PEMERIKSAAN PEMERIKSAA N JUMLAH LEUKOSIT PADA PENDERITA HEPATITIS B PEMERIKSAAN JUMLAH LEUKOSIT PADA PENDERITA HEPATITIS B YANG DIRAWAT INAP DI RSU ADVENT MEDAN TAHUN 2012
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh : SEPNIMAN JAYA TELAUMBANUA 09.07.060
AKADEMI ANALIS KESEHATAN SARI MUTIARA MEDAN 2012
KARYA TULIS ILMIAH PEMERIKSAAN JUMLAH LEUKOSIT PADA PENDERITA HEPATITIS B YANG DIRAWAT INAP DI RSU ADVENT MEDAN TAHUN 2012
Karya Tulis Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Akademi Analis Kesehatan Sari Mutiara Medan
Oleh : SEPNIMAN JAYA TELAUMBANUA 09.07.060
AKADEMI ANALIS KESEHATAN SARI MUTIARA MEDAN 2012 HALAMAN PENGESAHAN PEMERIKSAAN JUMLAH LEUKOSIT PADA PENDERITA HEPATITIS B YANG DIRAWAT INAP DI RSU ADVENT MEDAN TAHUN 2012
Oleh: SEPNIMAN JAYA TELAUMBANUA 09.07.060 Diterima dan disetujui untuk diseminarkan di hadapan tim penguji Karya Tulis Ilmiah pada tanggal 14 Juli 2012 Menyetujui : Pembimbing : dr. Jenny Ria Sihombing, Sp.PK
(
)
Penguji I
: dr. Denrison Purba, Sp.PK
(
)
Penguji II
: Maria K. Purba, SKM
(
)
Direktur Akademi Analis Kesehatan Sari Mutiara
( Dr.Dra.Ivan Elisabeth Purba, M.Kes)
ABSTRAK Penyakit Hepatitis B adalah penyakit infeksi atau peradangan hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B ini masuk kedalam tubuh manusia melalui aliran darah untuk mencapai hati kemudian memperbanyak diri melalui proses transkripsi replikasi. Tujuan penelitian adalah pemeriksaan jumlah Leukosit pada pasien Hepatitis B yaitu untuk mengetahui adanya peningkatan jumlah leukosit akibat infeksi virus Hepatitis B. Metode penelitian bersifat Deskriptif Cross Sectional. Penelitian dilakukan di RSU Advent Medan terhadap 20 sampel pasien Hepatitis B. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik. Metode pemeriksaan menggunakan alat automatik hematologi analizer. Hasil yang didapat pada pemeriksaan jumlah Leukosit pada penderita Hepatitis B sebanyak 20 sampel didapat hasil jumlah Leukosit yang meningkat sebanyak 90 % dan yang normal sebanyak 10 %. Pemeriksaan HBsAg, anti HBs, anti HBc, SGOT,dan SGPT tetap dilakukan karena merupakan pemeriksaan penting dalam menentukan suatu diagnosa Hepatitis B. Kesimpulan: terjadi peningkatan jumlah Leukosit pada penderita Hepatitis B.
Kata kunci: Hepatitis B, Jumlah Leukosit .
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan baik. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “ PEMERIKSAAN JUMLAH LEUKOSIT PADA PENDERITA HEPATITIS B YANG DIRAWAT INAP DI RSU ADVENT MEDAN TAHUN 2012“. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma III di Akademi An alis Kesehatan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat bermanfaat dan membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah. Penulis juga mengharapkan semoga Karya Tulis Ilmiah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca demi kemajuan pendidikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Dr. Dra. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes selaku Direktur Akademi Analis Kesehatan Sari Mutiara Medan. 2. Ibu dr. Jenny Ria Sihombing, Sp.PK selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing sehingga penulis bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah. 3. Bapak dan ibu dosen Akademi Analis Kesehatan Sari Mutiara Medan yang telah memberikan ilmu dalam perkuliahan 4. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moral dan doa restu bagi penulis 5. Seluruh teman sejawat atas kerja sama dan bantuan yang senantiasa diberikan kepada penulis selama membuat Karya Tulis Ilmiah ini. Medan, 14 Juli 2012
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK............................................................................................................. i KATA PENGANTAR................................................ .......................................... ii DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang............................................................................. 1 Rumusan masalah........................................................................ 2 Tujuan penelitian......................................................................... 2 Manfaat penelitian....................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis...................................................................................... 4 2.1.1 Defenisi........................................................................... 4 2.1.2... Sejarah penemuan............................................................ 4 2.1.3... Penyebab lain dari Hepatitis............................................ 5 2.1.4... Jenis-jenis Hepatitis......................................................... 5 2.1.5... Cara penularan infeksi VHB........................................... 7 2.1.6... Kelompok resiko tinggi tertular VHB............................. 8 2.2 Etiologi........................................................................................ 9 2.3 Patogenesis.................................................................................. 9 2.4 Gejala dan tanda.......................................................................... 10 2.5 Darah........................................................................................... 10 2.5.1... Tempat pembentukan darah............................................ 11 2.5.2... Komponen-komponen darah........................................... 12 2.5.3... Leukosit........................................................................... 12 2.5.4... Jenis-jenis Leukosit.......................................................... 12 2.6 Reaksi imun peradangan.............................................................. 12 2.6.1... Stadium vascular peradangan.......................................... 13 2.6.2... Stadium seluler peradangan............................................. 14 2.7 Leukositosis................................................................................. 14 2.7.1... Basofilia........................................................................... 15 2.7.2... Monositosis...................................................................... 15 2.7.3... Limfositosis..................................................................... 15 2.7.4... Eosinofilia........................................................................ 15 2.7.5... Granulositosis.................................................................. 16 2.8 Metode pemeriksaan jumlah leukosit.......................................... 16 2.9 Hubungan jumlah leukosit dengan VHB.................................... 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian............................................................................. 18 3.2 Lokasi dan waktu penelitian........................................................ 18 3.2.1... Lokasi penelitian.............................................................. 18 3.2.2... Waktu penelitian.............................................................. 18
3.3 Populasi dan sampel.................................................................... 18 3.3.1... Populasi........................................................................... 18 3.3.2... Sampel............................................................................. 18 3.4 Metode pengumpulan data.......................................................... 18 3.5 Metode pemeriksaan.................................................................... 19 3.5.1... Alat dan bahan................................................................ 19 3.5.2... Cara pengambilan darah vena.......................................... 19 3.5.3... Prosedur kerja alat........................................................... 20
4.1 4.2
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian............................................................................ 21 Pembahasan................................................................................. 24
5.1 5.2
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.................................................................................. 25 Saran............................................................................................ 25 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit Hepatitis B merupakan penyakit infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB), dapat berkembang menjadi kronis sehingga terjadi pengerasan hati (liver cirrhosis) yang selanjutnya dapat berkembang menjadi kanker hati (carcinoma hepatacelluler ). Pada saat ini diperkirakan 350 juta orang pengidap VHB (carrier ) di dunia, 78% dari pengidap penyakit ini bermukim di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Di Indonesia diperkirakan
terdapat lebih dari 11 juta pengidap Hepatitis B. Menurut CDC Atlanta diperkirakan 1-2 juta penderita Hepatitis B di dunia meninggal setiap tahun karena kanker hati (Waluyo, S., dkk, 2011). Menurut Ali Sulaiman angka penderita Hepatitis B di Indonesia saat ini mencapai 12 juta orang, 500.000 diantaranya penderita aktif. Setiap 100 orang, diperkirakan 2-10 orang terinfeksi VHB, terutama di propinsi Nusa Tenggara Barat dan di propinsi-propinsi bagian timur Indonesia (Waluyo, S., dkk, 2011). Berdasarkan data yang diterima oleh Dinas Kesehatan propinsi Sumatera Utara ada 185 penderita positif Hepatitis B dengan 3 orang meninggal dunia tahun 2009 dan 120 orang penderita positif Hepatitis B selama Januari-Juni 2010 (Dinkes, 2010) Infeksi virus Hepatitis B (VHB) merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Dari berbagai penelitian yang ada,
frekuensi pengidap HBsAg berkisar antara 3-20%. Penelitian dari berbagai daerah di Indonesia menunjukkan angka yang bervariasi bergantung pada tingkat endemisitas Hepatitis ditiap-tiap daerah (Soemoharjo, S., dkk, 2008). Kelompok yang paling berisiko tinggi tertular VHB, yaitu bayi yang baru lahir dari ibu pengidap Hepatitis B, tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat, calon penerima transfusi darah, pasien hemodialisa (cuci darah), pecandu narkotika, pelacur, orang yang menggunakan alat tatoo dan tindik telinga, serta akupuntur. Penularan penyakit bisa lewat jarum suntik bekas pakai, sikat gigi, pisau cukur, jarum, tusuk kuping, dan lain-lain (Naga, S., 2012). Salah satu parameter untuk pemeriksaan Hepatitis B adalah pemeriksaan jumlah Leukosit. Jumlah Leukosit yang meningkat dikarenakan oleh adanya infeksi pada hepar yang diakibatkan oleh VHB (Anderson, S. P.,dkk,2006) Leukosit yang berperan sebagai pertahanan tubuh untuk melawan mikroorganisme akan memasuki
daerah
infeksi.
Sebagai
respon
fisiologis
untuk
melindungi
tubuh
dari
mikroorganisme maka jumlah Leukosit akan meningkat yang melebihi batas normal yaitu diatas 10.000/mm3 yang dinamakan Leukositosis (Anderson, S. P.,dkk,2006). 1.2
Rumusan Masalah
Apakah ada kenaikan jumlah Leukosit pada penderita Hepatitis B yang dirawat inap di RSU Advent Medan tahun 2012.
1.3
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui jumlah Leukosit pada penderita Hepatitis B yang dirawat inap di RSU Advent Medan tahun 2012 1.4
Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam melakukan penelitian dibidang Hematologi. 2. Menyarankan kepada pihak rumah sakit agar meningkatkan pelayanan, untuk mencegah infeksi lebih lanjut pada pasien yang terpapar Hepatitis B 3. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Hepatitis
2.1.1. Defenisi
Kata Hepatitis secara sederhana berarti peradangan pada hati. Salah satu penyebab yang paling umum dari peradangan hati adalah infeksi virus. Ada beberapa virus khusus yang bisa menginfeksi atau menjangkiti sel hati. Virus-virus ini disebut Virus Hepatitis A, Virus Hepatitis B, Virus Hepatitis C, Virus Hepatitis D, dan Virus Hepatitis E. Upaya tubuh dengan sistem kekebalannya untuk menghindar dari virus-virus tersebut mengakibatkan peradangan atau Hepatitis (Waluyo, S., dkk, 2010). Sel hati yang rusak oleh sistem kekebalan tubuh sendiri disebut Hepatitis otoimun. Dalam persentase kecil, gangguan hati bersifat genetik dan timbul dari akumulasi sejumlah zat abnormal, seperti zat besi atau tembaga, dimana biasanya hati akan mengeluarkannya. Terbentuknya mineral-mineral ini merusak sel hati (Waluyo, S., dkk, 2010). 2.1.2. Sejarah Penemuan
Proses penemuan virus Hepatitis B diawali oleh Blumberg dkk pada tahun 1965 yang melakukan penelitian untuk mencari antibodi yang timbul terhadap suatu lipoprotein. Mereka mendapatkan suatu antibodi pada 2 orang penderita Hemophilia yang sering mendapat transfusi darah bereaksi dengan suatu antigen yang didapatkan
dari seorang aborigin Australia. Pada waktu itu, ditemukan bahwa antigen tersebut didapati pada 20% penderita Hepatitis virus (Rahayu, L., 2010). Antigen ini dulu dinamakan antigen Australia dan sekarang menjadi HBsAg. Pada tahun 1970, Dane dkk melihat untuk pertama kalinya dibawah mikroskop elektron partikel HBsAg dan partikel Virus Hepatitis B (VHB) utuh yang kini dinamakan partikel Dane (Soemoharjo, S., dkk, 2008). 2.1.3. Penyebab lain dari Hepatitis
Selain itu juga beberapa pengobatan dapat mengakibatkan Hepatitis, misalnya antibiotik atau antikejang sering melukai liver. Namun, karena resikonya terlalu rendah dan pengobatan ini mengobati penyakit secara efektif, maka resep pengobatan ini tetap saja diberikan. Tetapi hal ini hanya terjadi bilamana diberikan dalam dosis tinggi atau bagi mereka yang pada dasarnya memiliki gangguan hati (Sievert, W., dkk, 2010) Alkohol juga merupakan penyebab umum gangguan hati meskipun tidak setiap orang yang minum alkohol akan menderita Hepatitis. Resiko dari kerusakan tergantung dari jumlah alkohol yang dikonsumsi dan lamanya asupan alkohol dalam jumlah besar (Sievert, W., dkk, 2010) 2.1.4. Jenis-jenis Hepatitis
A.
Hepatitis A Virus Hepatitis A biasanya berkembang dengan baik didalam sel hati, virus tersebut masuk kedalam usus melalui empedu kemudian dikeluarkan melalui kotoran.virus ini kemudian ditularkan melalui makanan yang telah terkontaminasi ini disebut rute kotoran mulut (faecal-oral route). Virus ini tidak ditularkan melalui cairan tubuh lainnya seperti air liur ataupun air seni. Gejala dari dari Hepatitis A meliputi mual, kehilangan nafsu makan, muntah, demam ringan, kelelahan, nyeri sendi (Sievet, W., dkk, 2010)
B.
Hepatitis B Kebanyakan orang tidak menyadari dirinya tertular Hepatitis B. Hanya sekitar seperempatnya akan menunjukkan gejala yang sama dengan mereka yang menderita Hepatitis A dan bahkan sejumlah kecil akan menjadi Hepatitis B akut. Penularan hanya dapat dideteksi pada waktu pemeriksaan darah yang menunjukkan fungsi hati yang tidak normal, atau ketika dilakukan pemeriksaan darah khusus untuk virus ini (Sievert, W., dkk, 2010)
C.
Hepatitis C Bentuk Hepatitis C biasanya disebut Hepatitis non-A dan Hepatitis non-B. Hepatitis ini timbul setelah terkena darah yang tercemar melalui transfusi darah atau dari penggunaan jarum yang telah dipakai untuk injeksi kedalam pembuluh darah. Gejala Hepatitis C biasanya ringan saja (Sievert, W., dkk, 2010). Pada kasus ini, kurang dari 25% menunjukkan sakit kuning. Tingkat ketidaknormalan dapat diketahui melalui pemeriksaan fungsi hati yang turun naik dan sulit dikatakan apakah penyakitnya membaik atau tidak. Infeksi Hepatitis C cenderung menjadi kronik pada separuh dari mereka yang terular yang pada akhirnya menjadi sirosis hati, suatu proses yang mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun (Sievert, W., dkk, 2010)
D.
Hepatitis D Hepatitis D atau virus delta, tidaklah umum. Virus ini ditemukan selalu terkait dengan Hepatitis B. Hepatitis D dikenal sebagai virus yang merusak karena virus tersebut membutuhkan virus B agar berkembang. Orang-orang yang dapat tertular Hepatitis D hanyalah mereka yang tertular Hepatitis B. yang memiliki resiko besar tertular yaitu pengguna obat-obatan yang disuntikkan ke pembuluh nadi. Penularan Hepatitis D dapat menyebabkan gejala Hepatitis akut (Sievert, W., dkk, 2010).
E.
Hepatitis E Virus ini mirip dengan virus Hepatitis A, karena disebarkan melalui rute kotoran ke mulut. Virus ini juga disebarkan melalui air yang terkontaminasi. Penderita Hepatitis ini biasanya menjadi baik dan tidak berlanjut dengan infeksi kronik atau penyakit hati yang ganas. Ciri-ciri yang mencolok dari Hepatitis ini yaitu tingginya tingkat kematian pada wanita hamil yang tertular. Penularan Hepatitis ini dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan darah atau virus dapat diidentifikasi pada contoh kotoran (Sievert, W., dkk, 2010).
2.1.5. Cara penularan infeksi VHB
1.
Melalui darah Virus Hepatitis B ditemukan terutama dalam darah, dan ditularkan melalui darah yang tercemar. Pada umumnya Hepatitis B menular melalui transfusi darah yang terkontaminasi. Kini, semua darah yang akan dipakai untuk transfusi diteliti untuk menyaring virus Hepatitis B (Sievert, W., dkk, 2010).
2.
Melalui jarum suntik Virus tersebut juga disebarkan melalui jarum suntik yang terkontaminasi dengan darah. Para pekerja kesehatan yang memakai jarum suntik dalam tugas mereka dan secara tidak sengaja tertusuk jarum adalah mereka yang beresiko. Sebagaimana juga pemakai obat bius yang memakai jarum suntik secara bersama-sama. Jarum tato atau akupuntur yang terkontaminasi juga merupakan sumber penularan (Sievert, W., dkk, 2010).
3.
Melalui hubungan seksual Virus Hepatitis B dapat ditularkan melalui hubungan seks. Orang heteroseksual yang memiliki banyak pasangan dan lelaki homoseksual memiliki resiko besar (Sievert, W., dkk, 2010)
4.
Melalui kelahiran Penularan infeksi VHB dari ibu hamil kepada bayi yang dilahirkannya, dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau prenatal, selama persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau postnatal. Sebagian besar bayi tertular pada terjadi proses persalinan karena waktu terjadi kontraksi uterus, tertelannya cairan amino yang banyak mengandung VHB serta masuknya VHB melalui lesi yang terjadi pada kulit bayi waktu melalui jalan lahir (Sievert, W., dkk, 2010).
2.1.6. Kelompok resiko tinggi tertular VHB
Kelompok yang beresiko tertular VHB yaitu; penyalahguna obat intravena (pengguna narkoba jarum suntik), homoseksual dan heteroseksual yang sering berganti pasangan, bayi atau anak yang lahir dari ibu HBsAg positif, karyawan rumah sakit, penderita Immunocompromised, karyawan rumah perawatan keterbelakangan mental, penderita yang sering mendapat transfusi darah (Soemoharjo, S., dkk, 2008). 2.2.
Etiologi
Virus Hepatitis B berukuran sekitar 42 nm. Virus ini mempunyai lapisan luar (selaput) yang berfungsi sebagai antigen HBsAg. Virus ini mempunyai bagian inti partikel inti HBcAg dan HBeAg (Widoyono, 2005). Gambar Virus Hepatitis B (Sievert, W.,dkk,2010) 2.3.
Patogenesis
Menurut Widoyono, 2008 virus masuk kedalam tubuh manusia melalui aliran darah untuk mencapai sel hati. didalam sel hati, virus memperbanyak diri melalui proses transkripsireplikasi dengan bantuan sel hati. inti virus ini mengalami proses replikasi dengan bantuan sel hati, sedangkan selaput virus dibantu oleh sitoplasma sel hati. Respons sel tubuh manusia pada infeksi virus dapat menyebabkan keadaan berikut: 1.
Tidak terjadi proses peradangan dan sel hati masih berfungsi, normal tetapi produksi virus berlangsung terus yang disebut dengan infeksi persisten (pasien tetap sehat dengan titer HBsAg yang tinggi).
2.
Terjadi proses peradangan sel hati dan sistensi virus ditekan, yang disebut sebagai Hepatitis akut.
3.
Terjadi proses peradangan yang berlebihan, dengan keadaan ini akan menyebabkan kerusakan sel hati, yang disebut dengan Hepatitis fulminan.
2.4.
Gejala dan tanda
Terdapat beberapa fase perkembangan penyakit ini 1.
Fase prodromal, yaitu terdapat keluhan yang tidak khas seperti mual, sebah, anoreksia, dan demam
2.
Fase ikterik, yaitu air seni berwarna seperti teh, kulit menguning, serta keluhan menguat.
3.
Fase penyembuhan, yaitu saat sudah mulai terbentuk anti-HB Prognosis penyakit ini bervariasi sesuai dengan virulensi virus dan daya tahan tubuh. Sekitar 5-10 % Hepatitis B akut akan berubah menjadi Hepatitis kronis. Pasien Hepatitis B harus dirawat dirumah sakit untuk mencegah proses lebih lanjut (Widoyono, 2008).
2.5.
Darah
Darah merupakan bagian penting dari sistem transport dalam tubuh kita. Darah termasuk cairan ekstraseluler, yang terletak didalam saluran-saluran tersendiri yakni saluran-saluran pembuluh darah. Sistem pembuluh darah arteri membawa darah da ri jantung ke organ-organ atau jaringan-jaringan tubuh sedangkan pembuluh darah balik membawa darah dari organ kembali kejantung (Anderson, S. P., dkk, 2006). Didalam plasma darah terdapat bahan organik yang disebut dengan protein plasma yang berjumlah 6-8% dari serat plasma darah, protein plasma dalam tubuh merupakan bentuk koloid yang dapat mempengaruhi kekentalan atau viskositas darah. Albumin merupakan protein plasma yang paling besar jumlahnya dalam plasma darah dengan berat molekul 68.000 dalton. Didalam plasma jumlah albumin berkisar 4-5% dari berat plasma. Selain albumin protein plasma yang lain yaitu globulin. Globulin dibedakan menjadi alfa, betha, gamma globulin dengan komposisi: α globulin : 2 - 22%, β globulin : 0,80% dan λ globulin :0,66% (Anderson, S. P., dkk, 2006). 2.5.1. Tempat pembentukan darah Tempat pembentukan sel darah (hemopoesis) menurut Anderson, S. P., dkk, 2006 pada janin 0-2 bulan terbentuk di indung telur, janin 2-7 bulan dibentuk di hati dan limfa, janin 5-9 bulan dibentuk di sumsum tulang, pada bayi darah dibentuk di sumsum tulang yaitu disemua tulang, pada dewasa darah dibentuk di tulang belakang, tulang iga, sternum, tengkorak, sacrum, dan pelvis ujung proksimal femur.
2.5.2. Komponen komponen darah
Menurut Mehta, A., dkk, 2008 volume darah didalam tubuh manusia yaitu ± 6 L (7 – 8 % berat tubuh). Komposisi darah terdiri atas plasma dan butir darah. a.
Plasma (55 %) : terdiri atas air (90 %), protein, karbohidrat, lipid, vitamin, mineral dan enzim.
b. Komponen atau butir darah (45 %) ; terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit. 2.5.3. Leukosit Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peran utama Leukosit atau sel darah putih. Batas normal jumlah Leukosit berkisar 4000 – 10000/m3. Ada lima jenis sel darah putih yang sudah diidentifikasi dalam darah perifer yaitu Netrofil, Eosinofil, Basofil, Monosit, dan Limfosit. Netrofil, Eosinofil dan Basofil disebut juga Granulosit, artinya sel dengan granula dalam sitoplasmanya (Anderson, S. P., dkk, 2006) 2.5.4. Jenis-jenis Leukosit Menurut Anderson, S. P., dkk, 2006 pada hapusan darah tepi nilai normal setiap jenis jenis Leukosit adalah : Limfosit (20% - 40%), Monosit (2% - 8%), Netrofil segmen (50% 70%), Netrofil batang (2% - 6%), Basofil (0% - 1%) dan Eo sinofil (1% - 3%). 2.6.
Reaksi imun dan peradangan
Imunitas adalah keadaan dimana seseorang terlindungi dari pembentukan penyakit. Imunitas bersifat inheren dan pasif ataupun didapat setelah pajanan terhadap suatu organisme. Sistem imun dapat berespon terhadap hampir semua mikroorganisme yang ditemukan dalam kehidupan. Apabila respon awal telah dibuat maka ingatan mengenai mikroorganisme tersebut akan tetap tesimpan dalam sistem imun. Dan apabila terjadi pertemuan kedua dengan mikroorganisme yang sama maka respon imun dapat bereaksi lebih cepat dan lebih berhasil dibandingkan dengan respon sebelumnya (Boedina. S., 2006). Respon peradangan terjadi setelah infeksi atau cedera jaringan. Peradangan merupakan suatu respon imun dimana ada reaksi antara antigen dengan antibodi. Walaupun sistem peradangan tidak ditandai oleh gejala spesifik, tetapi sistem ini bekerja cepat dan efektif. Seperti respon imun, tujuan peradangan adalah untuk membawa sel-sel darah putih dan trombosit kejaringan dengan tujuan membatasi kerusakan jaringan (Boedina, S., 2006). Ada dua stadium pada reaksi peradangan yaitu : 2.6.1. Stadium vascular peradangan
Dimulai hampir segera setelah terjadi trauma atau infeksi, arteri didekat tempat infeksi mengalami konstruksi secara singkat lalu relaksasi berkepanjangan, dilatasi arteri menyebabkan peningkatan
perpindahan
titrat
plasma
keruang
interstisium.
Hal
ini
menyebabkan
pembengkakan dan endema. Histamine dan bradikin adalah bahan-bahan yang dibebaskan selama peradangan yang menyebabkan sel-sel endotel kapitel yang berada disekitarnya, yang dalam keadaan normalnya tersusun rapat, menjauh satu sama lain sehingga permeabilitas kapiler meningkat. Sel-sel darah merah dan cairan keluar dari kapiler untuk masuk keruang interstisium, hal ini menyebabkan pembengkakan dan eritema (Gillespie, S., dkk, 2007). 2.6.2. Stadium seluler peradangan
Dimulai setelah peningkatan aliran darah kebagian yang cedera, sel-sel darah putih dan trombosit akan ditarik kedaerah tersebut dan bermigrasi melalui kapiler yang bocor untuk mengelilingi
sel-selyang
rusak.
Sel-sel
ini
akan
memfagositosis
sel-sel
mati
akan
mikroorganisme serta merangsang pembekuan untuk ini isolasi infeksi dan mengontrol pendarahan (Gillespie, S., dkk, 2007). Netrofil, eosinofil dan basofil disebut granulosit karena penampakannya yang berganula (memiliki butir-butir) sel-sel ini tetap berada dalam susunan tulang atau dalam sirkulasi darah mereka terterik keluar ke daerah peradangan oleh zat-zat yang keluar dari jaringan yang rusak yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau pengak tifan sel imun (Gillespie, S., dkk, 2007). 2.7.
Leukositosis
Leukositosis adalah peningkatan sel darah putih dalam sirkulasi. Peningkatan netrofil merupakan penyebab awal Leukositosis yang menyertai infeksi atau peradangan. Pada infeksi, jumlah sel-sel imatur (sel myeloid) dalam darah meningkat, karena netrofil yang matang dan granulosit yang lain habis terpakai (Anderson, S. P., dkk, 2006). Leukositosis menyatakan peningkatan jumlah Leukosit yang umumnya melebihi 10.000/mm3 darah. Leukositosis dapat berupa:
2.7.1. Basofilia
Leukositosis Basofil disebut juga Basofilia, penyebabnya biasanya adalah kenaikan mieloproliferatif, peningkatan Basofil reaktif kadang-kadang terlihat di mycoedema, selama infeksi cacar dan pada colitis ulsertiva (Anderson, S. P., dkk, 2006).
2.7.2. Monositosis
Kenaikan hitung Monosit darah ditemukan pada fase penyembuhan infeksi dan apabila infeksi merendah maka Netrofil berkurang dan Monosit meningkat (And erson, S. P., dkk, 2006). 2.7.3. Limfositosis
Leukositosis, menyatakan peningkatan jumlah Limfosit. Limfosit yang diaktifkan oleh rangsangan virus atau antigen diubah bentuknya menjadi Limfosit aktif yang lebih besar. Sel-sel ini terdapat dalam jumlah besar pada Monukleosis infeksiosa beberapa reaksi alergi seperti penyakit serum, kepekaan obat dan kanker kelenjar limfa (Anderson, S. P., dkk, 2006). 2.7.4. Eosinofilia
Eosinofilia berarti peningkatan jumlah Eosinofil yang terjadi pada penyakit parasit, juga pada pemulihan infeksi akut, sensitifitas terhadap obat, penyakit alergi juga pada keganasan (Anderson, S. P., dkk, 2006).
2.7.5. Granulositosis
Sering digunakan hanya untuk menyatakan peningkatan netrofil yang biasanya terjadi pada keadaan sesudah stress dan pada penyakit infeksi atau peradangan (Anderson, S. P., dkk, 2006). 2.8.
Metode pemeriksaan jumlah Leukosit
Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung Leukosit, yaitu cara automatik menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology analyzer) dan cara manual dengan menggunakan pipet Leukosit, kamar hitung dan mikroskop (Gandasubrata, R. 1992). Pengenceran darah yang lazim untuk menghitung jumlah Leukosit ialah 20 kali, tetapi pengenceran dapat diubah sesuai dengan keadaan. Pengenceran dijadikan lebih tinggi pada leukositosis dan lebih rendah pada leukopenia. Jika darah mengandung banyak sel darah merah berinti, maka sel-sel itu akan ikut memperhitungkan seperti Leukosit. Koreksi dapat diadakan dengan memeriksa sediaan apus darah yang dipakai untuk hitung jenis Leukosit, persentasi sel darah merah berinti dicatat (Gandasubrata, R., 1992)
Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2 %, sedangkan pada cara manual kesalahannya sampai ± 10 %. Keburukan cara automatik adalah harga alat yang mahal.
2.9.
Hubungan jumlah Leukosit dengan VHB
Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Terhadap respon infeksi pada lever yang diakibatkan oleh VHB neutrofil meninggalkan kelompok marginal dan memasuki daerah infeksi. Sumsum tulang akan melepaskan sumber cadangannya dan menimbulkan peningkatan granulopoiesis. Karena permintaan yang meningkat ini, bentuk neutrofil imatur, yaitu neutrofil batang yang memasuki sirkulasi meningkat (Anderson, S. P., dkk, 2006) Bila infeksi liver akibat VHB mereda, maka neutrofil berkurang dan monosit meningkat. Pada resolusi yang progresif, monosit berkurang dan terjadi limfositosis ringan serta eosinofilia. Reaksi leukomoid menyatakan keadaan jumlah Leukosit yang meningkat disertai peningkatan bentuk imatur yang mencapai 100.000/mm3. Ini akibat respons terhadap infeksi, toksik dan peradangan liver yang disebabkan VHB (Anderson, S. P., dkk, 2006).
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah Deskriptif Cross Sectional dan metode pemeriksaan sample menggunakan alat automatic hematologi analyzer 3.2.
Lokasi dan waktu penelitian
3.2.1.
Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di RSU Advent Medan 3.2.2.
Waktu penelitian
Waktu penelitian dimulai bulan April - Juni 201 2 3.3.
Populasi dan sampel
3.3.1.
Populasi
Populasi diambil dari pasien rawat inap di RSU Advent Medan yang telah didiagnosa sebagai penderita Hepatitis B. 3.3.2.
Sampel
Jumlah sampel yang diperiksa sebanyak 20 orang dari seluruh pasien penderita Hepatitis B yang rawat inap di RSU Advent Medan 3.4.
Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data menggunakan data sekunder secara rekam medik
3.5.
Metode Pemeriksaan
3.5.1. Alat dan bahan
a.
Alat yang digunakan yaitu tabung reaksi, rak tabung, stiner rotating haemato, sarung tangan, spuit 3 ml, kapas alkohol, tourniquet, autoanalizer hematologi tisu.
b. Bahan yang digunakan yaitu darah vena mediana cubiti dengan antikoagulan EDTA 3.5.2. Cara pengambilan darah vena
1.
Cari vena dan yakinkan vena yang didapat besar
2.
Siapkan spuit yang siap dipakai
3.
Ikat lengan atas dengan tourniquet dan mengepalkan tangan agar vena lebih jelas terlihat.
4.
Bersihkan bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol 70% dan biarkan kering
5.
Tusuk bagian vena yang akan diambil dengan spuit, arah jarum searah dengan vena
6.
Lepaskan tourniquet dan buka kepalan tangan
7.
Tarik pengisap spuit sampai didapat darah yang dibutuhkan
8.
Dengan tangan kiri tutup bagian yang ditusuk dan tarik spuit pelan-pelan kemudian tutup dengan kapas alkohol.
9.
Masukkan darah kedalam tabung melalui dinding tabung (Gandasoebrata, 1992)
3.5.3. Prosedur kerja dengan alat automatik hematologi analizer
1.
Hidupkan alat
2.
Alat dikalibrasi terlebih dahulu
3.
Sebelum darah diperiksa, darah diputar dengan alat rotator terlebih dahulu
4.
Ketik ID, nama, jenis kelamin pasien lalu enter
5.
Buka tutup tabung, masukkan ke jarum alat autoanalizer hematologi dan tekan tombol belakangnya, setelah bunyi keluarkan tabung dari alat
6.
Darah akan diproses oleh alat secara otomatis
7.
Tunggu hasil akan keluar ± 1 menit
8.
Setelah hasil keluar, print report.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil penelitian
Hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan terhadap 20 pasien yang telah didiagnosa Hepatitis B yang diperiksa di RSU Advent Medan 2012 adalah sebagai berikut : Tabel 4.1.1. Hasil Pemeriksaan jumlah Leukosit pada penderita Hepatitis B No Kode sampel Jenis kelamin Umur Jumlah Leukosit/mm3 Ket 1 K 1 Pr 24 19000 Naik 2 K 2 Lk 48 15000 Naik 3 K 3 Lk 30 18000 Naik 4 K 4 Lk 41 20000 Naik 5 K 5 Pr 25 28000 Naik 6 K 6 Pr 17 19000 Naik 7 K 7 Lk 62 4800 Normal 8 K 8 Lk 42 28000 Naik 9 K 9 Pr 25 16000 Naik 10 K 10 Lk 59 21000 Naik 11 K 11 Pr 39 15000 Naik 12 K 12 Lk 22 32000 Naik 13 K 13 Lk 48 23000 Naik 14 K 14 Lk 46 28000 Naik 15 K 15 Lk 54 32000 Naik 16 K 16 Pr 23 11000 Normal 17 K 17 Lk 27 25000 Naik 18 K 18 Lk 35 16200 Naik 19 K 19 Pr 41 18500 Naik 20 K 20 Pr 30 17300 Naik
Tabel 4.1.2. Hasil pemeriksaan jumlah Leukosit yang meningkat pada
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
penderita Hepatitis B ( N < 11000/mm 3 ). Kode sampel Jenis kelamin Umur Jumlah Leukosit/mm3 K 1 Pr 24 19000 K 2 Lk 48 15000 K 3 Lk 30 18000 K 4 Lk 41 20000 K 5 Pr 25 28000 K 6 Lk 17 19000 K 8 Lk 42 28000 K 9 Pr 25 16000 K 10 Lk 59 21000 K 11 Pr 39 15000 K 12 Lk 22 32000 K 13 Lk 48 23000 K 14 Lk 46 28000 K 15 Lk 54 32000 K 17 Lk 27 25000 K 18 Lk 35 16200 K 19 Pr 41 18500 K 20 Pr 30 17300
Hasil pemeriksaan yang tertera pada tabel diatas diperoleh hasil kenaikan jumlah Leukosit yang meningkat sebanyak 18 orang dari total keseluruhan pasien yang diperiksa. Jadi, hasil persentasi jumlah Leukosit yang meningkat pada pasien yang menderita Hepatitis B adalah :
Maka, persentase jumlah Leukosit yang meningkat pada penderita Hepatitis B adalah 90 % Tabel 4.1.3. Hasil pemeriksaan jumlah Leukosit yang normal pada Hepatitis B No Kode sampel Jenis kelamin Umur Jumlah leukosit/mm3 1 K 7 Lk 62 4800 2 K 16 Pr 23 11000
Dari hasil pemeriksaan yang tertera pada tabel diatas diperoleh hasil jumlah Leukosit yang normal sebanyak 2 orang dari total keseluruhan pasien yang diperiksa. Jadi, hasil persentasi jumlah Leukosit yang normal pada pasien yang menderita Hepatitis B adalah :
Maka, persentase jumlah Leukosit yang normal pada penderita Hepatitis B adalah 10 %
4.2.
Pembahasan
Pemeriksaan jumlah Leukosit merupakan salah satu parameter pemeriksaan untuk penderita Hepatitis B. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan darah rutin yang sering dilakukan, karena jumlah Leukosit dapat memberikan petunjuk apakah terdapat suatu infeksi atau
peradangan
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme
atau
suatu
reaksi inflamasiterhadap masuknya antigen ke dalam tubuh (Anderson, S. P., dkk, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSU Advent Medan dari 20 sampel yang diperiksa jumlah Leukositnya pada penderita Hepatitis B, maka didapatkan hasil Jumlah Leukosit yang meningkat (> 11000/mm3) sebanyak 18 orang (90%) dengan jumlah Leukosit tertinggi 32000/mm3. Peningkatan jumlah Leukosit disebabkan oleh adanya proses inflamasi (Gillespie, S., dkk, 2007). Pada penelitian diatas didapatkan juga 2 orang (10%) penderita Hepatitis B jumlah Leukosit normal. Hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan penderita Hepatitis B sudah mendapatkan terapi dan nutrisi yang baik (Widoyono, 2008).
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, nutrisi, host dan lingkungan (Gillespie, S., dkk, 2007).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSU Advent terhadap 20 sampel penderita Hepatitis B yang diperiksa didapat bahwa ada 18 sampel yang menunjukkan jumlah Leukositnya meningkat (90%) dengan jumlah Leukosit tertinggi 32000/mm3 dan ada 2 sampel yang menunjukkan jumlah Leukositnya normal (10%). 5.2
1.
Saran
Bagi penderita Hepatitis B sebaiknya diberi asupan gizi yang baik agar dapat meningkatkan ketahanan tubuh.
2.
Bagi tenaga kesehatan untuk menghindari masuknya virus Hepatitis B kedalam tubuh agar memakai perlengkapan keamanan saat melakukan pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, S.P.,dkk, 2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi Keenam, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran. Boedina,S., 2006 Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Edisi Ketiga, Jakarta, Penerbit FKUI. Dinkes, Propinsi Sumatera Utara, 2010, Prevalensi Penderita Hepatitis B Januari-Juni 2010 Program Hepatitis, Dinas Kesehatan Sumatera Utara. Gandasoebrata, R., 1984, penuntun laboratorium klinik , Jakarta, Penerbit Dian Rakyat Gillespie, S.,dkk 2007 At A Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi, Edisi Ketiga, Jakarta, Penerbit Erlangga. Mehta, A.,dkk 2006 At A Glance Hematologi, Edisi Kedua, Jakarta, Penerbit Erlangga. Naga, S., 2012 Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam, Cetakan Pertama, Jogjakarta, Penerbit Diva Press. Rahayu, L., 2010 Waspada Wabah Penyakit, Cetakan pertama, Bandung, Penerbit Nuansa. Sievert, W.,dkk, 2010 Segala Sesuatu Tentang Hepatitis, Cetakan Pertama, Jakarta, Penerbit Arcan. Soemoharjo, S.,dkk 2008 Hepatitis Virus B, Edisi Kedua, Mataram, Penerbit Buku Kedokteran Waluyo, S.,dkk 2011 Question & Answers Hepatitis, Cetakan Pertama, Jakarta, Penerbit PT. Elex Media Komputindo Widoyono, 2008 Penyakit Tropis Epidemiologi Penularan Pencegahan dan Pemberantasan,Cetakan Pertama, Semarang, Penerbit Erlangga.