LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI “PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE” DIARE ” KELOMPOK 4 KELAS PRAKTIKUM SELASA/07.00-10.00 SELASA/07.00-10.00 Disusun Oleh : Susanti
260110110021 260110110021
Editor
Riska Rismawati
260110110022 260110110022
Pembahasan
Mira Laila Nur Abadi
260110110023 260110110023
Perhitungan
Nuraini Insiyah
260110110024 260110110024
Perhitungan
Megawati
260110110025 260110110025
Perhitungan
Becus Srimuang
260110110026 260110110026
Teori Dasar
Raisa Muthiarani
260110110027 260110110027
Pembahasan
Rena Fitriani
260110110028 260110110028
Prosedur
LABORATORIUM FARMAKOLOGI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013
PERCOBAAN V PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE I. TUJUAN PERCOBAAN
Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare dengan metode transit intestinal.
II. PRINSIP
Efek obat anti diare dalam menghambat gerak peristaltik usus dapat ditandai dengan terhambatnya aliran tinta cina yang melewati usus III.
TEORI
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan merupakan gejala-gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lain, seperti diuraikan dibawah ini (Yun diarrea = mengalir melalui). Kasus ini banyak terdapat dinegara-negara berkembang dengan standar hidup yang rendah, di mana dehidasi akibat diare merupakan salah satu penyebab kematian yang sangat penting pada anak-anak (Tjay,2007). Dalam lambung makanan dicerna menjadi ”bubur” (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim pencernaan. Setelah zat-zat gizi diresorpsi oleh villi ke dalam darah, sisachymus yang terdiri dari 90% air dan sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di sini (flora) mencernakan lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar daripadanya dapat diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga diresorpsi kembali, sehingga lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan dikeluarkan dari tubuh sebagai tinja (Tjay, 2007).
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear (Zein, dkk, 2004). Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium(Zein, dkk, 2004). Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik(Zein, dkk, 2004). Kelompok obat yang sering digunakan pada diare adalah : 1. kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare.
Seperti
anti
biotika,
sulfonamida, kinolon, dan
furazolidon. 2. obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara, yakni: a. zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu
dan
alkaloidanya,
derivat-derivat
petidin
(difenoksilat
dan
loperamida), dan antikolinergika (atropin, ekstrak belladonna). b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan alumunium. c. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat
menyerap
(adsorpsi)
zat-zat
beracun
(toksin)
yang
dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk disini adalah juga mucilagines, zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan lukanya dengan suatu lapisan pelindung, umpamanya kaolin, pektin, (suatu karbohidrat yang terdapat antara lain dalam buah apel) dan garamgaram bismut, serta alumunium. 3. spasmolitika, yakni zat-zat dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenonium(Mutchler,1991).
LOPERAMIDA (IMODIUM) Loperamida merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi 2-3 kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap SSP, sehingga tidak mengakibatkan ketergantungan. Zat ini dapat menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan se-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerjanya lebih cepat, juga bertahan lebih lama. Efek sampingnya sama tetapi praktis tidak timbul(Mutchler,1991). Dosis : pada diare akut dan kronis: permulaan 2 tablet dari 2 mg, lalu setiap 2 jam 1 tablet sampai maksimal 8 tablet seharinya. Anak-anak sampai 8 tahun: 2-3 dd 0,1 mg setiap kg bobot badan, anak-anak 8-12 tahun; pertama kali 2 mg, maksimal 8-12 mg sehari. Tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah
usia 2 tahun, karena fungsi hatinya belum berkembang dengan sempurna untuk dapat menguraikan obat ini(Mutchler,1991). Loperamid hidroklorida memiliki nama kima yaitu 4-(p-klorofenil)-4hidroksi-N,N-dimetil-α,α-difenil-1-piperidina butiramida monohidroklorid, adalah sebuah opiat agonis yang banyak digunakan sebagai obat yang efektif untuk kontrol dan mengetahui gejala yang timbul dari diare akut non-spesifik. Akhirakhir ini, ia juga telah dilaporkan bahwa ada beberapa loperamida dapat digunakan sebagai agen antihiperalgesik tanpa menimbulkan efek samping berupa rasa sakit sistem saraf pusat. Loperamida diberikan secara oral dan langsung diabsorbsi (sekitar 40%) dalam saluran gastrointestinal untuk menjalani metabolisme pertama di hati dan diekskresikan melalui feses melalui empede sebagai konjugat tidak aktif (kombinasi sulfo- dan glukurono-) (Savic, 2008). Loperamida HCl mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102,0% C 29H33ClN2O2.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Loperamida HCl berbentuk serbuk putih sampai agak kuning dan memiliki titik lebur sekitar 2250 yang disertai dengan penguraian. Senyawa ini mudah larut dalam metanol, isopropil alkohol, dan kloroform, tetapi sukar larut dalam air dan asam encer (Farmakope Indonesia IV, 1995).
Struktur Kimia Loperamida HCl Farmakologi Loperamida HCl memperlambat motilitas usus dengan mempengaruhi langsung dinding usus. Obat ini bekerja melalui mekanisme antikolinergik yang mempengaruhi gerak peristaltik dan aktivitas otot sirkular dan longitudinal dinding usus. Loperamida hidroklorida memperpanjang waktu transit isi usus
sehingga mengurangi volume dan meningkatkan viskositas feses serta mencegah hilangnya cairan dan elektrolit. Sebagai antidiare, loperamida hidroklorida bersifat lebih spesifik, bekerja lebih lama dan 2-3 kali lebih kuat daripada difenoksilat. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid tapi tidak menimbulkan euforia seperti morfin sehingga kemungkinan penyalahgunaannya kecil (McEvoy , 1999). Loperamida HCl dapat berinteraksi dengan digoksin, suatu zat aktif yang digunakan untuk mengobati laju jantung atau untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tidak teratur. Akibat yang ditimbulkan adalah meningkatnya efek digoksin. Dengan memperlambat gerakan usus halus, loperamida HCl menaikkan penyerapan digoksin oleh tubuh. Efek samping merugikan mungkin terjadi karena terlalu banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan antara lain mual, sakit kepala, tak ada nafsu makan, gangguan penglihatan, bingung, tak bertenaga, bradikardia atau takhikardia, dan aritmia jantung. Efek ini dapat diperkecil bila digunakan obat paten digoksin yang mudah larut seperti Lanoxin (Harkness, 1989). Farmakokinetik Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah pemberian obat. Jangka yang lama ini disebabkan oleh sirkulasi enterohepatik obat dan aktivitas penghambatan motilitas usus itu sendiri. Waktu paruhnya adalah 7-14 jam. Sebagian besar obat diekskresi melalui feses. Loperamida HCl tersedia dalam bentuk tablet 2 mg dan digunakan dengan dosis 4-8 mg/hari (Ganiswara, 1995). Loperamida HCl dalam sediaan larutan untuk oral memiliki pH sekitar 5 dan obatnya memiliki pKa 8,6. Kapsul loperamida dan larutan oral sebaiknya disimpan di tempat tertutup baik pada suhu kamar (McEvoy, 1999) IV.
ALAT DAN BAHAN
A.
Alat
1. Alat bedah 2. Alas/meja bedah 3. Sonde Oral Mencit
4. Penggaris (pengukur jarak) 5. Timbangan hewan 6. Wadah mencit B. Bahan
1. Fenol Barbital 2. Natrium klorida 3. Hewan percobaan : Mencit jantan, bobot rata-rata 20-25 kg C. Gambar alat
V. PROSEDUR
Pertama – tama masing – masing mencit (telah dipuasakan 18 jam sebelum percobaan) ditimbang dan dihitung volume dosis yang akan diberikan bagi tiap – tiap mencit berdasarkan berat badannya. Kemudian mencit dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok kontrol (mencit pertama ) diberi suspensi PGA 2 %, kelompok kedua diberikan loperamid dosis 1 ( 0.24 mg/20 gr BB ) dan mencit ketiga diberikan loperamid dosis 2 (0.48 mg/20gr BB). Semua zat diberikan secara per oral. Pada saat t = 45 menit kepada semua mencit diberikan tinta cina sebesar 0.1 mL/10 gr mencit secara per oral. Pada saat t = 65 menit semua mencit dikorbankan dengan dislokasi tulang leher. Mencit yang telah mati kemudian dibedah, ususnya dikeluarkan dan direngganggkan pada alas bedah secara hati
– hati. Dari usus yang direnggangkan tersebut diukur panjang usus yang dilalui tinta cina mulai dari pylorus sampai ujung akhir ( ditandai dengan adanya warna gelap ) dan panjang keseluruhan usus dari pylorus sampai rektum. Dari data yang telah diperoleh , kemudian dihitung rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya. Hasil – hasil pengamatan kemudian disajikan dalam tabel dan grafiknya dibuat.
VI.
DATA PENGAMATAN BB Kelompok
Perlakuan
(g)
Kontrol (PGA 2%)
Loperamid dosis I (0,24 mg/20g BB)
Loperamid dosis II (0,48 mg/20g BB)
VII.
Panjang
Usus
Usus
Termarker
(cm)
(cm)
Rasio
1.
15
55
11
0,200
2.
19,65
43
7
0,163
3.
13,5
55
13
0,236
1.
15,3
56,5
8
0,142
2.
15,9
45
7
0,156
3.
16
48
9
0,188
1.
15,2
-
-
-
2.
14
0
0
0
3.
14
-
-
-
PERHITUNGAN
1. DOSIS OBAT A. Mencit Kelompok Kontrol (PGA %) Mencit kelompok 1
Mencit kelompok 2
Mencit kelompok 3
Dosis pemberian tinta cina
Rata-rata
0,1997
0,162
0
Mencit kelompok 1
Mencit kelompok 2
Mencit kelompok 3
B. Mencit Kelompok Loperamid Dosis 1 Mencit kelompok 1
Mencit kelompok 2
Mencit kelompok 3
Dosis pemberian tinta cina Mencit kelompok 1
Mencit kelompok 2
Mencit kelompok 3
C. Mencit Kelompok Loperamid Dosis 1 Dosis
Dosis pemberian tinta cina Dosis
2. Presentase Efek Peristaltik Usus
Loperamid dosis I
% efek peristaltik usus =
Loperamid dosis II
=
% efek peristaltik usus =
=
VIII. GRAFIK
Rasio 0.25
0.2
0.15 O I S A R
Kontrol Loperamid I
0.1 Loperamid II
0.05
0 Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
% Inhibisi Peristaltik Usus 120.00% 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Loperamid I
Loperamid II
Perhitungan berdasarkan Anava (Analisis Varians) Tabel. Efek Perlakuan Pemberian Obat terhadap Mencit OBAT
Kontrol (PGA2%) Loperamid dosis I (0,12mg/20g BB) Loperamid dosis II (0,24mg/20g BB)
RASIO
JUMLAH
1
3
(J)
0,200 0,163
0,236
0,599
0,1997
0,142 0,156
0,188
0,486
0,162
-
-
0
0
2
0
Perhitungan dengan tabel ANAVA Hipotesis: H0: µK = µLI= µLII= 0 H1: paling sedikit ada satu dimana µK 0 Statistik uji : = 5 % = 0,05
Ry = Rata-rata Jumlah Kuadrat =
= 0,1682
Ay = Perlakuan =
= 0,1983 – 0,1682 = 0,0301
y2
= 0,22+ 0,1632 + 0,2362 +..... + 0 2 = 0,2021
Ey = Residual =
y2 – Ry – Ay
= 0,2021 – 0,1682 – 0,0301 = 0,0038
RATA-RATA
Tabel Anava KT
Fhit
(JK/df)
(KTperlakuan/KTresidual
SV
Df
JK
Rata-rata
1
0,1682
0,1682
Perlakuan
2
0,0301
0,0151
Residual
4
0,0038
0,00095
Jumlah
7
0,2021
15,8947
Statistik uji: Ftabel = F0,05 (2,4) = 6,94 15,8947>6,94 F hit F tabel, maka Ho ditolak. Artinya, rata-rata antar perlakuan (PGA, Loperamida dosis I, maupun Loperamida dosis II) memberikan efek anti diare yang berbeda terhadap mencit. Maka untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikanefek antidiare signifikan terhadap mencit, maka dilakukan pengujian lanjut.
Uji Scheffe
1. Hipotesis uji : C1 = J1 – J2= Jkontrol - JLI C2 = 2J1 – J2 – J3 = 2Jkontrol – JLI - JLII H01 : J1 = J2 . Artinya tidak terdapat perbedaan efek obat antidiare yang signifikan terhadap mencit. H11 :
J1 J2 . Artinya terdapat perbedaan efek obat antidiare yang signifikan
terhadap mencit. atau H02: 2J1 = J2 + J3 , Artinya tidak terdapat perbedaan efek obat antidiare yang signifikan antara perlakuan kontrol dan 2 perlakuan lainnya (Loperamid dosis I dan Loperamid dosis II).
H12: 2J1 J2 + J3, Artinya terdapat perbedaan efek obat antidiare yang signifikan antara perlakuan kontrol dan 2 perlakuan lainnya (Loperamid dosis I dan Loperamid dosis II) 2. Statistik uji Q.S(Ci) Tolak H0 jika |C p| > Q.S(C p)
Q.S(C1) Q = √ S(C1) = √ = √
= √
= 3,7256
= √ = 0,0755
Q.S(C1) = 3,7256 x 0,0755 = 0,2813 |C1| = Jkontrol - JLI= 0,599 – 0,486 = 0,113
|C1|= 0,113
Q.S(C2) Q = √ = √ = 3,7256 S(C2) = √ = √ = √ = 0,0975
Q.S(C2) = 3,7256 x 0,0975 = 0,3632 |C2| = 2Jkontrol – JLI - JLII= 2(0,599) - 0,486 – 0 = 0,712 |C2| = 0,712
IX.
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini berjudul pengujian efek anti diare. Tujuan praktikum ini secara umum yaitu untuk mengetahui sejauh mana aktivitas obat antidiare dapat menghambat diare yang diinduksi melalui metode transit intestinal. Diare merupakan buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya, normalnya 100 – 200 ml per tinja. Buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa disertai lendir dan darah (Muscthler, E., 1991). Banyak sekali faktorfaktor yang dapat menyebabkan timbulnya diare diantaran ya makanan, bakteri, virus, gangguan gastrointestinal, kelainan psikosomatik atau disebabkan oleh gangguan obat-obatan. Pengujian efek obat anti diare dilakukan dengan menggunakan metode transit intestinal. Metode ini berlandaskan pada nisbah yang ditempuh oleh marker dalam waktu tertentu terhadap panjang keseluruhan usus mencit. Obat yang mempunyai daya kerja sebagai laksansia atau purgatif dapat memperbesar transit intestinal marker yang digunakan. efektivitas obat antidiare yang diberikan dapat diketahui berdasarkan rasio panjang marker terhadap panjang usus keseluruhan. Semakin kecil rasio marker maka dapat dikatakan bahwa obat yang digunakan memiliki efektivitas yang baik sebagai antidiare. Metode transit intestinal dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia, antispasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio
jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan mencit atau tikus. Dengan menggunakan metode transit intestinal, hewan uji tidak diberikan rangsangan agar mengalami diare melainnkan hanya untuk mengetahui efek dari suatu obat antidiare. Obat diare akan memperkecil rasio, sedangkan obat laksansia dan obat antispasmodik akan memperbesar rasio ini dibandingkan rasio pada hewan tanpa perlakuan. Namun, penggunaan metode ini terbatas hanya untuk aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltic usus, sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses tetapi tidak dapat menentukan berat fese yang dihasilkan atau pun seberapa banyak frekuensi terjadinya defekasi. Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu mencit sebagai hewan uji, loperamid HCl sebagai obat antidiare, PGA yang digunakan sebagai kontrol negatif dan tinta cina sebagai marker. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena beberapa alasan etrtentu. Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewanmodel laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%. Menurut Moriwaki et al . (1994), mencit banyak digunakan sebagai hewan laboratorium (khususnya digunakan dalam penelitian biologi), karena memil iki keunggulan-keunggulan seperti siklus hidup relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip hewan lain, seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Menurut Malole dan Pramono (1989), berbagai keunggulan mencit seperti: cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya tinggi dan sifat anatomis danfisiologisnya terkarakterisa si dengan baik. berdasarkan sifat-sifatnya tersebut, mencit dianggap dapat mewakili sistem organ tubuh manusia dan efek obat pada mencit dapat dikorelasikan dengan efek yang dapat ditimbulkan pada tubuh manusia dengan menggunakan faktor korelasi. Obat yang digunakan untuk uji antidaiare yaitu loperamid HCl. Obat ini digunakan karena Loperamid HCl merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol , suatu anti psikotikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih
kuat tetapi tanpa efek terhadap sistem saraf pusat (SSP) karena tidak bisa menyeberangi sawar-darah otak oleh karena itu kurang menyebabkan efek sedasi dan efek ketergantungan dibanding golongan opiat lainnya seperti difenoksilat dan kodein HCl. Loperamid HCl mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerja Loperamid HCl lebih cepat dan bertahan lebih lama. Obat ini tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun, karena fungsi hatinya belum berkembang dengan sempurna untuk dapat menguraikan obat ini, begitu pula untuk pasien dengan penyakit hati disarankan tidak menggunakan obat ini. Loperamid HCl dapat dikombinasikan dengan antibiotika (amoksisilin, fluoroquinolon, kotrimoksazol) untuk semua diare akibat infeksi bakteri atau virus kecuali infeksi Shigella, Salmonella, dan kolitis pseudomembran karena akan memperburuk diare yang diakibatkan bakteri enteroinvasif akibat perpanjangan waktu kontak antara bakteri dan epitel usus. Disamping itu Loperamid HCl juga tidak berinteraksi dengan antibiotikaantibiotika tersebut (Tjay,2002). Berdasarkan sifat-sifat tersebutlah maka loperamid dipilih sebagai obat uji pada percobaan kali ini. Suatu percobaan dikatakan sah apabila ada hewan uji yang diberi perlakuan sebagai kontrol negatif. Kontrol negatif ni dilakukan agar praktikan dapat menbandingkan seberapa besar aktivitas yang dihasilkan dari obat uji. Kontrol negatif biasanya dilakukan dengan dengan memberikan sejumlah cairan pelarut obat tapi tidak disertai dengan obat/zat aktifnya. Pada percobaan kali ini digunakan PGA sebagai cairan untuk kontrol negatif. PGA dipilih karena loperamid Hcl yang digunakan larut dengan baik dalam PGA. Cairan yang digunakan untuk kontrol negatif tidak hanya PGA, ada beberapa contoh laoinnya seperti NaCl fisiologis atau GOM arab. Penggunaan larutan kontrol uji disesuaikan dengan sifat zat aktif yang akan digunakan dapat melarut baik dalam pelarut jenis apa. Pengujian yang dilakukan menggunakan metode transit intestinal, maka dalam pelaksanaannya dibutuhkan marker atau zat yang dapat mewarnai usus.
Marker yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya yaitu stabil, tidak toksik, dapat mewarnai usus dengan jelas, tidak dapat diser ap oleh dinding usus. Pada praktikum kali ini digunakan tinta cina sebagai marker karena tinta cina sudah memenuhi persyaratan bahan marker. Langkah pertama yang dilakukan dalam pengujian ini adalah menyiapkan mencit sebanyak 3 ekor. Masing-masing mencit kemudian ditimbang dan dibagi menjadi 3 kelompok. Penimbangan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa banyak volume obat uji yang akan diberikan pada setiap mencit. Penentuan jumlah/volum obat penting dilakukan agar tidak terjadi over dosis yang dapat menyebabkan kematian pada mencit. Selain itu hal ini juga dilakukan karena setiap mencit memiliki rongga perut yang sangat kecil yang hanya dapat menempung beberapa ml cairan. Setelah penimbangan mencit dibagi 3 kelompok. Kelompok 1 yaitu sebagai kelompok kontrol negatif yang diberi PGA 2%, kelompok uji Loperamid dosis I dan dosis II masing – masing secara per oral. PGA digunakan sebagai kontrol negatif karena PGA tidak memiliki efek farmakologis dan merupakan pembawa bagi obat-obat antidiare yang digunakan. Pada percobaan kali ini digunakan dus dosis Loperamid HCl dengan tuh=juan untuk mengetahui apakah dengan dosis yang berbeda dapat memberikan efek farmakologi yang berbeda juga. Setelah masing – masing diberi perlakuan, pada t = 45 menit setelah perlakuan , semua hewan diberikan tinta cina 0,1 mg/10 g, secara oral. Fungsi dari tinta cina adalah sebagai penanda usus yang dilalui obat. Pada t = 65 menit semua hewan dikorbankan dengan dislokasi tulang leher . Setelah melakukan diskolasi tulang leher, mencit dibedah dan ususnya dikeluarkan secara hati – hati sampai teregang. Usus yang teregang kemudian diukur : a). Panjang usus yang dilalui tinta cina mulai dari pylorus sampai ujung akhir yang berwarna hitam dan b). panjang seluruh usus dari pylorus sampai rectum. Setelah mendapatkan panjang usus termarker dan panjang usus seluruhnya kemudian ditentukan berapa rasio hasil pewarnaan tersebut. Pada saat pengamatan praktikan mengalami kesulitan dalam menentukan batasan usus termarker karena volume tinta cina yang diberika
terlalu sedikit. Sebaiknya volume tinta cina yang diberikan disesuaikan dengan volum loperamid HCl yang diberikan sehingga pengamatan dap at dilakukan dengan mudah. Penambahan volum tinta cina yang diberikan tidak akan memberikan efek kematian pada mencit karena pada dasarnya tinta ci na ynag digunakan memiliki sifat inert dan tidak dapat diabsorpsi oleh membran pencernaan hewan uji. Hasil yang diperoleh setelah pewarnaan adalah mencit dengan kontrol negatif memberikan rasio sebesar 0.236, mencit dengan Loperamis dosis 1 memberikan rasio 0,1875 dan mencit dengan operamid dosis 2 memberikan rasio 0. Berdasarkan nilai rasio yang dihasilkan dapat ditarik kesimplan bahwa Loperamid HCl memberikan efek konstifasi/antilaksativ dengan cara mengurangi gerak peristaltik usus. Adanya penurunan gerakan peristaltik usus, menyebabkan tinta cina berjalan/mengelir lebih lambat terbukti dengan semakin tinggi dosis Loperamid HCL maka semakin pendek usus yang termarker. Secara matematis, pembuktian tersebut dituangkan dalam bentuk persentase inhibisi peristaltik usus. Persen inhibisi peristaltik usus dosis 2 lebih besar (100%) dibandingkan dengan persen inhibisi peristaltik usus dosis 1 (81,218%). Berdasarkan pengamatan secara statistik pun diperoleh data eksperimetal bahwa Loperamid HCl memberikan efek inhibisi peristaltik usus dan efek ini semakin meningkat dengan meningkatnya dosis pemberian. Secara visualisasi, hasil eksperimen telah disajikan dalam bentuk grafik dan dapat dengan mudah dilakukan pengamatan hasil.
X. KESIMPULAN
Praktikan dapat mengetahui sejauh mana aktivitas Loperamid HCl sebagai obat antidiare dapat menghambat diare dengan menggunakan metode transit intestinal.
DAFTAR PUSTAKA Ditjen POM Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Bagian Farmakologi dan Terapeutik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Harkness, R. 1989. Interaksi Obat. Penerbit ITB, Bandung.
Malole, M. B. M. dan C. S. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. McEvoy, G. 1999. AHFS Drug Information. American Society of Health System Pharmacist, America. Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Penerbit ITB, Bandung.
Savic, Ivana M. 2008. Quantitative Analysis of Loperamide Hydorchloride in the Presence
Its
Acid
Degradation
http://www.ache.org.rs/HI/2009/
Products.
Available
online
at
No1/05-3078_V63-2009_N01.pdf
(diakses pada tanggal 6 April 2013) Tjay, H. T., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi V, Cetakan pertama, 781, Gramedia, Jakarta Zein, Umar, Khalid Huda Sagala, Josia Ginting. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Available online at http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf (diakses pada tanggal 6 April 2013)