10
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I
"PEMURNIAN DAN PEMISAHAN ZAT PADAT DENGAN TEKNIK REKRISTALISASI"
Tanggal Praktikum : Senin, 28 September 2015
Tanggal Pengumpulan Laporan : Senin, 12 Oktober 2015
Disusun Oleh :
AHMAD HANIF FAHRUDY (1147040003)
KIMIA 3-A
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
TUJUAN PRAKTIKUM
Pada praktikum pertama ini, kami melakukan pemurnian dan pemisahan zat padat dengan tujuan sebagai berikut:
Mengidentifikasi hasil pemurnian dan pemisahan zat padat dengan teknik rekristalisasi.
Mengidentifikasi hasil pemurnian dan pemisahan zat padat dengan teknik sublimasi.
TEORI DASAR
Metode terbaik untuk pemurnian senyawa organik adalah metode rekristalisasi. Secara singkat, cara kerja metode ini yaitu melarutkan zat unutk dimurnikandalam pelarut yang cocok dalam suhu titik didih, penyaringan larutan panas untuk menghilangkan debu atau kotoran dalam partikel, kertas, maupun material lain yang tak dapat larut, kemudian membiarkan larutan panas mendingin dan kristalisasi dapat terjadi. Dalam kasus yang ideal, semua zat organik yang dimurnikan akan terpisah dalam bentuk kristal dan kotoran yang larut akan tertinggal bersama dengan larutan induk (mother liquor). Adalah jelas bahwa sebuah pelarut yang baik unutk satu tujuan dimana senyawa segera larut pada suhu titik didih, tetapi hanya sedikit larut dalam keadaan dingin. (Fieser, 1941)
Tambahan untuk kedua jenis kotoran diatas, zat tersebut sering memberi pengaruh terhadap warna larutan, dan kadang ikut tersaring bersama kristal hasil pemurnian. Cara yang mudah untuk menghilangkan material yang demikian adalah sangat sederhana, yaitu sebelum penyaringan larutan panas untuk menghilangkan kotoran yang tidak larut, ditambahkan karbon (charcoal), karena karbon (charcoal) atau arang memiliki daya serap yang besar, dan sebagian besar bahan pewarna dapat dihilangkan, bersamaan dengan arang yang tidak larut. (Fieser, 1941)
Keunggulan proses pemurnian zat padat diantaranya adalah pembentukan molekul dalam bentuk kristal merupakan proses yang jauh lebih mudah daripada memaksa molekul untuk berubah dari fasa cair ke fasa gas dalam proses pemanasan. Sementara itu, adalah mustahil unutk terpisah oleh distilasi dua cairan yang memiliki titik didih yang sama. Sering ditemukan bahwa senyawa berbentuk padatan dapat dipisah dengan menggunakan teknik kristalisasi memiliki kelarutan yang sama atau bahkan salah satu komponennya kurang larut. Penjelasan fakta yang luar biasa ini dapat ditemukan pada gejala jenuh. Telah diketahui bahwa larutan yang panas, jika bersih dan tak terganggu kotoran, dapat dingin beberapa derajat lebih rendah dari suhu dimana larutan menjadi jenuh tanpa pemisahan kristal. Unutk mengetahui apakah larutan tersebut jenuh, dapar dilakukan dengan menggosok larutan ke dinding gelas engan batang pengaduk. Kristalisasi biasanya dimulai sekali. (Fieser, 1941)
Hal penting dalam rekristalisasi adalah pemilihan pelarut yang baik. Cara memilih pelarut yang baik untuk proses rekristalisasi suatu senyawa adalah melakukan tes kelarutan sederhana dengan beberapa pelarut yang umum. Jika zat larut dengan mudah pada suhu dingin, maka jelas pelarut tersebut tidak cocok, tetapi hal tersebut bisa berguna untuk pengamatan selanjutnya. Sebelum dibuang, jika pelarut kedua ditambahkan dan membentuk sebuah pasangan yang cocok, akan menyebabkan padatan mengendap. Jika senyawa gagal larut dalam pelarut dingin, dipanaskan hingga mendidih. Jika telah larut, larutan harus didinginkan. Dengan pemanasan dan membiarkan larutan menjadi dingin secara perlahan, dapat dilihat apabila membentuk kristal, maka pelarut tersebut cocok. (Fieser, 1941)
Pada praktikum ini juga dilakukan metode sublimasi, yaitu perubahan wujud dari padat ke gas tanpa mencair terlebih dahulu. Pada tekanan normal, kebanyakan benda dan zat memiliki tiga bentuk yang berbeda pada suhu yang berbeda-beda. Pada kasus ini, transisi dari wujud padat ke gas membutuhkan wujud antara. Namun untuk beberapa antara, wujudnya bisa langsung berubah ke gas tanpa harus mencair terlebih dahulu. Ini bisa terjadi apabila tekanan udara pada zat tersebut terlalu rendah untuk mencegah molekul-molekul ini melepaskan diri dari wujud padat. Sublimasi juga dapat diartikan sebagai metode pemisahan campuran yang didasarkan pada campuran zat yang memiliki satu zat yang dapat menyublim, sedangkan zat lainnya tidak dapat menyublim. (Anonim, Sublimation (phase transition), 2015)
Pada penentuan titik leleh suatu zat, cara yang paling banyak diterima adalah menggunakan tabung kapiler yang salah satu ujungnya disegel. Serbuk kristal yang telah dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam tabung kapiler dengan cara menekannya, tetapi metode ini sulit dilakukan apabila terdapat sampel dalam jumlah yang besar, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk meleleh lebih banyak dan dapat mengurangi keakuratan. Oleh karena itu, sampel yang digunakan haruslah sedikit, sekitar 1-2 mm dalam tabung kapiler. Perlu diketahui bahwa titik leleh terendah adalah ketika zat tersebut menetes pertama kali, dan titik leleh tertinggi adalah ketika zat tersebut telah habis meleleh. (Federsen & Myers, 2011)
Berikut sifat fisis dan kimia bahan yang digunakan:
No
Nama bahan
Sifat fisik
Sifat kimia
Cara penanggulangan
1
Asam benzoat (C6H5COOH)
Bentuk: Padatan kristal tak berwarna
Titik didih: 249ᵒC
Titik leleh: 122,4ᵒC
Mr: 122,12 gram/mol
=1,32 gram/cm3
Kelarutan dalam air: terlarutkan (air panas) 3,4 gram/L
Keasaman (pKa): 4,21
Titik nyala: 121ᵒC
Iritan
Karsinogenik
Struktur kristal: monoklinik
Bentuk molekul: planar
Momen dipol: 1,72 D dalam Dioksana
Gunakan APD
Jangan dimakan
2
Karbon charcoal
Bentuk: padatan/serbuk hitam
Meningkatkan kapasitas serap bahan anorganik
3
Serbuk kamper (C10H16O)
Bentuk: kristal putih/transparan
Titik leleh: 175-177C
Titik didih: 209C
=0,992 gram/cm3
Mr: 152,24 gram/mol
Bau: harum menusuk
Kelarutan dalam air: 1,2 gram/L
Mudah terbakar
Berbahaya
Jauhkan dari api
Jangan dimakan
ALAT DAN BAHAN
Alat
No
Nama Alat
Jumlah
1
Termometer
1 buah
2
Gelas kimia 100 mL
2 buah
3
Tabung reaksi
1 buah
4
Pemanas listrik
1 buah
5
Neraca analitik
1 buah
6
Batu didih
1 buah
7
Batang pengaduk
1 buah
8
Statif dan klem
1 buah
9
No
Corong penyaring
Nama Alat
1 buah
Jumlah
10
Kertas saring lipat
2 buah
11
Labu erlenmeyer
1 buah
12
Corong Buchner
1 buah
13
Peralatan isap
1 buah
14
Spatula
1 buah
15
Pengukur titik leleh
1 buah
16
Cawan porselen
1 buah
17
Kaca arloji
1 buah
18
Pipet tetes
1 buah
Bahan
No
Bahan
Jumlah
1
Aquades
Secukupnya
2
Es batu
Secukupnya
3
Asam benzoat
1,5 gram
4
Karbon charcoal
0,25 gram
5
Kamper (naftalena)
1 gram
PROSEDUR KERJA
Bagian I: Kalibrasi Termometer
Kalibrasi termometer dilakukan sebagai berikut: 10 mL aquades dan batu didih dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan hingga mendidih. Termometer diposisikan pada uap diatas permukaan air yang mendidih tersebut, kemudian diukur suhunya.
Bagian II: Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air
Pertama, air sebagai pelarut dipanaskan terlebih dahulu. Sementara menunggu air panas, 1,5 gram asam benzoat ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL. Setelah air panas, asam benzoat dilarutkan sedikit demi sedikit hingga padatan teapat larut. Setelah larut, ditambahkan sedikit air panas. Larutan ini dididihkan diatas pemanas listrik, kemudian ditambahkan 0,25 gram karbon (charcoal)sambil diaduk unutk menghilangkan warna. Larutan dididihkan beberapa saat supaya penyerapan warna lebih sempurna. Setelah itu, corong penyaring yang telah dipanaskan diatas pemanas listrik dilengkapi dengan kertas saring, kemudian ditempatkan pada labu erlenmeyer. Dalam keadaan panas, larutan dituangkan melalui corong secepat mungkin hingga semua larutan tersaring. Jika sudah tersaring sempurna, labu erlenmeyer diangkat dari pemanas listrik dan didinginkan pada suhu ruang supaya terbentuk kristal. Setelah kristal terbentuk dan terpisah, kristal disaring menggunakan corong Buchneryang dilengkapi dengan peralatan isap. Kristal dicuci dalam corong beberapa kali sampai kristal tersaring. Setelah kristal tersaring di corong Buchner, kristal ditekan sekering mungkin. Setelah kering, kertas saring diambil, ditimbang, dan ditentukan titik lelehnya. Asam benzoat murni dihitung kembali setelah proses penentuan titik leleh.
Bagian III: Sublimasi
Serbuk kamper kotor sebanyak 1 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan porselen, kemudian ditempatkan diatas pemanas listrik. Bongkahan es diletakkan diatas kaca arloji untuk menutup cawan, kemudian dilakukan pemanasan secra aperlahan hingga semua padatan kamper menyublim. Setelah menyublim, bongkahan es yang mencair dibuang, sementara hasil subliman diambil dan dikumpulkan lalu ditimbang dan dilakukan penentuan titik leleh kamper hasil sublimasi. Setelah selesai, hasilnya dibandingkan dengan titik leleh kamper semula.
HASIL PENGAMATAN
Kalibrasi Termometer
Keadaan
Suhu (ᵒC)
Awal
27
Akhir
80
Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air
Perlakuan
Hasil
Pelarut panas + Asam benzoat
Larutan berwarna putih bening
Karbon (charcoal) + Larutan Asam benzoat
Larutan berubah menjadi sedikit hitam
Larutan dipanaskan
Larutan mendidih
Larutan didinginkan pada suhu ruang
Sebagian larutan berubah menjadi kristal dan terdapat embun di bagian dalam labu erlenmeyer
Kristal ditimbang
Massa kristal: 1,38 gram
Kristal diukur titik lelehnya
Titik leleh kristal: 120ºC
Massa praktikum=massa kristalmassa awal×100%=1,381,5×100%=92%
%kesalahan=massa awal-massa kristalmassa awal×100%=1,5-1,381,5×100%=8%
Sublimasi
Perlakuan
Hasil
Serbuk kamper dipanaskan dalam cawan porselen yang diatasnya ditutup dengan kaca arloji dan terdapat bongkahan es
Padata putih menempel dibawah kaca arloji dan bongkahan es mencair
Kristal yang menempel dibawah kaca arloji dikumpulkan dan ditimbang
Massa hasil sublimasi: 0,66 gram
Dilakukan penentuan titik leleh
Titik leleh hasil sublimasi: 70ºC
Massa praktikum=massa kristalmassa awal×100%=0,661×100%=66%
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, kami melakukan 2 percobaan, yaitu rekristalisasi asam benzoat dalam air dan sublimasi serbuk kamper, beserta penentuan titik leleh masing-masing. Sebelum memulai percobaan, dilakukan kalibrasi termometer untuk menguji apakah termometer tersebut layak pakai atau tidak.
Pada percobaan rekristalisasi asam benzoat, digunakan air sebagai pelarut, karena air adalah pelarut yang cocok untuk melarutkan asam benzoat. Asam benzoat dapat larut dalam air pada suhu tinggi, tetapi pada suhu ruang, 25ºC, kelarutan asam benzoat hanya 3,4 gram/liter air.
Ketika larutan asam benzoat dipanaskan, karbon charcoal ditambahkan ke dalam larutan karena memiliki daya serap yang besar untuk menghilangkan kotoran yang mengganggu hasil perhitungan, dan juga menyerap sebagian besar bahan pewarna. Karbon charcoal dapat menyerap zat-zat pengganggu karena memiliki luas permukaan yang cukup besar berkisar 100 sampai 2000 m2/gram. Hal ini dikarenakan zat ini memiliki pori-pori yang sangat kompleks yang berkisar ari ukuran mikro dibawa 20 Angstorm, ukuran meso antara 20 sampai 50 Angstorm dan ukuran makro yang melebihi 500 Angstorm (pembagian ukuran pori berdasarkan IUPAC).
Setelah penyaringan asam benzoat dalam keadaan panas, larutan tersebut didinginkan pada suhu ruang dan dibiarkan hingga membentuk kristal. Pembentukan kristal merupakan proses kesetimbangan dimana molekul dalam larutan dan molekul kristal berada dalam kesetimbangan. Zat pengotor tidak membentuk kisi kristal, tetapi kembali membentuk larutan, sementara molekul dari senyawa asam benzoat membentuk kristal secara perlahan. Pendinginan yang terlalu cepat karena pengadukan atau perendaman dalam air es menyebabkan zat pengotor dapat tersumbat dan membentuk kristal. Oleh karena itu, pada prosedur tidak disarankan untuk menggoyang gelas kimia dan membiarkannya mendingin secara perlahan.
Pada percobaan sublimasi serbuk kamper, hal pertama yang dilakukan adalah menghancurkan kamper agar menjadi serbuk, sehingga luas permukaannya lebih besar dan lebih mudah untuk menyublim. Ketika serbuk kamper dipanaskan, bongkahan es yang terdapat diatas kaca porselen meleleh, sementara di dalam cawan terjadi proses sublimasi secara perlahan-lahan. Proses sublimasi terjadi karena serbuk kamper yang disublimasi memiliki tekanan uap yang lebih kecil daripada zat pengotor. Dalam prosesnya, serbuk kamper tersebut dibekukan setelah dipanaskan dan tekanannya dikurangi supaya terbentuk padatan murni serbuk kamper dan zat pengotornya tidak ikut menyublim.
Pada proses penentuan titik leleh, didapat 120ºC unutk kristal asam benzoat dan 70ºC untuk hasil sublimasi serbuk kamper. Titik leleh asam benzoat hasil rekristalisasi kami memiliki ketepatan yang tinggi dengan titik leleh asam benzoat pada literatur, yaitu sebesar 92%. Titik leleh yang kami ukur tidak tepat 122,4ºC (titik leleh literatur) karena beberapa faktor, diantaranya adalah asam benzoat hasil rekristalisasi kami belum 100% murni, dan masih adanya beberapa zat pengotor yang ikut larut dalam larutan setelah disaring. Begitu juga dengan penentuan titik leleh serbuk kamper yang hanya sebesar 70ºC, jauh bila dibandingkan dengan titik leleh literatur yang nilainya 175ºC. proses penentuan titik leleh menggunakan minyak goreng, karena titik didih minyak goreng lebih tinggi dari 100ºC, sehingga ketika asam benzoat dan serbuk kamper meleleh, minyak masih belum menguap, dan titik leleh dapat diukur. Jika penentuan titik leleh menggunakan air, air lebih dulu menguap sehingga tidak bisa diukur titik lelehnya.
KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan tentang pemurnian dan pemisahan zat padat, dapat disimpulkan bahwa:
Pada proses rekristalisasi asam benzoat, massa kristal yang terbentuk setelah percobaan adalah 1,38 gram dengan tingkat kemurnian 92% (massa awal 1,5 gram), dan titik leleh asam benzoat hasil percobaan adalah 120ºC.
Pada proses sublimasi serbuk kamper, terbentuk padatan hasil sublimasi seberat 0,66 gram dengan kemurnian 66%, dan titik leleh hasil percobaan adalah 70ºC.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2015, 10 10). Asam Benzoat. Diambil kembali dari Wikipedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Asam_benzoat
Anonim. (2015, 10 10). Karbon Aktif. Diambil kembali dari Wikipedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Karbon_aktif
Anonim. (2015, Oktober 9). Sublimation (phase transition). Diambil kembali dari Wikipedia: https://en.wikipedia.prg/wiki/Sublimation_(phase_transition)
Federsen, S. F., & Myers, A. M. (2011). Understanding The Principals of Organic Chemistry: A Laboratory Course. USA: Brooks/Cole, Cengage Learning.
Fieser, L. S. (1941). Experiments in Organic Chemistry 2nd edition. USA: DC Heath and Company.
Kapur barus. (2015, 10 10). Diambil kembali dari Wikipedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kapur_barus
Zubrick, J. (2011). The Organic Chem Lab Survival Manual. USA: John Wiley and Sons, Inc.