MEKANIKA KUANTUM
KONSEP DASAR MEKANIKA KUANTUM (KET, BRA, DAN OPERATOR; BASE KET DAN GAMBARAN MATRIK; PENGUKURAN, OBSERVABEL, DAN HUBUNGAN KETIDAKPASTIAN)
OLEH: ANGGREINI (14175003)
DOSEN PEMBIMBING: Dr. HAMDI, M.Si
PENDIDIKAN FISIKA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan resume tentang Konsep Dasar Mekanika Kuantum yang dibimbing oleh Bapak Dr. Hamdi, M.Si. Resume yang ditulis penulis ini berbicara mengenai konsep mekanika klasik, mekanika kuantum serta ket, bra, dan operator; base ket dan gambaran matrik; pengukuran, pengukuran, observabel, dan hubungan ketidakpastian. Penulis menulis resume ini dengan mengambil dari berbagai sumber baik dari buku maupun dari internet dan membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut. Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian resume ini. Hingga tersusunlah resume yang sampai dihadapan pembaca pada pada saat ini. Penulis juga menyadari bahwa resume yang penulis tulis ini masih terdapat banyak kekurangan. kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau kritik yang membangun demi tercapainya resume yang jauh lebih baik.
Padang, Februari 2015
PENULIS
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii MEKANIKA KLASIK VS MEKANIKA KUANTUM ................................................ 1 A. Mekanika Klasik ........................................................................................................ 1 B. Mekanika Kuantum.................................................................................................... 6 KONSEP DASAR MEKANIKA KUANTUM ............................................................ 10 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 23
ii
MEKANIKA KLASIK VS MEKANIKA KUANTUM
A. Mekanika Klasik
Fisika yang berkembang sampai akhir abad sembilan belas dikenal sebagai fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika Newtonian dan teori medan elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung di dalam ruang. Istilah terkurung secara sederhana dapat dikatakan sebagai adanya batas yang jelas antara materi dan sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Fenomena yang ada dalam mekanika klasik adalah fenomena tumbukan antara partikel yang memungkinkan terjadinya transfer momentum dan energi. Sedangkan medan elektromagnetik dicirikan oleh kuantitas medan dari gelombang yang menyebar dalam ruang. Medan tersebar di dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan yang berbeda-beda dan menipis sampai akhirnya benar-benar lenyap. Batas antara ruang bermedan dan ruang tanpa medan tidak jelas atau kabur. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, semakin jelas bahwa fisika (konsepkonsep fisika) memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya hasil-hasil eksperimen dan gejala-gejala fisika yang teramati yang tidak bisa dijelaskan dengan konsep-konsep fisika yang telah dikuasai pada saat itu (fisika klasik), sekalipun dengan pendekatan. Masalah-masalah yang dimaksud di atas muncul terutama pada obyek-obyek fisis yang berukuran
"kecil"
(mikroskopik,
atomistik),
seperti
partikel-partikel
elementer dan atom serta interaksinya dengan radiasi atau medan elektromagnetik. "Perbedaan-perbedaan" dalam eksperimen fisika mula-mula dapat diatasi dengan postulat-postulat dan hipotesis-hipotesis. Namun karena jumlahnya semakin banyak dan persoalannya dipandang mendasar, menuntut dan mendorong fisikawan untuk melakukan penyempurnaan, dan bila perlu perubahan pada formulasi dan konsepkonsep fisika. Hasilnya adalah konsep yang dinamakan "Mekanika Kuantum". Konsep-konsep fisika klasik tercakup dalam dua kelompok besar, yakni Mekanika Newtonian (klasik, non-kuantum) dan Elektromagnetika klasik. Mekanika newtonian membahas partikel-partikel yang dianggap bergerak di bawah pengaruh gaya-gaya, yang mengikuti hukum gerak (Hukum Newton). Teori mekanika klasik dimulai ketika Michael Faraday menemukan sinar katoda. Kemudian pada tahun 1859-1860, Gustav Kirchoff memberikan pernyataan tentang
1
2
radiasi benda hitam. Pada tahun1887 Ludwig Boltzman menyatakan bahwa bentuk energi pada sistem fisika berbentuk diskrit. Fisikawan Swiss Johann Jakob Balmer (1825-1898) memisahkan cahaya yang diemisikan oleh hidrogen bertekanan rendah. Ia mengenali bahwa panjang gelombang λ deretan garis spektra ini dapat dengan akurat diungkapkan dalam persamaan sederhana (1885). Fisikawan Swedia Johannes Robert Rydberg (1854-1919) menemukan bahwa bilangan gelombang σ garis spektra dapat diungkapkan dengan persamaan berikut
(1889) : σ = 1/ λ = R{ (1/n i2 ) -(1/n j2 ) }cm-1 1.
Rumusan Teoritis Radiasi Benda Hitam
Radiasi yang dipancarkan benda biasa tidak hanya bergantung pada suhu, tetapi juga pada sifat – sifat lainnya, seperti rupa benda, permukaannya, dan bahan pembuatnya. Radiasinya juga bergantung pada apakah benda memantulkan atau tidak memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang jatuh padanya. Untuk menghilangkan beberapa hambatan ini, kita tidak akan meninjau benda biasa, melainkan yang permukaannya sama sekali hitam (benda hitam) . Jika sebuah benda sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh padanya tidak ada yang dipantulkan sehingga sifat – sifat permukaannya dengan demikian tidak dapat teramati. Namun demikian, perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan persoalan untuk memungkinkan menghitung spektrum radiasi yang terpancarkan. Karena itu, kita memperluasnya lebih lanjut ke suatu jenis benda hitam istimewa – sebuah rongga, misalnya bagian dalam dari sebuah kotak logam, dengan sebuah lubang kecil pada salah satu dindingnya. Lubang kecil itulah, bukan kotaknya, yang berperan sebagai benda hitam. Radiasi dari luar kotak yang menembus lubang ini akan lenyap pada bagian dalam kotak dan kecil kemungkinan untuk keluar dari lubang tersebut ; jadi tidak ada pantulan yang terjadi pada benda hitam (lubang) tersebut. 2.
Teori Max Planck
Untuk mengatasi kesulitan – ksulitan analisis klasik, digunakan fakta bahwa gelombang elektomagnetik yang merupaka radiasi di dalam rongga (cavity with a small aperture – sebagai realisasi praktis konsep benda hitam), dapat dianalisis sebagai
superposisi dari karakteristik mode normal rongga. Dalam setiap mode nomal, medan
3
bervariasi secara harmonis. Dengan demikian, setiap mode normal ekivalen dengan osilator harmonik dan radiasi membentuk ensemble osilator harmonik. Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck mengajukan hipotesis radikal sebagai berikut : a.
Osilator di dalam benda hitam tidak memancarkan cahaya secara kontinu melainkan hanya berubah amplitudenya – taransisi amplitudo
besar ke kecil
menghasilkan emisi cahaya sedangkan transisi dari amplitudo kecil ke besar dihasilakan dari absorbsi cahaya. b. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi yang disebut kuanta sebesar h , dengan adalah frekuensi osilator sedangkan h adalah konstanta baru yang diperkenalkan oleh Max Planck. Konstanta ini benilai h = 6.625 x 10 -34 J.s. Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut. Distribusi energi dari osilator tidak kontinu, melainkan terkuantisasi : E n n h
3. Efek Fotolistrik
Pada tahun 1887, Heinrich Hertz melakukan eksperimen penyinaran pelat katoda dengan aneka macam cahaya dan sebagai hasilnya elektron-elektron dipancarkan dari pelat katoda. Eksperimen yang lebih dikenal sebagai efek fotolistrik ini dapat digambarkan sebagai berikut. Katoda
Anoda
V A
Gambar 1. Bagan Eksperimen Efek
4
Di dalam eksperimen ini, intensitas dan frekuensi cahaya serta beda potensial antara kedua pelat diubah-ubah. Laju elektron diukur sebagai arus listrik pada rangkaian luar dengan menggunakan sebuah ammeter , sedangkan energi kinetik elektron ditentukan dengan menggunakan sebuah sumber potensial penghambat (retarding potential ) pada anoda sehingga elektron tidak mempunyai energi cukup untuk “memanjati”bukit potensial yang terpasang. Secara eksperimen, tegangan
perlambat terus ditingkatkan hingga pembacaan arus pada ammeter menurun menjadi nol. Tegangan yang bersangkutan ini disebut potensial henti ( stopping – potential ) VS. Karena elektron yang berenergi tertinggi tidak dapat melewati potensial henti ini, maka pengukuran V S merupakan suatu cara untuk menentukan energi kinetik maksimum elektron, K maks : K maks = e V S e adalah muatan elektron. Nilai khas V S adalah dalam orde beberapa volt saja. Teori
efek fotolistrik yang benar barulah dikemukakan Einstein pada tahun 1905. 4. Tori Atom Bohr
Setelah Rutherford mengemukakan bahwa massa dan muatan positif atom terhimpun pada suatu daerah kecil di pusatnya, fisikawan Denmark, Niels Bohr, pada tahun 1913 mengemukakan bahwa atom ternyata mirip sistem planet mini, dengan elektron-elektron mengedari inti atom seperti planet-planet mengedari matahari. Dengan alasan yang sama bahwa sistem tata surya tidak runtuh karena tarikan gravitasi antara matahari dan tiap planet, atom juga tidak runtuh karena tarikan elektrostatik Coulomb antara inti atom dan tiap elektron. Dalam kedua kasus ini, gaya tarik berperan memberikan percepatan sentripetal yang dibutuhkan untuk mempertahankan gerak edar. Untuk sederhananya, kita tinjau atom hidrogen yang terdiri dari satu elektron yang mengedari sebuah inti atom dengan bermuatan positif satuan, seperti pada Gambar berikut.
-e
v
F
+ Ze r
Gambar 2. Model Atom Bohr
5
Jari-jari orbit lingkarannya adalah r , dan elektron (bermassa m) bergerak dengan laju singgung tetap v. Gaya tarik Coulomb berperan memberikan percepatan sentripetal : v
2
r
, jadi F
1
q1 q2
4 o
r 2
e2
1
2
4 o r
mv2 r
Dengan mengutak-atik Persamaan di atas, dapat diperoleh energi kinetik elektron (dengan anggapan inti atom diam), K
1 2
mv
1
2
8 o
e2 r
Energi potensial sistem elektron – inti adalah energi potensial Coulomb : V
e
1 4 0
2
r
Dengan demikian, energi total sistem adalah: E K V
1
e2
8 0
r
E
1 8 0
e
1
e2
4 0
r
2
r
Sejauh ini kita telah mengabaikan salah satu kesulitan utama yang berhubungan dengan model ini. Fisika klasik meramalkan bahwa sebuah muatan listrik yang mengalami percepatan, seperti elektron yang mengorbit dalam model ini, harus meradiasikan energi elektromagnetik secara kontinu. Ketika energi ini dipancarkan, energi totalnya menurun, dan elektron akan berspiral menuju inti atom sehingga inti atom akhirnya runtuh. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr mengusulkan gagasan keadaan “mantap stasioner”– yaitu keadaan gerak tertentu dalam mana elektron tidak meradiasi-kan energi elektromagnet. Dari sini Bohr menyimpulkan bahwa dalam keadaan ini momentum sudut orbital elektron bernil ai kelipatan bulat dari ħ.
Vektor momentum sudut dalam fisika klasik didefinisikan sebagai l = r x p. Untuk momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi inti atom, r tegak lurus p, sehingga kita dapat menyederhanakannya menjadi : l = r p = m v r . Jadi postulat Bohr adalah m v r n . Dimana n adalah sebuah bilangan bulat ( n = 1, 2, 3, ….). Bagi energi kinetik,
6
2
n e2 1 2 mv m 8 r 2 2 m r o
1
1
kita peroleh deretan nilai jari-jari r yang diperkenankan, yaitu : r n
4 o
me
2
2
n 2 ao n 2
di mana didefinisikan jari-jari Bohr ao, 4 o 2 ao
me
2
0,0529 nm
Hasil penting ini ternyata berbeda sekali dari yang kita perkirakan menurut fisika klasik. Sebuah satelit dapat ditempatkan dalam orbit Bumi pada sebarang jari-jari orbit dengan mendorongnya ke ketinggian memadai dan kemudian memberikannya laju singgung yang tepat. Sedangkan bagi orbit elektron, hal ini tidak berlaku – karena hanya jari-jari orbit tertentu saja yang perkenankan oleh model Bohr. Pada akhir abad 19, teori-teori klasik di atas tidak mampu memberikan penjelasan yang memuaskan bagi sejumlah fenom ena “berskala-kecil” seperti sifat radiasi dan interaksi radiasi-materi. Akibatnya, dasar-dasar fisika yang ada secara radikal ditelitiulang lagi, dan dalam perempat pertama abad 20 muncul berbagai pengembangan teori seperti relativitas dan mekanika kuantum. B. Mekanika Kuantum 1.
Sifat Gelombang Partikel
Di paruh pertama abad 20, mulai diketahui bahwa gelombang elektromagnetik, yang sebelumnya dianggap gelombang murni, berperilaku seperti partikel (foton). Fisikawan Perancis Louis Victor De Broglie (1892-1987) mengasumsikan bahwa sebaliknya mungkin juga benar, yakni materi juga berperilaku seperti gelombang. Berawal dari persamaan Einstein, E = cp dengan p adalah momentum foton, c kecepatan cahaya dan E adalah energi, ia mendapatkan hubungan: E = h = = c/ atau hc/ = E, maka h/ = p De Broglie menganggap setiap partikel dengan momentum p = mv disertai dengan gelombang (gelombang materi). Tabel 1 memberikan beberapa contoh panjag gelombang materi yang dihitung dengan persamaan (1). Dengan meningkatnya ukuran partikel, panjang gelombangnya menjadi lebih pendek. Jadi untuk partikel makroskopik,
7
particles, tidak dimungkinkan mengamati difraksi dan fenomena lain yang berkaitan dengan gelombang. Untuk partikel mikroskopik, seperti elektron, panjang gelombang materi dapat diamati. Faktanya, pola difraksi elektron diamati (1927) dan membuktikan teori De Broglie. Tabel 1. Panjang Gelombang-gelombang Materi
2.
Prinsip Ketidakpastian
Dari yang telah dipelajari tentang gelombang materi, kita dapat mengamati bahwa kehati-hatian harus diberikan bila teori dunia makroskopik akan diterapkan di dunia mikroskopik. Fisikawan Jerman Werner Karl Heisenberg (1901-1976) menyatakan tidak mungkin menentukan secara akurat posisi dan momentum secara simultan partikel yang sangat kecil semacam elektron. Untuk mengamati partikel, seseorang harus meradiasi partikel dengan cahaya. Tumbukan antara partikel dengan foton akan mengubah posisi dan momentum partikel. Heisenberg menjelaskan bahwa hasil kali antara ketidakpastian posisi x dan ketidakpastian momentum p akan bernilai sekitar konstanta Planck: xp = h 3.
Persamaan Schrodinger
Persoalan kuantum mekanis yang paling sederhana adalah persoalan sebuah partikel bebas yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang ; yaitu,
F = 0, sehingga V ( x) = konstanta, untuk semua x. Dalam hal ini, kita bebas
memilih tetapan potensial sama dengan nol, karena potensial selalu ditentukan dengan tambahan satu tetapan integrasi sembarang ( F = - dV /dx dalam satu dimensi). Berikut kita terapkan persamaan SchrÖdinger ber-gantung waktu kecuali dengan potensial yang sesuai ( V = 0) : i
t
atau
2
2
2m x
2
8
2
2
2 m x
2
E
Perluasan bentuk energi partikel bebas ke dalam ruang tiga dimensi diberikan oleh E
p 2 2m
1
2m
p
2
x
p y2 p x2
Dan Persamaan dapat diperluas menjadi 2 2 2 2 2 2 i 2 m x 2 2 m y 2 2 m z 2 t
2 2 2 2 m x 2 y 2 z 2
2
2
2
2m
Dan dari hubungan E dan p k , diperoleh 2
x
2
k
2
di mana k 2
2 m E
2
( x) = A sin kx + B cos kx
kita dapati bahwa nilai energi yang diperkenankan adalah : 2
E
k
2
2m
Karena pemecahan kita tidak memberi batasan pada k , maka energi partikel diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah fisika kuantum, kita katakan bahwa energinya tidak terkuantisasi). Perhatikan bahwa Persamaan di atas tidak lain adalah energi kinetik sebuah partikel dengan momentum p k , atau, setara dengan ini, p = h/ ; ini tidak lain daripada apa yang kita perkirakan, karena kita telah membentuk
persamaan SchrÖdinger yang menghasilkan pemecahan bagi partikel bebas yang berkaitan dengan satu gelombang de Broglie.
9
Perbedaan pokok antara mekanika Newton (klasik) dengan mekanika kuantum terletak pada cara menggambarkannya. Dalam mekanika klasik, masa depan partikel telah ditentukan oleh kedudukan awal, momentum awal serta gaya-gaya yang beraksi padanya. Dalam dunia makroskopik kuantitas seperti ini dapat ditentukan dengan ketelitian yang cukup sehingga mendapatkan ramalan mekanika klasik yang cocok dengan pengamatan. Sedangkan mekanika kuantum digambarkan secara lebih detail dan secara mikroskopik.
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisika Jilid I Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga. Dara Amin, Bunga. 2008. Fisika Kuantum. Makassar : UNM. Tjia, M.O. 2003. Mekanika Kuantum. Bandung: ITB. Sakurai, J. J. and Napolitano, Jim. 2011. Modern Quantum Mechanics, 2nd Edition. John Wiley & Sons. Yosi A, R. Pendalaman Materi Fisika: Mekanika Kuantum. Yogyakarta : Jurdik Fisika UNY.
23