Emergency Phase
Non Surgical Phase
Maintance Phase
Surgical Phase
Restoratifve Phase
Klasifikasi Abses Abses periodontal periodontal adalah adalah suatu suatu inflamasi purulen terlokalisir terlokalisir pada jaringan periodontal. periodontal. Yang Yang diklasifikasikan menjadi tiga golongan diagnostik, yaitu: abses gingiva, abses periodontal, dan abses perikoronal. Abses gingiva melibatkan jaringan interdental dan marginal gingiva. Abses periodontal adalah suatu infeksi yang terletak di sekitar poket periodontal serta dapat mengakibatkan kerusakan ligamentum periodontal dan tulang alveolar. Abses perikoronal disebabkan oleh mahkota gigi yang erupsi sebagian. Abses periodontal periodontal
Gambar 48-1. A, Invasi furkasi yang dalam merupakan lokasi abses periodontal yang umum. B, Anatomi
furkasi seringkali mencegah pembersihan kalkulus dan plak mikrobial secara definitif. Umumnya, abses periodontal ditemukan pada penderita periodontitis yang tidak dirawat dan disebabkan oleh poket periodontal yang dalam. Abses periodontal seringkali timbul sebagai eksaserbasi akut poket yang ada [Gambar 48-1]. Abses periodontal dihubungkan dengan sejumlah kondisi klinis, terutama akibat
pembersihan plak yang tidak sempurna. Kondisi tersebut diidentifikasi pada pasien setelah menjalani bedah periodontal, pemeliharaan pencegahan [Gambar 48-2], terapi antibiotik sistemik, dan akibat penyakit rekuren. Kondisi-kondisi abses periodontal yang tidak berhubungan dengan penyakit periodontal inflamasi antara lain perforasi atau fraktur gigi [Gambar 48-3], dan impaksi benda asing. Diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik dinyatakan sebagai salah satu faktor predisposisi pembentukan abses periodontal [Gambar 48-4]. Pembentukan abses periodontal dilaporkan menjadi salah satu penyebab utama kehilangan gigi. Namun, jika dilakukan perawatan yang baik dan dilanjutkan dengan pemeliharaan periodontal preventif yang konsisten, gigi-geligi yang mengalami kerusakan tulang signifikan dapat dipertahankan sampai bertahun-tahun [Gambar 48-10]. Gambar 48-2.
Abses periodontal pasca-profilaksis setelah penyembuhan poket periodontal secara parsial di atas sisa-sisa kalkulus.
Gambar 48-3.
A, Ditemukan fistula pada attached gingiva gigi kaninus kanan rahang atas. B, Pengangkatan flap
menunjukkan bahwa penyebabnya adalah fraktur akar.
Gambar 48-4.
Abses periodontal lokal pada gigi kaninus kanan rahang atas seorang pria dewasa penderita diabetes mellitus tipe 2 yang tak-terkontrol. Pada sebagian pasien, pembentukan abses periodontal adalah tanda pertama penyakit tersebut.
Abses Gingiva Abses gingiva adalah lesi inflamasi akut terlokalisir yang disebabkan oleh berbagai macam sumber, seperti infeksi mikroba plak, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran klinisnya berupa pembengkakan fluktuan/menonjol, terkadang menimbulkan rasa sakit, berwarna merah, dan halus [ Gambar 48-5]. Gambar 48-5.
Abses gingiva akibat-plak pada gigi kaninus kanan rahang bawah.
Abses Perikoronal Abses perikoronal disebabkan oleh inflamasi operkulum jaringan lunak, yang menutupi gigi yang erupsi sebagian. Kondisi ini seringkali ditemukan di sekitar gigi molar tiga rahang bawah. Sama seperti abses gingiva, lesi inflamasi dapat disebabkan oleh retensi plak mikrobial, impaksi makanan, ataupun trauma. Abses Akut
Vs Kronis
Abses digolongkan menjadi akut dan kronis. Abses akut umumnya berupa eksaserbasi lesi periodontal inflamasi kronis. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain tingginya jumlah dan kemampuan virulensi bakteri yang ada, dikombinasikan dengan penurunan resistensi
jaringan dan kurangnya drainase spontan. Drainase dapat dihambat oleh morfologi poket yang dalam dan rumit, debris atau epitelium poket yang susunannya padat sehingga menyumbat orifisium poket. Abses akut ditandai oleh pembengkakan jaringan gingiva yang berbentuk bulat/oval, menimbulkan rasa nyeri, berwarna merah, edematus, dan halus. Eksudat dapat dikeluarkan menggunakan tekanan ringan; gigi-geligi sensitif saat diperkusi dan terasa terdapat penonjolan di dalam soket [ Gambar 48-6]. Kadang terjadi demam dan limfadenopati regional. Gambar 48-6.
Pasien yang datang abses akut mengeluhkan nyeri tumpul dan sensasi gigi terangkat dari dalam soket. Tanda distensi jaringan dan eksudasi terlihat jelas.
Abses kronis terbentuk setelah penyebaran infeksi dapat dikendalikan oleh drainase spontan, respon host, ataupun terapi. Jika homeostasis antara host dan infeksi tercapai, pasien hanya memiliki sedikit gejala ataupun tidak ada gejala sama sekali. Namun, nyeri tumpul disebabkan oleh tanda-tanda klinis berupa poket periodontal, inflamasi, dan saluran fistula. Kotak 48-1 membandingkan tanda dan gejala abses akut dan kronis.
Abses Periodontal Vs Pulpa
Untuk mengetahui penyebab abses dan menentukan rencana perawatan yang tepat, dibutuhkan diagnosis banding antara abses periodontal dan pulpa [ Kotak 48-2] [Gambar 48-6 sampai 48-8]. Gambar 48-7.
A, Fistula pada attached gingiva gigi molar satu kanan rahang atas. B, Setelah anestesi lokal, probe
periodontal dimasukkan ke dalam fistula dan disudutkan ke apeks akar. C, Pengangkatan flap bedah menunjukkan terapi endodontik yang gagal dan fraktur gigi sebagai penyebab fistula.
Gambar 48-8. A, Abses periodontal pada gigi molar satu kiri rahang atas. B, Probe periodontal
digunakan untuk meretraksi dinding poket dengan hati-hati.
METODE PERAWATAN KHUSUS Perawatan abses periodontal terdiri dari dua fase, yaitu: menyembuhkan lesi akut, yang dilanjutkan dengan penatalaksanaan kondisi kronis yang diakibatkan [ Kotak 48-3].
Abses Akut Perawatan abses akut ditujukan untuk meredakan gejala, mengendalikan penyebaran infeksi, dan membuat drainase. Sebelum perawatan, riwayat medis pasien, riwayat dental, dan kondisi sistemik pasien diperiksa dan dievaluasi untuk membantu penegakkan diagnosis dan menentukan kebutuhkan antibiotik sistemik [ Kotak 48-4 dan 48-5].
Drainase melalui Poket Periodontal.
Daerah perifer di sekitar abses dianastesi
menggunakan anestetik topikal dan lokal agar pasien merasa nyaman. Dinding poket diretraksi perlahan menggunakan probe periodontal atau kuret untuk membuat drainase melalui jalan
masuk poket [ Gambar 48-8]. Tekanan jari ringan dan irigasi dapat digunakan untuk mengeluarkan eksudat dan membersihkan poket [ Gambar 48-9]. Jika lesi berukuran kecil dan akses sulit diperoleh, dapat dilakukan debridemen dalam bentuk skeling dan root planing . Jika lesi berukuran besar dan drainase tidak dapat dibuat, debridemen akar melalui skeling dan root planing atau pembedahan sebaiknya ditunda sampai tanda-tanda klinis utama mereda. Pada
pasien semacam ini, dianjurkan untuk memberikan antibiotik sistemik dosis tinggi untuk jangka pendek [ Kotak 48-5]. Terapi antibiotik saja tanpa diikuti drainase dan skeling subgingiva dikontraindikasikan.
Gambar 48-9. Tekanan jari ringan cukup untuk mengeluarkan purulen.
Drainase melalui Insisi Eksternal .
Abses dikeringkan dan diisolasi menggunakan gauze
sponges. Diaplikasikan anestetik topikal, yang dilanjutkan dengan anestetik lokal yang
diinjeksikan pada tepi lesi. Insisi vertikal yang menembus bagian tengah puncak abses dibuat menggunakan pisau bedah #15. Jaringan pada aspek lateral insisi dipisahkan menggunakan kuret atau periosteal elevator. Materi fluktuan dikeluarkan dan tepi-tepi luka didekatkan menggunakan tekanan jari ringan dan gauze pad lembab. Pada abses yang terlihat mengalami pembengkakan dan inflamasi parah, instrumentasi mekanis agresif sebaiknya ditunda dan melakukan terapi antibiotik sehingga kerusakan jaringan periodontal sehat di sekitarnya dapat dihindari. Jika perdarahan dan supurasi telah berhenti, pasien dapat dipulangkan. Bagi pasien yang tidak membutuhkan terapi antibiotik sistemik, perlu diberikan instruksi pasca-perawatan, yaitu pembilasan rutin menggunakan air garam hangat [1 sdt/8 ons. gelas] dan aplikasi periodik klorheksidin glukonat melalui berkumur ataupun secara lokal menggunakan aplikator berujungkapas. Pengurangan tekanan/pemerasan dan meningkatkan intake cairan dianjurkan bagi pasien yang memiliki penyakit sistemik. Analgesik dapat diresepkan untuk membuat pasien nyaman. Pada hari berikutnya, umumnya tanda dan gejala telah mereda. Jika tidak, pasien diminta untuk melanjutkan instruksi yang dianjurkan sebelumnya selama 24 jam berikutnya. Biasanya, langkah ini menghasilkan kesembuhan yang memuaskan, dan lesi dapat dirawat sebagai abses kronis.
Abses Kronis Sama seperti poket periodontal, abses kronis umumnya dirawat menggunakan skeling dan root planing atau pembedahan. Pembedahan dianjurkan jika ditemukan defek vertikal dan dalam
atau defek furkasi yang berada di luar kemampuan terapeutik instrumentasi non-bedah [ Gambar 48-10]. Pasien diberi anjuran tentang sekuela post-operatif yang biasa terjadi akibat prosedur
periodontal non-bedah dan bedah. Sama seperti abses akut, diindikasikan untuk memberikan terapi antibiotik.
Gambar 48-10. A, Abses periodontal kronis pada gigi kaninus kanan rahang atas. B, Setelah
adminsitrasi anestesi lokal, probe periodontal dimasukkan untuk menentukan keparahan lesi. C, Menggunakan insisi vertikal mesial dan distal, dilakukan pembukaan flap full-thickness, yang menunjukkan dehisensi tulang parah, restorasi subgingiva, dan kalkulus akar. D, Permukaan akar telah dihaluskan dan bebas kalkulus serta restorasi dihaluskan. E, Flap full-thickness dikembalikan ke posisi awalnya dan dijahit menggunakan absorbable suture. F, Setelah 3 bulan, jaringan gingiva berwarna merah muda, padat, dan beradaptasi baik dengan gigi, dengan kedalaman probing periodontal minimal.
Abses Gingiva Perawatan abses gingiva ditujukan untuk membalik fase akut dan, jika memungkinkan, segera membuang penyebabnya. Untuk memberikan kenyamanan selama prosedur, diadministrasikan anestesi topikal atau lokal melalui infiltrasi. Jika memungkinkan, skeling dan root planing dilakukan untuk membuat drainase dan membersihkan deposit mikroba. Dalam situasi
yang lebih akut, daerah yang menonjol diinsisi menggunakan pisau bedah #15, dan eksudat dikeluarkan menggunakan tekanan jari ringan. Benda-benda asing [seperti, dental floss, bahan cetak] dilepaskan. Daerah tersebut diirigasi menggunakan air hangat dan ditutup dengan gauze lembab serta diberi tekanan ringan.
Jika perdarahan telah berhenti, pasien dipulangkan dan diminta untuk berkumur dengan air garam hangat setiap 2 jam selama 1 hari. Setelah 24 jam, daerah tersebut diperiksa ulang, dan jika telah cukup sembuh, dilakukan skeling yang sebelumnya ditunda. Jika residu lesi berukuran besar atau sulit diakses, perlu dilakukan pembedahan untuk memperoleh akses. Abses Perikoronal Sama seperti abses-abses pada periodonsium lainnya, perawatan abses perikoronal ditujukan untuk penatalaksanaan fase akut, yang dilanjutkan dengan resolusi kondisi kronis. Abses perikoronal akut dianestesi dengan baik untuk memperoleh kenyamanan, dan drainase dibuat dengan membuka operkulum jaringan lunak secara hati-hati menggunakan probe periodontal atau kuret. Jika debris di bawahnya mudah diakses, maka dapat dibersihkan, yang dilanjutkan dengan irigasi perlahan menggunakan salin steril. Jika terjadi pembengkakan regional, tandatanda sistemik, atau limfadenopati, antibiotik perlu diresepkan. Pasien diperbolehkan pulang dan diminta untuk berkumur dengan air garam hangat setiap 2 jam dan daerah tersebut diperiksa kembali setelah 24 jam. Jika rasa tidak nyaman adalah salah satu keluhan awal, pasien perlu diberikan analgesik. Jika fase akut telah terkontrol, gigi yang erupsi sebagian dapat dirawat secara definitif melalui eksisi bedah jaringan yang menutupi atau mencabut gigi yang bermasalah.