Serut) 2,15% (Mesin Serut) 1,82%
0,48' O-31 0,06%
Meratakan 3,14' O-27 (Mesin Serut) 1,82%
Melubangi (Mesin bor)
(91 x 31 x 1 cm) Kaki 1 (1 unit) (90 x 30 x 1 cm)
Mengukur (Mj.Fabrikasi)
4.62' 0%
O-1
Mengukur (Mj.Fabrikasi)
Memotong 6.02' (Mesin Potong) 47,32%
0-21 O-2
Memotong (Mesin Potong)
Meratakan 3,3' O-23 Meratakan 5,27' O-19 (Mesin Serut) 1,31% (Mesin Serut) 1,35%
Meratakan 7,49' O-15 (Mesin Serut) 1,28%
Meratakan 5,42' O-11 (Mesin Serut) 0,76%
Meratakan 5,35' (Mesin Serut) 0,76%
O-7
Meratakan 4,01' (Mesin Serut) 0,75%
O-3
Meratakan (Mesin Serut)
Melubangi 1,23' (Mesin bor) 0,07% O-20
Melubangi 0,51' (Mesin bor) 0,02% O-16
Melubangi 1,58' (Mesin bor) 0,02% O-12
Melubangi (Mesin bor)
O-8
Melubangi (Mesin bor)
O-4
Melubangi (Mesin bor)
O-38
Perakitan 1 (Mj. Assembling + Obeng)
O-39
Perakitan 2 (Mj. Assembling + Obeng)
O-40
Perakitan 3 (Mj. Assembling + Obeng)
O-41
Perakitan 4 (Mj. Assembling + Obeng)
1,19' 0,09%
O-24
2,03' 0,02%
2' 0,02%
Engsel (2)
10,33' 0%
Engsel (2)
10,18' 0%
Sekrup 2 cm (2)
2,59' 0%
Sekrup 2 cm (5) + Sekat (2)
11,54' 0%
Sekrup 2 cm (5) + Sekat (2)
3,52' 0%
Perakitan 5 O-42 (Mj. Assembling + Obeng)
0,083' 0%
O-43
Perakitan 6 (Mj. Assembling)
3,27' 0%
O-44
Perakitan 7 (Mj. Assembling + Obeng)
1' 0%
O-45
Perakitan 8 (Mj. Assembling)
0,5' 0%
O-46
Perakitan 9 (Mj. Assembling)
1'
I-1
Pemeriksaan
Sekrup 2 cm (2) + Sekat (1)
Ringkasan Kegiatan
Jumlah
Waktu (Menit) 173,583
Operasi
46
Pemeriksaan
1
1
Total
47
174,583
Gambar 2.2 Peta Proses Operasi Pembuatan Rak Buku
BAB III ASPEK TEKNIS
3.1
Routing Sheet Routing sheet atau lembar pengurutan merupakan lembar kerja yang
digunakan untuk mengidentifikasi efisiensi kebutuhan mesin berdasarkan urutan mesin yang digunakan selama proses operasi tiap komponen. Routing sheet digunakan untuk menghitung jumlah mesin teoritis yang diperlukan dan menghitung jumlah bahan yang harus disiapkan dalam usaha memperoleh sejumlah produk jadi yang diinginkan. Tabel 3.1 berikut ini merupakan hasil perhitungan routing sheet untuk produk rak buku. Tabel 3.1 Routing Sheet Rak Buku No. Operasi
Deskripsi
Produksi Mesin/Jam
% Scrap
Bahan Diminta
Bahan Disiapkan
Efisiensi Mesin
1
2
3
4
5
6
7
O-1
Mengukur
Meja Fabrikasi
12,99
0
57,41
O-2
Memotong
Mesin Potong
9,97
0,4732
O-3
Meratakan
Mesin Serut
14,96
O-4
Melubangi
Mesin Bor
Nama Mesin
Kebutuhan Mesin Teoritis
Aktual
8
9
10
57,41
60,44
0,73
1
30,24
57,41
60,44
0,95
1
0,0075
30,01
30,24
31,84
0,34
1
30
0,0002
30
30,01
31,59
0,17
1
001 Kaki 1 (1)
002 Kaki 2 (1) O-5
Mengukur
Meja Fabrikasi
12,27
0
57,99
57,99
61,05
0,78
1
O-6
Memotong
Mesin Potong
11,08
0,4785
30,24
57,99
61,05
0,87
1
O-7
Meratakan
Mesin Serut
11,22
0,0076
30,01
30,24
31,84
0,45
1
O-8
Melubangi
Mesin Bor
29,56
0,0002
30
30,01
31,59
0,17
1
003 Kaki 3 (1) O-9
Mengukur
Meja Fabrikasi
15,84
0
57,99
57,99
61,05
0,61
1
O-10
Memotong
Mesin Potong
10,53
0,4785
30,24
57,99
61,05
0,91
1
O-11
Meratakan
Mesin Serut
11,08
0,0076
30,01
30,24
31,84
0,45
1
O-12
Melubangi
Mesin Bor
37,98
0,0002
30
30,01
31,59
0,13
1
004 Lingkaran 1 (2) O-13
Mengukur
Meja Fabrikasi
11,01
0
165,22
165,22
173,92
2,47
3
O-14
Memotong
Mesin Potong
11,26
0,632
60,8
165,22
173,92
2,42
3
O-15
Meratakan
Mesin Serut
8,02
0,0128
60,02
60,8
64
1,25
2
O-16
Melubangi
Mesin Bor
117,65
0,0002
60
60,02
63,18
0,09
1
III-1
III-2
Tabel 3.1 Routing Sheet Rak Buku (Lanjutan) No. Operasi
Deskripsi
Nama Mesin
Produksi Mesin/Jam
% Scrap
Bahan Diminta
Bahan Disiapkan
Efisiensi Mesin
Kebutuhan Mesin Teoritis
Aktual
005 Lingkaran 2 (2) O-17
Mengukur
Meja Fabrikasi
30,31
0
173,86
173,86
183,02
0,95
1
O-18
Memotong
Mesin Potong
10,53
0,65
60,85
173,86
183,02
2,72
3
O-19
Meratakan
Mesin Serut
11,39
0,0131
60,05
60,85
64,06
0,88
1
O-20
Melubangi
Mesin Bor
48,79
0,0007
60
60,05
63,22
0,21
1
006 Lingkaran 3 (2) O-21
Mengukur
Meja Fabrikasi
12,99
0
197,76
197,76
208,17
2,51
3
O-22
Memotong
Mesin Potong
16,81
0,6921
60,89
197,76
208,17
1,94
2
O-23
Meratakan
Mesin Serut
18,19
0,0135
60,06
60,89
64,1
0,56
1
O-24
Melubangi
Mesin Bor
50,43
0,0009
60
60,06
63,23
0,2
1
007 Lingkaran 4 (1) O-25
Mengukur
Meja Fabrikasi
14,26
0
215,06
215,06
226,38
2,49
3
O-26
Memotong
Mesin Potong
16,86
0,8579
30,56
215,06
226,38
2,1
3
O-27
Meratakan
Mesin Serut
19,11
0,0182
30
30,56
32,17
0,27
1
008 Lingkaran 5 (1) O-28
Mengukur
Meja Fabrikasi
12,5
0
107,61
107,61
113,28
1,42
2
O-29
Memotong
Mesin Potong
14,29
0,7158
30,58
107,61
113,28
1,24
2
O-30
Meratakan
Mesin Serut
60
0,0182
30,02
30,58
32,19
0,09
1
O-31
Melubangi
Mesin Bor
125
0,0006
30
30,02
31,6
0,04
1
009 Lingkaran 6 (2) O-32
Mengukur
Meja Fabrikasi
14,36
0
144,42
144,42
152,03
1,66
2
O-33
Memotong
Mesin Potong
68,19
0,5754
61,32
144,42
152,03
0,35
1
O-34
Meratakan
Mesin Serut
17,65
0,0215
60
61,32
64,55
0,58
1
010 Lingkaran 7 (2) O-35
Mengukur
Meja Fabrikasi
58,83
0
112,88
112,88
118,83
0,32
1
O-36
Memotong
Mesin Potong
89,56
0,4555
61,46
112,88
118,83
0,21
1
O-37
Meratakan
Mesin Serut
23,44
0,0236
60
61,46
64,7
0,44
1
Meja Perakitan
5,81
0
30
30
31,58
0,85
1
Meja Perakitan
5,9
0
30
30
31,58
0,84
1
Meja Perakitan
23,17
0
30
30
31,58
0,22
1
Meja Perakitan
5,2
0
30
30
31,58
0,95
1
011 Perakitan 1 O-38
Merakit
012 Perakitan 2 O-39
Merakit
013 Perakitan 3 O-40
Merakit
014 Perakitan 4 O-41
Merakit
III-3
Tabel 3.1 Routing Sheet Rak Buku (Lanjutan) No. Operasi
Deskripsi
Produksi Mesin/Jam
% Scrap
Bahan Diminta
Bahan Disiapkan
Efisiensi Mesin
Meja Perakitan
17,05
0
30
30
Meja Perakitan
722,9
0
30
Meja Perakitan
18,35
0
Meja Perakitan
60
Meja Perakitan
Meja Perakitan
Nama Mesin
Kebutuhan Mesin Teoritis
Aktual
31,58
0,29
1
30
31,58
0,01
1
30
30
31,58
0,27
1
0
30
30
31,58
0,09
1
120
0
30
30
31,58
0,05
1
60
0
30
30
31,58
0,09
1
015 Perakitan 5 O-42
Merakit
016 Perakitan 6 O-43
Merakit
017 Perakitan 7 O-44
Merakit
018 Perakitan 8 O-45
Merakit
019 Perakitan 9 O-46
Merakit
020 Pemeriksaan 1 I-1
Pemeriksaan
Perhitungan untuk tabel routing sheet sebaiknya dilakukan untuk proses terakhir sebelum perakitan untuk semua komponen. Hal tersebut dilakukan karena jumlah yang diminta adalah 30 unit untuk setiap komponen dan karena proses merakit tidak menghasilkan scrap. Berikut ini merupakan contoh perhitungan routing sheet komponen kaki 1 proses melubangi. 1.
Kolom 1 : Nomor Operasi Karena proses melubangi memiliki nomor urut 4 maka dapat ditulis dengan O-4.
2.
Kolom 2 : Deskripsi Berisi nama operasi yang dilakukan yaitu melubangi.
3.
Kolom 3 : Nama Mesin Berisi nama mesin yang digunakan pada operasi melubangi yaitu mesin bor.
4.
Kolom 4 : Produksi Mesin/Jam Berisi banyak unit produk yang dihasilkan dalam waktu 1 jam atau 60 menit.
Produksi Mesin/Jam =
60 menit Waktu Operasi
Produksi Mesin/Jam
60 menit 30 unit 2 menit
III-4
5.
Kolom 5 : Scrap Jumlah buangan bahan baku atau persentase kerusakan yang diperkirakan, yang dilakukan dalam satu operasi (dalam %). Scrap diperoleh dari peta proses operasi. Untuk proses melubangi scrap yang dihasilkan adalah 0,2%, maka dapat ditulis 0,002.
6.
Kolom 6 : Bahan diminta Bahan diminta merupakan jumlah bahan yang diharapkan setelah melalui suatu proses. Karena komponen kaki 1 terdiri dari 1 unit untuk 1 produk maka jumlah bahan diminta dapat ditulis 30 unit. Jika terdiri dari 2 unit untuk 1 produk dapat ditulis sebesar 60 unit. Untuk jumlah bahan yang diminta pada proses mengukur, memotong, dan meratakan dapat ditulis sesuai dengan jumlah bahan yang disiapkan pada proses selanjutnya.
7.
Kolom 7 : Bahan Disiapkan Kolom jumlah bahan yang harus disiapkan, berisi jumlah bahan yang harus tersedia dengan mempertimbangkan persen scrap sebelum melakukan proses operasi tertentu.
8.
Bahan yang disiapkan =
Bahan yang diminta 1 - %scrap
Bahan yang disiapkan
30 unit 30,01 unit 1 - 0,002
Kolom 8 : Efisiensi Mesin Kolom efisiensi mesin merupakan tingkat pemanfaatan mesin.
9.
Efisiensi Mesin =
Bahan yang disiapkan Efisiensi
Efisiensi Mesin
30,01 unit 31,59 95%
Kolom 9 : Jumlah Mesin Teoritis (JMT) Berisi tentang jumlah mesin secara teoritis untuk setiap operasi jumlah ini diperoleh dengan menggunakan persamaan : Jumlah Mesin Teoritis =
Efisiensi Mesin mesin kerja Produksi × Reabilitas × Jam jam hari
III-5
Jumlah Mesin Teoritis
31,59 0,17 unit 30 80% 8
10. Kolom 10 : Jumlah Mesin Aktual Berisi tentang jumlah mesin yang akan digunakan pada proses produksi, di mana diperoleh dari pembulatan hasil pada jumlah mesin teoritis. Maka untuk proses melubangi komponen kaki 1 dapat ditulis dengan 1 unit. Berdasarkan hasil perhitungan routing sheet pada Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa jumlah mesin yang digunakan setiap komponen berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan dipengaruhi oleh produksi mesin per jam dan persentase scrap. Semakin besar jumlah produksi mesin per jam maka jumlah mesin yang dibutuhkan cenderung kecil dan sebaliknya. Perhitungan jumlah mesin yang digunakan juga dipengaruhi oleh efisiensi mesin dan reabilitas. Efisiensi mesin merupakan tingkat pemanfaatan mesin dalam melakukan suatu proses produksi. Nilai efisiensi mesin sebesar 95% menunjukkan mesin dapat digunakan selama 95% dari waktu bekerja sedangkan sisanya sebesat 5% dari waktu bekerja digunakan untuk waktu set up mesin maupun maintenance. Sedangkan reabilitas merupakan peluang sebuah komponen (mesin), melakukan fungsinya dengan baik, dalam kurun waktu dan operasi tertentu. Jumlah mesin aktual pada routing sheet tidak dapat digunakan secara langsung dalam perancangan tata letak fasilitas mesin dikarenakan jumlah-jumlah tersebut masih dalam setiap komponen dan belum dikelompokkan dalam mesin yang sama. Maka dari itu diperlukan multi product process chart (MPPC).
3.2
Multi Product Process Chart (MPPC) Multi product process chart (MPPC) merupakan suatu diagram yang
menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami oleh bahan, baik komponen utama maupun komponen tambahan, seperti urutan-urutan operasi, pemeriksaan, dan penyimpanan. Multi product process chart (MPPC) digunakan untuk mengetahui jumlah pemakaian kebutuhan mesin aktual dari routing sheet. Gambar 3.1 berikut ini merupakan multi product process chart (MPPC) untuk proses produksi rak buku.
III-6
Gambar 3.1 Multi Product Process Chart (MPPC) Rak Buku
III-7
Pembuatan multi product process chart (MPPC) seperti pada Gambar 3.1 perlu memperhatikan beberapa hal yaitu urutan proses operasi pada multi product process chart (MPPC) harus sama dengan yang diinformasikan pada peta proses operasi. Contoh yaitu pada peta proses operasi untuk proses pengukuran komponen utama kaki 1 memiliki nomor urut O-1, maka pada multi product process chart (MPPC) juga memiliki nomor urut O-1. Simbol-simbol yang digunakan pada peta proses operasi dan multi product process chart (MPPC) antara lain operasi, pemeriksaan, dan penyimpanan. Cara penomoran dilakukan berdasarkan urutan-urutan proses operasi per komponen. Hal terakhir yang perlu diperhatikan dalam pembuatan multi product process chart (MPPC) yaitu kebutuhan mesin teoritis pada multi product process chart (MPPC) harus sama dengan jumlah kebutuhan setiap mesin (misal meja fabrikasi, mesin potong) dalam satu kegiatan, bukan sama dengan jumlah kebutuhan mesin seluruh mesin untuk satu komponen. Berdasarkan multi product process chart (MPPC) pada Gambar 3.1, jumlah total mesin yang digunakan adalah 40 unit dengan rincian 14 meja fabrikasi, 14 mesin potong, 6 mesin serut, 2 mesin bor, dan 4 meja fabrikasi. Mesin potong memiliki kuantitas paling besar dibandingkan dengan mesin yang lain, hal tersebut disebabkan karena pada routing sheet jumlah produksi mesin tidak cukup banyak dan scrap yang dihasilkan cukup banyak sehingga akan mempengaruhi jumlah mesin teoritisnya. Berdasarkan multi product process chart, dapat dilihat pula bahwa aliran proses produk rak buku berbentuk intermittent¸ dimana proses setiap komponen dilakukan berulang-ulang sebelum perakitan. Perbedaan yang jelas antara routing sheet dan multi product process chart (MPPC) yaitu penentuan jumlah mesin aktual. Pada multi product process chart (MPPC) penentuan jumlah mesin dikelompokkan berdasarkan kesamaan dalam mesin yang digunakan. Sehingga teknik yang digunakan dalam perancangan tata letak fasilitas adalah process layout.
III-8
3.3.
Luas Lantai Luas lantai adalah luas suatu tempat atau area yang akan digunakan dalam
mengolah suatu bahan atau dalam mengerjakan suatu proses produksi. Perhitungan luas lantai terdiri dari tiga bagian yaitu perhitungan luas lantai gudang bahan baku (receiving), luas lantai mesin, dan luas lantai gudang barang jadi (shipping). Perhitungan luas lantai dilakukan untuk memperkirakan kebutuhan luas lantai bagian produksi.
3.3.1. Luas Lantai Bahan Perhitungan luas lantai bahan terdiri dari dua bagian yaitu perhitungan luas lantai gudang bahan baku model tumpukan dan perhitungan luas lantai gudang bahan baku model rak. Gudang bahan baku model tumpukan digunakan untuk menyimpan komponen utama yang memiliki dimensi yang relatif lebih besar. Sedangkan gudang bahan baku model rak digunakan untuk menyimpan komponen tambahan yang memiliki dimensi yang relatif lebih kecil.
3.3.1.1 Gudang Bahan Baku Model Tumpukan Perhitungan luas lantai gudang bahan baku model tumpukan dilakukan untuk memperkirakan area yang dibutuhkan untuk menyimpan komponen utama yang memiliki dimensi atau ukuran relatif lebih besar. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan luas lantai gudang bahan baku model tumpukan yaitu nomor komponen, nama komponen, jumlah komponen, tipe material, dan ukuran per potong. Data-data tersebut dapat diperoleh dari data komponen utama, peta proses operasi, dan routing sheet. Tabel 3.2 berikut ini merupakan hasil perhitungan luas lantai gudang bahan baku model tumpukan. Tabel 3.2 Luas Lantai Model Tumpukan Ukuran (cm) No. Komp
Nama Komponen
Tipe
P
L
T (4)
Volume (m3)
Bahan/Minggu
Volume Total (m3)
Tinggi Tumpukan (m)
Luas Lantai (m2)
Allowance (200%)
Total Luas (m2)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
D
(1)
(2)
(3)
1
Kaki 1
Kayu
91
31
1
0,002821
290
0,82
1
0,82
1,64
2,46
2
Kaki 2
Kayu
91
31
1
0,002821
290
0,82
1
0,82
1,64
2,46
3
Kaki 3
Kayu
91
31
1
0,002821
290
0,82
1
0,82
1,64
2,46
4
Lingkaran 1
Kayu
66
66
1
0,004356
830
3,62
1
3,62
7,24
10,86
III-9
Tabel 3.2 Luas Lantai Model Tumpukan (Lanjutan) Ukuran (cm) No. Komp
Nama Komponen
Tipe
P
L
T
Volume 3 (m )
Bahan/Minggu
Volume Total 3 (m )
Tinggi Tumpukan (m)
Luas Lantai (m2)
Allowance (200%)
Total Luas 2 (m )
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
D
(1)
(2)
(3)
(4)
5
Lingkaran 2
Kayu
56
56
1
0,003136
870
2,73
1
2,73
5,46
8,19
6
Lingkaran 3
Kayu
49,5
49,5
1
0,002451
990
2,43
1
2,43
4,86
7,29
7
Lingkaran 4
Kayu
39,5
39,5
1
0,000515
1080
0,56
1
0,56
1,12
1,68
8
Lingkaran 5
Kayu
39,5
39,5
1
0,001046
540
0,57
1
0,57
1,14
1,71
9
Lingkaran 6
Kayu
33,5
33,5
1
0,001123
725
0,82
1
0,82
1,64
2,46
10
Lingkaran 7
Kayu
23,5
23,5
1
0,000553
565
0,32
1
0,32
0,64
0,96
Total Luas Lantai Gudang Bahan Baku Model Tumpukan
40,53
Contoh perhitungan dan analisis mengenai luas lantai model tumpukan untuk komponen kaki 1 dapat dilihat sebagai berikut: 1.
Data pada kolom 1, 2, 3, dan 4 dapat diketahui dari data penunjang.
2.
Kolom 5 berisi volume (m3) dari komponen utama kaki 1. Volume kaki 1 (m3) = p x l x t = 91 x 31 x 1 = 2,821 cm3 = 0,002821 m3
3.
Kolom 6 berisi jumlah bahan yang disiapkan dalam 1 minggu, data ini diperoleh dari routing sheet dan merupakan hasil pembulatan. Pembulatan dilakukan karena dalam pemesanan bahan baku komponen utama tidak memungkinkan untuk pembelian dalam jumlah desimal. Selain itu, komponen utama merupakan bahan baku yang akan diproses sendiri dan memiliki ukuran yang relatif besar sehingga periode yang digunakan dalam jangka waktu 1 minggu. Sehingga tidak terlalu banyak tumpukan dibandingkan dalam jangka waktu 1 bulan. Bahan/Minggu = Bahan yang disiapkan x Jumlah hari kerja/Minggu Bahan/Minggu = 58 x 5 = 290
4.
Kolom 7 berisi volume total bahan baku dalam 1 minggu Volume Total = Volume x Bahan/Minggu = 0,002821 x 290 Volume Total = 0,82 m3
5.
Kolom 8 berisi tinggi tumpukan yaitu sebesar 1 meter. Penentuan tinggi maksimal tumpukan dimaksudkan agar komponen yang letaknya di bawah tumpukan tidak mengalami kerusakan. Komponen utama merupakan salah satu elemen yang penting dalam proses produksi, sehingga apabila
III-10
mengalami kerusakan akan menghambat proses produksi dan target produksi tidak dapat tercapai. 6.
Kolom 9 berisi luas lantai yang diperoleh dengan persamaan: Luas Lantai (m2) = Volume Total : Tinggi Tumpukan = 0,82 : 1 = 0,82 m2
7.
Kolom 10 berisi kelonggaran atau toleransi yang diberikan agar proses produksi
berjalan
dengan
lancar.
Kelonggaran
ditentukan
dengan
mempertimbangkan faktor operator, mesin, dan bahan baku. Sehingga dalam pemindahan bahan baku, operator tidak akan mengalami kesulitan dan kualitas bahan baku tetap terjamin. Allowance = Luas Lantai x allowance 200% = 0,82 x 200% = 1,64 m2 8.
Kolom 11 berisi total luas lantai yang diperlukan untuk komponen utama. Total Luas Lantai = Luas Lantai + Allowance = 0,82 + 1,64 = 2,46 m2 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka luas area yang diperlukan untuk menyimpan komponen kaki 1 dalam gudang bahan baku (receiving) yaitu 2,46 m2.
3.3.1.2 Gudang Bahan Baku Model Rak Perhitungan luas lantai gudang bahan baku model rak dilakukan untuk memperkirakan area yang dibutuhkan untuk menyimpan komponen tambahan yang memiliki dimensi atau ukuran relatif lebih kecil. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan luas lantai gudang bahan baku model rak yaitu nomor komponen, nama komponen, jumlah komponen, volume pemakaian, ukuran per potong, dan unit tersedia. Data-data tersebut dapat diperoleh dari data komponen tambahan, peta proses operasi, dan routing sheet. Tabel 3.3 berikut ini merupakan hasil perhitungan luas lantai gudang bahan baku model rak. 3.3 Luas Lantai Model Rak Ukuran (cm) Unit Tersedia
Produk/Minggu
Unit/Minggu
Unit/ 4 Minggu
Volume Material 3 (m )
Volume 3 Unit (m )
Luas Lantai 2 (m )
Allowance (200%)
Total Luas 2 (m )
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
1
5
750
150
600
0,000025
0,015
0,0075
0,015
0,0225
5
3
50
2100
42
168
0,000105
0,01764
0,00882
0,01764
0,02646
5
0,1
4
600
150
600
0,0000015
0,0009
0,00045
0,0009
0,00135
No. Komp
Nama Komponen
Vol. Pemakaian
(1)
(2)
(3)
11
Sekat
5
5
5
12
Sekrup
14
7
13
Engsel
4
3
P
L
T
(4)
D
Total Luas Lantai Gudang Bahan Baku Model Rak
0,05031
III-11
Contoh perhitungan dan analisis mengenau luas lantai model rak untuk komponen sekat dapat dilihat sebagai berikut: 1.
Data pada kolom 1, 2, 3, 4, dan 5 dapat diketahui dari data penunjang.
2.
Kolom 6 berisi jumlah pemakaian komponen tambahan dalam 1 minggu Produk/Minggu = 30 x hari kerja/minggu x volume pemakaian Produk/Minggu = 30 x 5 x 5 = 750 unit
3.
Kolom 7 berisi jumlah komponen yang harus tersedia dalam 1 minggu sesuai dengan pemesanannya, karena komponen tambahan sekat pemesanannya dilakukan dengan lot for lot maka jumlah unit tersedia sama dengan volume pemakaian. Perbedaan terletak pada komponen tambahan sekrup, dimana memiliki lot size 50 sekrup dalam 1 box pada setiap kali pemesanan. Unit/Minggu = Produk/Minggu : Unit Tersedia = 750 : 5 = 150 unit
4.
Kolom 8 berisi jumlah komponen tambahan yang harus tersedia selama 4 minggu. Komponen tambahan memiliki perbedaan pada perhitungan luas lantai bahan baku model tumpukan, karena periode yang digunakan pada perhitungan luas lantai model rak adalah 4 minggu atau 1 bulan. Hal tersebut dikarenakan komponen tambahan memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga penggunaan ruangan pada gudang bahan baku tidak terlalu besar. Selain itu juga dikarenakan komponen tambahan tidak diproduksi sendiri dalam perusahaan, sehingga persediaan sangat mempengaruhi kelancaran proses produksi. Unit/ 4 Minggu = Unit/Minggu x Jumlah Minggu Kerja/bulan Unit/ 4 Minggu = 150 x 4 = 600 unit
5.
Kolom 9 berisi volume material dari komponen tambahan sekat. Rumus volume yang digunakan adalah rumus balok. Hal tersebut dikarenakan bentuk sekat yang seperti balok. Satuan perlu dikonversi ke dalam satuan m3 (meter kubik) karena mengacu pada satuan internasional (SI). Volume material = p x l x t = 5 x 5 x 1 = 25 cm3 = 0,000025 m3
6.
Kolom 10 berisi volume unit komponen tambahan selama 4 minggu. Volume unit = Unit/ 4 Minggu x Volume Material Volume unit = 600 x 0,000025 = 0,015 m3
III-12
7.
Kolom 11 berisi luas lantai yang diperlukan untuk komponen tambahan sekat dengan mempertimbangkan tinggi maksimal model rak yaitu 2 meter. Ketinggian maksimal dipilih 2 meter karena rata-rata tinggi manusia tidak lebih dari 2 meter sehingga meskipun cukup tinggi namun dengan dimensi yang relatif lebih kecil diharapkan operator akan mudah dalam menjangkau komponen tambahan tersebut. Selain itu, tinggi maksimal 2 meter dapat menghemat penggunaan ruangan gudang bahan baku. Luas Lantai = Volume Unit : Tinggi maksimal model rak Luas Lantai = 0,015 : 2 = 0,0075 m2
8.
Kolom 12 berisi kelonggaran atau toleransi yang diberikan agar proses produksi
berjalan
dengan
lancar.
Kelonggaran
ditentukan
dengan
mempertimbangkan faktor operator, mesin, dan bahan baku. Sehingga dalam pemindahan bahan baku komponen tambahan, operator tidak akan mengalami kesulitan dan kualitas bahan baku tetap terjamin. Pemberian kelonggaran diasumsikan 100% untuk area pengambilan yang dilakukan oleh operator sedangkan sisanya 100% untuk gang sehingga aliran bahan tetap lancar. Allowance = Luas Lantai x allowance 200% = 0,0075 x 200% = 0,015 m2 9.
Kolom 11 berisi total luas lantai yang diperlukan untuk komponen tambahan. Total Luas Lantai = Luas Lantai + Allowance = 0,0075 + 0,015 = 0,0225 m2 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka luas area yang diperlukan untuk menyimpan komponen tambahan sekat dalam gudang bahan baku (receiving) yaitu 0,0225 m2.
3.3.2
Luas Lantai Mesin Perhitungan luas lantai mesin dilakukan untuk memperkirakan area yang
akan digunakan untuk menempatkan mesin-mesin yang akan digunakan selama proses produksi. Dalam perhitungan luas lantai mesin, perlu diperhatikan mengenai gang. Penentuan besarnya gang dipengaruhi oleh ukuran faktor manusia, peralatan atau mesin, dan bahan baku yang digunakan. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan luas lantai mesin yaitu nama mesin atau peralatan, jumlah mesin atau peralatan, ukuran mesin atau peralatan, dan toleransi bahan.
III-13
Data penunjang tersebut dapat diperoleh dari data mesin-mesin dan multi product process chart. Tabel 3.4 berikut ini merupakan hasil perhitungan luas lantai mesin produk rak buku. Tabel 3.4 Luas Lantai Mesin Ukuran (m) Nama Mesin
(1)
Departemen
(2)
Meja Fabrikasi Mesin Potong Mesin Serut
Departemen Fabrikasi
Mesin Bor Meja Assembling
Departemen Perakitan
Jumlah Mesin
P
(3)
L
(4)
Luas Mesin (m2)
Luas Seluruh Mesin (m2)
Toleransi Bahan (100%)
Allowance (200%)
Total Luas/Departemen (m2)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
14
2.5
2
5
70
70
140
280
14
2
1
2
28
28
56
112
6
2
1
2
12
12
24
48
2
2
1
2
4
4
8
16
4
2.5
2.5
6.25
25
25
50
100
Total Luas Lantai Mesin
556
Contoh perhitungan dan analisis mengenai luas lantai mesin untuk meja fabrikasi dapat dilihat sebagai berikut: 1.
Kolom 1, 2, 3, dan 4 dapat diketahui dari data-data penunjang.
2.
Kolom 5 berisi luas lantai mesin tanpa toleransi dan allowance. Luas lantai ini menggunakan rumus persegi panjang. Luas mesin = p x l = 2,5 x 2 = 5 m2
3.
Kolom 6 berisi luas seluruh mesin berdasarkan jumlah mesin yang akan digunakan pada multi product process chart (MPPC). Luas seluruh mesin = jumlah mesin x luas mesin = 14 x 5 = 70 m2
4.
Kolom 7 berisi toleransi yang diberikan karena sebelum mesin melanjutkan proses selanjutnya biasanya terdapat bahan baku yang letaknya dekat dengan mesin tersebut. Luas toleransi diberikan untuk jalannya aliran produksi sehingga tidak mengalami kesulitan sewaktu proses produksi berjalan. Toleransi bahan = luas seluruh mesin x toleransi bahan 100% Toleransi bahan = 70 x 100% = 70 m2
5.
Kolom 8 berisi allowance yang diberikan. Luas allowance sebesar 100% diberikan untuk operator yang menjalankan mesin tersebut sedangkan sisanya 100% untuk jalannya alat-alat pengangkut bahan dan barang (gang).
III-14
Allowance = luas seluruh mesin x allowance 200% Allowance =70 x 200% = 140 m2 6.
Kolom 9 berisi total luas departemen berdasarkan luas seluruh mesin, toleransi bahan, dan allowance. Total luas/departemen = luas seluruh mesin + toleransi bahan + allowance Total luas/departemen = 70 + 70 + 140 = 280 m2 Berdasarkan hasil tersebut, maka luas area yang dibutuhkan untuk proses pengukuran dengan meja fabrikasi adalah sebesar 280 m2.
3.3.3
Luas Lantai Gudang Barang Jadi Perhitungan luas lantai gudang barang jadi (shipping) dilakukan untuk
mengetahui area yang digunakan untuk menyimpang produk jadi hasil produksi. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan luas lantai gudang barang jadi yaitu nama produk, ukuran produk, dan tinggi tumpukan. Tabel 3.5 berikut ini merupakan hasil perhitungan luas lantai gudang barang jadi rak buku. Tabel 3.5 Luas Lantai Gudang Barang Jadi Ukuran Produk (m) Nama Produk
P
(1)
L
T
(2)
Rak Buku
0.65
0.65
0.9
Vol (m3)
Produk Jadi/Minggu
Total Volume (m3)
Tinggi Tumpukan (m)
Luas lantai (m2)
Allowance (200%)
Total Luas Lantai (m2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
0.38
150
57.04
1
57.04
114.08
171.12
Perhitungan luas lantai gudang barang jadi produk rak buku: 1.
Data nama produk (kolom 1) dan ukuran produk (kolom 2) dapat diperoleh dari data penunjang.
2.
Kolom 3 berisi volume produk jadi rak buku. Bentuk rak buku diasumsikan seperti balok. Maka persamaan yang digunakan yaitu: Volume = p x l x t = 0,65 x 0,65 x 0,9 = 0,38 m3
3.
Kolom 4 berisi total produk jadi yang dapat dibuat dalam jangka waktu 1 minggu. Produk jadi/minggu = kapasitas produksi/hari x jumlah hari kerja/minggu Produk jadi/minggu = 30 x 5 = 150 unit
III-15
4.
Kolom 5 berisi total volume dari seluruh barang jadi dalam 1 minggu. Total volume = volume x produk jadi/minggu Total volume = 0,38 x 150 = 57,04 m3
5.
Kolom 6 berisi tinggi maksimal tumpukan yaitu 1 meter. Alasan pemilihan tinggi maksimal tumpukan tersebut yaitu agar barang jadi tidak mengalami kerusakan pada saat ditumpuk dan kualitas masih terjamin. Selain itu, untuk mempermudah operator dalam menjangkau produk jadi.
6.
Kolom 7 berisi luas lantai yang digunakan untuk menyimpan barang jadi. Luas lantai = total volume : tinggi maksimal tumpukan Luas lantai = 57,04 : 1 = 57,04 m2
7.
Kolom 8 berisi allowance yang diberikan terhadap area penyimpanan barang jadi. Allowance yang digunakan yaitu 200% dimana 100% diperuntukkan bagi area operator yang menyimpan atau mengangkut barang jadi sedangkan sisanya 100% digunakan sebagai jalannya alat-alat pengangkut barang jadi (gang). Allowance = luas lantai x allowance 200% Allowance = 57,04 x 200% = 114,08 m2
8.
Kolom 9 berisi total luas lantai yang digunakan untuk menyimpan barang jadi meliputi allowance. Total luas lantai = luas lantai + allowance Total luas lantai = 57,04 + 114,08 = 171,12 m2 Hasil tersebut menyatakan luas area yang digunakan untuk meyimpan barang jadi rak buku selama 1 minggu adalah sebesar 171,12 m2.
3.4.
Analisis Pemindahan Bahan, Ongkos, dan Alokasi Layout Material handling merupakan proses memindahkan bahan baku, barang
setengah jadi atau barang jadi dari tempat asal ke tempat tujuan yang telah ditetapkan. Pemindahan material dalam hal ini adalah bagaimana cara yang terbaik untuk memindahkan material dari satu tempat proses produksi ketempat proses produksi yang lain. Proses pemindahan ini mengakibatkan adanya ongkos
III-16
pemindahan bahan yang mencakup jeins alat angkut dan jarak pemindahan. Berdasarkan aktivitas tersebut maka menyebabkan perlunya melakukan penentuan alokasi terhadap tata letak dari suatu pabrik.
3.4.1
Proses Pemindahan Bahan Pemindahan bahan baku untuk produk rak buku dimulai dari gudang
bahan baku (receiving) model tumpukan. Bahan baku yang akan dipindahkan dari gudang bahan baku model tumpukan yaitu kaki 1, kaki 2, kaki 3, lingkaran 1, lingkaran 2, lingkaran 3, lingkaran 4, lingkaran 5, lingkaran 6, dan lingkaran 7. Proses pemindahan yang pertama yaitu memindahkan semua komponen utama menuju ruang pengukuran melewati gudang bahan baku (receiving) model rak. Selanjutnya adalah proses pemindahan semua hasil pengukuran menuju ruang pemotongan.
Setelah
dilakukan
proses
pemotongan,
maka
selanjutnya
dipindahkan menuju ruang penghalusan. Beberapa komponen utama hasil penghalusan seperti kaki 1, kaki 2, kaki 3, lingkaran 1, lingkaran 2, lingkaran 3, dan lingkaran 5 perlu dipindahkan ke ruang mesin bor untuk dilakukan proses membuat lubang. Sementara itu, komponen utama seperti lingkaran 4, lingkaran 6, dan lingkaran 7 langsung dipindahkan ke ruang perakitan tanpa proses melubangi. Komponen utama yang telah melalui proses melubangi selanjutnya dipindahkan ke ruang perakitan. Komponen tambahan yang berada di gudang bahan baku (receiving) model rak langsung dipindahkan menuju ruang perakitan. Karena komponen tambahan tidak mengalami proses untuk perubahan bentuk atau dimensi. Komponen utama dan komponen tambahan yang terdapat pada ruang perakitan, selanjutnya melalui proses perakitan hingga menjadi produk rak buku. Produk rak buku yang telah dirakit selanjutnya dipindahkan ke gudang barang jadi (shipping). Proses pemindahan barang dari satu departemen ke departemen lain dalam lantai produksi tentunya membutuhkan alat angkut. Alat angkut yang dapat digunakan yaitu orang untuk bobot maksimal 25 kg dengan ongkos Rp 500/meter, walky pallet untuk bobot maksimal 150 kg dengan ongkos Rp 1.000/meter, dan hand truck untuk bobot lebih dari 150 kg dengan ongkos 1.500 meter. Penentuan
III-17
alat angkut yang akan digunakan berdasarkan total berat semua komponen yang dipindahkan dari satu departemen menuju departemen yang lain dalam lantai produksi.
3.4.2
Ongkos Penanganan Material (OMH) Perhitungan ongkos penanganan material (OMH) dilakukan untuk
meminimalkan ongkos pemindahan material dari satu departemen ke departemen lainnya dalam lantai produksi. Selain itu dengan menghitung ongkos penanganan material dapat diketahui pula alat angkut yang digunakan untuk memindahkan material dari satu departemen ke departemen lainnya dalam lantai produksi. Perhitungan ongkos penanganan material (OMH) diperlukan beberapa data penunjang yaitu peta proses operasi, routing sheet, dan luas lantai. Berikut ini adalah ketentuan alat angkut beserta spesifikasinya yang akan digunakan sesuai dengan ongkos yang dikeluarkan: 1.
≤ 25 kg
2.
25-150 kg : walky pallet
= Rp 1.000,-
3.
150 kg : hand Truck
= Rp 1.500,-
: orang
= Rp 500,-
Berdasarkan data-data penunjang tersebut, maka dapat dilakukan proses perhitungan ongkos penanganan material (OMH). Tabel 3.6 berikut merupakan hasil perhitungan ongkos penanganan material (OMH) pada lantai produksi rak buku. Tabel 3.6 Ongkos Penanganan Material (OMH) Dari
Receiving (Model Tumpukan)
Ke
Meja Fabrikasi
Nama Komponen
Bentuk Material
Potongan Material
Produk/ Hari
Jumlah Tiap Bentuk
Berat Bentuk (Kg)
Berat Total (Kg)
Kaki 1
Kayu
1
57,41
58
0,5
29
Kaki 2
Kayu
1
57,99
58
0,5
29
Kaki 3
Kayu
1
57,99
58
0,5
29
Lingkaran 1
Kayu
1
165,22
166
0,5
83
Lingkaran 2
Kayu
1
173,86
174
0,45
78,3
Lingkaran 3
Kayu
1
197,76
198
0,4
79,2
Lingkaran 4
Kayu
1
215,06
216
0,1
21,6
Lingkaran 5
Kayu
1
107,61
108
0,25
27
Lingkaran 6
Kayu
1
144,42
145
0,2
29
Lingkaran 7
Kayu
1
112,88
113
0,15
16,95
Total
422,05
Alat Angkut
OMH (Rp/ meter)
Jarak (m)
Total Ongkos (Rp)
Hand Truck
1500
11,77
17655
III-18
Tabel 3.6 Ongkos Penanganan Material (OMH) (Lanjutan) Dari
Meja Fabrikasi
Ke
Mesin Potong
Nama Komponen
Bentuk Material
Potongan Material
Produk/ Hari
Jumlah Tiap Bentuk
Berat Bentuk (Kg)
Berat Total (Kg)
Kaki 1
Kayu
1
57,41
58
0,5
29
Kaki 2
Kayu
1
57,99
58
0,5
29 29
Kaki 3
Kayu
1
57,99
58
0,5
Lingkaran 1
Kayu
1
165,22
166
0,5
83
Lingkaran 2
Kayu
1
173,86
174
0,45
78,3
Lingkaran 3
Kayu
1
197,76
198
0,4
79,2
Lingkaran 4
Kayu
1
215,06
216
0,1
21,6
Lingkaran 5
Kayu
1
107,61
108
0,25
27
Lingkaran 6
Kayu
1
144,42
145
0,2
29
Lingkaran 7
Kayu
1
112,88
113
0,15
16,95
Total
Mesin Potong
Mesin Serut
Mesin Bor
Kaki 1
Kayu
1
30,24
31
0,5
15,5
Kaki 2
Kayu
1
30,24
31
0,5
15,5
Kaki 3
Kayu
1
30,24
31
0,5
15,5
Lingkaran 1
Kayu
1
60,8
61
0,5
30,5
Lingkaran 2
Kayu
1
60,85
61
0,45
27,45
Lingkaran 3
Kayu
1
60,89
61
0,4
24,4
Lingkaran 4
Kayu
1
30,56
31
0,1
3,1
Lingkaran 5
Kayu
1
30,02
31
0,25
7,75
Lingkaran 6
Kayu
1
61,32
62
0,2
12,4
Lingkaran 7
Kayu
1
61,46
62
0,15
9,3
Kaki 1
Kayu
1
30,01
31
0,5
Meja Perakitan
15,5
Kaki 2
Kayu
1
30,01
31
0,5
15,5
Kaki 3
Kayu
1
30,01
31
0,5
15,5
Lingkaran 1
Kayu
1
60,02
61
0,5
30,5
Lingkaran 2
Kayu
1
60,05
61
0,45
27,45
Lingkaran 3
Kayu
1
60,06
61
0,4
24,4
Lingkaran 5
Kayu
1
30,02
31
0,25
Meja Perakitan
Lingkaran 4
Kayu
1
30
30
Lingkaran 6
Kayu
1
60
Lingkaran 7
Kayu
1
60
Hand Truck
1500
13,66
20490
Hand Truck
1500
8,76
13140
Walky Pallet
1000
5,46
5460
Orang
500
12,46
6230
Walky Pallet
1000
7
7000
7,75
0,1
3
60
0,2
12
60
0,15
9 24
Kaki 1
Kayu
1
30
30
0,5
15
Kaki 2
Kayu
1
30
30
0,5
15
Kaki 3
Kayu
1
30
30
0,5
15
Lingkaran 1
Kayu
1
60
60
0,5
30
Lingkaran 2
Kayu
1
60
60
0,45
27
Lingkaran 3
Kayu
1
60
60
0,4
24
Lingkaran 5
Kayu
1
30
30
0,25
Total
Total Ongkos (Rp)
136,6
Total
Mesin Bor
Jarak (m)
161,4
Total
Mesin Serut
OMH (Rp/ meter)
422,05
Total
Mesin Serut
Alat Angkut
7,5 133,5
III-19
Tabel 3.6 Ongkos Penanganan Material (OMH) (Lanjutan) Dari
Ke
Nama Komponen
Bentuk Material
Potongan Material
Engsel (2)
Besi
2
Engsel (2)
Besi
2
Jumlah Tiap Bentuk
Berat Bentuk (Kg)
Berat Total (Kg)
30
0,01
0,3
30
0,01
0,3
2
0,5
1
150
3
0,5
1,5
60
60
0,1
6
150
3
0,5
1,5
60
60
0,1
6
Produk/ Hari
Alat Angkut
OMH (Rp/ meter)
Jarak (m)
Total Ongkos (Rp)
Orang
500
43,36
21680
Walky Pallet
1000
11,54
11540
114
103195
Perakitan 1 60 Perakitan 2 60 Perakitan 3 Sekrup 2 cm (2)
Besi
25
60 Perakitan 4
Receiving (Model Rak)
Meja Perakitan
Sekrup 2 cm (5)
Besi
10
Sekat (2)
Kayu
2
Perakitan 5 Sekrup 2 cm (5)
Besi
10
Sekat (2)
Kayu
2
Perakitan 7 Sekrup 2 cm (2)
Besi
25
60
2
0,5
1
Sekat (1)
Kayu
1
30
30
0,1
3
Total
Meja Perakitan
Shipping
Rak Buku
Produk Jadi
20,6
1
30
30
3,72
111,6
Total
Contoh perhitungan dan analisis untuk perhitungan ongkos penanganan material (OMH) komponen kaki 1 dari receiving ke meja fabrikasi dapat dilihat sebagai berikut. Kolom 1,2,3,4 = Data diketahui dari data komponen utama dan MPPC. Kolom 5
= Untuk komponen utama didapat dari pembagian volume diterima dengan volume dipakai. Contoh perhitungan: Potongan material =
Kolom 6
91x31x1 1,04 1 buah 90x30x1
= Data diperoleh dari bahan disiapkan untuk komponen kaki 1 yang terdapat pada routing sheet.
Kolom 7
= Datanya diperoleh dari pembagian antara kolom 6 dengan kolom 5.
Jumlah Tiap Bentuk Kolom 8
Produk/hari 57,41 57,41 58 Potongan Material 1
= Diketahui dari data komponen utama.
III-20
Kolom 9
= Datanya diperoleh dari perkalian antara kolom 7 dengan kolom 8. Contoh perhitungan komponen kaki 1: Berat Total = Jumlah tiap bentuk x berat bentuk = 58 x 0,5 = 29 kg
Kolom 10
= Penentuan alat angkut yang digunakan untuk memindahkan material. Datanya diperoleh dengan ketentuan sesuai dengan data penunjangnya. Karena berat total untuk perpindahan dari receiving ke meja fabrikasi adalah sebesar 422,05 kg. Maka alat angkut yang tepat digunakan adalah hand truck, karena dapat menampung material untuk bobot lebih dari 150 kg.
Kolom 11
= Karena alat angkut yang digunakan yaitu hand truck, maka material handling cost untuk perpindahannya yaitu Rp 1.500 untuk setiap meter yang ditempuh.
Kolom 12
= Datanya diperoleh dari jarak yang ditempuh dari gudang bahan baku komponen utama ke meja fabrikasi dengan menggunakan rumus berikut. Jarak
=
1 1 C A+ B+ 2 2
Jarak
=
1 Luas lantai model tumpukan + 2 luas lantai model rak +
Jarak Kolom 13
=
1 luas lantai ruang pengukuran 2
1 1 40,53 + 0,05031 + 280 = 11,77 meter 2 2
= Datanya diperoleh dari hasil perkalian antara kolom 11 dengan kolom 12. Contoh perhitungan: Total ongkos
= OMH x Jarak antar Departemen = Rp 1,500,- x 11,77 = Rp. 17.655,-
Penanganan material dari gudang bahan baku model rak untuk komponen tambahan ke meja perakitan memiliki cara perhitungan yang berbeda karena komponen tambahan dibawa dalam bentuk kemasan. Berikut ini merupakan contoh perhitungan komponen tambahan sekrup 2 cm pada perakitan ke-3.
III-21
Kolom 1,2,3,4 = Data diketahui dari data komponen tambahan, PPO dan MPPC. Kolom 5
= Untuk komponen tambahan didapat dari pembagian unit tersedia dengan kauntitas yang dibutuhkan untuk setiap perakitan. Contoh perhitungan: Potongan material =
50 = 25 2
Angka tersebut menunjukkan bahwa dalam 1 kemasan sekrup 2 cm hanya dapat digunakan sebanyak 25 perakitan pada perakitan ke-3. Sedangkan dalam 1 hari, terdapat 30 perakitan, maka dari itu tidak cukup 1 kemasan untuk perakitan ke-3. Kolom 6
= Data diperoleh dari jumlah sekrup yang disiapkan untuk perakitan ke-3 selama 30 perakitan. Contoh perhitungan: 2 x 30 perakitan = 60 unit sekrup Angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah unit sekrup yang dibutuhkan untuk perakitan ke-3 dalam 1 hari adalah 60 unit sekrup.
Kolom 7
= Datanya diperoleh dari pembagian antara kolom 6 dengan kolom 5. Jumlah Tiap Bentuk =
Kebutuhan produksi 60 = = 1,2 ≈ 2 kemasan isi kemasan 50
Kolom 8
= Diketahui dari data komponen tambahan.
Kolom 9
= Datanya diperoleh dari perkalian antara kolom 7 dengan kolom 8. Contoh perhitungan sekrup 2 cm: Berat Total = Jumlah tiap bentuk x berat bentuk = 2 x 0,5
Kolom 10
= 1 kg
= Penentuan alat angkut yang digunakan untuk memindahkan material. Datanya diperoleh dengan ketentuan sesuai dengan data penunjangnya. Karena berat total untuk perpindahan dari receiving ke meja perakitan adalah sebesar 20,6 kg. Maka
III-22
alat angkut yang tepat digunakan adalah orang, karena dapat menampung material untuk bobot kurang dari 25 kg. Kolom 11
= Karena alat angkut yang digunakan yaitu orang, maka material handling cost untuk perpindahannya yaitu Rp 500 untuk setiap meter yang ditempuh.
Kolom 12
= Datanya diperoleh dari jarak yang ditempuh dari gudang bahan baku komponen tambahan ke meja perakitan dengan menggunakan rumus berikut. Jarak
=
1 1 F A+ B+ C+ D+ E+ 2 2
Jarak
=
1 LL. model rak + LL. ruang pengukuran 2
+ LL. ruang pemotongan + LL. ruang penghalusan + LL. ruang melubangi +
Jarak = Kolom 13
1 LL. ruang perakitan 2
1 1 0,05031 + 280 + 112 + 48 + 16 + 100 = 43,36 meter 2 2
= Datanya diperoleh dari hasil perkalian antara kolom 11 dengan kolom 12. Contoh perhitungan: Total ongkos
= OMH x Jarak antar Departemen = Rp 500,- x 43,36 = Rp. 21.680,-
Lantai produksi rak buku terdiri dari 8 departemen yaitu departemen gudang bahan baku model tumpukan, gudang bahan baku model rak, departemen pengukuran, departemen pemotongan, departemen penghalusan, departemen melubangi, departemen perakitan, dan departemen gudang barang jadi. Banyaknya tahapan aliran bahan yang harus dilalui yaitu sebanyak 8 tahapan meliputi perpindahan dari receiving (gudang bahan baku) ke meja fabrikasi (komponen utama), meja fabrikasi ke mesin potong, mesin potong ke mesin serut, mesin serut ke mesin bor, mesin serut ke meja perakitan, mesin bor ke meja perakitan, receiving (gudang bahan baku) ke meja perakitan (komponen tambahan), dan meja perakitan ke shipping (gudang barang jadi). Tingkat aliran
III-23
material dipengaruhi oleh faktor kuantitas atau jumlah material yang dipindahkan dan jarak perpindahan material tersebut. Aktivitas penanganan material merupakan aktivitas yang non produktif karena tidak memberikan nilai apa-apa terhadap material. Penentuan alat angkut yang tepat dapat meminimalkan ongkos penanganan bahan (OMH) pada modal kerja dan pembelian alat angkut menjadi lebih efisien karena disesuaikan dengan kapasitas angkutnya. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat terdapat beberapa analisis. Potongan material menunjukkan jumlah unit komponen yang dapat diproduksi dari 1 unit papan yang dipesan dari supplier. Potongan material sebesar 1 unit menunjukkan bahwa papan yang dipesan dari supplier hanya dapat diproduksi komponen utama sebanyak 1 unit. Hal tersebut dikarenakan kebijakan perusahaan yang memesan komponen yang ukurannya telah ditambah allowance sebesar 1 cm. Kolom produk/hari menunjukkan jumlah unit komponen yang harus disiapkan sebelum proses pada tempat yang dituju dilaksanakan berdasarkan routing sheet. Kolom jumlah tiap bentuk menunjukkan jumlah unit komponen yang harus disediakan dari hasil pembagian antara kolom produk/hari dengan potongan material. Hasil pembagian tersebut dilakukan pembulatan, hal tersebut dikarenakan menunjukkan jumlah unit papan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Berat total paling besar diperoleh dari penanganan material dari gudang bahan baku komponen utama ke meja fabrikasi dan meja fabrikasi ke meja potong. Hal ini dikarenakan material yang dipesan dari supplier belum mengalami perubahan bentuk sehingga bobot setiap komponen belum berkurang. Penentuan alat angkut yang akan digunakan pada penerapan material handling cost ini hanya berdasarkan karakteristik material untuk bobot. Sehingga masih sulit menentukan apakah kualitas komponen masih terjamin untuk setiap penanganan materialnya. Jarak terjauh yang ditempuh dalam penanganan material produk rak buku yaitu dari gudang bahan baku model rak untuk komponen tambahan ke meja perakitan. Hal tersebut dikarenakan untuk mencapai tempat tujuan, harus melewati beberapa lantai produksi seperti meja fabrikasi, mesin potong, mesin serut, dan mesin bor. Hasil perhitungan penanganan material ini belum optimal, karena seharusnya
III-24
sebelum melakukan perhitungan material handling cost, perlu ditentukan terlebih dahulu aliran material yang digunakan. Aliran material akan mempengaruhi perhitungan jarak antar mesin atau departemen dan pada akhirnya akan mempengaruhi total biaya penanganan material.
3.5.
Alokasi Layout Secara umum, alokasi layout dilakukan untuk mengetahui pola aliran
aktivitas yang akan digunakan pada perusahaan khususnya pada lantai produksi. Pola aliran aktivitas tersebut mempertimbangkan ongkos penanganan material (OMH) dan skala prioritas sehingga akan meminimalkan ongkos penanganan material dan layout menjadi lebih optimal. Alokasi layout ini terdiri dari empat bagian yaitu from to chart (FTC), in flow - out flow (IF – OF), tabel skala prioritas (TSP), dan allocation relationship diagram (AAD).
3.5.1 From To Chart (FTC) From to chart (FTC) merupakan gambaran tentang total ongkos penanganan material (OMH) dari suatu bagian aktivitas ke aktivitas lain dalam lantai produksi. Sebelum membuat from to chart (FTC), masing-masing departemen dalam lantai produksi dapat disimbolkan sebagai berikut. 1.
R = Gudang bahan baku (receiving)
2.
F1 = Meja Fabrikasi
3.
F2 = Mesin Potong
4.
F3 = Mesin serut
5.
F4 = Mesin bor
6.
A1= Meja perakitan
7.
S = Shipping (gudang barang jadi) Berdasarkan data penunjang ongkos penanganan material (OMH) pada
Tabel 3.6, maka dapat dihitung ongkos yang masuk ke mesin (inflow) dan ongkos yang keluar dari mesin (outflow) dalam perhitungan from to chart (FTC). Pada tabel from to chart (FTC) perhitungan yang dilakukan menggunakan ongkos penanganan material (OMH). Karena ongkos penanganan material (OMH) telah
III-25
mempertimbangkan jarak dan alat angkut yang digunakan. Sehingga parameter yang tepat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan aliran material yaitu ongkos penanganan material. Tabel 3.7 berikut ini merupakan tabel from to chart (FTC) yang berisi ongkos inflow dan outflow untuk setiap mesin atau departemen pada lantai produksi rak buku. Tabel 3.7 From To Chart (FTC) To
R
From R
F1
F2
F3
F4
17655
A1
S
21680
39335
20490
F1
20490 13140
F2
13140 5460
F3 F4
6230
11690
7000
7000 11540
A1
11540 0
S Jumlah
Jumlah
0
17655
20490
13140
5460
34910
11540
103195
Berdasarkan Tabel 3.7 mengenai from to chart (FTC) yang berisi ongkos mesin, maka didapat dilihat bahwa ongkos penanganan material (OMH) yang paling besar dikeluarkan yaitu berasal dari receiving atau gudang bahan baku. Hal tersebut gudang bahan baku terdiri dari dua bagian yaitu gudang bahan baku komponen utama yang mengirim komponen utama rak buku ke meja fabrikasi dan gudang bahan baku komponen tambahan yang mengirim komponen tambahan ke meja perakitan. Sedangkan ongkos penanganan material (OMH) yang paling besar dimasukkan yaitu departemen meja perakitan. Hal tersebut karena lantai produksi pada departemen meja perakitan menerima penanganan material komponen tambahan dari receiving, komponen utama yang telah dihaluskan atau diratakan dari departemen mesin serut, dan komponen utama yang telah dilubangi dari departemen mesin bor. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa semakin jauh jarak yang ditempuh maka ongkos penanganan material yang dikeluarkan akan semakin besar.
III-26
3.5.2 In Flow – Out Flow (IF – OF) Berdasarkan from to chart (FTC) pada Tabel 3.7 dapat dilihat bahwa nilainilai tiap selnya diperoleh tabel ongkos penanganan material (OMH). Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk FTC inflow dan FTC outflow. FTC inflow dilakukan untuk menghitung ongkos yang masuk dari suatu mesin ke mesin lainnya, sedangkan FTC outflow untuk menghitung ongkos yang keluar dari satu mesin atau area ke mesin atau area lainnya. Tabel 3.8 berikut ini merupakan hasil perhitungan from to chart (FTC) in flow pada lantai produksi rak buku. Tabel 3.8 From To Chart (FTC) In Flow To From R F1 F2
R
F1
F2
F3
F4
1
A1
S
0,63 1 1
F3 F4
1
0,18 0,21
A1
1
S
In flow merupakan koefisien atas ongkos pada mesin dilihat dari ongkos yang masuk ke dalam mesin. Berikut ini merupakan contoh perhitungan in flow dari gudang bahan baku (receiving) menuju meja fabrikasi.
Inflow =
ongkos di mesin 17655 = =1 ongkos yang masuk ke mesin 17655
Nilai koefisien sebesar 1 menunjukkan bahwa ongkos yang masuk ke mesin sebanding dengan ongkos yang terdapat di mesin. Sedangkan nilai koefisien yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa ongkos yang masuk ke mesin lebih besar dibandingkan dengan ongkos pada mesin. Hal tersebut disebabkan karena mesin yang digunakan menerima pengiriman komponen dari beberapa department misal pada meja perakitan yang menerima komponen-komponen dari gudang bahan baku (receiving), mesin serut, dan mesin bor. Berdasarkan Tabel 3.8 dapat dilihat bahwa pada from to chart (FTC) in flow koefisien terkecil adalah 0,18 dari departemen mesin serut ke departemen meja perakitan. Setelah
III-27
perhitungan from to chart inflow, maka langkah selanjutnya adalah perhitungan from to chart outflow untuk menentukan apakah ada koefisien yang lebih kecil dibandingkan 0,18. Tabel 3.9 berikut hasil perhitungan ongkos yang keluar dari mesin (out flow) pada lantai produksi rak buku. Tabel 3.9 From To Chart (FTC) Out Flow To From R F1 F2 F3
R
F1
F2
F3
F4
0,87
A1
S
1,88 1,56 1,13 0,78
F4 A1
0,54 0,61 ∞
S
Out flow merupakan koefisien atas ongkos pada mesin dilihat dari ongkos yang keluar dari dalam mesin. Berikut ini merupakan contoh perhitungan from to chart (FTC) out flow dari gudang bahan baku (receiving) ke meja fabrikasi.
Outflow =
ongkos di mesin 17655 = = 0,87 ongkos yang keluar dari mesin 20490
Berdasarkan hasil perhitungan from to chart (FTC) out flow, tidak terdapat nilai koefisien sebesar 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa ongkos yang keluar dari mesin tidak ada yang sebanding dengan ongkos di mesin untuk semua lantai produksi. Nilai koefisien yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa ongkos yang keluar dari mesin lebih besar dibandingkan dengan ongkos pada mesin. Hal tersebut disebabkan karena mesin yang digunakan menerima pengiriman komponen dari beberapa departemen misal pada meja perakitan yang menerima komponen-komponen dari gudang bahan baku (receiving), mesin serut, dan mesin bor.Sedangkan koefisien yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa ongkos yang keluar dari mesin lebih kecil dibandingkan dengan ongkos di mesin. Terdapat koefisien ∞ pada Tabel 3.9, hal tersebut dikarenakan tidak ada ongkos penanganan material yang keluar dari shipping namun hanya terdapat ongkos distribusi yang tidak dipertimbangkan dalam menentukan aliran material.
III-28
Berdasarkan Tabel 3.9 dapat dilihat bahwa koefisien terkecil adalah sebesar 0,54 dari departemen mesin serut ke departemen meja perakitan.
3.5.3 Tabel Skala Prioritas (TSP) Tabel skala prioritas (TSP) merupakan gambaran urutan prioritas antara departemen atau mesin dalam suatu lintas atau layout produksi. Tujuan tabel skala prioritas (TSP) yaitu untuk meminimumkan ongkos, untuk memperkecil jarak handling, dan untuk mengoptimalkan layout. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien terkecil dari from to chart (FTC) in flow dan out flow dapat dilihat bahwa nilai koefisien paling kecil adalah 0,18 yang berada pada perhitungan from to chart (FTC) in flow. Maka untuk mengisi tabel skala prioritas diutamakan meja perakitan terlebih dahulu dan seterusnya sesuai dengan urutan koefisien dari terkecil hingga terbesar. Tabel 3.10 berikut ini merupakan tabel skala prioritas (TSP) pada lantai produksi rak buku. Tabel 3.10 Tabel Skala Prioritas (TSP)
Departemen/Mesin R F1 F2 F3 F4 A1
Prioritas I II A1 F1 F2 F3 A1 F4 A1 S
Berdasarkan tabel skala prioritas di atas, dapat diketahui bahwa lokasi gudang bahan baku (receiving) harus berdekatan dengan departemen meja perakitan (prioritas pertama) dan departemen meja fabrikasi (prioritas kedua). Lokasi meja fabrikasi harus berdekatan dengan lokasi mesin potong. Lokasi mesin potong harus berdekatan dengan lokasi mesin serut. Lokasi mesin serut harus berdekatan dengan lokasi meja perakitan (prioritas pertama) dan lokasi mesin bor. Lokasi mesin bor harus berdekatan dengan lokasi meja perakitan. Serta lokasi meja perakitan harus berdekatan dengan gudang barang jadi (shipping).
III-29
3.5.4 Activity Relationship Diagram (ARD) Activity relationship diagram (ARD) adalah diagram hubungan antar aktivitas (departemen atau mesin) berdasarkan tingkat prioritas kedekatan dengan kata lain meminimumkan ongkos handling. Tujuan dari pembuatan activity relationship diagram (ARD) yaitu menentukan letak lokasi departemen satu dengan yang lain, dan menggambarkan hubungan derajat kepentingan antar departemen, sehingga perencanaan yang ditentukan dapat berjalan dengan tepat. Keuntungan pembuatan activity relationship diagram (ARD), yaitu pembagian wilayah kegiatan menjadi sistematis, meminimumkan ruangan yang tidak digunakan dan memudahkan proses tata letak. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tabel skala prioritas pada Tabel 3.10, maka selanjutnya adalah membuat activity relationship diagram (ARD). Gambar 3.2 sampai dengan Gambar 3.. berikut ini merupakan alternatif-alternatif activity relationship diagram (ARD) yang dapat digunakan dalam lantai produksi rak buku. F4 S F3
A1 R
F1
F2
Gambar 3.2 ARD Alternatif 1
Alternatif ke-1 mendekati aliran melingkar (circular). Pola ini hampir sama dengan pola U-Shaped, diharapkan barang atau produk kembali ke tempat awal proses, penerimaan dan pengiriman pada satu tempat sama, dan digunakan mesin dengan rangkaian yang sama untuk kedua kalinya. F1
F2 F3
F4 R
A1 S Gambar 3.3 ARD Alternatif 2
III-30
Alternatif ke-2 mendekati aliran melingkar (circular). Pola ini hampir sama dengan pola U-Shaped, diharapkan barang atau produk kembali ke tempat awal proses, penerimaan dan pengiriman pada satu tempat sama, dan digunakan mesin dengan rangkaian yang sama untuk kedua kalinya. F4 F3 F2
A1 F1
S R
Gambar 3.4 ARD Alternatif 3
Alternatif ke-3 mendekati aliran melingkar (circular). Pola ini hampir sama dengan pola U-Shaped, diharapkan barang atau produk kembali ke tempat awal proses, penerimaan dan pengiriman pada satu tempat sama, dan digunakan mesin dengan rangkaian yang sama untuk kedua kalinya. F2
F1 R
F3 A1 F4
S Gambar 3.5 ARD Alternatif 4
Alternatif ke-4 merupakan aliran bentuk U (U-shaped). Digunakan apabila mengakhiri proses pada tempat yang relatif sama dengan awal proses. Hal ini mungkin disebabkan pada pabrik tersebut hanya mempunyai satu jalur untuk penerimaan bahan dan pengiriman produk jadi. F1
R
F3 F2 F4 S Gambar 3.6 ARD Alternatif 5
A1
III-31
Alternatif ke-5 mendekati aliran bentuk ular (zig-zag). Digunakan apabila lintasan lebih panjang dari ruang yang dapat digunakan untuk ditempati, dan karenanya berbelok-belok dengan sendirinya untuk memberikan lintasan aliran yang lebih panjang dalam bangunan dengan luas, bentuk, dan ukuran yang lebih ekonomis. Berdasarkan lima activity relationship diagram (ARD) di atas, ada 5 jenis aliran material berdasarkan dengan tabel skala prioritas (TSP). Berdasarkan activity relationship diagram (ARD) maka letak lokasi departemen satu dengan yang lain dapat ditentukan. Alternatif yang dipilih untuk diterapkan dalam perancangan tata letak fasilitas adalah alternatif ke-4 dengan tipe U-shaped. Alasan pemilihan tipe aliran material tersebut karena lebih mudah dalam penerapannya, selain itu lebih ekonomis karena lintasan relatif lebih pendek daripada alternatif yang lainnya sehingga akan memberikan efisiensi biaya pemindahan material. Transportasi yang dilakukan untuk memasukkan komponen dan mengeluarkan barang jadi dapat dilakukan dalam satu akses. ARD di atas belum menggambarkan layout lantai produksi namun hanya sekedar aliran material dari satu departemen ke departemen lain. Penempatan gudang bahan baku maupun gudang barang jadi tidak diletakkan di tengah, karena dapat menghambat proses pemindahan material.Nantinya pabrik yang akan didirikan hanya mempunyai satu jalur untuk penerimaan bahan dan pengiriman produk jadi.
BAB IV ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI
4.1
Badan Hukum dan Karakteristik Perusahaan Perusahaan merupakan suatu organisasi produksi dan niaga dalam
memuaskan kebutuhan masyarakat atau konsumen dengan menggunakan dan memadukan faktor-faktor produksi secara efisien dan efektif. Bentuk kepemilikan perusahaan bermacam-macam dari jenis badan usahanya. Badan usaha adalah badan hukum yang bertujuan memperoleh keuntungan sebesar besarnya dari usahanya. Badan hukum merupakan suatu badan usaha yang memiliki kekayaan sendiri,yang terpisah dari harta kekayaan dari pendirianya atau para pengurusnya. Para angota tidak bertanggung jawab atas harta kekayaannya tersebut dalam saham yang dimilikinya. Badan hukum memegang peranan yang penting dalam seluruh kegiatan yang terdapat pada sebuah badan usaha. Tanpa adanya badan hukum yang jelas, maka identitas dari perusahaan tersebut akan rancu. Badan hukum meliputi perseroan terbatas, persekutuan komanditer, perseroan lainnya dan firma. CV (Commanditaire Vennotschaap) adalah suatu bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Satu pihak dalam CV mengelola usaha secara aktif yang melibatkan harta pribadi dan pihak lainnya hanya menyertakan modal saja tanpa harus melibatkan harta pribadi. Pemimpin yang aktif mengurus perusahaan CV disebut sekutu aktif, dan pemimpin yang hanya menyetor modal disebut sekutu pasif. Karakteristik perusahaan dapat ditentukan melalui badan hukum, oleh karena itu perusahaan yang akan dibuat diberi nama CV. Rajawali Nusantara. CV. Rajawali Nusantara merupakan sebuah perusahaan yang didirikan oleh lima orang dengan tugas dan wewenang yang berbeda-beda dalam memproduksi rak buku dengan badan hukum berbentuk CV (Commanditaire Vennotschaap). Selain badan hukum, logo perusahaan juga dapat menjadi satu hal yang dapat IV-1
IV-2
menunjukkan karakteristik dari perusahaan. Sebuah logo dapat menunjukkan karakteristik perusahaan, sehingga dalam mendesain logo tersebut harus menggunakan gambar, bentuk, serta warna yang memiliki makna dan berkesinambungan. Logo CV. Rajawali Nusantara dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 Logo Perusahaan
Setiap gambar, bentuk, serta warna yang digunakan dalam pembuatan logo CV. Rajawali Nusantara memiliki kandungan makna tersendiri. Logo dari CV. Rajawali Nusantara tersebut mempunyai arti yang merupakan harapan dan deskripsi singkat mengenai perusahaan. Tulisan CV. Rajawali Nusantara menunjukkan nama dari perusahaan. Warna merah pada tulisan CV. Rajawali melambangkan kesan energi, kekuatan, dan keberanian untuk terus bersaing dengan produsen furniture yang lain. Warna biru pada tulisan nusantara melambangkan bahwa negara kita merupakan negara maritim yang sebagian besar adalah lautan. Nama nusantara menunjukkan bahwa CV. Rajawali Nusantara akan terus berkembang untuk menjadi salah satu produsen rak buku terbaik di nusantara. Gambar burung rajawali warna keemasan melambangkan kejayaan CV. Rajawali Nusantara yang mampu bertahan untuk masa yang panjang. Selain itu, rajawali merupakan burung yang tidak mengepak-ngepakkan sayapnya, tetapi dia mengembangkan sayapnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa CV. Rajawali Nusantara akan selalu berkembang dan melakukan perbaikan secara terusmenerus seiring dengan berjalannya waktu dengan memanfaatkan teknologi dan mengutamakan kepercayaan pelanggan yang disimbolkan dengan panah berwarna biru yang berputar searah dengan putaran jarum jam. Warna putih pada
IV-3
background melambangkan kesederhanaan, kesempurnaan, dan persatuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh elemen dalam CV. Rajawali Nusantara akan bersatu memajukan perusahaan dari hal yang sederhana untuk mencapai hasil yang sempurna.
4.2
Visi dan Misi Perusahaan Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana organisasi harus dibawa
agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Hal ini sangat berkaitan dengan suatu rencana yang akan disusun yang ingin di capai sutau lembaga untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang sifatnya umum. Cirinya berorientasi pada masa depan, tidak dibuat berdasarkan trend saat ini, memperhatikan sejarah kultur, serta bersifat ambisius. Misi merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh organisasi agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Karena penetapan visi dan misi suatu organisasi sangat penting, maka CV. Rajawali Nusantara telah menetapkan visi dan misi yang dibentuk sebagai motivasi diri demi kemajuan dan perkembangan perusahaan. Visi dan misi dari CV. Rajawali Nusantara adalah sebagai berikut: 1.
Visi Perusahaan Menjadi produsen rak buku terbaik dan terpercaya dengan mengutamakan kebutuhan pelanggan.
2.
Misi Perusahaan a.
Melakukan perbaikan secara terus menerus dalam segala bidang untuk meningkatkan kualitas rak buku yang diproduksi dan memenuhi permintaan konsumen.
b.
Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembangkan produk yang inovatif dan sesuai dengan keinginan pelanggan.
c.
Membangun hubungan yang harmonis antara seluruh elemen perusahaan dengan investor.
IV-4
4.3
Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi dalam sebuah perusahaan dibuat dengan maksud untuk
memudahkan pengendalian dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan perusahaan dan agar pembagian tugas serta wewenang lebih terorganisir dengan baik. Stuktur organisasi dari CV. Rajawali Nusantara berbentuk vertikal dan fungsional yang didasarkan pada pembagian tugas dan tanggung jawab yang sesuai dengan spesialisasi yang dimiliki oleh pekerjanya. Struktur organisasi dari CV. Rajawali Nusantara dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini. Direktur (Marulloh)
Manager Produksi (Andri Saputra)
Manager Pemasaran (Ario Windarto)
Manager Keuangan (Warda Tizinia)
Manager HRD (Ricky Akbar R.)
Staff Produksi
Staff Pemasaran
Staff Keuangan
Staff HRD
Gambar 4.2 Struktur Organisasi
Tanggung jawab dari masing-masing jabatan yang ada dalam struktur organisasi pada CV. Rajawali Nusantara berbeda-beda. Tanggung jawab dari masing-masing jabatan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Direktur berfungsi sebagai pimpinan teratas serta penanggung jawab atas berlangsungnya kegiatan perusahaan.
2.
Manager produksi bertanggung jawab untuk mengatur kegiatan produksi secara keseluruhan. mulai dari perencanaan produksi, kegiatan produksi, dan pengendalian produksi. Selain itu juga meliputi pengendalian kualitas (quality control) produk, gudang bahan baku dan gudang barang jadi.
3.
pemasaran
Manager
bertanggung
jawab
untuk
mengatur
masalah
pendistribusian bahan baku dan barang jadi serta mengadakan riset dan analisis
terhadap
perkembangan
permintaan
pasar
untuk
melihat
kemungkinan mengembangkan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan.
IV-5
4.
keuangan
Manager
bertanggung
jawab
untuk
mengkoordinasikan,
mengarahkan, dan mengawasi kegiatan yang berhubungan dengan keuangan perusahaan. 5.
Manager Human Resource and Development (HRD) bertanggung jawab untuk mengurusi masalah ketenagakerjaan, mulai dari perekrutan sampai dengan masalah kompensasi dari seluruh tenaga kerja pada perusahaan.
6.
Staff yang terdiri dari 4 orang bertanggung jawab membantu manager di setiap bagian agar proses kerja berjalan dengan lancar sehingga kinerja dari atasan dan bawahan berjalan optimal.
4.4
Luas Lantai Perkantoran Lantai perkantoran merupakan area yang dibutuhkan untuk tenaga kerja
tidak langsung khususnya perkantoran. Jumlah tenaga kerja perkantoran untuk CV. Rajawali Nusantara sebanyak sembilan orang. Selain ruang untuk para pekerja perkantoran, luas perkantoran juga digunakan untuk ruang rapat. Alokasi untuk total dari luas lantai perkantoran CV. Rajawali Nusantara dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 4.1 Luas Lantai Perkantoran Ruang Jumlah Ukuran (m) Direktur 1 4×4 Produksi 1 4×5 Pemasaran 1 4×5 Keuangan 1 4×5 HRD 1 4×5 Toilet Kantor 2 2×2 Ruang rapat 1 4×5 Pantry 1 3×2 Receptionist 1 2×2 Jumlah Allowance (100%) Total
Luas (m2) 16 20 20 20 20 4 20 6 4
Total 16 20 20 20 20 8 20 6 4 134 134 268
Total luas lantai perkantoran yang dibutuhkan adalah sebesar 134 m2 dengan allowance 100%, jadi luas lantai perkantoran sebesar 268 m2. Allowance diberikan dengan tujuan untuk area ruang gerak dari para tenaga kerja tidak langsung sehingga akan memberikan rasa nyaman dan aman. Apabila tidak diberikan allowance, maka tidak ada gang untuk para tenaga kerja tidak langsung
IV-6
sehingga mereka akan kesulitan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Berdasarkan Tabel 4.1, maka ruangan yang paling luas adalah ruang manager dan staff untuk semua bagian serta ruang rapat. Ruang kerja antara manager dan staff dibuat dalam satu ruangan agar mempermudah komunikasi vertikal yang baik untuk setiap bagian dan mengoptimalkan penggunaan alat dan bahan kerja yang sama dalam satu ruangan. Ruang rapat didesain cukup besar agar dapat menampung beberapa tenaga kerja yang akan rapat pada CV. Rajawali Nusantara. Toilet berjumlah dua diperuntukkan untuk pria dan wanita.
4.5
Luas Lantai Fasilitas Perusahaan tentunya memiliki fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan
untuk tenaga kerja atau kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan proses produksi. Fasilitas tersebut tentunya digunakan untuk kepentingan pribadi setiap tenaga kerja maupun kepentingan umum yang dapat digunakan oleh seluruh tenaga kerja. Tabel 4.2 berikut ini merupakan total dari perhitungan luas lantai fasilitas pada CV. Rajawali Nusantara. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel 4.2 Luas Lantai Fasilitas Ruang Jumlah Ukuran (m) Mushola 1 6×6 Toilet 4 2×2 Pos Satpam 1 3×2 Instalasi Air 1 3×2 Instalasi Listrik 1 3×2 Kantin 1 6×6 Parkir Mobil 1 10 × 10 Parkir Motor 1 10 × 3 Pembuangan Limbah 1 4×2 Taman 1 Gerbang 2 5×2 Jumlah Allowance(100%) Total
Luas (m2) 36 4 6 4 6 36 100 30 8 120 10
Total (m2) 36 16 6 4 6 36 100 30 8 120 20 382 382 764
Total luas lantai fasilitas yang dibutuhkan adalah sebesar 382 m2 dengan allowance 100%, jadi luas lantai perkantoran sebesar 764 m2. Allowance diberikan dengan tujuan untuk area ruang gerak dari para tenaga kerja tidak langsung maupun langsung serta kendaraan sehingga akan memberikan rasa
IV-7
nyaman dan aman. Toilet berjumlah 4 unit dimana 2 unit diperuntukkan untuk pria dan 2 unit untuk wanita. Luas taman pada Tabel 4.2 tidak memiliki ukuran, hal tersebut dikarenakan taman akan digunakan pada sekeliling pabrik dan tidak memiliki ukuran yang pasti. Sehingga lebih baik hanya ditulis luas yang dibutuhkan saja.
4.6.
Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan
seluruh kegiatan yang terdapat dalam suatu perusahaan. Upah atau gaji merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan untuk kesejahteraan seluruh tenaga kerja. Perhitungan upah tenaga kerja terdiri dari dua bagian yaitu untuk tenaga kerja langsung serta tenaga kerja tidak langsung perkantoran dan non perkantoran.
4.6.1
Tenaga Kerja Langsung Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang terlibat langsung
dalam proses produksi pada lantai produksi. Upah bagi tenaga kerja langsung dapat berubah sewaktu-waktu tergantung dengan tingkat permintaan atau produksi. Tabel 4.3 berikut ini merupakan perhitungan upah atau gaji tenaga kerja langsung pada CV. Rajawali Nusantara. Tabel 4.3 Gaji Tenaga Kerja Langsung Departemen Fabrikasi Nama Mesin/Jabatan
Jumlah Personil
Gaji/bulan (Rp)
Total Gaji/bulan (Rp)
Meja Fabrikasi
14
1.150.000
16.100.000
Mesin Potong
14
1.150.000
16.100.000
Mesin Serut
6
1.150.000
6.900.000
Mesin Bor
2
1.150.000
2.300.000
Departemen Assembling Nama Mesin/Jabatan
Jumlah Personil
Gaji/bulan (Rp)
Total Gaji/bulan (Rp)
Meja Assembling
4
1.150.000
4.600.000
Operator Penanganan Material Operator Alat Angkut
1
1.150.000
Total Gaji Tenaga Kerja Langsung
1.150.000 47.150.000
IV-8
4.6.2 Tenaga Kerja Tidak Langsung dan Non Perkantoran Tenaga kerja tidak langsung merupakan tenaga kerja keberadaaannya juga sangat penting dalam sebuah perusahaan. Tenaga kerja tidak langsung terbagi menjadi dua bagian yaitu tenaga kerja tidak langsung perkantoran dan tenaga kerja tidak langsung non perkantoran. Tenaga kerja tidak langsung perkantoran adalah tenaga kerja yang tidak terlibat secara tidak langsung dalam proses produksi di lantai produksi. Tabel 4.4 berikut ini merupakan perhitungan gaji tenaga kerja tidak langsung pada CV. Rajawali Nusantara. Tabel 4.4 Tenaga Kerja Tidak Langsung Perkantoran Jabatan
Jumlah (orang)
Gaji/bulan (Rp)
Total Gaji/bulan (Rp)
Direktur
1
2.000.000
2.000.000
Manager
4
1.500.000
6.000.000
Staff
4
1.200.000
4.800.000
Total Gaji Tenaga Kerja Tak Langsung Perkantoran
12.800.000
Berdasarkan data gaji untuk tenaga kerja tidak langsung perkantoran di atas, dapat diketahui bahwa jumlah gaji berbeda-beda dan disesuaikan dengan level manajemennya. Selanjutnya adalah perhitungan gaji untuk tenaga kerja tidak langsung non perkantoran. Tenaga kerja tidak langsung non perkantoran merupakan tenaga kerja yang pekerjaannya tidak ada hubungannya dengan proses produksi. Tabel 4.5 berikut ini merupakan perhitungan gaji tenaga kerja tidak langsung non perkantoran pada CV. Rajawali Nusantara. Tabel 4.5 Tenaga Kerja Tidak Langsung Non Perkantoran Jabatan
Jumlah (orang)
Gaji/bulan (Rp)
Total Gaji/bulan (Rp)
Satpam
3
900.000
2.700.000
Recepsionist
1
900.000
900.000
Office Boy
2
800.000
1.600.000
Total Gaji Tenaga Kerja Tak Langsung non Perkantoran
5.200.000
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa gaji antar tenaga kerja tidak langsung non perkantoran pada CV. Rajawali Nusantara berbeda-beda. Hal tersebut disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan kepentingan pada tugas yang dibebankan pada tenaga kerja tersebut.
IV-9
4.7
Sosial Ekonomi CV. Rajawali Nusantara terletak pada Jalan Raya Mundu, Rawaurip
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena memiliki luas tanah sebesar 5000 m2 sehingga sebagian dari area ini dapat dibeli untuk didirikan CV. Rajawali Nusantara. Selain itu, tanah pada lokasi ini telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan harga Rp 300.000,- per meter persegi. Lokasi ini terletak pada koordinat -6o47’54.43”, +108o39’24.33”. Gambar 4.3 berikut ini menunjukkan lokasi yang akan didirikan CV. Rajawali Nusantara.
Gambar 4.3 Lokasi CV. Rajawali Nusantara
Lokasi ini juga sangat strategis karena bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang Provinsi Jawa Tengah. Lokasi ini juga dekat dengan Pintu Tol Kanci arah Jawa Tengah dan akses ke Jawa Tengah. Jalur ini biasa digunakan untuk arus mudik baik ke Jakarta ataupun jalan ke Jawa Tengah. Gambar 4.4 berikut ini menunjukkan denah lokasi dari CV. Rajawali Nusantara.
Gambar 4.4 Denah Lokasi CV. Rajawali Nusantara
IV-10
Selain faktor harga tanah dan lokasi yang strategis, pemilihan lokasi ini untuk pendirian CV. Rajawali Nusantara mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah ketersediaan bahan baku. Meskipun bahan baku yang dipergunakan mengalami banyak mengalami penurunan berat atau volume, maka perusahaan tidak perlu sedekat mungkin dengan sumber bahan baku. Namun ketersediaan bahan baku pada daerah tersebut perlu menjadi pertimbangan karena dapat meminimumkan biaya transportasi bahan baku sehingga biaya pembelian bahan baku menjadi lebih murah. Lokasi ini tidak terlalu jauh dengan pabrik pengolah kayu karena pada daerah Cirebon masih terdapat banyak pohon jati dan pohon-pohon lain yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan furniture. Faktor kedua yaitu ketersediaan tenaga kerja. Setiap daerah tentunya memiliki ciri tenaga kerja yang berlainan karena pengaruh lingkungan, adat dan budayanya. Kabupaten Cirebon telah memiliki banyak pabrik besar, menengah, maupun kecil. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh salah satunya adalah tenaga kerja. UMR pada tahun 2013 untuk Kabupaten Cirebon adalah sebesar Rp 1.081.300,-. Kabupaten Cirebon termasuk memiliki pendidikan yang cukup tinggi. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk lantai produksi memiliki syarat pendidikan
minimal
lulus
SMA/SMK/sederajat
sedangkan
untuk
lantai
perkantoran memiliki syarat pendidikan minimal lulus D3. Selain syarat pendidikan tersebut, tenaga kerja yang akan direkrut untuk CV. Rajawali Nusantara diutamakan yang memiliki tempat tinggal tidak jauh dari lokasi pabrik agar dapat meminimumkan biaya transportasi para tenaga kerja. Faktor ketiga yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi adalah lokasi pemasaran produk. Karena bahan baku dapat diperoleh dengan mudah dan tidak membutuhkan biaya transportasi yang mahal, maka CV. Rajawali Nusantara akan didirikan dekat dengan lokasi pemasaran. Target pasar dari produksi rak buku CV. Rajawali Nusantara yaitu pada bidang pendidikan seperti sekolah dari tingkat taman kanak-kanak hingga universitas, pada bidang kesehatan seperti puskesmas, klinik, dan rumah sakit, bidang jasa, perkantoran, maupun rumah tangga. Karena lokasi pabrik yang dekat dengan konsumen maka ketersediaan
IV-11
produk di pasar akibat gangguan distribusi produk dari pabrik penyalur akan lebih dapat diandalkan dengan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan harga pasar. Faktor yang lain yang perlu dipertimbangkan yaitu ketersediaan air, listrik, dan sarana transportasi. Air yang digunakan pada CV. Rajawali Nusantara diperoleh dari sumber air tanah karena lokasi ini dekat dengan dataran tinggi di Gunung Ciremai dan sektor pertanian khususnya penghasil beras yang berkembang pesat di daerah ini. Sehingga tentunya ketersediaan air di lokasi ini terjamin. Selain air, listrik juga merupakan faktor yang penting dalam berjalannya proses produksi. Lokasi CV. Rajawali Nusantara telah dialiri listrik dan telah ada tiang-tiang yang mengaliri listrik sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya yang tidak terlalu banyak untuk penambahan tiang listrik. CV. Rajawali Nusantara juga memiliki satu unit genset untuk antisipasi pemadaman listrik sehingga proses produksi tetap berjalan. Sarana transportasi pada lokasi ini tersedia karena lokasi ini berada pada pinggir jalan raya. Sehingga dapat diakses melalui jalan darat untuk distribusi bahan baku maupun produk baik dengan kendaraan kecil maupun besar seperti truck. Gambar 4.5 dan 4.6 berikut ini menunjukkan tampak lokasi dari CV. Rajawali Nusantara.
Gambar 4.5 Tampak Samping Lokasi CV. Rajawali Nusantara
Gambar 4.6 Tampak Depan Lokasi CV. Rajawali Nusantara
BAB V ANALISIS ASPEK EKONOMI DAN FINANSIAL
5.1
Perhitungan Biaya Perhitungan biaya dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya investasi
untuk mendirikan CV. Rajawali Nusantara. Biaya tersebut berupa luas tanah, bangunan tertutup dan terbuka, mesin-mesin yang digunakan dan juga aset-aset yang dimiliki oleh CV. Rajawali Nusantara. Bangunan tertutup pabrik seperti perkantoran, pabrik dan fasilitas lain (toilet, kantin, mushola, pantry dan lain-lain) sedangkan bangunan terbuka seperti taman dan tempat parkir. Perhitungan biaya ini juga termasuk mesin yang digunakan selama proses produksi. Mesin yang digunakan CV. Rajawali Nusantara dalam pembuatan rak buku adalah meja fabrikasi, mesin potong, mesin serut, mesin bor, dan meja perakitan. Selain mesin yang digunakan untuk proses produksi, CV. Rajawali Nusantara juga memiliki mesin untuk alat angkut untuk penanganan material seperti walky pallet dan hand truck. Selain itu, aset-aset yang dimiliki oleh CV. Rajawali Nusantara juga harus diperhitungkan. Aset-aset tersebut terdiri dari yang memiliki ukuran besar sampai yang terkecil. Contoh aset yang dimiliki CV. Rajawali Nusantara adalah instalasi listrik, instalasi air, mobil pick-up, dan lain sebagainya. Perhitungan biaya investasi awal mempertimbangkan harga per unit, umur ekonomis, nilai sisa, dan depresiasi. Tabel 5.1 berikut ini merupakan investasi awal pada CV. Rajawali Nusantara. Tabel 5.1 Investasi Awal CV. Rajawali Nusantara No.
Komponen Biaya Investasi
Jumlah
Satuan
Harga/Unit (Rp)
Tota Harga (Rp)
Umur (Th)
Nilai Sisa (Rp)
Susut/Th (Rp)
1
Tanah
1799,7
m2
300.000
539.910.000
-
-
-
2
Bangunan Tertutup
1139,7
m2
1.000.000
1.139.700.000
50
113.970.000
20.514.600
3
Bangunan Terbuka
660
m2
300.000
198.000.000
50
19.800.000
3.564.000
Meja Fabrikasi
14
Unit
300.000
4.200.000
10
420.000
378.000
Mesin Potong
14
Unit
500.000
7.000.000
10
700.000
630.000
Mesin Serut
6
Unit
400.000
2.400.000
10
240.000
216.000
Mesin Bor
2
Unit
420.000
840.000
10
84.000
75.600
4
Mesin
V-1
V-2
Tabel 5.1 Investasi Awal CV. Rajawali Nusantara (Lanjutan) No.
4
5
Jumlah
Satuan
Harga/Unit (Rp)
Tota Harga (Rp)
Umur (Th)
Nilai Sisa (Rp)
Susut/Th (Rp)
Meja Assembling
4
Unit
300.000
1.200.000
10
120.000
108.000
Walky Pallet
3
Unit
800.000
2.400.000
10
240.000
216.000
Hand Truck
3
Unit
2.000.000
6.000.000
10
600.000
540.000
Sofa
3
Unit
200.000
600.000
0,5
60.000
1.080.000
Kursi Direktur
1
Unit
200.000
200.000
5
20.000
36.000
Meja Direktur
1
Unit
300.000
300.000
5
30.000
54.000
Tempat file
4
Unit
150.000
600.000
3
60.000
180.000
Cabinet
13
Unit
300.000
3.900.000
5
390.000
702.000
Kursi Manager
4
Unit
175.000
700.000
5
70.000
126.000
Meja Manager
4
Unit
300.000
1.200.000
5
120.000
216.000
Kursi Staff
4
Unit
150.000
600.000
5
60.000
108.000
Meja Staff
4
Unit
200.000
800.000
5
80.000
144.000
Kursi Recepcionist
1
Unit
150.000
150.000
5
15.000
27.000
Meja Recepcionist
1
Unit
250.000
250.000
5
25.000
45.000
Kursi Ruang Meeting
12
Unit
150.000
1.800.000
4
180.000
405.000
Meja ruang meeting
1
Unit
600.000
600.000
5
60.000
108.000
Kursi kantin
12
Unit
125.000
1.500.000
5
150.000
270.000
Meja kantin
6
Unit
175.000
1.050.000
5
105.000
189.000
Kursi satpam
2
Unit
125.000
250.000
5
25.000
45.000
Meja satpam
1
Unit
175.000
175.000
5
17.500
31.500
Rak Pantry
1
Unit
200.000
200.000
5
20.000
36.000
Kursi lipat
10
Unit
90.000
900.000
3
90.000
270.000
Perlengkapan Meeting
1
Set
4.000.000
4.000.000
5
400.000
720.000
Perlengkapan Pantry
1
Set
3.000.000
3.000.000
5
300.000
540.000
Perlengkapan Keamanan
1
Set
750.000
750.000
3
75.000
225.000
Perlengkapan Mushola
1
Set
250.000
250.000
5
25.000
45.000
Perlengkapan toilet
6
Set
25.000
150.000
0,2
15.000
675.000
Perlengkapan kebersihan
2
Set
200.000
400.000
2
40.000
180.000
Wastafel
8
Unit
200.000
1.600.000
5
160.000
288.000
Kloset
6
Unit
150.000
900.000
5
90.000
162.000
Instalasi listrik
1
Unit
4.500.000
4.500.000
5
450.000
810.000
Instalasi air
1
Unit
2.000.000
2.000.000
5
200.000
360.000
Instalasi telepon & Internet
1
Set
1.000.000
1.000.000
5
100.000
180.000
Komputer
9
Unit
4.000.000
36.000.000
4
3.600.000
8.100.000
Mesin Fax
5
Unit
800.000
4.000.000
4
400.000
900.000
Printer & Scanner
9
Unit
700.000
6.300.000
3
630.000
1.890.000
Komponen Biaya Investasi
Mesin
Aset
V-3
Tabel 5.1 Investasi Awal CV. Rajawali Nusantara (Lanjutan) No.
5
Jumlah
Satuan
Harga/Unit (Rp)
Tota Harga (Rp)
Umur (Th)
Nilai Sisa (Rp)
Susut/Th (Rp)
Telepon
15
Unit
100.000
1.500.000
4
150.000
337.500
ATK
11
Set
50.000
550.000
0,1
55.000
4.950.000
Kipas angin
11
Unit
200.000
2.200.000
3
220.000
660.000
Exhaust
5
Unit
200.000
1.000.000
4
100.000
225.000
Lampu Taman
16
Unit
120.000
1.920.000
2
192.000
864.000
Lampu jalan
11
Unit
550.000
6.050.000
2
605.000
2.722.500
Gerbang
2
Set
500.000
1.000.000
5
100.000
180.000
Telivisi
1
Unit
750.000
750.000
4
75.000
168.750
Tong sampah
18
Unit
80.000
1.440.000
3
144.000
432.000
Jam dinding
10
Unit
50.000
500.000
3
50.000
150.000
Penanganan limbah
1
Set
1.500.000
1.500.000
5
150.000
270.000
Dekorasi taman & kantor
1
Set
2.000.000
2.000.000
5
200.000
360.000
APD
41
Set
25.000
1.025.000
1
102.500
922.500
Alat pemadam kebakaran
5
Unit
150.000
750.000
2
75.000
337.500
Rak komponen
2
Unit
100.000
200.000
3
20.000
60.000
Mobil Pick-up
1
Unit
75.000.000
75.000.000
8
7.500.000
8.437.500
Kotak P3K
2
Set
200.000
400000
1
40000
360000
208.006.000
66.826.950
Komponen Biaya Investasi
Aset
Total (Rp)
2.080.060.000
Modal Sendiri 75% (Rp)
1.560.045.000
Modal Pinjaman 25% (Rp)
520.015.000
Berdasarkan perhitungan pada tabel investasi awal di atas, maka di bawah ini terdapat contoh perhitungan untuk memperjelas hasil perhitungan. Tanah
= luas lantai produksi + luas lantai Perkantoran + luas lantai fasilitas = 767,70031 m2 + 268 m2 + 764 m2 = 1.799.70031 m2 ≈ 1.799,7 m2
Bangunan tertutup
= luas lantai produksi + luas perkantoran + luas lantai fasilitas tertutup = 767,70031 m2 + 268 m2 + 104 m2 = 1.139,70031 m2 ≈ 1.139,7 m2
Bangunan terbuka
= luas lantai fasilitas terbuka = 1.799,7 m2 – 1.139,7 m2 = 660 m2
V-4
Jumlah mesin
= Berdasarkan MPPC pada Gambar 3.1 halaman III-6.
Total harga
= Jumlah x Harga/Unit.
Contoh perhitungan total harga pada meja fabrikasi: Total harga meja fabrikasi
= 14 unit x Rp 300.000 = Rp 4.200.000
Nilai sisa
= 10% dari total harga
Contoh perhitungan nilai sisa pada meja fabrikasi: Nilai sisa meja fabrikasi Nilai susut/tahun =
= 10% x Rp 4.200.000 = Rp 420.000
Total harga - Nilai Sisa 4.200.000 - 420.000 = Rp 378.000 = 10 Umur
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diperoleh informasi bahwa total harga paling besar berasal dari bangunan tertutup yaitu sebesar Rp 1.139.700.000. Hal tersebut dikarenakan karena kuantitas atau jumlah yang diperlukan untuk bangunan tertutup lebih besar dibandingkan komponen biaya investasi yang lain. Selain itu, harga yang diperlukan untuk setiap unit bangunan tertutup juga cukup besar. Pada komponen tanah tidak memiliki umur ekonomis sehingga tidak memiliki nilai sisa maupun penyusutan. Karena harga tanah cenderung meningkat setiap tahunnya bukan menurun. Umur ekonomis merupakan periode yang efektif dalam penggunaan untuk setiap komponen biaya investasi. Nilai sisa merupakan nilai jual kembali setiap komponen investasi awal. Penyusutan atau depresiasi merupakan penurunan nilai suatu properti atau aset karena waktu pemakaian untuk setiap tahunnya. Pada akhir perhitungan investasi awal diketahui bahwa pemilik CV. Rajawali Nusantara akan mengeluarkan dana sebesar 75% dari total biaya investasi awal sebesar Rp 1.560.045.000 untuk membangun proyek maupun pengadaan semua komponen pada Tabel 5.1 Sedangkan sisanya 25% diperoleh dengan meminjam dana dari bank sebesar Rp 520.015.000.
5.2
Perhitungan Modal Kerja Modal kerja merupakan pemasukan biaya selain dari investasi awal
pemilik perusahaan. Modal kerja terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan dan jumlah biaya tersebut tidak berubah atau tetap tanpa terkait oleh besar kecilnya proses produksi. Biaya tetap
V-5
meliputi biaya PBB (tanah dan bangunan tertutup), biaya penyusutan, dan biaya tenaga kerja tak langsung perkantoran. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan dan besar kecilnya biaya tersebut dipengaruhi oleh proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan langsung, biaya bahan tak langsung, biaya overhead pabrik, ongkos material handling (OMH), gaji tenaga kerja langsung, dan gaji tenaga kerja tak langsung non perkantoran. Tabel 5.2 berikut ini merupakan perhitungan modal kerja pada CV. Rajawali Nusantara. Tabel 5.2 Modal Kerja CV. Rajawali Nusantara Komponen Biaya
Tahun 0 (Rp)
Tahun 1(Rp)
Tahun 2 (Rp)
Tahun 3 (Rp)
Tahun 4 (Rp)
Tahun 5 (Rp)
Tanah
2.699.550
2.699.550
2.699.550
2.699.550
2.699.550
2.699.550
Bangunan Tertutup
5.698.500
5.698.500
5.698.500
5.698.500
5.698.500
5.698.500
2. Penyusutan
66.826.950
A. Biaya Tetap 1. PBB
66.826.950
66.826.950
66.826.950
66.826.950
66.826.950
153.600.000
153.600.000
153.600.000
153.600.000
153.600.000
Kaki 1(1)
79.200.000
79.200.000
79.200.000
79.200.000
79.200.000
Kaki 2 (1)
79.200.000
79.200.000
79.200.000
79.200.000
79.200.000
3. Tenaga Kerja Tak Langsung Perkantoran B. Biaya Variabel 1. Biaya Bahan Langsung
Kaki 3 (1)
79.200.000
79.200.000
79.200.000
79.200.000
79.200.000
Lingkaran 1 (2)
172.800.000
172.800.000
172.800.000
172.800.000
172.800.000
Lingkaran 2 (2)
165.600.000
165.600.000
165.600.000
165.600.000
165.600.000
Lingkaran 3 (2)
144.000.000
144.000.000
144.000.000
144.000.000
144.000.000
Lingkaran 4 (1)
21.600.000
21.600.000
21.600.000
21.600.000
21.600.000
Lingkaran 5 (1)
43.200.000
43.200.000
43.200.000
43.200.000
43.200.000
Lingkaran 6 (2)
57.600.000
57.600.000
57.600.000
57.600.000
57.600.000
Lingkaran 7 (2)
43.200.000
43.200.000
43.200.000
43.200.000
43.200.000
2. Biaya bahan Tak Langsung Sekat
36.000.000
36.000.000
36.000.000
36.000.000
36.000.000
Sekrup 2 cm
20.160.000
20.160.000
20.160.000
20.160.000
20.160.000
Engsel
28.800.000
28.800.000
28.800.000
28.800.000
28.800.000
3. Biaya overhead pabrik
50.000.000
55.000.000
60.500.000
66.550.000
73.205.000
4. OMH
24.766.800
24.766.800
24.766.800
24.766.800
24.766.800
5. Gaji Tenaga Kerja Langsung
565.800.000
565.800.000
565.800.000
565.800.000
565.800.000
6. Gaji T.K. tak lsg non Perkantoran Total Modal Kerja (Rp)
75.225.000
62.400.000
62.400.000
62.400.000
62.400.000
62.400.000
1.902.351.800
1.907.351.800
1.912.851.800
1.918.901.800
1.925.556.800
Modal Sendiri 75% (Rp)
1.483.182.600
Modal Pinjaman 25% (Rp)
494.394.200
Berdasarkan perhitungan pada tabel modal kerja di atas, maka di bawah ini terdapat contoh perhitungan untuk memperjelas hasil perhitungan.
V-6
1.
Biaya tetap (Biaya yg tidak terpengaruh oleh volume produksi) Tanah
= 0.5% dari total harga tanah. = 0,5% x Rp 539.910.000 = Rp 2.699.550
Bangunan Tertutup
= 0.5% dari total harga bangunan tertutup = 0,5% x Rp 1.139.700.000 = Rp 5.698.500
Penyusutan
= total penyusutan tabel investasi awal. = Rp 66.826.950
TK. TL. Perkantoran
= Gaji tenaga kerja tak langsung perkantoran/tahun = Rp 12.800.000 x 12 = Rp 153.600.000
Berdasarkan perhitungan biaya tetap dapat dilihat bahwa biaya yang diperlukan untuk modal kerja tetap setiap tahunnya, hal tersebut dikarenakan tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Untuk gaji tenaga kerja tak langsung perkantoran, pada sebelum tahun pertama perusahaan belum mengeluarkan biaya karena pada periode tersebut perusahaan masih dalam tahap pembangunan proyek. 2.
Biaya variabel (Biaya yg terkait dengan volume produksi) Biaya bahan langsung
= Berdasarkan harga komponen pada Tabel 2.1 = Harga/unit x Jumlah unit komponen utama/ produk x 30 produk/hari x 20 hari kerja x 12 bulan
Contoh perhitungan komponen kaki 1 (1 unit) Biaya bahan langsung
= Rp 11000 x 1 x 30 x 20 x 12 = Rp 79.200.000
Biaya Bhn. Tak Lsg.
= Berdasarkan harga komponen pada Tabel 2.2 = Harga/unit x Jumlah unit komponen tambahan/ produk x 30 produk/hari x 20 hari kerja x 12 bulan
Contoh perhitungan komponen sekat (5 unit)
V-7
Biaya Bhn. Tak Lsg.
= Rp 1000 x 5 x 30 x 20 x 12 = Rp 36.000.000
Biaya Overhead Pabrik = Rp. 50.000.000, setiap tahun diasumsikan naik sebesar 10 %. Contoh perhitungan tahun ke-2 Biaya Overhead Pabrik = Rp 50.000.000 + (10% x Rp 50.000.000) = Rp 55.000.000 OMH
= Nilai OMH x 12 bulan x 20 hari kerja = Rp 103.195 x 12 x 20 = Rp 24.766.800
Gaji TK. Langsung
= Total gaji TK. Langsung x 12 bulan = Rp 47.150.000 x 12 = Rp 565.800.000
Gaji TK. TK lsg. non kantor
= Gaji TK. lsg. non Perkantoran x 12 bulan = Rp 5.200.000 x 12 = Rp 62.400.000
Berdasarkan perhitungan biaya variabel dapat dilihat bahwa biaya yang diperlukan untuk modal kerja berubah setiap tahunnya, hal tersebut dikarenakan dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Namun dalam 5 tahun, produksi tetap sebanyak 30 unit per hari. Perubahan disebabkan adanya pertambahan pada biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang digunakan selain biaya material langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya ini biasanya digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan mesin maupun biaya untuk hal-hal tak terduga yang mungkin saja terjadi sewaktu-waktu. Untuk biaya variabel, sebelum tahun pertama perusahaan belum mengeluarkan biaya karena pada periode tersebut perusahaan masih dalam tahap pembangunan proyek sedangkan proses produksi dimulai pada tahun pertama. Berdasarkan perhitungan modal kerja pada Tabel 5.2, dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun terdapat pertambahan biaya modal kerja. Ini dipengaruhi oleh biaya overhead pabrik. Pada akhir perhitungan modal kerja diketahui bahwa
V-8
pemilik CV. Rajawali Nusantara akan mengeluarkan dana sebesar 75% dari total biaya modal kerja dari sebelum tahun pertama dan tahun pertama sebesar Rp 1.483.182.600 untuk menjalankan proyek sedangkan sisanya 25% diperoleh dengan meminjam dana dari bank sebesar Rp 494.394.200. Modal kerja hanya dikeluarkan untuk sebelum tahun pertama dan tahun pertama karena untuk tahuntahun selanjutnya, biaya modal kerja yang harus dikeluarkan diperoleh dari pendapatan bersih hasil penjualan produk rak buku.
5.3
Perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP) Perhitungan selanjutnya dalam aspek ekonomi dan finansial yaitu
perhitungan harga pokok penjualan. Perhitungan ini digunakan untuk menentukan harga jual produk per unit dengan mempertimbangkan PPN dan besarnya persentase profit yang diinginkan. Besarnya profit harus disesuaikan dengan daya beli masyarakat. Tabel 5.3 berikut ini merupakan perhitungan harga pokok penjualan (HPP) rak buku CV. Rajawali Nusantara. Tabel 5.3 Harga Pokok Penjualan (HPP) Komponen Biaya Biaya (Rp)
No. 1.
PBB
8.398.050
2.
Penyusutan
66.826.950
3.
Biaya Bahan Langsung
885.600.000
4.
Biaya Bahan Tidak Langsung
84.960.000
5.
Biaya Overhead Pabrik
50.000.000
6.
OMH
24.766.800
7.
Gaji Tenaga Kerja Tak Langsung Perkantoran
153.600.000
8.
Gaji Tenaga Kerja Langsung
565.800.000
9.
Gaji Tenaga Kerja Tak Langsung Non Perkantoran
62.400.000
Biaya Fabrikasi Total 10.
Ditambah Persediaan WIP 1 Januari (1th) Total Dikurangi Persediaan WIP 31 Desember (th 1) Harga Pokok Produksi
11.
Ditambah Persediaan Barang Jadi 1 Januari (th 1) Total Dikurangi Persediaan Barang Jadi 31 Desember (th 1) Harga Pokok Penjualan (HPP)
1.902.351.800 0 1.902.351.800 0 1.902.351.800 0 1.902.351.800 0 1.902.351.800
V-9
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5.3, dapat diperoleh informasi bahwa Harga Pokok Penjualan (HPP) untuk produk rak buku yang dihasilkan oleh CV. Rajawali Nusantara adalah sebesar Rp 1.902.351.800. Pada perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa selama tahun pertama tidak ada biaya untuk persediaan work in process (WIP) atau barang setengah jadi maupun biaya untuk persediaan barang jadi. Hal tersebut dikarenakan tidak ada produk yang dihasilkan sebelum tahun pertama. Langkah selanjutnya dapat ditentukan harga jual untuk satu unit produk rak buku. Pajak = 10% x HPP = 10% x Rp 1.902.351.800 = Rp 190.235.180 Profit = 40% x HPP = 40% x Rp 1.902.351.800 = Rp 760.940.720 Harga Jual (Rp)
= HPP + Pajak + Profit = Rp 1.902.351.800 + Rp 190.235.180 + Rp 760.940.720 = Rp 2.853.527.700
HPP/unit
= HPP : Jumlah produksi dalam 1 tahun = Rp 1.902.351.800 : (30 unit x 20 hari x 12 bulan) = Rp 264.216
Harga jual/unit
= Harga jual : Jumlah produksi dalam 1 tahun = Rp 2.853.527.700 : (30 unit x 20 hari x 12 bulan) = Rp 396.324
Berdasarkan uraian perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa profit atau persentase keuntungan yang ingin diperoleh adalah sebesar 40%. Hal tersebut mempertimbangkan daya beli masyarakat terhadap produk rak buku. Selain itu juga mempertimbangkan keinginan pemiliki perusahaan dalam pengembalian modal dengan target sebelum tahun ke lima. Harga pokok penjualan (HPP) per unit lebih besar jika dibandingkan dengan harga jual per unit, ini dikarenakan harga jual telah mempertimbangkan profit dan pajak. Harga jual per unit ini bisa saja bertambah pada lantai pemasaran, karena belum dipengaruhi biaya transportasi untuk distribusi dan profit untuk penjual rak buku.
V-10
5.4
Perhitungan Angsuran Pokok dan Bunga Bank Biaya investasi dan modal kerja yang besar mengharuskan terjadinya
peminjaman dari bank. Peminjaman kepada bank ini harus segera dikembalikan dengan waktu pengembalian selama lima tahun. Bunga bank diperhitungkan dari hutang bank sebelumnya dikalikan bunga tetap bank tersebut, yaitu 18 %. Tabel 5.4 berikut ini merupakan hasil perhitungan angsuran pokok dan bunga bank pada CV. Rajawali Nusantara. Tabel 5.4 Angsuran Pokok dan Bunga Bank Tahun
Hutang Bank (Rp)
Angsuran Pokok (Rp)
Bunga Bank (Rp)
Pembayaran ke Bank (Rp)
0
1.014.409.200,00
-
-
-
1
811.527.360,00
202.881.840,00
182.593.656,00
385.475.496,00
2
608.645.520,00
202.881.840,00
146.074.924,80
348.956.764,80
3
405.763.680,00
202.881.840,00
109.556.193,60
312.438.033,60
4
202.881.840,00
202.881.840,00
73.037.462,40
275.919.302,40
5
0
202.881.840,00
36.518.731,20
239.400.571,20
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, berikut ini merupakan contoh perhitungan untuk tahun pertama. 1.
Hutang bank pada tahun 0 yaitu nilai kumulatif pinjaman bank (25%) dari investasi awal dengan biaya modal kerja. Hutang Bank
= Rp 520.015.000 + Rp 494.394.200 = Rp 1.014.409.200
Untuk selanjutnya, hutang bank didapat dari selisih antara hutang bank awal dengan angsuran pokok tiap tahunnya. Contoh untuk tahun pertama: Hutang Bank
= Rp 1.014.409.200 – Rp 202.881.840 = Rp 811.527.360
2.
Anggaran pokok
=
hutang bank awal lamanya rancana pengembali an pinjaman
=
Rp 1.014.409.200 5 tahun
= Rp 202.881.840 3.
Bunga bank
= hutang bank sebelumnya x 18% bunga bank
V-11
= Rp 1.014.409.200 x 18% = Rp 182.593.656 4.
Pembayaran ke bank
= anggaran pokok + bunga bank = Rp 202.881.840 + Rp 182.593.656 = Rp 385.475.496
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa pembayaran ke bank dari tahun ke tahun semakin berkurang. Hal tersebut dikarenakan beban hutang perusahaan semakin berkurang, sehingga bunga bank semakin kecil meskipun angsuran pokok setiap tahunnya tetap. Angsuran pokok menunjukkan biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh perusahaan akibat peminjaman uang. Bunga bank biasanya dipengaruhi oleh nilai uang berdasarkan waktu. Pembayaran ke bank menunjukkan total biaya yang harus dikeluarkan perusahaan setiap tahunnya kepada bank untuk mengurangi beban hutang. 5.5
Perhitungan Rugi Laba Sebelum perusahaan didirikan, lebih baik diperhitungkan terlebih dahulu
keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh badan usaha ini dalam jangka waktu tertentu. Perhitungan ini menggambarkan perkiraan keuntungan atau kerugian yang akan diperoleh atau diderita oleh proyek tersebut untuk jangka waktu tertentu. Tabel 5.5 berikut ini merupakan hasil perhitungan rugi laba selama 5 tahun pada CV. Rajawali Nusantara. Tabel 5.5 Rugi Laba No.
Komponen Analisis
Tahun 1 (Rp)
Tahun 2 (Rp)
Tahun 3 (Rp)
Tahun 4 (Rp)
Tahun 5 (Rp)
1.
Total Penjualan
2.853.527.700
2.853.527.700
2.853.527.700
2.853.527.700
2.853.527.700
2.
Biaya Produksi (Operasional)
1.977.576.800
1.907.351.800
1.912.851.800
1.918.901.800
1.925.556.800
3.
Pendapatan Kotor
875.950.900
946.175.900
940.675.900
934.625.900
927.970.900
4.
Penyusutan Biaya Investasi
66.826.950
66.826.950
66.826.950
66.826.950
66.826.950
5.
Pendapatan (Sebelum bunga+pajak)
809.123.950
879.348.950
873.848.950
867.798.950
861.143.950
6.
Bunga Kredit 18%
182.593.656,00
146.074.924,80
109.556.193,60
73.037.462,40
36.518.731,20
7.
Pendapatan (Sebelum Pajak)
626.530.294,00
733.274.025,20
764.292.756,40
794.761.487,60
824.625.218,80
8.
Pajak
49.047.540,40
59.721.913,52
62.823.786,64
65.870.659,76
68.857.032,88
9.
Pendapatan Bersih (Setelah Pajak)
577.482.753,60
673.552.111,68
701.468.969,76
728.890.827,84
755.768.185,92
10.
Profit on sales (%)
0,20237503
0,236041904
0,245825183
0,255434993
0,264853986
V-12
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5.5, berikut ini merupakan contoh perhitungan untuk tahun pertama. 1.
Total penjualan
= Harga jual (berdasarkan perhitungan HPP) = Rp 2.853.527.700
2.
Biaya produksi
= Besarnya
total
biaya
modal
kerja
yang
dikeluarkan dalam tahun ke-1 (Tabel 5.2) = Rp 75.225.000 + Rp 1.902.351.800 = Rp 1.977.576.800 3.
Pendapatan kotor
= Total penjualan – Biaya produksi = Rp 2.853.527.700 - Rp 1.977.576.800 = Rp 875.950.900
4.
Penyusutan Biaya Investasi = Total biaya penyusutan pada tabel investasi awal (Tabel 5.1) = Rp 66.826.950
5.
Pendapatan (sblm bunga+pajak) = Pendapatan kotor – penyusutan biaya investasi = Rp 875.950.900 - Rp 66.826.950 = Rp 809.123.950
6.
Bunga Kredit Pinjaman = Berdasarkan Tabel 5.4 Angsuran Pokok. = Rp 182.593.656
7.
Pendapatan (sebelum pajak) = Pendapatan bersih sblm bunga & pajak – bunga kredit = Rp 809.123.950 - Rp 182.593.656 = Rp 626.530.294
8.
Pajak = (Pendapatan kotor - Bunga Kredit Pinjaman – angsuran pokok) x 10% = (Rp 875.950.900 - Rp 182.593.656 - 202.881.840,00) x 10% = Rp 49.047.540,40
9.
Pendapatan bersih setelah pajak = Pendapatan bersih sebelum pajak – pajak = Rp 626.530.294 - Rp 49.047.540,40 = Rp 577.482.753,60
V-13
10. Profit on sales
=
Pendapatan bersih setelah pajak × 100% Total Penjualan
=
Rp 577.482.753,60 × 100% Rp 2.853.527.700
= 0,20237503 x 100% = 20,24% Perhitungan rugi laba dilakukan dengan membandingkan berapa besar biaya yang dikeluarkan baik investasi awal, modal kerja maupun pembayaran hutang ke bank terhadap pendapatan yang diperoleh dari total penjualan produk. Perhitungan ini juga mempertimbangkan bunga kredit dan pajak yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Oleh karena itu, dapat diketahui pada profit on sales dari tahun ke tahun. Nilai profit on sales jika mengalami kenaikan, maka dapat diketahui bahwa perusahaan akan memperoleh laba atau keuntungan. Hal tersebut dikarenakan beban hutang perusahaan kepada bank yang semakin berkurang. Sebaliknya, jika mengalami penurunan, maka dapat diketahui bahwa perusahaan akan mengalami kerugian. Hasil perhitungan pada Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan profit on sales. Hal tersebut menunjukkan bahwa CV. Rajawali Nusantara memperoleh laba setiap tahunnya terutama untuk 5 tahun pertama, karena harus mendapatkan keuntungan untuk menutupi pembayaran pinjaman ke bank.
5.6.
Perhitungan Analisis Kas (Cash Flow) Pembahasan selanjutnya berkaitan dengan aliran kas (cash flow). Aliran
kas adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukan aliran masuk dan keluar uang tunai (kas) perusahaan. Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu aliran kas awal (initial cash flow), aliran kas operasional (operational cash flow), dan aliran kas akhir (terminal cash flow).
V-14
5.6.1
Initial Cash Flow (ICF) Aliran kas awal (initial cash flow) ini dipengaruhi oleh total biaya
investasi awal dan biaya modal kerja, adapun perhitungannya adalah sebagai berikut: ICF
= Total Biaya Investasi Awal + Biaya Modal Kerja (Thn 0 + thn 1) = Rp 2.080.060.000 + (Rp 75.225.000 + Rp 1.902.351.800) = Rp 4.057.636.800
Nilai dari initial cash flow didapatkan berjumlah Rp 4.057.636.800 ini memiliki arti bahwa CV. Rajawali Nusantara harus mengeluarkan sejumlah biaya untuk investasi sebesar Rp 4.057.636.800 untuk dapat menjalankan produksinya mulai dari tahun ke nol sampai tahun ke 1.
5.6.2
Proceeds Operational Cash Flow (POCF) Aliran kas operasional atau proceeds operational cash flow (POCF) ini
digunakan untuk memperkirakan biaya yang dibutuhkan selama proses produksi berlangsung pada suatu perusahaan. Tabel 5.6 berikut merupakan hasil perhitungan Aliran kas operasional atau proceeds operational cash flow (POCF) pada CV. Rajawali Nusantara. Tabel 5.6 Proceeds Operational Cash Flow Tahun Ke-
Pendapatan Setelah Pajak (Rp)
Penyusutan (Rp)
Bunga (1-Pajak 10%) (Rp)
OCF (Rp)
1
577.482.753,60
66.826.950
164.334.290,40
808.643.994,00
2
673.552.111,68
66.826.950
131.467.432,32
871.846.494,00
3
701.468.969,76
66.826.950
98.600.574,24
866.896.494,00
4
728.890.827,84
66.826.950
65.733.716,16
861.451.494,00
5
755.768.185,92
66.826.950
32.866.858,08
855.461.994,00
Berikut ini merupakan contoh perhitungan untuk Aliran kas operasional atau Proceeds Operational Cash Flow (POCF) pada CV. Rajawali Nusantara untuk tahun pertama. POCF = Pendapatan setelah pajak + penyusutan + bunga (1- pajak 10%) = Rp 577.482.753,60 + Rp 66.826.950 + Rp 182.593.656 (1 – 10%) = Rp 808.643.994
V-15
Perhitungan proceeds operational cash flow (POCF) merupakan bentuk cash flow yang menyajikan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan proses produksi. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5.6, setiap tahun proceeds operational cash flow (POCF) mengalami penurunan berarti biaya operasi yang dikeluarkan setiap tahun semakin turun dikarenakan pendapatan yang meningkat. Sedangkan untuk tahun pertama karena harus mengikutsertakan tahun 0 dimana belum ada produksi maka pendapatan bersihnya juga relatif kecil.
5.6.3
Terminal Cash Flow (TCF) Aliran kas akhir atau terminal cash flow (TCF) dipengaruhi oleh modal
kerja dan total nilai sisa, adapun perhitungannya adalah sebagai berikut: TCF
= Modal Kerja (Thn ke-0 + Thn Ke-1) + Total Nilai Sisa = (Rp 75.225.000 + Rp 1.902.351.800) + Rp 208.006.000 = Rp 2.185.582.800
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dikatakan bahwa aliran kas yang berkaitan dengan nilai sisa proyek seperti sisa modal kerja, nilai sisa proyek yaitu penjualan peralatan proyek sebesar Rp 2.185.582.800.
5.7.
Proyeksi Penilaian Investasi Proyeksi penilaian Investasi dapat dihitung dengan menggunakan tiga
metode perhitungan, meliputi metode payback period (PP), net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR). Setiap metode tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan sehingga lebih tepat apabila proyeksi penilaian investasi dilakukan dengan ketiga metode tersebut.
5.7.1
Payback Period (PP) Metode ini merupakan periode dimana jumlah total pengeluaran sama
dengan total pemasukan. Tabel 5.7 berikut ini merupakan hasil perhitungan proyeksi penilaian investasi dengan metode payback period (PP).
V-16
Tabel 5.7 Payback Period Tahun Ke1
ICF (Rp)
POCF (Rp)
Hasil
808.643.994,00
3.248.992.806
871.846.494,00
2.377.146.312
866.896.494,00
1.510.249.818
4
861.451.494,00
648.798.324
5
855.461.994,00
-206.663.670
2 3
4.057.636.800
Perhitungan dilakukan sampai hasil sisa pengurangan menjadi negatif. Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 5.7, payback period (PP) terjadi dalam interval tahun ke empat dan ke lima. Rumus payback period selanjutnya adalah seperti berikut. Payback Period
= 4 Tahun +
POCF thn ke - 4 x 12 Bulan TCF + POCF thn ke - 5
= 4 Tahun+
808.643.994 x 12 Bulan 2.185.582.800 + 855.461.994
= 4 Tahun + 3,19 Bulan = 4 Tahun + 3 Bulan + (0,19 x 30 Hari) = 4 Tahun + 3 Bulan + 5 Hari + 16,8 jam Analisis proyeksi penilaian investasi terdiri dari perhitungan payback period menganalisis periode pengembalian modal atau kapan modal yang telah dikeluarkan selama pendirian perusahaan maupun proses produksi dapat diperoleh kembali, di mana dalam hal ini dipergunakan batas waktu bahwa dalam waktu lima tahun, perusahaan harus memperoleh kembali modalnya. Jika tidak terjadi demikian, dapat dipastikan bahwa perusahaan dapat mengalami kerugian atau tidak layak untuk didirikan. Berdasarkan perhitungan, dapat diketahui bahwa CV. Rajawali Nusantara akan memperoleh kembali modalnya dalam waktu 4 tahun 3 bulan 5 hari 16,8 jam. Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi penilaian investasi dengan metode payback period (PP) maka proyek CV. Rajawali Nusantara dapat dikatakan layak.
V-17
5.7.2
Net Present Value (NPV) Besar nilai net present value (NPV) sangat berngaruh terhadap kelayakan
suatu perusahaan. Jika net present value (NPV) bernilai positif, maka Investasi layak dilakukan. Sebaliknya apabila net present value (NPV) bernilai negatif, maka investasi tidak layak dilakukan. Perhitungan net present value (NPV)adalah sebagai berikut: NPV = INV
CFO1 CFO 2 CFO n TCF ... 1 0, r 1 0, r 2 1 0, r n
= - 4.057.636.800 +
855.461.994,00 + 2.185.582.800 808.643.994,00 + ... + (1 + 0,18) (1 + 0,18)5
= - 4.057.636.800 + 685.291.520,34 + 626.146.577,13 + 527.619.969,67 + 444.327.097,09 + 1.810.800.378,71 = Rp 36.548.743 Perhitungan net present value (NPV) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk proyeksi penilaian investasi. Net present value (NPV) merupakan metode proyeksi penilaian investasi yang mempertimbangkan nilai uang berdasarkan waktu. Berdasarkan perhitungan dengan metode net present value (NPV) diperoleh hasil sebesar Rp Rp 36.548.743 dan bernilai positif, maka dapat dinyatakan bahwa investasi layak untuk dilakukan pada CV. Rajawali Nusantara.
5.7.3
Internal Rate Of Return (IRR) Nilai internal rate of return (IRR) menginformasikan layak atau tidaknya
suatu perusahaan atau badan usaha dalam merealisasikan perusahaan. Jika MARR (%) > IRR (%), maka investasi suatu perusahaan dianggap tidak layak dan Jika MARR (%) < IRR (%), maka investasi perusahaan dianggap layak. Berikut ini perhitungan nilai INV yang telah dijabarkan. CFO
CFO
INV (18%) =
1
+
2
(1 + r ) (1 + r ) 2
+ ... +
CFOn + TCF (1 + r ) n
V-18
=
855.461.994,00 + 2.185.582.800 808.643.994,00 + ... + (1 + 0,18) (1 + 0,18)5
= Rp 4.094.185.542,94 CFO
CFO
INV (19%) = =
1
+
2 2
(1 + r ) (1 + r )
+ ... +
CFOn + TCF (1 + r ) n
855.461.994,00 + 2.185.582.800 808.643.994,00 + ... + (1 + 0,19) (1 + 0,19)5
= Rp 4.010.538.210,75 Intepolasi = =
ICF Rasio Nilai Terkecil x Selisih Rasio Rasio Nilai
(Rp 4.057.636.800 - Rp 4.010.538.210,75) x (19% - 18%) (Rp 4.094.185.542,94 - Rp 4.010.538.210,75 )
= 0,0056306 IRR
= 18 % + 0,56306 % = 18,56306 % Setelah diketahui dari nilai NPV perusahaan layak untuk didirikan, maka
perhitungan selanjutnya adalah IRR. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai IRR sebesar 18,56306 % dengan bunga bank atau MARR sebesar 18% maka kedua nilai tersebut dibandingkan, dan dapat diketahui bahwa nilai MARR< IRR atau 18 % < 18,56306 %, maka investasi yang dilakukan oleh CV. Rajawali Nusantara ini dikatakan layak didirikan atau dilakukan berdasarkan proyeksi penilaian investasi dengan metode internal rate of return (IRR).
5.8
Perhitungan Break Even Point (BEP) Lama waktu sebuah gagasan usaha dapat mengembalikan sebuah modal
yang ditanam disebut juga dengan break event point (BEP). Break event point (BEP) bukanlah suatu metode yang digunakan untuk proyeksi penilaian investasi, karena pada dasarnya break event point (BEP) digunakan untuk mengetahui kuantitas barang jadi yang harus diproduksi untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pendapatan. Break event point (BEP) hanya mempertimbangkan biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variable cost), dan harga jual per unit.
V-19
Tabel 5.8 berikut merupakan hasil perhitungan break event point (BEP) pada CV. Rajawali Nusantara. Tabel 5.8 Break Even Point (BEP) Fixed Cost (Biaya Tetap) (Rp)
Variabel Cost (Biaya variabel) (Rp)
228.825.000
Harga Jual per Unit (Rp)
BEP (Unit)
BEP (Rp)
1.673.526.800
1396,21324
553.352.815,97
228.825.000
1.678.526.800
1402,154542
555.707.496,78
228.825.000
1.684.026.800
1408,748651
558.320.900,41
228.825.000
1.690.076.800
1416,074179
561.224.182,92
228.825.000
1.696.731.800
1424,220761
564.452.868,70
396.324
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, berikut ini merupakan contoh perhitungan break even point (BEP) pada tahun pertama untuk memperjelas hasil perhitungan di atas. Total Fixed Cost Total Variable Cost Harga Jual per Unit Produk per Tahun
BEP (unit)
=
BEP (unit)
=
BEP (unit)
= 1396,21324 unit
BEP (Rp)
=
BEP (Rp)
=
BEP (Rp)
= Rp 553.352.815,97
228.825.000 1.673.526.800 396.324 (30 × 20 × 12)
Total Fixed Cost Total Variable Cost : Produk per Tahun 1Harga Jual per Unit
228.825.000 1.673.526.800 : (30 × 20 × 12) 1396.234
Setelah diketahui perusahaan sudah layak untuk didirikan, maka perlu juga diketahui break event point atau titik pulang pokoknya atau, yaitu tidak rugi dan tidak untung, namun paling tidak modal akan kembali. Titik pulang pokok ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ongkos tetap (fixed cost) dan ongkos
V-20
variabel (variable cost). Ongkos tetap, yaitu ongkos yang besarnya tidak dipengaruhi oleh volume produksi. Ongkos variabel, yaitu ongkos yang besarnya dipengaruhi oleh volume produksi atau kebalikannya dari ongkos tetap. Melalui perhitungan dapat diketahui pada tabel break event point pada tahun pertama dengan penjualan sebanyak 1396,21324 unit mendapatkan pengembalian modal sebesar Rp 553.352.815,97, dan seterusnya dengan penjualan yang berbeda-beda dan pendapatanpun berbeda pula. Tahun kelima mendapatkan pendapatan paling besar dikarenakan hasil penjualan yang semakin banyak pula yaitu 1424,220761 unit dengan total BEP Rp 564.452.868,70. Diketahui dalam setahun, CV. Rajawali Nusantara memproduksi rak buku sebanyak 7200 unit. Berdasarkan hasil break even point diperoleh jumlah unit BEP yang di bawah dari tingkat produksi dalam setahun. Berdasarkan hasil tersebut, maka CV. Rajawali Nusantara akan memperoleh keuntungan untuk setiap tahunnya.
BAB VI ANALISIS AKTIVITAS DAN PERENCANAAN TATA LETAK
6.1
Activity Relationship Chart (ARC) Activity relationship chart (ARC) dibuat berdasarkan prioritas derajat
kedekatan letak mesin atau fasilitas untuk menunjang kelancaran kerja dalam perusahaan. Activity relationship chart (ARC) perusahaan CV. Rajawali Nusantara dapat dilihat pada Gambar 6.1. Terlihat derajat hubungan dari ruang direktur dengan ruang produksi adalah sangat penting yang berwarna kuning. Hal ini dikarenakan pengawasan terpenting dalam produksi rak buku akan memerlukan hubungan secara langsung dengan bagian produksi. Sehingga bagian produksi tidak butuh jarak yang jauh untuk berhubungan dengan direktur dan harus dirancang berdekatan. Selain itu juga dapat dilihat derajat hubungan direktur dengan bagian-bagiannya adalah sangat penting, karena masih memiliki hubungan pribadi dan hubungan kertas kerja. Sehingga dapat dirancang dalam satu gedung perkantoran. Hubungan derajat kedekatan lainnya dapat dilihat antara kedekatan bagian produksi, keuangan, pemasaran, dan human resource development (HRD) adalah sangat penting. Hal ini dikarenakan antara satu bagian dengan bagian yang lain dalam CV. Rajawali Nusantara tentunya saling berkoordinasi untuk menjalankan segala kegiatan yang berlangsung dalam CV. Rajawali Nusantara. Maka dari itu, bagian-bagian tersebut diletakkan tidak berjauhan. Meskipun catatan kerja yang digunakan antar satu bagian dengan bagian yang lain berbeda, namun hubungan antar kertas kerja antar satu bagian dengan bagian yang lain merupakan hal yang patut untuk dipertimbangkan. Sehingga informasi yang disampaikan dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Hubungan pribadi antar bagian juga merupakan hal yang patut dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan karena semua tenaga kerja yang bekerja pada bagian-bagian tersebut merupakan tenaga kerja langsung perkantoran.
VI-1
VI-2
Hubungan derajat kedekatan mutlak penting banyak terdapat pada bagian lantai produksi harus dilokasi yang sama. Hal tersebut dikarenakan berkaitan dengan aliran kerja antar satu departemen dengan departemen lain sehingga dapat meminimalkan ongkos penanganan material (OMH). Meskipun peralatan kerja dan kegiatannya berbeda, namun alasan kebisingan maupun ramai merupakan hal yang patut dipertimbangkan. Hubungan pribadi antar operator juga alasan yang harus dipertimbangkan, karena operator yang bekerja pada lantai produksi merupakan tenaga kerja langsung yang terdapat pada CV. Rajawali Nusantara. Lokasi parkir harus berdekatan dengan receiving atau shipping untuk memudahkan bongkar dan muat bahan baku maupun produk jadi ke mobil pickup. Sehingga diberi warna kuning dan memiliki alasan hubungan pribadi, urutan aliran kerja dan adanya ramai. Mushola harus berdekatan dengan toilet umum, kantin dan taman untuk memberikan pemandangan untuk mengurangi kejenuhan pekerja pada saat istirahat. Sehingga mushola memiliki derajat hubungan kedekatan yang mutlak terhadap toilet pabrik dan hubungan sangat penting terhadap taman. Toilet pabrik dan kantin juga harus berdekatan karena agar memudahkan pekerja pada saat istirahat. oleh karena itu toilet umum dan kantin memiliki derajat hubungan kerja yang mutlak. Pembuangan limbah membutuhkan lokasi harus dijauhkan dari fasilitas dan bagian lainnya. Hal ini dikarenakan pembuangan limbah memiliki bau-bauan, sehingga harus dijauhkan. Prioritas penempatan pembuangan limbah harus berdekatan mutlak dengan lokasi parkir. Hal ini dikarenakan agar memudahkan pengangkutan limbah oleh truk-truk pengangkut sampah atau limbah. Pos satpam harus berdekatan dengan gerbang dan parkir karena menggunakan tenaga kerja yang sama dalam penggunaan maupun pengaturannya. Instalasi listik tidak memiliki hubungan yang penting dengan semua fasilitas, karena instalasi listrik memiliki tegangan yang tinggi sehingga dapat membahayakan tenaga kerja maupun fasilitas yang lain. Sehingga instalasi listrik harus diletakkan cukup jauh dari jangkauan tenaga kerja maupun fasilitas.
VI-3
ACTIVITY RELATIONSHIP CHART (ARC) CV. RAJAWALI NUSANTARA
Ruang Direktur A 4,5,6,7
A
Ruang Produksi
4,5,6,7
A
A
4,5,6,7
4,5,6,7 4,5,6,7
4,5,6,7
A
A
4,5,6,7
4,5,6,7
A
Ruang Keuangan
4,5,6,7
A 4,5,6,7
Ruang HRD I 2,3
Toilet Kantor I 2,3
Ruang Rapat O 4
Ruang Pantry U 9
Receptionist X 9
Receiving A 3,4,6
Fabrikasi A 3,4,6
Assembling A 3,4,6
Shipping O 3,4
Mushola A 2,4
Toilet U 9
Pos Satpam U 9
Instalasi Air X 9
Instalasi Listrik X 9
Kantin U 9
Parkir Mobil A 4,9
Parkir Motor Pembuangan Limbah
A
A
Ruang Pemasaran
U 9 I 9
Taman E 9
I 2,3 I 2,3 O 4 U 9 X 9 X 9 A 3,4,6 A 3,4,6 O 3,4 U 9 U 9 U 9 U 9 U 9 U 9 U 9 U 9 E 9 U 9
I 2,3 I 2,3 O 4 U 9 X 9 X 9 X 9 A 3,4,6 O 3,4 E 4 U 9 O 9 U 9 U 9 U 9 U 9 O 9 E 9 I 9
I 2,3 I 2,3 O 4 I 4,6 X 9 X 9 X 9 X 9 O 3,4 E 4 U 9 O 9 X 9 E 2,4 I 2,9 U 9 X 9 E 9 I 9
I 2,3 I 2,3 O 4 I 4,6 U 9 X 9 X 9 X 9 X 3,4 U 9 U 9 U 9 X 9 E 2,4 U 9 I 2,9 U 9 U 9 U 9
I 2,3 O 4 I 4,6 U 9 U 9 X 9 X 9 X 9 X 9 U 9 U 9 X 9 U 9 U 9 O 9 U 9 I 9 X 9
O 4 I 4,6 U 9 U 9 U 9 X 9 X 9 X 9 U 9 U 9 X 9 U 9 I 6,9 U 9 U 9 E 9
I 4,6 U 9 U 9 U 9 U 9 X 9 X 9 X 9 X 9 X 9 E 9 U 9 U 9 U 9 U 9 A
U 9 U 9 U 9 U 9 O 3,4 X 9 X 9 X 9 X 9 U 9 U 9 U 9 O 9 E 9 U 9
U 9 U 9 U 9 O 3,4 U 9 X 9 X 9 X 9 X 9 O 6,9 U 9 O 9 U 9 U 9
U 9 U 9 O 3,4 U 9 U 9 X 9 X 9 X 9 U 9 O 9 O 9 U 9 X 9
U 9 O 3,4 U 9 U 9 U 9 X 9 X 9 X 9 U 9 U 9 U 9 X 9
O 3,4 U 9 U 9 U 9 X 9 X 9 X 9 X 9 X 9 U 9 X 9
U 9
U 9
U 9
U 9
U 9
X 9
X 9
U 9
U 9
U 9
X 9
X 9
X 9
X 9
X 9
X 9
X 9
X 9
X 9
X 9 U 9 U 9 U 9 X 9 X 9 X 9
X 9 U 9 U 9 U 9 X 9 X 9 X 9
U 9 U 9 U 9 X 9 U 9 X 9
U 9 U 9 X 9 U 9 X 9
U 9 X 9 U 9 X 9
X 9 U 9 X 9
U 9 X 9
X 9
TABEL DESKRIPSI DERAJAT KEDEKATAN NILAI
2,4,6,9
X 9
U 9
DESKRIPSI
A
Hubungan Mutlak Diperlukan (Absolutely Necessary)
E
Hubungan Sangat Penting (Especialy Important)
I
WARNA
TABEL DESKRIPSI ALASAN DAN KODE ALASAN KODE ALASAN
Hubungan Penting (Important)
O
Hubungan Biasa/Umum (Ordinary Closeness Okay)
U
Hubungan Tidak Penting (Unimportant)
Gerbang
X
Hubungan Tidak Diinginkan (Undesireble)
Gambar 6.1 ARC CV. Rajawali Nusantara
DESKRIPSI ALASAN
1
Menggunakan Catatan yang Sama
2
Menggunakan Tenaga Kerja yang Sama
3
Menggunakan Ruang Kerja yang Sama
4
Derajat Hubungan Pribadi/Personal
5
Derajat Hubungan Kertas Kerja
6
Urutan Aliran Kerja
7
Melaksanakan Kegiatan Kerja yang Sama
8
Menggunakan Peralatan Kerja yang Sama
9
Kemungkinan Adanya Bau-bau Tidak Sedap, Ramai, dll
VI-4
6.2
Area Allocation Diagram (AAD) Area allocation diagram (AAD) perusahaan CV. Rajawali Nusantara
dibuat berdasarkan perhitungan luas lantai dan activity relationship diagram (ARD). Area allocation diagram (AAD) merupakan suatu gambaran dari tata letak produksi yang sebenarnya dan membuat alokasi dari departemen produksi serta departemen perkantoran. Tujuan dari proses ini adalah merancang pengaturan yang efisien ruangan yang dibutuhkan oleh tiap kegiatan, dalam satu kesatuan yang terpadu. Luas lantai produksi CV. Rajawali Nusantara yaitu sebesar 767,70031 m2. Ukuran panjang dan lebar pada CV. Rajawali Nusantara yaitu 27,7742 m dan 27,6408 m. Luas lantai produksi CV. Rajawali Nusantara terdiri dari luas lantai gudang bahan baku (receiving) sebesar 40,58031 m2, luas lantai mesin sebesar 556 m2, dan luas lantai gudang barang baku (shipping) sebesar 171,12 m2. Luas lantai mesin terdiri dari luas lantai mesin departemen fabrikasi sebesar 280 m2, luas lantai mesin departemen pemotongan sebesar 112 m2, luas lantai mesin departemen perataan sebesar 48 m2, luas lantai mesin departemen pelubangan sebesar 16 m2, dan luas lantai mesin departemen perakitan sebesar 100 m2. Pembuatana area allocation diagram (AAD) untuk bagian perkantoran berdasarkan activity relationship chart (ARC). Total luas lantai perkantoran yang dibutuhkan adalah sebesar 134 m2 dengan allowance 100%, jadi luas lantai perkantoran sebesar 268 m2. Allowance diberikan dengan tujuan untuk area ruang gerak dari para tenaga kerja tidak langsung sehingga akan memberikan rasa nyaman dan aman. Apabila tidak diberikan allowance, maka tidak ada gang untuk para tenaga kerja tidak langsung sehingga mereka akan kesulitan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Ukuran luas lantai perkantoran yaitu dengan panjang 25 m dan lebar 10,72 m. Gambar 6.2 berikut ini merupakan area allocation diagram (AAD) pada CV. Rajawali Nusantara.
VI-5
AREA ALLOCATION DIAGRAM (AAD) CV. RAJAWALI NUSANTARA
7,62 m
4m
4m
2m
5,25 m
4,8951 m
4m 2m
O-8
O-4
O-1
4m
O-3
5m
O-5
5m
8m
5m
8m
O-6
2m
O-6
2m
F002 A001
O-7
2m
S
4m
7,6408 m
3,6408 m
10,72 m
1
4m 17,6291 m
2m
O-9
4m
R
4m
O-2
3m
5m
8m
8m
F003
F004
4m
4m
F001
2,72 m
2m
2m
10,1451 m
SKALA 1 : 150 DESKRIPSI RUANG PERKANTORAN DESKRIPSI WARNA PADA TEMPLATE KODE KODE
DESKRIPSI
R
RECEIVING
WARNA
KETERANGAN MERAH
F001 F002
MESIN
HIJAU
O-1
DESKRIPSI RUANG DIREKTUR
O-2
RUANG PRODUKSI
O-3
RUANG PEMASARAN
O-4
RUANG KEUANGAN
F003
O-5
RUANG HRD
F004
O-6
TOILET KANTOR
A001
ASSEMBLING
BIRU
O-7
RUANG RAPAT
S
SHIPPING
UNGU
O-8
RUANG PANTRY
O
PERKANTORAN
KUNING
O-9
RECEPTIONIST
Gambar 6.2 AAD CV. Rajawali Nusantara
VI-6
Berdasarkan Gambar 6.2, dapat dilihat bahwa luas lantai produksi paling besar yaitu luas lantai mesin pada departemen fabrikasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah mesin yang cukup banyak yaitu 14 unit, ukuran mesin yang besar yaitu 2,5 m x 2 m. Luas lantai produksi mempertimbangkan aliran material berdasarkan
alternatif terpilih pada activity relationship diagram (ARD).
Berdasarkan Gambar 6.2, dapat dilihat pula bahwa letak gudang bahan baku dan barang jadi terletak berdekatan dan pada sisi yang sama. Hal tersebut untuk memudahkan distribusi bahan baku atau barang jadi dari dan ke lantai produksi. Berdasarkan Gambar 6.2, terlihat bagian direktur berdekatan langsung dengan beberapa bagian yaitu produksi, pemasaran, keuangan, dan human resources development (HRD). Ruang receptionist diletakkan berdekatan dengan pintu utama lantai perkantoran, untuk memudahkan bagi para tamu untuk bertemu atau membuat kesepakatan dengan perusahaan. Ruang rapat diletakkan diujung lantai perkantoran untuk memanfaatkan tata letak secara optimal.
6.3
Template Template merupakan suatu bentuk rancangan tata letak yang lebih jelas
dan menggambarkan fasilitas keseluruhan yang dimiliki sebuah perusahaan. Informasi yang dapat diperoleh pada template yaitu tata letak kantor dan peralatannya, tata letak fasilitas perusahaan, tata letak bagian produksi, aliran setiap material dan distribusi material terhadap setiap mesin sesuai dengan jumlah mesin yang dibutuhkan. Template CV. Rajawali Nusantara memiliki luas sebesar 1799,7 m2 yang terdiri dari Luas lantai produksi CV. Rajawali Nusantara yaitu sebesar 767,70031 m2, luas lantai perkantoran sebesar 268 m2, dan luas lantai fasilitas sebesar 764 m2. Ukuran panjang dan lebar pada CV. Rajawali Nusantara yaitu 42,4942 m2 dan 42,35 m2. Total luas lantai fasilitas yang dibutuhkan adalah sebesar 382 m2 dengan allowance 100%, jadi luas lantai perkantoran sebesar 764 m2. Allowance diberikan dengan tujuan untuk area ruang gerak dari para tenaga kerja tidak langsung maupun langsung serta kendaraan sehingga akan memberikan rasa nyaman dan aman. Gambar 6.3 berikut merupakan template CV. Rajawali Nusantara.
VI-7
TEMPLATE CV. RAJAWALI NUSANTARA F-05
F001 O-7
O
O
P
P
I
I
O
O
P
P
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
I
O
O P
I
I
O
O
P
P
O-6
P O
I
O-8
O P
A001 I
P
O-6
I
P O
O-5
O-4
S I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
I
P O
O P I
O-1
O P I
O
O P I
O
P I
I
I
O-2 O
O P
P
F002
F003
O-3
P I
I
I
F004
O
P
I
O
P
I
O
P
I
O
P
I
R F-10
F-02
F-02
F-09
F-07
F-08
F-03 F-01
F-04
F-02
DESKRIPSI RUANG PERKANTORAN KODE
DESKRIPSI
F-02
F-06
F-11
F-11
DESKRIPSI WARNA PADA TEMPLATE
DESKRIPSI RUANG FASILITAS KODE
DESKRIPSI
KODE
DESKRIPSI RECEIVING
MERAH
MESIN
HIJAU
WARNA
KETERANGAN
O-1
RUANG DIREKTUR
F-01
MUSHOLA
R
O-2
RUANG PRODUKSI
F-02
TOILET
F001
O-3
RUANG PEMASARAN
F-03
POS SATPAM
F002
O-4
RUANG KEUANGAN
F-04
INSTALASI AIR
F003
O-5
RUANG HRD
F-05
INSTALASI LISTRIK
F004
O-6
TOILET KANTOR
F-06
KANTIN
A001
ASSEMBLING
BIRU
O-7
RUANG RAPAT
F-07
PARKIR MOBIL
S
SHIPPING
UNGU
O-8
RUANG PANTRY
F-08
PARKIR MOTOR
O
PERKANTORAN
KUNING
O-9
RECEPTIONIST
F-09
PEMBUANGAN LIMBAH
F-10
TAMAN
F-11
GERBANG
SKALA 1 : 250
DESKRIPSI ALIRAN MATERIAL DARI
KE
WARNA ALIRAN
KETERANGAN
RECEIVING
MEJA FABRIKASI
KUNING
MEJA FABRIKASI
MESIN POTONG
ORANGE MERAH
MESIN POTONG
MESIN SERUT
MESIN SERUT
MESIN BOR
UNGU
MESIN SERUT
MEJA ASSEMBLING
DARK RED
MESIN BOR
MEJA ASSEMBLING
RECEIVING
MEJA ASSEMBLING
MEJA ASSEMBLING
SHIPPING
Gambar 6.3 Template CV. Rajawali Nusantara
HITAM HIJAU GREY (25%)
VI-8
6.4
Maket Pembuatan maket CV. Rajawali Nusantara berupa gambar tiga dimensi
(3D) menggunakan software ArchiCAD 15. Pembuatan maket ini berdasarkan rancangan template yang telah dibuat. Gambar 6.4 dan Gambar 6.5 berikut ini merupakan gambar pembuatan maket CV. Rajawali Nusantara menggunakan software ArchiCAD 15 dengan skala 1 : 100.
Gambar 6.4 Maket 1 CV. Rajawali Nusantara
Gambar 6.5 Maket 2 CV. Rajawali Nusantara
BAB VII PENUTUP
7.1
Kesimpulan Pembahasan dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dapat
menjawab tujuan penulisan Laporan Akhir Perancangan Tata Letak Fasilitas dalam bentuk kesimpulan. Berikut ini kesimpulan-kesimpulan dalam Laporan Akhir Perancangan Tata Letak Fasilitas. 1.
Proses produksi rak buku CV. Rajawali Nusantara terdiri dari beberapa proses dan mesin yang digunakan yaitu pengukuran dengan meja fabrikasi, pemotongan dengan mesin potong, perataan dengan mesin serut, pelubangan dengan mesin bor, dan perakitan dengan meja perakitan. Berdasarkan routing sheet dan multi product process chart (MPPC), jumlah mesin aktual yang dibutuhkan CV. Rajawali Nusantara untuk memproduksi rak buku sebanyak 30 unit per hari yaitu 14 unit meja fabrikasi, 14 unit mesin potong, 6 unit mesin serut, 2 unit mesin bor, dan 4 meja perakitan.
2.
Luas lantai produksi rak buku yang terdiri dari luas lantai gudang bahan baku (receiving) baik model tumpukan maupun model rak, luas lantai mesin, dan luas lantai gudang barang jadi (shipping) pada CV. Rajawali Nusantara. Luas lantai gudang bahan baku (receiving) model tumpukan yaitu sebesar 40,53 m2 dan luas lantai gudang bahan baku (receiving) model rak yaitu sebesar 0,05031 m2, sehingga total luas lantai gudang bahan baku (receiving) adalah sebesar 40,58031 m2. Luas lantai mesin terdiri dari 280 m2 untuk divisi pengukuran, 112 m2 untuk divisi pemotongan, 48 m2 untuk divisi perataan, 16 m2 untuk divisi pelubangan, dan 100 m2 untuk departemen perakitan. Total luas lantai mesin CV. Rajawali Nusantara yaitu sebesar 556 m2. Luas lantai gudang barang jadi (shipping) yaitu sebesar 171,12 m2. Berdasarkan hasil tersebut, maka total luas lantai produksi CV. Rajawali Nusantara adalah sebesar 767,70031 m2.
VII-1
VII-2
3.
Alat angkut yang digunakan untuk proses pemindahan bahan serta ongkos penanganan material (OMH) pada CV. Rajawali Nusantara yaitu dari receiving menuju divisi pengukuran dengan jarak 11,77 m menggunakan alat angkut hand truck dengan total ongkos penanganan material Rp 17.655, dari divisi pengukuran menuju divisi pemotongan dengan jarak 13,66 m menggunakan alat hand truck dengan total ongkos penanganan material Rp 20.490, dari divisi pemotongan menuju divisi perataan dengan jarak 8,76 m menggunakan alat hand truck dengan total ongkos penanganan material Rp 13.140, dari divisi perataan menuju divisi pelubangan dengan jarak 5,46 m menggunakan alat angkut walky pallet dengan total ongkos penanganan material Rp 5.460, dari divisi perataan menuju divisi perakitan dengan jarak 12,46 menggunakan orang dengan total ongkos penanganan material Rp 6.230, dari divisi pelubangan menuju departemen perakitan dengan jarak 7 m menggunakan alat angkut walky pallet dengan total ongkos penanganan material Rp 7.000, dari receiving menuju departemen perakitan dengan jarak 43,36 m menggunakan orang dengan total ongkos penanganan material Rp 21.680, dari departemen perakitan menuju shipping dengan jarak 11,54 m menggunakan alat walky pallet dengan total ongkos penanganan material Rp 11.540. Berdasarkan hasil tersebut, maka total ongkos penanganan material (OMH) pada CV. Rajawali Nusantara adalah sebesar Rp 103.195.
4.
Berdasarkan from to chart (FTC) dan tabel skala prioritas (TSP), maka alokasi layout pada CV. Rajawali Nusantara yaitu lokasi gudang bahan baku (receiving) harus berdekatan dengan departemen meja perakitan (prioritas pertama) dan departemen meja fabrikasi (prioritas kedua). Lokasi meja fabrikasi harus berdekatan dengan lokasi mesin potong. Lokasi mesin potong harus berdekatan dengan lokasi mesin serut. Lokasi mesin serut harus berdekatan dengan lokasi meja perakitan (prioritas pertama) dan lokasi mesin bor. Lokasi mesin bor harus berdekatan dengan lokasi meja perakitan. Serta lokasi meja perakitan harus berdekatan dengan gudang barang jadi (shipping).
VII-3
Berdasarkan hasil allocation relationship diagram (ARD), alternatif aliran material yang dipilih untuk diterapkan pada lantai produksi CV. Rajawali Nusantara adalah U-shaped. 5.
Perusahaan bernama CV. Rajawali Nusantara dengan bentuk badan hukum Commanditaire Vennotschaap (CV). Karakteristik perusahaan dilambangkan dengan logo perusahaan berbentuk burung rajawali dan tanda panah biru yang berputar searah jarum jam. Visi pada CV. Rajawali Nusantara yaitu “Menjadi produsen rak buku terbaik dan terpercaya dengan mengutamakan kebutuhan pelanggan”. Sedangkan misi pada CV. Rajawali Nusantara yaitu melakukan perbaikan secara terus menerus dalam segala bidang untuk meningkatkan kualitas rak buku yang diproduksi dan memenuhi permintaan konsumen, memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembangkan produk yang inovatif dan sesuai dengan keinginan pelanggan, dan membangun hubungan yang harmonis antara seluruh elemen perusahaan dengan investor. Struktur organisasi perusahaan terdiri dari seorang direktur yang dibantu oleh empat manager yaitu manager produksi, manager keuangan, manager pemasaran, dan manager HRD. Setiap manager dibantu dengan seorang staff. Luas lantai perkantoran pada CV. Rajawali Nusantara adalah sebesar 268 m2 dan luas lantai fasilitas adalah sebesar 764 m2. Jumlah tenaga kerja langsung pada CV. Rajawali Nusantara yaitu 41 orang dengan total gaji Rp 47.150.000 per bulan. Jumlah tenaga kerja tidak langsung perkantoran pada CV. Rajawali Nusantara yaitu 9 orang dengan total gaji Rp 12.800.000 per bulan. Jumlah tenaga kerja tidak langsung non perkantoran pada CV. Rajawali Nusantara yaitu 6 orang dengan total gaji Rp 5.200.000 per bulan.
6.
Total biaya investasi awal CV. Rajawali Nusantara adalah sebesar Rp 2.080.060.000 dan modal kerja sebesar Rp 75.225.000 untuk sebelum tahun pertama, Rp 1.902.351.800 untuk tahun pertama, Rp 1.907.351.800 untuk tahun kedua, Rp 1.912.851.800 untuk tahun ketiga, Rp 1.918.901.800 untuk tahun keempat, dan Rp 1.925.556.800 untuk tahun kelima. Harga pokok penjualan (HPP) per 1 unit rak buku adalah sebesar Rp 264.216 dan harga
VII-4
jual rak buku per unit dengan profit 40% adalah sebesar Rp 396.324. Anggsuran pokok setiap tahun yaitu Rp 202.881.840 dan bunga bank sebesar 18%. Pembayaran ke bank selama lima tahun berturut-turut yaitu Rp 385.475.496, Rp 348.956.764, Rp 312.438.033, Rp 275.919.302, dan Rp 239.400.571. Perhitungan profit on sales (%) selama lima tahun berturut-turut yaitu 0,20; 0,23; 0,24; 0,25; dan 0,26. Initial cash flow (ICF) didapatkan berjumlah Rp 4.057.636.800. proceeds operational cash flow (POCF) selama lima tahun berturut-turut yaitu Rp 808.643.994, Rp 871.846.494, Rp 866.896.494, Rp 861.451.494, dan Rp 855.461.994. Terminal cash flow (TCF) yaitu Rp 2.185.582.800. Berdasarkan metode payback perid (PP), net present value (NPV), dan internal rate of return (IRR) menunjukkan bahwa investasi pada CV. Rajawali Nusantara dianggap layak untuk dijalankan. Break event point (BEP) pada CV. Rajawali terjadi pada setiap tahun. 7.
Activity relationship chart (ARC) menunjukkan derajat hubungan antara satu fasilitas dengan fasilitas lain pada CV. Rajawali Nusantara. Berdasarkan area allocation diagram (AAD), ukuran panjang dan lebar pada lantai produksi CV. Rajawali Nusantara yaitu 27,7742 m dan 27,6408 m. Ukuran luas lantai perkantoran yaitu dengan panjang 25 m dan lebar 10,72 m. Berdasarkan template, ukuran panjang dan lebar pada CV. Rajawali Nusantara yaitu 42,4942 m2 dan 42,35 m2.
7.2
Saran Saran dibuat dengan tujuan agar Praktikum Perancangan Tata Letak
Fasilitas berikutnya dapat berjalan dengan lancar, mudah, dan lebih baik dari sebelumnya. Saran-saran yang diberikan untuk Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas adalah sebagai berikut: 1.
Produk yang akan diproduksi hendaknya memiliki bentuk yang tidak terlalu rumit dan memiliki spesifikasi yang tepat.
2.
Waktu untuk setiap operasi pada peta proses operasi hendaknya merupakan waktu standar penyelesaian.
3.
Pemanfaatan software untuk perancangan tata letak lebih ditingkatkan.
LEMBAR ASISTENSI LAPORAN AKHIR BENDEL PRAKTIKUM PTLF PTA 2013-2014 LABORATORIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA
Hari dan Shift
: Jumat / 2 (Dua)
Proyek
: Rak Buku
Asisten Pembimbing : Faried Pradhana Putra Kelompok
:
1.
Andri Saputra
/ 30410751
4. Ricky Akbar R.
/ 35410889
2.
Ario Windarto
/ 31410107
5. Warda Tizinia
/ 38410457
3.
Marulloh
/ 34410248
Tanggal
Revisi
Paraf
TUGAS PENDAHULUAN MODUL ROUTING SHEET DAN MPPC
1. Jelaskan pengertian bahan yang disiapkan pada routing sheet ? Jawab: Bahan yang disiapkan adalah jumlah bahan yang harus tersedia seblum operasi selanjutnya dilakukan dengan mempertimbangkan estimasi scrap.
2. Apa yang dimaksud dengan produksi mesin per jam ? Jawab: Produksi mesin per jam adalah jumlah output yang dapat diproses atau diproduksi oleh suatu mesin dalam sutuan waktu jam.
3. Apa yang anda ketahui mengenai continuous howshop ? continuous howshop adalah jenis atau tipe aliran dasar yang tepat untuk beraktifitas yang teteap untuk waktu yang cukup lama namun hanya dapat digunakan untuk satu jenis produk. Contohnya: gula.
4. Apa yang dimaksud dengan kapasitas mesin ? Jawab: Kapasitas mesin yaitu tingkat kemampuan mesin dalam melakukan suatu proses untuk beberapa komponen.
5. Sebutkan dan jelaskan tiga (3) aliran dasar dalam proses design ? Jawab: 1. Flowshop : - continuous flowshop adalah aktifitas tetap dalam waktu yang Lama dan 1 jenis produk - Intermittent flowshop adalah lebih dari 1 jenis produk namun Aktifitas prosesnya sama 2. Jobshop: adalah memerlukan waktu set-up dalam melakukan suatu proses
L2-1
L2-2
Karena berasal dari order-order yang berbeda 3. Proyek: untuk output yang bersifat kompleks dan hanya pada waktu tertentu
L2-3
TUGAS PENDAHULUAN MODUL LUAS LANTAI
1. Jelaskan definisi luas lantai bahan baku model tumpukan ? Jawab: Luas bahan baku model tumpukan adalah luas area yang digunakan untuk menyimpan meterial atau komponen komponen utama dalam proses produksi yang memiliki dimensi lebih besar sehingga peletakkannya ditumpuk.
2. Sebutkan penentuan-penentuan perhitungan luas lantai ? Jawab: Metode: - production center method - Rough uot layout method - Space standard method - Ratio trende projection method Penentuannya berdasarkan alat angkut, cara angkut, aliran bahan, komponen.
3. Apa yang kalian ketahui metode produksi pusat ? Jawab: Metode yanng digunakan dalam penentuan tata letak fasilitas khususnya luas lantai dengan proses produksi terletak di pusat dari keseluruhan area.
4. Data apa saja yang digunakan dalam menghitung luas lantai barang jadi? Jawab: - Nama barang jadi - Dimensi barang jadi - Karakteristik barang jadi - Tingkat produksi per priode - Allowance
L2-4
5. Apa manfaat gang dalam menentukan lokasi ruang ? Jawab: - Sebagai alur pemindahan dan pengiriman komponen - Jalur para operator - Jalur pemadam kebakaran - Jalur pembuangan scrap - Sebagai allowance
L2-5
TUGAS PENDAHULUAN MODUL ONGKOS PENAGANAN MATERIAL (OMH)
1. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan OMH ? Jawab: - Jenis bahan : semakin sulit bahan dipindahkan maka membutuhkan OMH yang lebih besar - Ukuran dan berat bahan : semakin berat bahan maka ukuran yang dihasilkan juga semakin besar - Alat angkut yang digunakan : dimensi bahan serta berat bahan mempengaruhi jenis alat angkut yang digunakan - Jarak pengangkutan : semakin pendek jarak angkut maka semakin mengefektifkan waktu pengangkutan
2. Apa yang dimaksud dengan OMH ? Jawab: OMH adalah biaya yang dibutuhkan untuk penanganan bahan berupa pemindahan suatu bahan atau meterial yang terlibat dalam proses produksi di pabrik dari suatu tempat ketempat lain dengan menggunakan alat bantu maupun tidak.
3. Apa yang dimaksud dengan rehandle ? Jawab: Rehandle adalah aktifitas penanganan kembali bahan yang telah mengalami proses bisa berupa penurunan bahan atau meterial dari truck atau alat lain.
4. Sebutkan alat angkut yang digunakan pada aktifitas OMH ? Jawab: - crame - Conveyor
L2-6
- Truck - Farklift - Kereta dorong
5. Apa yang dimaksud dengan OMH kontemporer ? Jawab: OMH kontemporer adalah biaya penanganan material dimana dalam proses pemindahan meterialnya dilakukan secara menyeluruh dalam satu proses. Karena dipngaruhi oleh alat angkut yang digunakan.
L2-7
TUGAS PENDAHULUAN MODUL FTC, TSP, DAN ARD
1. Bagaimana cara melakukan pengisian tabel ftc ? Jawab: Pengisian tabel ftc ditentukan dengan melakukan perhitungan inflow
dan
outflow kemudian gudang bahan baku diusahakan diletakkan pada bagian sisi kemudian membuat perpindahan dari suatu departeman ke departemen yang lain.
2. Jelaskan dasar penyusunan tabel skala prioritas berdasarkan hasil dari ftc ? Jawab: tabel skala prioritas berdasarkan hasil dari ftc perhitungan inflow dan outflow yang memiliki koefisien paling besar, maka hal tersebut perlu diprioritaskan terlebih dahulu.
3. Sebutkan beberapa faktor yang di perlu dilakukan analisis dalam mementukan pola aliran meterial ? Jawab: - Karakteristik material - Alat angkut yang digunakan - Perbandingan tata letak yang digunakan - Ongkos pemindahan bahan - Jarak antar departemen
4. Sebutkan tujuan dari TSP ? Jawab: - Meminimalkan ongkos - Mengoptimalkan layout - Memperpendek jarak material hendling
L2-8
- Mengoptimalkan penggunaan mesin dari operator
5. Jelaskan dan gambarkan pola aliran u-shaped ? Jawab: 1
2
3
6
5
4
Pola aliran dimana proses produksi awal dan akhir berada ditempat yang berdekatan hal tersebut dikarenakan alat angkut yang digunakan sama atau akses aliran meterial hanya terdapat pada satu bagian saja
L2-9
TUGAS PENDAHULUAN MODUL STRUKTUR ORGANISASI
1. Sebutkan ciri-ciri organisasi fungsional ? Jawab: - Pembagian tugas dan kegiatan disesuaikan dengan keahliannya - Spesialisasi keterampilan dapat dikembangkan dengan optimal - Keputusan lamban karena struktur yang panjang - Pengawasan dilakukan oleh masing-masing kepala divisi - Koordinasi dilakukan hanya pada tiap bagian divisi - Komunikasi horizontal sulit dilakukan
2. Jelaskan pengertian SO divisional ? Jawab: SO divisional adalah suatu organisasi dimana pembagian tugas dan kegiatannya didasarkan pada kesamaan produk maupun proses dan tidak berdasarkan spesialisasinya.
3. Sebutkan dan jelaskan sifat dari CV ? Jawab: - Modal yang sudah disetor sulit untuk ditarik kembali - Mudah didirikan - Pinjaman relatif mudah dilakukan - Masa belaku CV tidak mementu - Modal besar karena berdiri dari beberapa pendiri
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan misi Jawab: Misi adalah pernyataan-pernyataan yang harus dilakukan untuk mencapai citacita atau tujuan yang diinginkan di masa mendatang
L2-10
5. Jelaskan pengertian struktur organisasi matriks Jawab: Struktur organisasi
matriks adalah struktur organisasi yang merupakan
penggabungan antara struktur organisasi fungsional dan divisional sehingga pembagian tugas dilakukan berdasarkan proses dan spesifikasinya.
L2-11
TUGAS PENDAHULUAN MODUL ASPEK EKONOMI DAN FINANSIAL
1. Apa yang dimaksud dengan indirect cost dan sebutkan biaya-biaya yang termasuk didalamnya ? Jawab: indirect cost adalah bagian dari modal kerja yang berupa biaya tidak langsung karena tidak terlibat terhadap harga jual produk atau tidak berkaitan dengan kegiatan produksi. Contohnya adalah biaya fasilitas.
2. Apa yang dimaksud dengan modal kerja? Jawab: Modal kerja adalah biaya yang digunakan setelah pembangunan proyek untuk menjalankan prusahaan baik secara langsung pada lantai produksi maupun tidak langsung.
3. Apa yang dimaksud dengan terminal cashflow ? Jawab: Aliran kas yang berisi kas masuk maupun kas yang keluar dari sebuah proyek yang telah berakhir atau hanya menyisahkan modal kerja.
4. Jelaskan pengertian NPV ! Jawab: NPV adalah suatu teknik yang digunakan untuk menganalisis kelayakan proyek dengan mempertimbangkan nilai sekarang bersih dengan nilai sekarang diskontinu untuk beberapa priode dengan memperhatikan nilai waktu.
5. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis depresiasi ? Jawab: - Depresiasi berdasarkan waktu: semakin lama maka biaya penjualan semakin
L2-12
Menurun - Depresiasi berdasarkan penggunaan: karena penurunnya penformasi mesin yang digunakan bila digunakan terus menerus - Depresiasi berdasarkan pengambilan: penyusutan karena pengambilan modal sehingga selanjutnya akan berkurang nilai jualnya - Depresiasi kecelakaan: karena mesin yang telah rusak akibat kecelakaan
L2-13
TUGAS PENDAHULUAN MODUL ARC, AAD DAN TEMPLATE
1. Apa yang dimaksud dengan tata letak fasilitas? Jawab: Tata letak fsilitas adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengatur lokasi atau tempat dari beberapa fasilitas dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti material handling, aliran material dan lain-lain sehingga memberikan nilai ekonomis serta penggunaan ruang yang efisien.
2. Sebutkan 4 tipe tata letak fasilitas Jawab: - Berdasarkan produk - Berdasarkan proses - Berdasarkan material tetap - Berdasarkan group teknologi
3. Sebutkan tujuan diagram keterkaitan kegiatan Jawab: - Menentukan hubungan antar lokasi berdasarkan FTC - Menentukan lokasi nisbi outdor kantor maupun fasilitas - Menentukan keterkaitan antara satu fasilitas dengan fasiltas yang lain - Menjadi dasar pembentukan AAD - Menunjukkan alasan keterkaitan
4. Apa yang dimaksud dengan diagram alokasi daerah Jawab: Gambaran grobal layout yang menunjukkan lokasi dari suatu fsilitas namun belum berdasarkan atau menunjukkan ukuran yang sebenarnya dengan mempertimbangkan keterkaitan hubungan antar fasilitas
L2-14
5. Sebutkan dan jelaskan deskripsi alasan pada ARC Jawab: 1 = menggunakan catatan yang sama 2 = menggunakan orang yang sama 3 = menggunakan ruangan yang sama 4 = menggunakan aliran yang sama 5 = menggunakan kertas yang sama 6 = urutan aliran 7 = melaksanakan kegiatan kerja yang sama 8 = menggunakan peralatan kerja yang sama 9 = ribut atau kebisingan 10 = dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA
Adisaputro, Gunawan. 1998. Anggaran Perusahaan Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE. Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hadiguna, Rika Ampuh. 2009. Manajemen Pabrik, Pendekatan Sistem untuk Efisiensi dan Efektivitas. Edisi 1. Jakarta: Bumi Aksara. Iswanto, Paulus. 2011. Skripsi: Perancangan Ulang Tata Letak Workshop Untuk Produksi Cover Bushing dan Sliding Bushing. Depok: Universitas Indonesia. Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri. Jakarta: Graha Ilmu. Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Van Horne, James C., dan Jhon M. Wachowicz, JR. 2005. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan Edisi Kedua Belas. Jakarta: Salemba Empat. Wignjosoebroto, Sritomo. 2008. Pengantar Teknik & Manajemen Industri. Surabaya: Guna Widya. Wignjosoebroto, Sritomo. 2009. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya: Guna Widya. http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=93143. Oktober 2013 pukul 16.20 WIB.
Diakses
pada
Tanggal
8
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=93143. Diakses pada Tanggal 14 Oktober 2013 pukul 15.45 WIB. http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/532/jbptunikompp-gdl-eginim1030 unikom_e-2.pdf. Diakses pada Tanggal 22 Oktober 2013.
26565-7-
http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/file_skripsi/Isi_cover_71457371 4073.pdf. Diakses pada Tanggal 23 Oktober 2013. http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/453/jbptunikompp-gdl-suryamanni-22611-6unikom_s2.pdf. Diakses pada 28 Oktober 2013.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-01739-TI. Diakses pada Tanggal 8 November 2013. http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/453/jbptunikompp-gdl-suryamanni-22611-6unikom_s2.pdf. Diakses pada 10 November 2013.
LANDASAN TEORI
1.1
Peta Proses Operasi (PPO) Peta Proses Operasi (PPO) atau sering disebut dengan peta proses operasi
merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan (bahan-bahan) baku mengenai urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk menganalisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan material yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang diguanakan (Sutalaksana, 1979). Ada empat hal yang perlu diperhatikan/dipertimbangkan agar diperoleh suatu proses kerja yang baik melalui analisa peta proses operasi yaitu analisa terhadap bahan-bahan, operasi, pemeriksaan dan terhadap waktu penyelesaian suatu proses. Keempat hal tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut (Sutalaksana, 1979): 1.
Bahan-bahan
Kita harus mempertimbangkan semua alternatif dari bahan yang digunakan, proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fungsi, reliabilitas, pelayanan dan waktunya. 2.
Operasi
Dalam hal ini harus dipertimbangkan mengenai semua alternatif yang mungkin terjadi untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode perakitannya, beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan. Perbaikan
yang
bisa
dilakukan
misalnya
dengan
menghilangkan,
menggabungkan, merubah atau menyederhanakan operasi yang terjadi. 3.
Pemeriksaan
Dalam hal ini kita harus mempunyai standar kualitas, suatu objek dikatakan memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata lebih baik atau minimal sama. Proses pemeriksaan bisa dilakukan
L1-1
L1-2
dengan teknik sampling atau satu persatu dari objek yang dibuat tentunya cara terakhir tersebut dilaksanakan apabila jumlah produksinya sedikit. 4.
Waktu Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita mempertimbangkan semua alternatif-alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya penggunaan perlengkapan-perlengkapan khusus. Peta Proses Operasi (PPO) merupakan salah satu teknik yang paling
berguna dalam perencanaan produksi. Kenyatannya peta ini adalah gambaran tentang proses, dan telah digunakan dalam bebagai cara sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Dengan tambahan data lain, peta ini dapat digunakan sebagai alat manajemen. Peta Proses Operasi (PPO) juga akan menunjukkan bagian mana yang erat kaitannya dengan yang lain dan dengan demikian harus dibuat dalam wilayah yang berdekatan. Peta Proses Operasi (PPO) akan menjadi kurang berarti jika dibuat untuk produk yang mengandung jumlah komponen yang besar. Beberapa keuntungan dan kegunaan dari Peta Proses Operasi (PPO) ini adalah sebagai berikut (Apple, 1990): 1.
Mengkombinasikan lintasan produksi dan peta rakitan sehingga memberikan informasi yang lebih lengkap.
2.
Menunjukkan operasi yang harus dilakukan untuk tiap komponen.
3.
Menunjukkan urutan operasi pada tiap komponen.
4.
Menunjukkan urutan fabrikasi dan rakitan dari tiap komponen.
5.
Menunjukkan kerumitan nisbi dari fabrikasi tiap komponen.
6.
Menunjukkan hubungan antar komponen
7.
Menunjukkan panjang dari lintas fabrikasi dan ruang yang dibutuhkannya.
8.
Menunjukkan titik tempat komponen memasuki proses.
9.
Menunjukkan tingkat kebutuhan sebuah rakitan bagian.
10. Membedakan antara komponen yang dibuat dengan yang dibeli. 11. Membantu perencanaan tempat kerja mandiri. 12. Menunjukkan jumlah pekerja yang dibutuhkan. 13. Menunjukkan secara nisbi konsentrasi mesin, peralatan dan pekerja. 14. Menunjukkan sifat pola aliran bahan.
L1-3
15. Menunjukkan sifat masalah penanganan bahan. 16. Menunjukkan kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul dalam aliran produksi. 17. Mencatat proses pembuatan untuk diperlihatkan pada bagian lain.
1.2
Lembar Urutan Proses (Routing Sheet) Routing sheet atau lembar pengurutan merupakan langkah-langkah yang
dicakup dalam memproduksi komponen tertentu dan rincian yang perlu diketahui dari hal-hal yang saling berkaitan satu sama lain. Sebuah routing sheet menujukan secara detail mengenai operasi yang dibutuhkan untuk sebuah bagian dalam sebuah produksi. Hal ini memungkinkan juga untuk mengatur waktu untuk setiap operasi dan setiap mesin. Proses routing ini menyimpulkan langkah-langkah operasi yang diperlukan untuk merubah bahan baku menjadi produk yang dikehendaki dimana untuk itu beberapa informasi harus menyertai di dalam langkah ini yaitu nama dan komponen yang akan dibuat, nomor dari gambar kerja dari komponen tersebut, macam operasi kerja dan nomor operasinya, mesin dan peralatan produksi yang dipakai, serta waktu standar yang ditetapkan intuk masing-masing operasi kerja (Apple, 1990). Mesin, perkakas, peralatan pembantu seperti jigs dan fixture, dan lain-lain yang harus dicantumkan secara spesifik didalam proses routing ini karena pada akhirnya perencanaan tata letak pabrik akan ditujukan untuk mengatur semua fasilitas produksi ini. Routing sheet menghasilkan beberapa informasi yang diperlukan dalam perancangan tata letak fasilitas yaitu jumlah mesin teoritis yang diperlukan untuk setiap proses pengerjaan, banyaknya siklus mesin dan bahan baku yang diperlukan, memperbaiki metode kerja, dengan menurunkan waktu standar, dan menentukan apakah waktu lembur lebih murah dibanding penambahan mesin, serta
menentukan apakah kerusakan mesin dapat
mengganggu seluruh lintasan produksi. Pembuatan Routing sheet memerlukan data-data sebagai berikut yaitu kapasitas mesin, persentase scrap, dan efisiensi mesin (Apple, 1990).
L1-4
Suatu langkah dasar dalam pengaturan tata letak pabrik yang baik adalah dengan menentukan jumlah mesin atau peralatan produksi yang dibutuhkan secara tepat. Tentu saja di samping penentuan jumlah mesin ini, suatu keputusan yang tepat di dalam pemilihan jenis atau tipe mesinnya itu sendiri juga merupakan langkah yang harus diperhatikan benar-benar. Pemilihan alternatif penggunaan tipe mesin tertentu pada dasarnya akan dilandasi dengan pertimbanganpertimbangan yang bersifat teknis dan ekonomis. Untuk keperluan penentuan jumlah mesin yang dibutuhkan, maka di sini terdapat beberapa informasi yang harus diketahui sebelumnya, yaitu volume produksi yang dicapai, estimasi scrap pada setiap proses operasi, dan waktu kerja standar untuk proses operasi yang berlangsung (Wignjosoebroto, 2009). Tabel 1. Routing Sheet No. Operasi 1
Deskripsi 2
Kebutuhan Mesin
Nama
Produksi
%
Bahan
Bahan
Efisiensi
Mesin
Mesin/Jam
Scrap
Diminta
Disiapkan
Mesin
Teoritis
Aktual
3
4
5
6
7
8
9
10
Variabel routing sheet merupakan suatu lembaran yang terdiri dari beberapa kolom perhitungan. Kolom 1 merupakan nomor operasi, dimana berisi nomor urut operasi-operasi yang dilakukan dalam menghasilkan suatu produk. Kolom 2 merupakan deskripsi yaitu nama operasi yang dilakukan pada urutan nomor urut operasi. Kolom 3 merupakan nama mesin yaitu nama mesin yang digunakan pada setiap operasi sesuai dengan urutan mesin yang digunakan. Kolom 4 merupakan produksi mesin/jam, dimana berisi banyak unit produk yang dihasilkan dalam waktu 1 jam atau 60 menit (Elib Unikom, 2013).
Produksi Mesin/Jam =
60 menit Waktu Operasi
Kolom 5 merupakan scrap yaitu jumlah buangan bahan baku atau persentase kerusakan yang diperkirakan, yang dilakukan dalam satu operasi (dalam %). Kolom 6 merupakan bahan diminta. Bahan diminta merupakan jumlah bahan yang diharapkan setelah melalui suatu proses. Perhitungan bahan diminta pertama kali dilakukan pada proses terakhir dari produk akhir, dimana jumlah produk awal yang digunakan pada perhitungan bahan diminta, sehingga bahan
L1-5
disiapkan dapat dihitung. Kolom 7 merupakan bahan disiapkan. Kolom jumlah bahan yang harus disiapkan, berisi jumlah bahan yang harus tersedia dengan mempertimbangkan persen scrap sebelum melakukan proses operasi tertentu. Persamaan yang digunakan untuk menghitung bahan yang disiapkan yaitu (Elib Unikom, 2013).
Bahan yang disiapkan =
Bahan yang diminta 1 - %scrap
Kolom 8 merupakan efisiensi mesin yaitu tingkat pemanfaatan mesin. Kolom 9 merupakan jumlah mesin teoritis (JMT) yaitu jumlah mesin secara teoritis untuk setiap operasi sesuai dengan peta proses operasi. Kolom 10 merupakan jumlah mesin aktual. Kolom ini berisi tentang jumlah mesin yang akan digunakan pada proses produksi, dimana diperoleh dari pembulatan hasil pada jumlah mesin teoritis. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan efisiensi mesin dan jumlah mesin teoritis dapat dilihat di bawah ini (Elib Unikom, 2013).
Efisiensi Mesin = Jumlah Mesin Teoritis =
1.3
Bahan yang disiapkan Efisiensi
Efisiensi Mesin mesin kerja Produksi × Reabilitas × Jam jam hari
Multi Product Process Chart Multi product process chart (MPPC) merupakan suatu peta yang
digunakan untuk menganalisa aliran barang dalam pabrik yang sudah ada maupun untuk perencanaan pabrik baru dan mempunyai keterkaitan dengan peta proses operasi. Fungsi dari peta ini yaitu untuk menunjukan keterkaitan produksi antar komponen atau antar produk mandiri, bahan, bagian, pekerjan, atau kegiatan. Tujuan dari pembuatan multi product process chart (MPPC) yaitu untuk dapat memahami aliran proses produksi suatu produk secara keseluruhan beserta dengan total waktu pengoperasian mesin yang digunakan (Wignjosoebroto, 2009). Berdasarkan multi product process chart (MPPC) tersebut akan dipelajari dan dianalisis dua hal yang memiliki pengaruh yang cukup signifikasi dalam
L1-6
perencanaan tata letak seperti aliran balik dimana dalam hal ini ditunjukan dengan adanya aliran balik akibat fasilitas produksi tidak di tempatkan sesuai dengan urutan proses. Aliran balik dalamproses perencanaan tata letak merupakan indikator penting karena hal tersebut akan menunjukan langkah pemindahan material yang sama sekali tidak efisien. Pengelompokan pola aliran yaitu pengelompokan komponen yang memiliki urutan proses pengerjaan dan menggunakan mesin yang sama. Hal ini akan penting dalam penyusunan tata letak berdasarkan pengelompokan proses produksi (Wignjosoebroto, 2009)
2.1
Luas Lantai Luas lantai produksi digunakan untuk mengetahui luas lahan yang akan
digunakan dalam perencanaan tata letak fasilitas dan perusahaan yang akan didirikan. Perhitungan luas lantai produksi dimulai dari luas kebutuhan lahan sampai perkantoran dengan memperhatikan segala fasilitas pendukungnya. Dalam melakukan suatu perencanaan tata letak fasilitas dan pemindahan bahan dibutuhkan beberapa kebutuhan luas lantai untuk kegiatan produksi pabrik yang akan didirikan, serta fasilitas-fasilitas pendukung lainnya, dengan demikian perlu dihitung berapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian produksi. Perhitungan luas lantai ini didasarkan pada bahan baku yang akan disiapkan. Berdasarkan hal tersebut maka akan didapat luas lantai receiving (gudang bahan baku) model tumpukan dan rak. Tumpukan digunakan untuk material yang rata-rata mempunyai dimensi yang besar sehingga tidak memungkinkan untuk dimasukan ke dalam suatu wadah atau tempat tertentu. Sedangkan untuk material yang menggunakan model penyimpanan menggunakan rak, digunakan untuk material yang berdimensi kecil (Apple, 1990),.
2.2
Luas Lantai Bahan Baku Luas lantai bahan baku merupakan luas lantai yang dibutuhkan untuk
menyimpan bahan baku untuk pembuatan produk. Luas lantai bahan baku memiliki dua model, yaitu luas lantai gudang bahan baku model tumpukkan dan luas lantai gudang bahan baku model rak (Wignjosoebroto, 2000).
L1-7
Luas lantai gudang bahan baku model tumpukan biasanya digunakan untuk mengetahui luas area yang dibutuhkan untuk menyimpan komponen utama. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan luas lantai gudang bahan baku model tumpukan yaitu nomor komponen, nama komponen, jumlah komponen, tipe material, dan ukuran per potong. Luas lantai gudang bahan baku model rak biasanya digunakan untuk mengetahui luas area yang dibutuhkan untuk menyimpan komponen tambahan. Data yang diperlukan dalam perhitungan nomor komponen, nama komponen, jumlah komponen, volume pemakaian, ukuran per potong, dan unit tersedia (Elib Unikom, 2013).
2.3
Luas Lantai Mesin Perhitungan yang cermat untuk lokasi dan lebar gang merupakan salah
satu faktor penting dalam alokasi ruang. Manfaat gang antara lain adalah sebagai tempat perpindahan bahan baku dan barang jadi, perjalanan pekerja, jalan masuk pemadam kebakaran, peletakan ulang dan penggantian peralatan serta sebagai tempat pembuangan scrap. Perhitungan luas lantai mesin berguna dalam menghitung mesin yang diperlukan untuk mengetahui luas lantai yang dibutuhkan setiap mesin pada masing-masing departemen yang ada dalam pabrik. Prosedur menghitung kebutuhan luas lantai, yaitu (Apple, 1990): 1.
Masing-masing mesin atau stasiun kerja diukur panjang dan lebarnya, hal ini dilakukan untuk menentukan luas seluruh mesin, yaitu kebutuhan lahan untuk meletakkan sejumlah mesin yang sejenis.
2.
Menentukan toleransi bahan, yaitu kelonggaran yang diberikan untuk penyimpanan sementara bahan yang akan diproses, yang harus diperhatikan dalam menentukan besarnya toleransi bahan adalah ukuran material atau bahan dan karakteristik material atau bahan.
3.
Panjang dan lebar mesin, masing-masing diberi kelonggaran, untuk memberikan ruang bagi barang setengah jadi Work In Process (WIP), operator atau mungkin tempat peralatan.
4.
Menghitung kelonggaran untuk gang (aisles), kelonggaran gang diberikan untuk ruang gerak bagi perpindahan barang, pekerjaan dan peralatan. Setelah
L1-8
didapat kelonggaran gang, maka luas total lantai produksi dapat dihitung dengan cara menjumlahkan luas seluruh mesin dengan kelonggaran gang.
2.4
Luas Lantai Gudang Barang Jadi Gudang barang jadi terdapat 2 komponen, yaitu meja belajar yang sudah
menggunakan kemasan dan lantai untuk kemasan sendiri, tanpa isi. Luas lantai gudang barang jadi harus diperhitungkan untuk dijadikan tempat penyimpanan produk yang sudah jadi. Langkah-langkah perhitungan luas lantai gudang barang jadi, yaitu (Purnomo, 2004) : 1.
Menentukan ukuran produk, yaitu ukuran atau dimensi dari kemasan atau kardus untuk tempat produk jadi perusahaan.
2.
Menentukan produk jadi per-satu periode, yaitu produk yang dihasilkan untuk periode tertentu, berdasarkan produksi per-jam dari perusahaan. Penentuan periode didasarkan pada periode pengiriman produk jadi ke pasaran, kapasitas maksimum lahan (jika terbatas) dan karakteristik produk jadi tersebut.
3.
Menentukan volume produk total, yaitu volume kebutuhan untuk produk jadi per periode tertentu.
4.
Menentukan luas lantai, yaitu lahan yang dibutuhkan berdasarkan volume produk total, setelah ditumpuk sesuai dengan tinggi maksimum tumpukkan yang diijinkan dan cara penumpukkannya.
5.
Menentukan
kelonggaran,
yaitu
kelonggaran
yang
diberikan
untuk
penanganan bahan. Penentuan besarnya kelonggaran didasarkan pada alat angkut, cara pengangkutan, cara penumpukan dan ukuran material. 6.
Menentukan total luas lantai, yaitu kebutuhan gudang bahan jadi setelah ditambah kelonggaran.
3.1
Pengertian Ongkos Penanganan Bahan Merancang tata letak pabrik, maka aktivitas pemindahan bahan (material
handling) merupakan salah satu faktor yang cukup penting untuk diperhatikan dan diperhitungkan. Aktivitas pemindahan tersebut dapat ditentukan dengan terlebih dahulu memperhatikan aliran bahan yang terjadi dalam suatu operasi. Selanjutnya
L1-9
hal yang harus diperhatikan adalah type layout yang akan digunakan. Ongkos penaganan bahan adalah ongkos yang dikeluarkan untuk melakukan pemindahan material dari satu departemen menuju departemen yang lain untuk dilakukannya proses produksi selanjutnya (Apple, 1990). Penaganan bahan adalah suatu seni dan ilmu pengetahuan mengenai pemindahan, pengepakan dan penyimpanan, pengepakkan dan penyimpanan semua jenis /bentuk material /bahan yang terjadi di dalam pabrik termasuk pemindahan bahan baku dari sumbernya kepabrik serta pemindahan barang jadi sampai ketangan konsumen. Seni dan ilmu pengetahuan dari perpindahan, penyimpanan, perlindungan dan pengawasan material penanganan material dalam jumlah yang tepat dari material yang sesuai, dalam kondisi yang baik, pada tempat yang cocok, pada waktu yang tepat, pada posisi yang benar, dalam urutan yang sesuai, dengan biaya yang murah dan menggunakan metode yang benar (Purnomo, 2004). Bila ditinjau kegiatan produksi maka akan terlihat masalah yang utama dalam produksi adalah bergeraknya bahan-bahan dari suatu tingkat proses ke tingkat proses produksi yang berikutnya. Hal ini dapat kita lihat sejak bahanbahan diterima di tempat penerimaan, kemudian dipindahkan dari tempat penerimaan atau pemeriksaan ke tempat penyimpanan bahan tersebut. Apabila bahan akan diproses atau diolah, maka bahan tersebut dipindahkan dari tempat penyimpanan ke tempat produksi yang pertama, dan setelah diproses kemudian dipindahkan lagi ke tempat proses berikutnya, demikian seterusnya sampai proses selesai. Jadi dapat dikatakan bahwa material handling adalah kegiatan mengangkat, mengangkut dan meletakan bahan atau barang dalam proses
di dalam pabrik yang dimulai dari bahan baku sampai barang jadi.
Sedangkan dalam pemindahan tersebut menyangkut biaya. Dengan kata lain yang dimaksud dengan OMH adalah ongkos yang dikeluarkan untuk memindahkan bahan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain yang melibatkan jarak tempuh, frekuensi pengangkutan peralatan yang dipakai dan biaya pengangkutan (Apple, 1990).
L1-10
3.2
Prinsip-prinsip Penaganan Bahan Prinsip-prinsip yang diperlukan dalam meminimasi biaya adalah sebagai
berikut (Apple, 1990) : 1.
Seluruh aktivitas pemindahan harus direncanakan.
2.
Mengoptimasi aliran bahan dengan merencanakan sebuah urutan operasi dan pengaturan peralatan.
3.
Mengurangi, mengkombinasikan, dan menghilangkan pergerakan atau peralatan yang tidak diperlukan.
4.
Memanfaatkan prinsip gravitasi bagi pergerakan bahan jika memungkinkan.
5.
Meningkatkan jumlah, ukuran, dan berat muatan yang dipindahkan.
6.
Menggunakan peralatan pemindahan yang mekanis dan otomatis.
7.
Mengurangi waktu non produktif dari peralatan dan tenaga kerja.
3.3
Aspek-aspek Ongkos Material Handling Secara umum biaya material handling akan terbagi atas tiga klasifikasi,
yaitu (Apple, 1990) : 1.
Biaya yang berkaitan dengan transportasi raw material dari sumber asalnya menuju pabrik dan pengiriman finished goods product ke konsumen yang dibutuhkannya. Biaya transportasi disini merupakan fungsi yang berkaitan langsung dengan pemilihan lokasi pabrik dengan memperhatikan tempat dimana sumber material berada serta lokasi pada tujuannya.
2.
In-plant receiving and storage, yaitu biaya-biaya diperlukan untuk gerakan perpindahan material dari proses satu ke proses berikutnya, warehousing serta pengiriman produk lainnya.
3.
Handling materials yang dilakukan oleh operator pada mesin atau peralatan kerjanya serta proses perakitan yang berlangsung di atas meja perakitan.
3.4
Ongkos Penaganan Bahan (OPB) Pemindahan bahan atau material merupakan istilah terjemahan dari
material handling adalah suatu aktivitas yang sangat penting dalam kegiatan produksi dan memiliki kaitan erat dengan perencanaan tata letak fasilitas
L1-11
produksi. Menurut Apple (1990), Material Handling Planning Sheet (MHPS) merupakan suatu tabel yang digunakan untuk menghitung biaya penanganan bahan. Disini dilakukan minimasi biaya penanganan bahan tetapi dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip pemindahan bahan, prinsip-prinsip tersebut adalah seluruh aktivitas pemindahan harus direncanakan, mengoptimasi aliran bahan dengan merencanakan sebuah urutan operasi dan pengaturan peralatan, mengurang mengkombinasi dan menghilangkan pergerakan atau peralatan yang tidak diperlukan, memanfaatkan prinsip gravitasi bagi pergerakan bahan jika memungkinkan, meningkatkan jumlah, ukuran dan berat muatan yang dipindahkan, menggunakan peralatan pemindahan yang mekanis dan otomatis, mengurangi waktu non produktif dari peralatan dan tenaga kerja (Wignjosoebroto, 2000).
3.5
Langkah-langkah dalam Menghitung Ongkos Penaganan Bahan Ongkos penaganan bahan adalah biaya-biaya yang dibutuhkan dalam
penanganan (handling), pemindahan (moving), pembungkusan atau pengepakan (packaging), penyimpanan (storing) sekaligus pengendalian atau pengawasan (controlling) dari bahan atau material dengan segala bentuknya. Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dibutuhkan dalam menghitung ongkos material handling, yaitu sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2003) : 1. Mengisi kolom 1 (dari), kolom 2 (ke), kolom 3 (nama komponen), dan kolom 4 (bentuk material) sesuai dengan spesifikasi komponen utama dan tambahan, berdasarkan urutan pada peta proses operasi, routing sheet, serta MPPC. 2. Menghitung potongan material (kolom 5) menggunakan rumus sebagai berikut: Untuk Komponen Utama : Potongan Material
Untuk Komponen Tambahan : Potongan Material
Volume Terima Volume Pakai
Unit Tersedia Volume Assembling
3. Produk/hari (kolom 6) diketahui dari nilai DS atau bahan disiapkan pada routing sheet.
L1-12
4. Jumlah tiap bentuk (kolom 7) dihitung dengan membagi produk/hari (kolom 6) terhadap potongan material (kolom 5). 5. Berat bentuk (kolom 8) diketahui sesuai dengan berat masing-masing komponen yang digunakan. 6. Berat total (kolom 9) diperoleh dari perkalian antara jumlah tiap bentuk (kolom 7) dengan berat bentuk (kolom 8). 7. Alat angkut (kolom 10) diperoleh dari berat total terbesar dalam satu kali perpindahan, dimana alat angkut yang diketahui terdiri dari tiga macam, yaitu: a. Orang, dimana berat material lebih kecil dari 20 kg. b. Walky fallet, dimana berat material antara 20-300 kg. c. Hand truck, dimana berat material ≥ 300 kg. 8. OMH (kolom 11), diperoleh dari jenis alat angkut yang terpilih, yaitu: a. Orang, dimana OMH sama dengan 700/meter. b. Walky fallet, dimana OMH sama dengan 1200/meter. c. Hand truck, dimana OMH sama dengan 1700/meter. 9. Jarak antar departemen (kolom 12), diketahui dengan rumus:
Jarak
1 1 A B 2 2
Dimana: A
= untuk mesin dari
B
= untuk mesin ke
10. Total ongkos (kolom 13), diperoleh dari perkalian antara OMH (kolom 11) dengan jarak antar departemen (kolom 12).
4.1
Pola-pola Umum Aliran Produksi Menganalisa aliran material beberapa faktor yang harus diperhatikan,
antara lain yaitu fasilitas eksternal transformasi, jumlah unit yang diproduksi, jumlah operasi pada setiap bagian, luas dan bentuk dari ruang yang tersedia, lokasi area pelayanan, lokasi departemen produksi, gudang bahan, dan tipe
L1-13
pola aliran yang terjadi. Ada beberapa pola dalam aliran produksi yang digunakan pada pabrik-pabrik, antara lain (Apple, 1990) : 1.
Garis Lurus (Straight Line)
Digunakan apabila proses produksi pendek, relatif sederhana, dan hanya mengandung sedikit komponen atau beberapa peralatan produksi. 2.
Ular (Zig-zag)
Digunakan apabila lintasan lebih panjang dari ruang yang dapat digunakan untuk ditempati,
dan
karenanya
berbelok-belok
dengan
sendirinya
untuk
memberikan lintasan aliran yang lebih panjang dalam bangunan dengan luas, bentuk, dan ukuran yang lebih ekonomis. 3.
Bentuk U (U-Shaped)
Digunakan apabila mengakhiri proses pada tempat yang relatif sama dengan awal proses. Hal ini mungkin disebabkan pada pabrik tersebut hanya mempunyai satu jalur untuk penerimaan bahan dan pengiriman produk jadi. Alasan lain sama dengan pola zig-zag. 4.
Melingkar (Circular)
Pola ini hampir sama dengan pola U-Shaped, diharapkan barang atau produk kembali ke tempat awal proses, seperti pada bac-cetakan penuangan, penerimaan dan pengiriman pada satu tempat sama, dan digunakan mesin dengan rangkaian yang sama untuk kedua kalinya. e. Bersudut Ganjil (Odd-Angle) Pola tidak beraturan, tetapi sangat sering ditemui tujuan utamanya memperpendek lintasan aliran antar kelompok dari wilayah yang berdekatan serta keadaan ruangan tidak memungkinkan digunakan pola lain. Apabila sebuah fasilitas mempunyai tempat penerimaan dan pengiriman, dapat dilihat bahwa tidak banyak ragam pola aliran umum yang dapat menghubungkan kedua tempat itu. Tentu saja sifat pola aliran akan menggambarkan jumlah komponen dalam produk, atau proses yang sedang dilaksanakan. Tetapi umumnya pola aliran akan sangat mungkin menyerupai salah satu dari gambar 1. Berbagai penerapan, penyesuaian, atau penggabungan dari pola umum di atas ditunjukan dalam gambar 2. Jadi umumnya pola-pola tersebut tergantung
L1-14
pada panjang pendeknya lini produksi serta tempat permulaan proses dan berakhirnya proses. Pola-pola tersebut dijelaskan pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Pola-pola Aliran Produksi
Gambar 2. Jenis-jenis Aliran Bahan
Keterangan: a. Pada (a) dan (d) terjadi jika fasilitas-fasilitas seperti itu tersedia sepanjang sisi pabrik. Jika dibutuhkan sejumlah lintasan produksi yang agak panjang pekerja sebaiknya seperti (a). b. Pada (b), Aliran dipergunakan, jika transportasi tersedia di ujung pabrik. c. Pada (c), Aliran dipergunakan, jika transportasi tersedia pada salah satu ujung dan satu sisi. d. Pada (e) dan (f) ditunjukan untuk mencocokkan lintasan aliran yang relatif panjang ke dalam ruang persegi. e. Pada (g) dan (h) ditunjukan pola aliran yang menyangkut operasi-operasi rakit.
L1-15
4.2
From To Chart (FTC) From To Chart (FTC) disebut juga sebagai trip frequency chart atau travel
chart. FTC adalah suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatu proses produksi. Teknik ini sangat berguna untuk kondisi dimana banyak item yang mengalir melalui suatu area seperti job shop, bengkel permesinan, dan kantor (Wignjosoebroto, 2003). a. FTC Inflow FTC inflow adalah suatu koefisien atas ongkos pada flowchart, dilihat dari ongkos yang masuk dari suatu mesin. Rumus yang digunakan, yaitu:
In flow
ongkos di mesin Xij ongkos yang masuk dari mesin Xi
b. FTC Outflow FTC outflow adalah suatu koefisien atas ongkos pada flowchart, dilihat dari ongkos yang keluar dari suatu mesin. Rumus yang digunakan, yaitu:
Outflow
ongkos di mesin Xij ongkos yang keluar dari mesin Xj
Tabel FTC inflow yaitu koefisien atas ongkos pada FTC dilihat dari ongkos yang masuk dari suatu mesin. Tabel FTC outflow, yaitu koefisien atas ongkos pada FTC dilihat dari ongkos yang keluar dari suatu mesin. Berikut ini merupakan tabel FTC inflow dan outflow yang menjabarkan mengenai ongkos yang masuk maupun yang keluar dari suatu mesin (Apple, 1990). From / To
Tabel 2. FTC Inflow R F1 F2 F3 F4
R F1 F2 F3 F4 A1 S (http://elib.unikom.ac.id)
A1
S
L1-16
From / To
Tabel 3. FTC Outflow R F1 F2 F3 F4
A1
S
R F1 F2 F3 F4 A1 S (http://elib.unikom.ac.id)
4.3
Tabel Skala Prioritas (TSP) Tabel Skala Prioritas (TSP) adalah suatu tabel yang menggambarkan
urutan prioritas antara dpartemen atau mesin dalam suatu lintas atau layout produksi. Berikut ini adalah table skala prioritas berdasarkan FTC inflow yang dikarenakan memiliki nilai data paling terkecil dibandingkan dengan nilai data FTC outflow (Apple, 1990). Tabel 4. TSP (Tabel Skala Prioritas) PRIORITAS DEPT/MESIN I II III R F1 F2 F3 F4 A1 S (http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=8591)
Tujuan pembuatan Tabel Skala Prioritas (TSP) adalah sebagai berikut Menurut Apple (1990) : a. Untuk meminimumkan ongkos. b. Memperkecil jarak handling. c. Mengoptimalkan layout.
L1-17
4.4
Activity Relationship Diagram (ARD) Activity Relationship Diagram (ARD) adalah diagram hubungan antar
aktivitas (departemen atau mesin) berdasarkan tingkat prioritas kedekatan, sehingga diharapkan ongkos handling minimum. Dasar untuk membuat ARD yaitu TSP, jadi yang menempati prioritas pertama pada TSP harus didekatkan letaknya lalu diikuti prioritas berikutnya. Area pada ARD diasumsikan sama, baru pada revisi disesuaikan berdasarkan ARD lini dan areanya sesuai dengan luas masing-masing aktivitas yang diperkecil dengan skala tertentu. Activity Relationship Diagram (ARD) yang baik penempatan departemen/mesin antara satu dengan yang lain dibuat berdasarkan prioritas, agar ongkos jarak perpindahan dapat diminimumkan serta jarak handling-nya dapat diperpendek. Adapun keuntungan pembuatan ARD ini adalah sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2000) : a. Pembagian wilayah kegiatan yang sistematis. b. Memudahkan proses tata letak. c. Meminimumkan ruangan yang tidak terpakai. d. Menterjemahkan perkiraan area ke dalam suatu peraturan pendahuluan dalam bentuk yang dapat dilihat. e. Memberikan perkiraan luas letak. f. Menjamin ruangan yang cukup. g. Dasar bagi perencanaan selanjutnya. Activity Relationship Diagram (ARD) yaitu diagram hubungan antar aktivitas berdasarkan TSP, sehingga diharapkan ongkos handling minimum. Input-nya yaitu TSP, dimana yang punya prioritas no. 1 harus diletakkan berdampingan. Pada saat menyusun ARD kemungkinan terjadi error sangat besar. Error adalah suatu keadaan dimana mesin-mesin yang mendapat prioritas 1 tidak dapat menempati posisinya satu sama lain tanpa ada pembatas dari departemen lain. Adapun batas error yang diijinkan adalah 3 buah error, dan skema penempatan prioritas adalah sebagai berikut (Mercubuana, 2013):
L1-18
IV
III
IV
V
II
I
II
IV
III
I
R
I
III
IV
II
I
II
IV
IV
III
IV
Gambar 3. Skema Penempatan Prioritas
Keterangan: R
: Letak mesin yang bersangkutan
I
: Prioritas 1
II
: Prioritas 2
III
: Prioritas 3
IV
: Prioritas 4
Input : TSP
5.1
Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi perusahaan adalah mekanisme formal yang mengelola
organisasi. Menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi mapun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda salam suatu organisasi. Faktor-faktor penentu perancangan struktur organisasi antara lain (Apple, 1990) : a. Strategi organisasi untuk mencapai tujuan. b. Teknologi yang digunakan. c. Anggota dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi. d. Ukuran organisasi.
5.2
Badan Hukum Badan hukum suatu usaha merupakan suatu bentuk untuk mendapatkan
kelancaran proses produksi seperti yang dikehendaki semula dalam kaitannya dengan status yang formal. Bentuk-bentuk badan hukum yang ada di Indonesia meliputi, yaitu (Apple, 1990) :
L1-19
1. Perusahaan Perseorangan Merupakan badan usaha yang kepemilikannya hanya dimiliki oleh satu orang. 2. Persero Terbatas (PT) Merupakan organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Ciri dan sifat PT antara lain (http://badanusaha.com): a. Sulit untuk membubarkan PT. b. Kepemilikan mudah berpindah tangan. c. Modal dan ukuran perusahaan besar. d. Keuntungan dibagikan kepada pemilik modal/saham dalam bentuk dividen. e. Mudah mencari tenaga kerja untuk pegawai/karyawan. f. Kelangsungan hidup PT ada ditangan pemilik saham. 3. Perusahaan Persekutuan Perusahaan persekutuan dibagi menjadi 2, yaitu: a. Commanditaire Vennotschaap (CV) merupakan suatu bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Satu pihak dalam CV mengelola usaha secara aktif yang melibatkan harta pribadi dan pihak lainnya hanya menyertakan modal saja tanpa harus melibatkan harta pribadi. Pemimpin yang aktif mengurus perusahaan CV disebut sekutu aktif, dan pemimpin yang hanya menyetor modal disebut sekutu pasif. Ciri dan sifat CV antara lain: Sulit untuk menarik modal yang telah disetor. Modal besar karena didirikan banyak pihak. Mudah mendapatkan kridit pinjaman. Ada anggota aktif yang memiliki tanggung jawab tidak terbatas dan ada yang pasif tinggal menunggu keuntungan. Relatif mudah untuk didirikan. kelangsungan hidup perusahaan CV tidak menentu.
L1-20
b. Firma merupakan bentuk persekutuan bisnis yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan nama bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap pemiliknya. Ciri dan sifat firma antara lain (http://badanusaha.com): Setiap anggota firma memiliki hak menjadi pemimpin. Seseorang anggota tidak berhak memasukkan anggota baru tanpa seizin anggota yang lain. Mudah mendapatkan kridit usaha. Pendiriannya tidak memerlukan akte pendirian. Keanggotaaan firma melekat dan berlaku seumur hidup. Seorang anggota firama mempunyai hak untuk membubarkan firma.
5.3
Luas Lantai Perkantoran perhitungan luas lantai perkantoran terlebih dahulu harus diketahui bagian-
bagian dari perkantoran dan pelayanan pabrik (Apple, 1990) : 1. Bagian umum, merupakan fungsi yang melayani seluruh pabrik misalnya tempat penyimpanan peralatan, tempat menyimpan atau memperbaiki peralatan yang rusak, ruang rapat dan ruang tunggu. 2. Bagian produksi, merupakan bagian yang melayani organisasi produksi, misalnya teknik industri (standar kerja, metode, penanganan bahan dan proses), kontrol produksi (perencanaan dan penjadwalan), pengendalian kualitas dan perencanaan teknis. 3. Bagian personil, merupakan fungsi yang melayani atau menangani kebutuhan manusia, seperti fasilitas kesehatan, kantin, WC atau kamar mandi, daerah rekreasi atau taman, lapangan parkir, telepon umum, dan lain-lain. 4. Bangunan fisik, merupakan bagian yang berhubungan dengan kebutuhan fasilitas fisik bangunan, peralatan utilitas dan sebagainya. Misalnya fasilitas pemasaran, pembangkit tenaga, garasi, pemadam kebakaran, bengkel perawatan dan lain-lain. Persyaratan umum perkantoran adalah:
L1-21
a. Satu kantor yang luas merupakan unit kerja yang lebih efisien dari pada sejumlah ruangan-ruangan kecil dengan luas
yang sama, karena
memudahkan pengawasan, komunikasi dapat lebih lancar dan cahaya atau ventilasi dapat lebih baik. b. Lebar lorong untuk sirkulasi utama 1,5 sampai dengan 2,5 meter, jika tidak seberapa penting cukup 1 sampai dengan 1,5 meter. c. Jarak meja dengan kursi minimal 45 cm. d. Jarak antara meja dengan meja atau tembok berkisar antara 60 – 90 cm. e. Untuk menghindari kebisingan, maka peralatan seperti mesin tik dan mesin stensi sebaiknya diletakkan terpisah.
5.4
Luas Lantai Fasilitas Pemilihan
fasilitas
pelayanan
harus
disesuaikan
dengan
kondisi
manajemen perusahaan yang direncanakan. Artinya bahwa untuk perusahaan besar jelas memiliki jenis dan ukuran fasilitas pelayanan yang berbeda dengan perusahaan kecil. Luas lantai fasilitas merupakan luas area yang diperuntukkan bagi sarana penunjang yang diperlukan pada suatu proyek pembangunan pabrik. Fasilitas merupakan tempat atau saran penunjang dalm melakukan suatu kegiatan yang bersifat umum. Dalam lingkungan pabrik fasilitas yang umum digunakan adalah pos keamanan, tempat makan, tempat sholat, toilet, lapangan parkir, dan sarana penunjang lainnya (Apple, 1990).
6.1
Aspek Finasial dalam Perusahaan Aspek finasial di perusahaan terdapat beberapa fungsi yang harus
dipenuhi. Berikut ini adalah fungsi dari aspek finansial dalam perusahaan antara lain (Gunawan, 1998) : 1. Menghitung nilai investasi mendatang. 2. Menghitung nilai investasi sekarang. 3. Menghitung NPV. 4. Menghitung IRR. 5. Penggunaan fungsi rate.
L1-22
6. Penggunaan fungsi NPER. 7. Menghitung pembayaran amortasi. 8. Menghitung bunga dan pokok utang yang dibayar per periode. 9. Menghitung depresiasi
6.2
Perhitungan Analisis Kas Perkiraan analisis kas merupakan perhitungan yang menggambarkan aliran
keluar masuknya uang sebelum beroperasi (modal awal) dan pada saat beroperasi. Perhitungan analisis kas ini terdiri dari 3 bagian, yaitu initial cash flow, operational cash flow dan terminal cash flow (Apple, 2005). 1. Initial cash flow Initial cash flow merupakan langkah awal dalam proyeksi perkiraan aliran kas. Initial cash flow dipengaruhi biaya investasi awal dan modal kerja. Rumus yang digunakan dalam perhitungan initial cash flow ditunjukkan pada rumus: Initial Cash Flow = Biaya Investasi Awal + Biaya Modal Kerja 2. Operational cash flow Operational cash flow atau cross sheet merupakan bentuk cash flow yang menyajikan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan operasi produksi. Operational cash flow dipengaruhi oleh laba setelah pajak, penyusutan dan bunga. Operational cash flow dihitung per tahun. Operational Cash Flow = Laba Setelah Pajak + Penyusutan + Bunga (1-Pajak)
3. Terminal Cash Flow (TCF) Terminal cash flow merupakan langkah terakhir dalam memproyeksikan perkiraan aliran kas. Terminal cash flow dipengaruhi oleh modal kerja dan nilai sisa. Berikut ini adalah perhitungan dari terminal cash flow: Terminal Cash Flow = Modal Kerja + Nilai Sisa Cash flow adalah suatu bentuk penyajian yang sistematis tentang penerimaan dan pengeluaran kas, selama periode operasi tertentu serta
L1-23
menggambarkan penentuan saldo kas akhir pada laporan neraca. Perhitungan analisis kas juga merupakan perhitungan yang menggambarkan aliran keluar masuknya uang sebelum beroperasi (modal awal) dan pada saat beroperasi. Operational cash flow atau cross sheet merupakan bentuk cash flow yang menyajikan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan operasi produksi. Karena itu operational cash flow dapat dihitung per tahunnya. Perhitungan operational cash flow dipengaruhi oleh laba setelah pajak, penyusutan dan bunga (Apple, 2005).
6.3
Proyeksi Penilaian Investasi Proyeksi penilaian investasi merupakan perhitungan penilaian atas
investasi yang akan dikeluarkan layak atau tidak untuk direalisasikan dan mengetahui berapa lama modal dapat dikembalikan. Dalam pengaturan investasi modal (proyek) yang efektif harus diperhatikan faktor-faktornya antara lain (www. jurnal.budiluhur.ac.id): 1. Adanya usul-usul investasi. 2. penaksiran aliran khas dari usul investasi. 3. evaluasi aliran khas, memilih investasi sesuai dengan ukuran tertentu. 4. penilaian terus menerus terhadap proyek investasi setelah proyek diterima. Proyeksi penilaian investasi meliputi perhitungan payback period, net present value, dan internal rate of return (www. jurnal.budiluhur.ac.id). 1. Payback Period (PP) Payback period merupakan teknik untuk menentukan layak atau tidaknya usulan proyek investasi dengan membandingkan waktu pengembalian jumlah dana investasi dengan umur ekonomis proyek. Berikut ini perhitungan dari payback period: PP = Initial cash flow – Annual 2. Net Present Value (NPV) NPV (Net Present Value) merupakan teknik untuk mengetahui apakah suatu usulan proyek investasi layak untuk dilaksanakan atau tidak dengan cara mengurangkan present value dengan aliran kas bersih operasional atas proyek
L1-24
investasi selama umur ekonomis. Berikut ini adalah perhitungan dari Net Present Value (NPV): NPV = INV
CF1 CF2 CF TCF ... n 2 1 r 1 r 1 r n
Keunggulan metode NPV adalah sebagai berikut: 1. Memperhitungkan nilai waktu dari uang. 2. Memperhitungkan arus kas selama usia ekonomis proyek. 3. Memperhitungkan nilai sisa proyek 3. Internal Rate of Return (IRR) Nilai IRR akan menunjukkan informasi layak atau tidaknya perusahaan merealisasikan perencanaan mereka. Jika IRR (%) > MARR (%) maka suatu perusahaan dianggap cukup layak dan begitupun sebaliknya. Tingkat investasi (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang menunjukkan bahwa jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek. Dengan kata lain, IRR adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh net cash flow sesudah di-present value-kan sama jumlahnya dengan investment cost.
6.4
Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) merupakan lama waktu sebuah gagasan dapat
mengembalikan sebuah modal yang ditanam. Biaya-biaya untuk menentukan break event point adalah ongkos tetap dan ongkos variabel. Dimana nilainya dari tahun ke tahun semakin meningkat dan harganya semakin meningkat. Ongkosongkos yang terjadi dalam penentuan titik pokok pada dasarnya ada dalam dua kelompok, yaitu ongkos tetap (fixed cost) dan
ongkos variasi (variable cost).
Ongkos tetap (fixed cost) adalah ongkos yang besarnya tidak dipengaruhi oleh besarnya volume produksi. Ongkos variasi (variable cost) adalah ongkos yang besarnya dipengaruhi oleh volume produksi. Rumus yang digunakan dalam BEP, yaitu (www. jurnal.budiluhur.ac.id): BEP = FC / P – VC
L1-25
Keterangan : P
= harga jual per unit
V
= biaya per unit
FC
= biaya tetap Menurut Kelompok 3 (2012), BEP ( Break Even Point ) adalah suatu
keadaan dimana dalam operasi perusahaan untuk menentukan jumlah produk dalam Rupiah atau unit perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya). Analisa impas memberikan informasi berapa tingkat penjualan minimum yang harus dicapai suatu perusahaan agar supaya tidak menderita kerugian. Dari analisa tersebut juga dapat diketahui sampai seberapa jauh volume penjualan yang direncanakan boleh turun, agar supaya perusahaan tidak menderita kerugian. Analisa impas merupakan salah satu bentuk analisa biaya, volume salah satu bentuk analisa biaya, volume dan laba karena untuk mengetahui impas maupun margin of safety perlu dilakukan analisa terhadap hubungan antara biaya, volume dan laba.
7.1
Tata Letak Fasilitas Tata letak pabrik atau tata letak fasilitas dapat didefinisikan sebagai tata
cara pengaturan fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Berdasarkan aspek dasar, tujuan, dan keuntungan yang bisa didapatkan dalam tata letak pabrik yang terencanakan dengan baik, maka dapat disimpulkan enam tujuan dasar dalam tata letak pabrik. Untuk melakukan proses perancangan suatu tata letak, terdapat enam prinsip dasar perancangan tata letak yang harus dipenuhi. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebut adalah prinsip dasar yang berkaitan dengan jarak perpindahan bahan, prinsip integrasi total, desain tata letak pabrik dibuat sebaik mungkin untuk menghindari adanya gerakan balik, gerakan memotong, dan kemacetan. Prinsip dasar selanjutnya adalah prinsip pemanfaatan ruangan, desain tata letak pabrik yang baik bisa menciptakan kenyamanan bagi pekerja, dan keefektifan dan efisiensi dari rancangan (Wignjosoebroto, 2000). Aliran kerja berlangsung secara lancar melalui pabrik, semua area yang ada dimanfaatkan secara efektif dan efisien, kepuasan kerja dan rasa aman dari
L1-26
pekerja dijaga sebaik-baiknya, dan pengaturan tata letak harus cukup fleksibel. Rencana pemindahan barang dan peralatan mungkin telah memberikan gambaran umum terhadap metode pemindahan. Urutan proses produksi merupakan dasar bagi perancangan pola aliran. Berikut ini adalah mengenai siklus aliran yang umum dilihat dalam proses produksi dari suatu pabrik (Wignjosoebroto, 2000).
Gambar 4. Siklus Aliran Bahan dalam Sebuah Pabrik
Perancangan suatu tata letak fasilitas memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan
tersebut
antara
lain
adalah
mempermudah
proses
manufaktur,
meminimumkan pemindahan barang, memelihara keluwesan susunan dan operasi serta memilihara perputaran barang setengah jadi yang tinggi. Selain tujuan-tujuan tersebut, juga terdapat proses perancangan tata letak fasilitas yang bertujuan untuk menekan modal yang tertanam pada peralatan, menghemat pemakaian ruang bangunan, meningkatkan pemakaian tenaga kerja serta memberikan kemudahan, keselamatan bagi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan. sedangkan untuk macam-macam pola aliran bahan yang biasa diterapkan pada suatu perusahaan adalah sebagai berikut (Apple, 1990):
Gambar 5. Pola Aliran Bahan
L1-27
Pengaturan departemen dalam sebuah pabrik (dimana fasilitas produksi akan diletakkan dalam tiap departemen sesuai dengan pengelompokannya) akan didasarkan pada aliran bahan yang bergerak diantara fasilitas produksi atau departemen tersebut. Ada dua macam analisa teknis yang biasa digunakan dalam perencanaan aliran bahan. Analisa konvensional merupakan metode yang umumnya digunakan selama bertahun-tahun, relatif mudah untuk digunakan, dan terutama cara ini akan berbentuk gambar grafis yang sangat tepat untuk maksud penganalisa aliran semacam ini. Analisa modern merupakan metode baru untuk menganalisa dengan mempergunakan cara yang canggih dalam bentuk perumusan dan pendekatan yang bersifat deterministik maupun probabilistik. Metode analisa ini termasuk teknik penganalisaan modern yang merupakan bagian dari aktivitas penelitian operasi, yang mana perhitungan yang kompleks akan dapat ”disederhanakan” dengan penerapan komputer. Teknik analisa ini bisa juga digunakan untuk merencanakan metode seperti program linier, analisa keseimbangan lintasan, teori antrian, dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2000).
7.2
Pengertian Activity Relationship Chart (ARC) Activity relationship chart atau peta hubungan kerja kegiatan adalah
aktifitas atau kegiatan antara masing-masing bagian yang menggambarkan penting tidaknya kedekatan ruangan. Dalam suatu organisasi pabrik harus ada hubungan yang terikat antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya yang dianggap penting dan selalu berdekatan demi kelancaran aktifitasnya. Oleh karena itu dibuatlah suatu peta hubungan aktifitas, dimana akan dapat diketahui bagaimana hunbungan yang terjadi dan harus dipenuhi sesuai dengan tugas-tugas dan hubungan yang mendukung (Wignjosoebroto, 2003). Peta keterkaitan kegiatan serupa dengan peta dari ke, tetapi hanya perangkat lokasi saja yang ditunjukaan. Kenyataannya peta ini serupa dengan tabel jarak sebuah peta jalan.jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif, dan angka menunjukan keterkaitan suatu kegiatan dengan yang lainnya, dan seberapa penting setiap kedekatan hubungan yang ada. Huruf-huruf (A, E, I, O, X, dan U) diletakkan pada bagian atas kotak, kadang digunakan juga warna, untuk
L1-28
menunjukan alasan-alasan yang mendukung setiap kedekatan hubungan. Simbolsimbol yang digunakan adalah (Wignjosoebroto, 2003) : Kode A E I O X U
Tabel 5. Derajat Kedekatan Warna Derajat Kedekatan Merah Mutlak Orange Sangat penting Hijau Muda Penting Biru Muda Biasa Cokelat Tidak diinginkan Kuning Tidak Penting
Alasan-alasan derajat kedekatan adalah sebagai berikut: 1. Urutan aliran kerja 2. Menggunakan peralatan kerja yang sama 3. Menggunakan Ruang yang sama 4. Menggunakan catatan yang sama 5. Bising, kotor, debu,getaran, dan sebagainya. Analisis kedekatan aktivitas merupakan satu hal yang sangat penting dalam proses perancangan sebuah tata letak. Analisis kedekatan aktivitas ini dilakukan dengan bantuan peta hubungan aktivitas (ARC), dan diagram pengalokasian area (AAD). ARC merupakan suatu gambaran yang digunakan untuk menentukan keterkaitan hubungan. Penyusunan ARC didasarkan pada alasan-alasan tertentu. Dalam penyusunan ARC digunakan pengkodean warna yang menunjukkan hubungan. AAD merupakan analisis lanjutan dari ARC. Pada prinsipnya AAD merupakan bagan tata letak yang disusun berdasarkan ARD, dan ARC. AAD juga merupakan tata letak akhir, namun setiap pusat kegiatan belum terisi oleh aktivitas-aktivitas (Hadiguna, 2008).
7.3
Pengertian Area Allocation Diagram (AAD) Area allocation diagram (AAD) merupakan kelanjutan dari ARC dimana
dalam ARC diketahui kesimpulan dari tingkat kepentingan antar aktivitas. Maka dengan demikian berarti bahwa ada sebagian aktivitas harus dekat dengan aktivitas yang lainnya dan juga sebaliknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antar aktivitas mempengaruhi tingkat kedekatan antar tata letak aktivitas tersebut. Kedekatan tata letak aktivitas tersebut dapat dilihat dalam area
L1-29
allocation diagram (AAD). Area allocation diagram ini merupakan lanjutan penganalisisan tata letak setelah activity relationship chart dan activity relation diagram, maka dapat dibuat area allocation diagramnya. Area allocation diagram (AAD) merupakan template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya pemanfaatan area saja, sedangkan gambar visualisasinya secara lengkap dapat dilihat pada template yang merupakan hasil akhir dari penganalisisan dan perencanaan tata letak fasilitas dan pemindahan bahan. ARC dan AAD merupakan jenis peta yang menggambarkan hubungan antar ruangan-ruangan akibat dari alasan-alasan tertentu yang harus dipenuhi (Apple, 1990).
7.4
Template Template (bagan tata letak) merupakan bentuk rancangan tata letak dan
merupakan salah satu alat yangdapat digunakan sebagai alat visualisasi dari rancangan tata letak. Jika AAD merupakan bagan tata letak namun belum terdapat aktivitas di dalamnya, maka template merupakan bagan tata letak yang digunakan untuk menggambarkan fasilitas-fasilitas. Template merupakan suatu gambaran yang lebih jelas dari tata letak pabrik yang akan dibuat dan merupakan gambaran detail dari Area Allocation Diagram (AAD) yang telah dibuat. Informasi yang dapat dilihat pada template adalah sebagai beriku (Apple, 1990) : 1. Tata letak kantor dan peralatannya. 2. Tata letak pelayanan yang ada di pabrik, seperti: a. Mushola b. Jalan c. Tempat parkir kendaraan bermotor d. Gudang e. Pelayanan kesehatan 3. Tata letak bagian produksi, misalnya: a. Receiving b. Pabrikasi c. Assembling d. Shipping
L1-30
4. Aliran setiap material, mulai dari receiving hingga shipping. 5. Distribusi material terhadap setiap mesin sesuai dengan jumlah mesin yang dibutuhkan. Adanya pemisahan lantai antara bagian perkantoran dan produksi merupakan jalan keluar yang terbaik, yaitu dengan mengikuti syarat-syarat sebagai berikut: a. Untuk template dengan satu lantai (single floor) Untuk penempatan tata letak antara bagian produksi, pelayanan (service) dan perkantoran ditempatkan dalam satu lantai jika luas lahan yang tersedia masih mencukupi dan memungkinkan. b. Untuk template dengan dua lantai atau lebih (multi floor) Penempatan tata letak fasilitas antara bagian produksi, pelayanan (service) dan perkantoran mengalami pemisahan tata letak. Biasanya untuk bagian produksi ditempatkan pada bagian pertama agar memudahkan handling dan material maupun loading dari container ke receiving dan dari shipping ke container. Template jenis ini adalah sebagai solusi jika luas tanah yang tersedia tidak mencukupi.