KOMPLIKASI PERNAPASAN PASCA ANESTESI Dr. Ganda P.Sibabiat. Sp.An KIC
PENDAHULUAN Pernapasan yang baik adalah : 1. laju pernapasan (dewasa) :10-18 x/menit 2. Tidal volume
: 8-10 cc/kgBB
3. Tanda dispneu
: negatif
4. Sianosis
: negatif
5. Pemeriksaan fisik baik
:
a. Inspeksi
: Ekspansi simetris
b. Perkusi
: sonor kiri = kanan
c. Auskultasi
: Bising napas kiri = kanan
Pada umumnya pasien-pasien yang dioperasi memerlukan anestesi. Tehnik pemberian anestesi ini dapat menggunakan face mask atau tracheal tube dan disertai juga dengan penggunaan obat-obatan muscle relaxan dan narcotika analgetik. Penggunaan face mask sebagai fasilitas pemberian oksigen atau pemberian gas anestesi. Dengan pemakaian face mask ini dapat terjadi peningkatan tekanan ke lambung yang dapat menyebabkan aspirasi, untuk menghindari hal tersebut positive pressure ventilasi kurang dari 20 cmH2O. Pemakaian tracheal tube dapat langsung mengirimkan gas anestetik ke pasien. Intubasi adalah istilah memasukan tracheal tube kedalam jalan napas dan mengembangkan cuff nya. Komplikasi akibat pemasangan tracheal tube adalah : Early complication :
o
Bronkial intubasi, berupa malposisi dari trakheal tube kedalam bronkus,
Manifestasi awal pada bronkial intubasi adalah peningkatan peak inspiratory pressure. Dapat juga trakheal tube tersebut masuk kedalam esofagus. Posisi yang baik dari trakheal tube yaitu 3-5 cm diatas carina.
1
Obstruksi mekanik akibat penggunaan ETT:
o
ETT kinking.
Herniasi dari cuff karena pengisian cuff yang
berlebihan Esophageal perforation : hal ini menyebabkan angka
kematian tinggi. Gejalanya yaitu : emfisema sub kutis dan pneumotorak. Faringoesophageal perforasi : disebabkan karena
kesulitan intubasi dan umumnya terjadi pada orang berusia diatas 60 tahun. Prolonged
intralaringeal
tracheal
tube
:
dapat
menyebabkan suara serak (Hoarseness) Vocal cord paralysis : dapat terjadi karena tekanan
dari cuff pada nervus reccurent laryngeal dapat juga menyebabkan suara serak. Hal ini juga dapat menyebabkan resiko operasi meningkat. Pada pasien obesitas dan gemuk serta pasien yang sulit di intubasi serta pada pasien dengan anestesi yang lama kejadian suara serak dapat meningkat. Laryngeal spasme, dapat terjadi oleh karena :
•
Hipoksemia
•
Premature insertion ETT
• Sekresi faring / muntahan yang dapat merangsang laring •
Surgikal insisi
•
Pada operasi pelebaran anal (Anal strech),
operasi mammae dan dilatasi serviks.
Late complication :
Disebabkan pemakaian yang lama dari tracheal tube yang mengakibatkan tekanan pada mukosa trakhea sehingga terjadi trauma laring, trauma glottis, dan berakhir dengan penyempitan dari sub glottis. Penyempitan sub glottis ini terjadi pada < 5 % dari pasien yang terintubasi selama 10-14 hari. Pemberian volume cuff yang tinggi dapat menyebabkan rusaknya mukosa trakhea. Peningkatan tekanan cuff dapat pula disebabkan oleh difusi N20 dari trakhea kedalam cuff trakheal tube.
2
Akibat tekanan yang tinggi ini menyebabkan erosi, inflamasi, trakheomalasia dan perdarahan. Ada 2 tipe cuff : • High pressure ( Low Volume) Cuff yang high pressure membuat kerusakan yang lebih besar akibat iskemik yang terjadi pada mukosa trakhea sehingga pemakaian cuff ini menyebabkan tidak nyaman. •
Low pressure (High Volume)
Mengakibatkan terjadinya aspirasi. Pemakaian low pressure ini lebih dianjurkan karena insiden kerusakan mukosa yang lebih rendah. Pada pasien pasca operasi, kemungkinan yang dapat terjadi adalah gangguan pernapasan yang ditandai dengan pernapasan yang tidak adekuat.
Sehingga dalam menghadapi pasien dengan pernapasan yang tidak adekuat, harus dipikirkan kemungkinan seperti : Apakan masih terdapat sejumlah besar muscle relaxan didalam peredaran
•
darah pasien. Penanganan untuk kasus ini yaitu dengan cara pemberian prostigmin, tindakan ini populer disebut sebagai tindakan reverse. •
Terlampau banyaknya narkotik analgetik yang dipakai pada pasien
tersebut. Penanganan untuk kasus ini yaitu dengan cara memberikan anti dotum bagi narkotik analgetik tersebut. Biasanya antidotum yang sering digunakan adalah nalorpin (NARCAN, NOCOBA, NALOXONE) Kemungkinan terjadinya hiperventilasi pada pasien
•
tersebut akibat
pemakaian ventilator selama operasi. Penanganan untuk kasus ini yaitu dengan cara memberikan pola napas hipoventilasi. Hipoventilasi dapat dicapai dengan cara : o
RR diturunkan dari normal
3
Dengan menurunkan RR <10 x/menit dan TV tetap. TV dikurangkan dari normal.
o
Dengan menurunkan TV dari normal dan RR tetap, pada teknik ini dapat terjadi hipoksemia (hipoksia). Sehingga yang dianjurkan dalam membuat pola hipoventilasi adalah dengan cara menurunkan RR dan TV tetap.
EXTUBASI Pada umumnya extubasi dilakukan pada saat pasien masih didalam anestesi yang dalam (deep plain anestesia) atau pada saat pasien sudah sadar. Extubasi antara keadaan sadar dan anestesi yang dalam harus dihindari sebab dapat terjadi laringospasm. Tanda khas dari anestesi yang dangkal yaitu sewaktu disuction terdapat reaksi berupa batuk dan pernapasan terganggu. Bila tidak ada reaksi tersebut berarti pasien masih teranestesi yang dalam. Begitu pula bila bulu mata sudah bergerak, hal ini menyatakan pasien sudah sadar benar. Extubasi pada pasien sadar dapat menyebabkan pasien batuk (bucking) yang dapat menyebabkan meningkatnya heart rate, CVP, tekanan darah, tekanan intrakranial, tekanan intra okuler, luka operasi dapat terbuka dan perdarahan. Keadaan tersebut dapat diturunkan frekuensinya dengan pemberian lidokain 1,5 mg/kgBB secara IV 1 atau 2 menit sebelum melakukan extubasi. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah : Tracheal – Collaps, ini disebakan karena kelemahan cincin cartilago trachea yang disebabkan tumor di cervical atau goiter. Edema atau infeksi larynx atau trachea yang disebabkan karena lubicrant, tube yang terlalu besar, respon alergi terhadap lubicrant. Suara serak (hoarseness), ini dapat terjadi 1-2 hari post operasi. Ulcerasi membrane mucosa trachea.
4
Ulcerasi dan granuloma pita suara, yang disebabkan trauma waktu intubasi atau reaksi alergi terhadap lubicrant. Pita suara paralysis, ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dan umumnya bukan hanya disebabkan karena endotracheal tube sendiri.
KOMPLIKASI LAINNYA -Aspirasi Pneumonia Gagguan ini dapat terjadi tergantung komponen cairan yang masuk ke paruparu.Cairan yang asam dapat menyebabkan: *Atelektasis,Oedema alviaolar dan hilangnya lapisan surfactan.Gangguan yang terjadi segera setelah aspirasi adalah ter jadinya shunting intra pulmonary yang menyebakan hypoksia.Gejala lain yang dapat terjadi antara lain:Oedema paru,hypertensi pulmonair dan hypercapnia,wheezing,tachycardi,tachypnea
merupakan
gejala-gejala
umum.Tanda
hypotensi merupakan tanda yang signifikan dimana cairan berpindah ke alveoulus dan di asosiasikan sebagai massive lung injury. -Mendelson’s Sydrome Adalah salah satu komplikasi yang fatal dikarenakan aspirasi asam lambung.Aspirasi ini dapat terjadi pada
saat induksi,selama maintenance atau keadaan emergency
anestesi.Kerusakan paru-paru yang terjadi tergantung volume dan keasaman dari asam lambung.Pasien yang mempunyai resiko bila volume lambung lebih besar dari 25 ml (0,4 ml/kg)dan ph lambung < 2,5.Kehamilan dan kegemukan dapat meninggikan terjadimya aspirasi ini oleh karena peningkatan intra abdominal dan kelainan sphincter osophagus bagian bawah.Aspirasi ini lebih umum terjadi pada pasien-pasien yang akan di operasi:oesophagus,abdominal bagian atas atau bedah laparascopy.
5
6