Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
KEMISKINAN DALAM PEMBANGUNAN DI NEGARA BERKEMBANG (STUDI KASUS : INDONESIA)
Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah “Etika Pembangunan” Diampu Oleh Prof. Drs. Budi Winarno, MA, PhD dan Dr Eric Hiariej M.Phil
Disusun Oleh :
POSMANTO MARBUN 11/322185/PSP/04128
PASCASARJANA JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
1
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dilukiskan sebagai sebuah proses menuju kemajuan material perekonomian, sehingga ukuran-ukuran keberhasilannya dilihat dari indikator semacam pertumbuhan akumulasi investasi dan tingkat konsumsi masyarakat. Dengan karakteristik semacam itu, negara-negara yang memiliki akumulasi modal dan ketahanan ekonomi yang mapan, akan semakin melakukan ekspansi ekonomi ke tiap-tiap negara yang berada pada zona Dunia Ketiga. Konsep maupun paradigma pembangunan dikenal luas di era tahun 1950-1970an di mana pada era ini banyak negara Dunia Ketiga (negara berkembang). Sebagaimana negara-negara yang baru merdeka pada waktu itu, negara-negara di dunia ketiga (negara berkembang) dihadapkan pada persoalan krusial seperti kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut, ide mengenai pembangunan kemudian muncul menjadi salah satu alternatif yang dianggap dapat mengatasi permalahan tersebut1. Konsep pembangunan Dunia Ketiga (negara berkembang) tentunya memiliki tingkat harapan tersendiri dalam memenuhi sektor pembangunan ekonominya, sehingga tidak dapat disetarakan dengan negara maju yang telah berkembang dalam segala aspek. Bagi negara-negara Dunia Ketiga (negara-negara berkembang), persoalannya adalah bagaimana bertahan hidup, atau bagaimana meletakkan dasar-dasar ekonominya supaya bisa bersaing, sementara negara-negara maju persoalannya adalah bagaimana secara sistematis dapat melakukan ekspansi lebih lanjut bagi kehidupan ekonominya yang sudah mapan.2 Pada mulanya pembangunan di negara-negara dunia ketiga (negara-negara berkembang) diidentikkan dengan meningkatkan pendapatan per kapita, atau yang lebih populer disebut pertumbuhan ekonomi. Semula banyak yang beranggapan yang membedakan antara negara maju dengan negara dunia ketiga adalah pendapatan rakyatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah seperti kemiskinan yang dihadapi negara dunia ketiga dapat terpecahkan, apa yang dikenal dengan "dampak merembes ke bawah (trickle down effect)".
1 2
Prof. Drs. Winarno, Budi, MA, Ph.D . 2011. Isu-isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS, hal 77. Arief Budiman, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama , hal ix.
2
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Pembangunan yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan seringkali menjadi bias dan tidak lagi menjadi tujuan utama dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan yang diidentikan melakukan sesuatu atau perubahan diberbagai aspek, terutama infrastruktur dan ekonomi, diharapkan dapat menanggulangi permasalahan kemiskinan. Pada perkembangannya, banyak negara berkembang yang mampu mengejar ketertinggalannya dengan negara-negara maju, seperti : Korea, Singapura dan Taiwan melalui pembangunan ekonomi yang diyakini mampu membawa efek positif terhadap aspek pembangunan lainnya. Akan tetapi negara-negara berkembang lainya seperti : Vietnam, Filipina, Indonesia, negara-negara di benua Afrika tidak mampu mengejar ketertinggalannya dan permasalahan kemiskinan tetap menjadi momok yang tidak bisa diatasi.
1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan diatas, pertanyaan utama yang menjadi rumusan masalah dari makalah ini yaitu : -
Mengapa kemiskinan di negara-negara berkembang masih tetap ada meskipun pembangunan masih tetap berjalan?
-
Upaya-upaya apa sajakah untuk mengatasi kemiskinan khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia?
1.3. Kerangka Berpikir Permasalahan kemiskinan yang tidak pernah tuntas seakan-akan menjadi momok yang menakutkan bagi setiap negara baik negara maju dan negara berkembang. Kemiskinan yang identik terjadi di negara miskin dan berkembang seakan-akan luput dari perhatian di karenakan gaung pembangunan yang diusung oleh pemikiran kaum neoliberal dan dianut oleh negara berkembang karena dianggap sebagai jalan keluar dalam memecahkan permasalahan kemiskinan ternyata tidak seindah yang di bayangkan. Kebijakan-kebijakan yang disarankan oleh kaum neoliberal dan diterapkan oleh negara berkembang ternyata malah mengakibatkan kemiskinna semakin meluas. Berdasarkan fenomena dan fakta tersebut, penulis mencoba membahas korelasi antara kemiskinan dan pembangunan, penyebab kemiskinan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh negara berkembang khususnya Indonesia dalam mengatasi kemiskinan. 3
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
1.4. Hipotesis Kemiskinan dan pembangunan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena tujuan dari pembangunan yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Bergesernya paradigma mengenai pembangunan menjadikan tujuan pembangunan tidak lagi menjadi hal yang utama. Pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) tidak lagi terlihat. Hal ini diperparah dengan adanya pandangan bahwa pemabangunan yang diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi diserahkan ke pasar agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat sehingga permasalahan kemiskinan dapat teratasi. Akan tetapi pada perjalanannya kemiskinan justru semakin meluas dan semakin kritis karena pasar tidak dapat dikontrol dan peran negara semakin tergusur. Tersadar dengan kenyataan tersebut, negara-negara berkembang seperti Indonesia mengupayakan berbagai kebijakan seperti program pengentasan kemisikinan yang dikenal dengan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) yang di mulai tahun 2007 yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan.
4
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Pembangunan dan Kemiskinan Masalah kemiskinan dan pembangunan itu sendiri bukan hal yang baru. Masalah ini sebenarnya merupakan masalah yang saling terikat satu dengan lainnya, dan menjadi bahan pembahasan utama di negara-negara di dunia ketiga dan di lembaga-lembaga internasional. Pembangunan pada umumnya dikenal sebagai sebuah tindakan menuju perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana. Perubahan diartikan sebagai sebuah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Nation Building).3 Konsep pembangunan ini mengalami pergeseran seiring dengan perubahan yang terjadi di negara-negara dunia ketiga dan dunia internasional. Termasuk perubahan yang terjadi di negara-negara maju. Pada era tahun 1960an, sejumlah faktor baru telah mengurangi dan membatasi konsepsi dominan tentang pembangunan. Pertama, setelah mengalami masa kolonialisme yang panjang, negara-negara yang baru merdeka bergabung ke dalam PBB sehingga mendorong terjadinya perbuahan keseimbangan politik dalam organisasi tersebut. Kedua, adanya gerakan yang lebih radikal menyangkut bagaimana pembangunan seharusnya dipahami. Gerakan ini muncul di kalangan elite-elite politik di negara-negara dunia ketiga. Sebagai contoh, Presiden Tanzania menginginkan tujuan pembanguan itu adalah „manusia‟, dalam pengertian “humanity”.4 Dengan adanya pergeseran konsep mengenai pembangunan, banyak Negara sedang berkembang mulai menyadari bahwa "pertumbuhan" (growth) tidak identik dengan "pembangunan" (development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka,memang dapat dicapai namun dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di perdesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural (Sjahrir 1986). Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedangkan pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi.
3
Siagian, Sondang. P. 2000. Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi dan Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara. hal 4. 4 Prof. Drs. Budi Winarno, MA, Ph.D. 2010. Melawan Gurita Neoliberalisme. Jakarta : Erlangga. hal. 48
5
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Pergeseran mengenai konsep pembangunan tidak berhenti pada era 1960an, namun pada tahun 1970an konsep mengenai pembangunan terjadi lagi. Konsep pembangunan ini dipelopori oleh Amartya Sen yang memiliki pandangan lain terhadap definsi pembangunan. Amartya Sen tidak hanya melihat pembangunan sebagai pertumbuhan ekonomi semata, namun juga merumuskannya lebih jauh dan mendalam dalam konsep pernciptaan ruang kebebasan yang lebih luas. Sisi menarik dalam pemikirannya adalah, berusaha mengaitkan pembangunan dengan kebebasan. Menurutnya, pembangunan seyogianya dilihat sebagai perluasan kemerdekaan nyata yang dinikmati masyarakat. (development can be seen as a process of expanding the real freedoms that people enjoy)5. Jika pembangunan dimaknai sebagai perluasan ruang kebebasan manusia sehingga pembangunan harus mampu menghilangkan segala macam hambatan ke arah pencapaian tersebut, maka pembangunan harus mampu memenuhi kebutuhan fisik (basic needs) dan psikis sekaligus. Pembangunan pada era ini lebih dimaknai sebagai pemenuhan kebutuhan dasar manusia (development as basic human needs). Pergeseran ini terjadi karena pembangunan yang berorientasi pertumbuhan telah gagal memenuhi harapan karena pertumbuhan ekonomi tidak merata. Menurut studi yang dipublikasikan pada tahun 1974, pertumbuhan cepat dalam satu dekade di negara-negara kurang berkembang (underdeveloped) ternyata tidak banyak memberi keuntungan bagi sebagian besar masyarakat di negara tersebut. Karena meskipun pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 5% sejak tahun 1960an, tetapi pertumbuhan itu tidak didistribusikan secara merata baik dalam, antar kawasan, dan kelompok-kelompok sosial ekonomi. Akibatnya tujuan utama pembangunan untuk mengurangi kemiskinan gagal dan pembangunan telah mendorong terjadinya kemiskinan, dan bahkan membuat kemiskinan tersebut menjadi semakin meluas. Kemiskinan merupakan sebuah isu yang yang tidak lagi kontemporer dan sudah sejak lama dialami oleh negara-negara berkembang sejak perang dunia terjadi. Di dalam artikel yang berjudul “Poverty, Development and Hunger”, Caroline Thomas mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi ketika manusia, khususnya wanita, tidak dapat mendapatkan cukup uang untuk memenuhi kebutuhan material dasar mereka. 6 Adapun menurut Fadliansyah, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk 5
Winarno, Budi. Isu-isu Global Kontemporer .Op.Cit. hal 85. Caroline Thomas, 2005. ”Poverty, Development and Hunger,” dalam John Baylis and Steve Smith. “The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations”, New York: Oxford University Press. hal 648. 6
6
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Namun ada pula yang memahami kemiskinan ke dalam tiga konsep, yakni; 1. Garis kemiskinan yang dikaitakan dengan kebutuhan konsumsi minimum sebuah keluarga atau sering disebut sebagai kemiskinan primer dengan indikasinya adalah 2 per 3 pendapatan habis buat makan. 2. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut menjadi fenomena negara-negara dunia ketiga yang ditandai oleh keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan tetapi rentan terjerambab ke kubangan garis kemiskinan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah keluarga berada di atas garis kemiskinan tetapi rentan terjerembab ke kubangan garis kemiskinan. 3. Kemiskinan massal atau kantong kemiskinan adalah kemiskinan yang melanda satu negara atau wilayah dan hal ini membuatnya menjadi kompleks dalam mengatasinya. 7 Caroline Thomas juga menjelaskan ada dua pandangan terkait dengan kemiskinan, yakni pandangan tradisional dan pandangan alternatif. Pandangan tradisional melihat kemiskinan sebagai situasi ketika manusia tidak mempunyai uang untuk membeli makanan dan memenuhi kebutuhan material dasar. Oleh karena itu, perlu diadakan pembangunan yang bertujuan untuk mentransformasi pemenuhan kebutuhan ekonomi tradisional menjadi industri. Hal ini maksudnya adalah setiap individu menawarkan tenaganya sendiri untuk mendapatkan uang, daripada mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pandangan tradisional ini berasumsi bahwa kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang tak terbatas adalah pada sistem pasar bebas sehingga ekonomi akan mencapai titik lepas landas dan memberikan kemakmuran bagi semua orang. Pada pandangan ini ukurannya adalah pertumbuhan ekonomi dan Gross Domestic Product (GDP) melalui industrialisasi termasuk pertanian. Prosesnya berjalan dari atas ke bawah yaitu berlandaskan pada pengetahuan ahli, biasanya pihak barat, investasi yang besar pada proyek yang luas, teknologi modern, dan 7
Fadliansyah. “Selintas Memahami Konsep Kemiskinan, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat”, yang diakses dari http://www.scribd.com/doc/14597304/TEORI-KEMISKINAN, diakses 7 Juni 2012
7
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
perluasan sektor privat.8 Adapun pandangan alternatif melihat kemiskinan sebagai situasi ketika manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan material dan kebutuhan non-material dengan usaha mereka sendiri. Pembangunan dalam pandangan ini bertujuan untuk menciptakan manusia yang berkembang baik melalui kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang terpelihara. Asumsi dasar dari pandangan ini yaitu kecukupan, yang berarti nilai hakiki dari alam, keragaman budaya, dan kontrol komunitas yang penting, manusia beraktivitas selaras dengan alam, partisipasi, dan memberikan suara bagi kaum yang terpinggirkan, misalnya anak-anak dan kelompok suku tertentu. Ukurannya dilihat dari pemenuhan kebutuhan material dan non-material bagi setiap orang, kondisi lingkungan alam yang baik, dan kepenuhan kebutuhan politik bagi yang terpinggirkan. Prosesnya berjalan dari bawah ke atas yaitu : partisipasi, bersandar pada pengetahuan dan teknologi lokal yang diperlukan, investasi kecil pada proyek kecil, dan perlindungan bagi masyarakat. 9
2.2. Penyebab Kemiskinan dalam Pembangunan di Negara-Negara Berkembang Pembangunan pada hakekatnya merupakan ide yang berasal dari negara-negara maju yang menganut paham liberalisme. Pada abad ke-20, para ekonom dunia sepakat bahwa untuk mengatasi kemiskinan dan permasalahan ekonomi lainnya di dunia adalah dengan cara perdagangan bebas. Pandangan dari pihak neoliberlisme ini mempunyai poin bahwa dengan meningkatnya produktivitas, perdagangan tanpa batasan dan halangan serta makin intensifnya kegiatan ekspor – impor akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi makro suatu negara yang berujung pada kesejahteraan masyarakat.10 Untuk mewujudkan pandangan tersebut kaum liberal membentuk sebuah rezim yang mengatur perdagangan bebas di dunia, yaitu World Trade Organization (WTO).11 WTO berperan sebagai lembaga yang mengatur perdagangan bebas dan mekanisme persengketaan dagang yang mereduksi tarif secara keseluruhan hingga 90 %.12
8
Caroline Thomas, ”Poverty, development and hunger,” dalam John Baylis and Steve Smith., Op.Cit., hal. 647-648. Ibid 10 Sadono Sukirno. Perdagangan dan hubungan ekonomi internasional dalam era globalisasi, dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/perdagangan-dan-hubungan-ekonomi-internasional-dalam-eraglobalisasi/, diiakses pada 8 Juni 2012. 11 H.S Kartadjoemena, 1996, GATT dan WTO: Sistem, Forum, dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan. Jakarta. UI Press. 12 Jan Aart Scholte, 1997. Global Trade and Finance. in book “The Globalization of World Politics 9 edition”. Oleh John Baylis and Steve Smith. New York: Oxford University Press. 9
8
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Perdagangan yang di topang oleh modal (capital) tidak dapat memberikan jaminan bahwa perdagangan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan dan pendapatan suatu negara yang pada akhirnya dapat mereduksi kemiskinan di suatu negara. Krisis keuangan global dan meningkatnya harga minyak dunia memberikan efek berkurangnya kegiatan dagang antar negara dan meningkatnya bunga pinjaman luar negeri yang pada akhirnya negara – negara berkembang tidak mampu membayar hutangnya hingga membutuhkan bantuan dana dari rezim keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB).13 Bantuan dana yang diberikan oleh IMF disertai dengan Standard Adjustment Program (SAP) yang menitikberatkan pada peningkatan produktivitas, perdagangan (terutama ekspor) dan privatisasi perusahaan-perusahaan yang dikuasai pemerintah serta memberikan keluasaan bagi pasar dalam mengatur perekonomian yang merupakan bagian dari pembangunan suatu negara. Peran negara yang semakin tergeser akibat adanya intervensi kebijakan-kebijakan dari rezim internasional yang berorientasikan oleh keuntungan (profit) dan pasar (market) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan. Prof. Dr. Budi Winarno, MA, secara lengkap menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan kebijakan neoliberalisme berkorelasi negatif terhadap kemiskinan dan pembangunan. Pertama, keyakinan yang berlebihan terhadap kebaikan dan kemampuan pasar dalam melakukan self-regulating.14 Berbagai kajian menunjukkan bahwa keberhasilan negara-negara industri maju adalah akibat pembangunan yang ditopang oleh intervensi negara yang efektif. Kedua, berangkat dari kenyataan bahwa globalisasi berlangsung dalam kekuatan, intensitas, dan wilayah yang tidak seimbang, di mana negaranegara maju terus mendesak agenda privatisasi dan liberalisasi di negara-negara berkembang sementara negara-negara maju melakukan proteksi ekonomi khususnya di bidang pertanian.15 Ketiga, meningkatnya kesalingtergantungan yang telah mengikis kekuasaan negara melalui integrasi pasar domestik sehingga negara tidak lagi mempunyai kekuatan untuk mengontrol jalannya pembangunan dan ekonomi nasional.16
13
Thomas Oatley.2006. International Political Economy. New York. Pearson Longman. Budi Winarno. Melawan Gurita Neoliberalisme, Op. Cit. hal 60. 15 Ibid 16 Ibid 14
9
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
2.3. Upaya Mengatasi Kemiskinan Dalam Pembangunan Dari penjelasan diatas, bagaimana paham neoliberalisme yang diyakini akan menciptakan kesejahteraan ekonomi di semua lini, justru berkorelasi negatif terhadap pembangunan yang pada akhirnya memperburuk keadaan dan membuat kemiskinan semakin meluas. Kemudian, pertanyaan relevan yang pastinya akan muncul, yakni bagaimanakah upaya untuk memberantas kemiskinan secara global? Di dalam buku berjudul Melawan Gurita Neoliberalisme, Prof. Dr. Budi Winarno, MA menyatakan bahwa peningkatan kualitas entrepreneurial bureaucracy merupakan jalan untuk menjembatani antara state dan market guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.17 Entrepreneurial Bureaucracy merupakan penggantian sistem birokrasi dengan sistem wirausaha dalam konteks reposisi birokrasi. Dengan reposisi birokrasi berarti telah menciptakan kembali (reinventing) pemerintahan. Reinvention ialah menciptakan organisasi-organisasi dan sistem publik yang terbiasa memperbarui, yang secara berkelanjutan memperbaiki kualitasnya tanpa harus memperoleh dorongan dari luar. Dapat dikatakan bahwa reinvention ialah menciptakan sektor publik yang memiliki dorongan dari dalam untuk memperbaiki apa yang disebut dengan “sistem yang memperbarui kembali secara mandiri.” Reinvention menjadikan pemerintah siap menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin tidak dapat diatasi. Prof. Dr. Budi Winarno menjelaskan lima strategi untuk melakukan reinvention guna meningkatkan kemampuan yang efektif dan efisien dalam rangka menyesuaikan dan memperbarui sistem dan organisasi publik. Pertama, strategi inti (core strategy) yang menentukan tujuan dari sistem dan organisasi publik. Jika suatu organisasi tidak memiliki tujuan, atau memiliki beberapa tujuan yang kontradiktif satu sama lain, maka organisasi tersebut tidak akan mampu mencapai kinerja yang maksimal. Strategi yang digunakan untuk memperjelas tujuan sistem dan organisasi publik disebut strategi inti, karena memiliki kaitan langsung dengan fungsi utama pemerintah, yakni mengarahkan (steering function). Kedua, strategi konsekuensi (consequences strategy) yang menentukan insentif-insentif dalam organisasi publik. Birokrasi dalam konteks ini memberikan insentif kepada pegawaipegawainya untuk mengikuti peraturan dan mematuhinya. Mengubah insentif adalah penting guna menciptakan konsekuensi-konsekuensi kerja. Oleh karena itu, ada baiknya organisasi 17
Ibid, hal 82.
10
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
ditempatkan dalam dunia usaha dan membuat organisasi tergantung kepada konsumennya guna mendapatkan penghasilan.18 Ketiga, strategi pelanggan (the customers strategy) yang memfokuskan diri terutama pada pertanggungjawaban, yakni secara khusus kepada siapa saja organisasi ini bertanggung jawab. Strategi ini memberikan konsumen pilihan-pilihan menyangkut organisasi-organisasi pemberi pelayanan dan menetapkan standar pelayanan pelanggan. Sistem pertanggungjawaban seperti ini diharapkan memberikan tekanan kepada organisasi-organisasi publik untuk senantiasa meningkatkan kualitas pelayanannya maupun pengelolaan sumber organisasi. Dalam bahasa yang sederhana, penyerahan pertanggungjawaban organisasi-organisasi ini senantiasa memiliki sasaran, yakni meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan. Keempat, strategi kontrol (control strategy) yang menentukan letak kekuasaan tetap berada di puncak hierarki sehingga para pekerja di bawahnya hanya melakukan segala sesuatu atau kebijakan yang telah digariskan oleh pemegang otoritas di tingkat puncak. Dalam strategi ini, kekuasaan membuat keputusan diturunkan melalui hierarki kepada masyarakat. Dengan demikian, strategi ini menggeser bentuk-bentuk pengawasan yang melekat, yang biasanya berbentuk peraturan-peraturan mengikat dalam sistem komando yang hierarkis. Sebaliknya, strategi ini memberdayakan organisasi dengan mengendorkan cengkeraman-cengkeraman badanbadan pengawasan pusat. Strategi ini juga memberdayakan karyawan dengan mendorong wewenang untuk membuat keputusan, menanggapi para pelanggan, dan memecahkan berbagai masalah. Kelima, strategi budaya (cultural strategy) yang menentukan budaya organisasi publik yang menyangkut norma, nilai, tingkah laku, dan harapan-harapan karyawan. Budaya ini dibentuk melalui penyusunan tujuan-tujuan organisasi, insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur organisasi. Oleh karena itu, perlu dibentuk visi bersama tentang masa depan, suatu model kejiwan baru tentang ke arah mana dan bagaimana organisasi berjalan. Ekonomi yang terintegrasi sangat cepat dan kompetitif memaksa lembaga-lembaga pemerintah melakukan tugas-tugas yang semakin kompleks dengan konsumen yang menghendaki kualitas dan pilihan. Lingkungan seperti ini menuntut birokrasi yang luwes dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan baru, memberikan pelayanan yang
18
Ibid, hal 80.
11
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
berkualitas tinggi, dan menawarkan pilihan-pilihan dari berbagai pelayanan. Oleh karena itu, entrepreneurial bureaucracy diperlukan untuk mengintervensi pasar secara selektif berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat ad hoc untuk menjamin berfungsinya pasar secara sehat dan tidak dapat mengintervensi kebijakan pembangunan suatu negara. Apabila pasar telah berfungsi secara sehat dan peran negara kembali ke posisi semula, maka kemakmuran dapat tercapai, sedangkan kemiskinan dapat dihapuskan. 2. 4. Indonesia Sebagai Studi Kasus Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menarik untuk di teliti mengingat pada saat ini pertumbuhan ekonomi indonesia tidak mengalami kemunduran yang cukup signifikan akibat krisis ekonomi global. Dari data yang di kemukakan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), pertumbuhan ekonomi dari tahun 2007-2012 mengalami kenaikan yang dapat dilihat dari Pendapatan Nasional yang merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu melalui data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Berikut tabel Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) dan Pendapatan Nasional Indonesia Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto Per Kapita, Produk Nasional Bruto Per Kapita dan Pendapatan Nasional Per Kapita, 2007-2011 (Rupiah) Deskripsi
Tahun 2007
2008
2009
2010*
2011**
17,360,535.02
21,424,748.45
23,913,985.29
27,084,008.20
30,812,926.11
16,646,564.56
20,663,361.42
23,076,985.46
26,322,486.04
29,934,685.89
15,285,571.30
19,141,673.45
20,964,887.57
24,020,664.83
27,648,408.93
8,631,408.43
9,015,742.15
9,294,167.91
9,736,695.11
10,219,309.82
Atas Dasar Harga Berlaku Produk Domestik Bruto Per Kapita Produk Nasional Bruto Per Kapita Pendapatan Nasional Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 Produk Domestik Bruto Per Kapita
12
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Produk Nasional Bruto
8,101,642.27
8,597,543.55
8,825,719.62
9,345,382.15
9,819,153.13
7,422,254.54
7,950,282.78
8,005,165.75
8,516,999.43
9,130,326.19
Per Kapita Pendapatan Nasional Per Kapita Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Dari data diatas terlihat pertumbuhan ekonomi di Indonesia untuk tahun 2011 mencapai 6.5% dan merupakan yang tertinggi pertumbuhan tertinggi sejak tahun 1996 dan naik dari 6,1% pada tahun 2010.19 Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2012 akan tetap kuat di 6.1% dan akan meningkat kembali ke 6.4% di 2013.20 Melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat, dapat dilogikakan secara sederhana bahwa kemiskinan menurun secara signifikan. Akan tetapi logika tersebut berbeda jauh dengan kenyataan yang ada. Pada 2004, jumlah penduduk miskin mencapai 16,66 persen atau sekitar 30 juta jiwa. Selanjutnya, pada 2005 angka kemiskinan berkurang menjadi 16 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Namun, pada 2007, seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia, jumlah penduduk miskin di Indonesia melonjak menjadi 39 juta orang atau 17,75 persen dari total penduduk.21 Berdasarkan data dari BPS, pada tahun 2011 terdapat 30,02 juta orang yang miskin dan turun 1 juta orang dari tahun 2010.22 Ukuran BPS dalam mengukur tingkat kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar atau basic needs approach, yang mana kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.23 Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan- Makanan (GKBM). Pertama, Garis Kemiskinan Makanan 19
Temuan Laporan Mengenai Indonesia: East Asia and Pacific Economic Update, Mei 2012, dalam http://www.worldbank.org/in/news/2012/05/23/key-findings-on-indonesia-east-asia-and-pacific-economic-updatemay-2012, diakses 12 Juni 2012. 20 Ibid. 21 Presiden Klaim Penurunan, dalam http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=266854, dikases 13 Juni 2012. 22 BPS : Kemiskinan di Indonesia Terus Menurun, dalam http://rri.co.id/index.php/detailberita/detail/6373#.Rbp_Onn_xR0, diakses 13 Juni 2012 23 KAMUS BISNIS: Garis kemiskinan, apa maksudnya?, dalam http://www.bisnis.com/articles/kamus-bisnis-gariskemiskinan-apa-maksudnya, 14 Juni 2012.
13
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari.24 Kedua, Garis Kemiskinan Bukan Makanan yakni kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.25 Sedangkan data dari Bank Dunia dengan menggunakan ukuran kemiskinan pengeluaran US$ 2 per hari, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 59 persen atau setengah dari penduduk Indonesia sedangkan ukuran yang digunakan oleh pemerintah yaitu Rp 7.000 per hari per orang untuk nasional dan Rp 10 ribu untuk Jakarta.26 Apabila dengan menggunakan ukuran dari pemerintah, seseorang dengan penghasil Rp 10.000 dengan mengeluarkan uang Rp 5.000 hanya untuk makan pagi dan hanya tersisa Rp 6.000, tentu saja tidak cukup untuk makan siang, makan malam, dan keperluan lainnya ditambah dengan kenaikan harga bahan pokok. Dapat dikatakan orang yang berpenghasilan 10.000 tersebut termasuk kategori miskin dan ukuran yang dipakai oleh BPS tidak dapat lagi dipakai karena terlalu rendah dan tidak menyesuaikan dengan kondisi pengeluaran seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dari perbedaan standar ukuran kemiskinan yang dipakai oleh BPS dan Bank Dunia mengundang perdebatan, permasalahan dan keraguan dari berbagai kalangan mengenai data kemiskinan yang sebenarnya. Perdebatan mengenai standar ukuran kemiskinan tersebut pada hakaketnya tidak bisa menjelaskan penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia. Sebelum mengetahui penyebab dari kemiskinan itu sendiri, adakalanya indikator dari kemiskinan tersebut dapat di jelaskan secara lengkap. Indikator-indikator kemiskinan yang terjadi di Indonesia tersebut seperti : 1) Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. 2) Terbatasnya akses dalam memenuhi kebutuhan dasar. 3) Tidak memiliki jaminan masa depan yang baik seperti investasi dan pendidikan. 4) Ketidaksiapan mental yang memadai baik secara individu maupun massal. 5) Sumber daya manusia yang minim yang tidak didukung oleh pengetahuan dan teknologi serta sumber daya alam yang terbatas. 24 25
Ibid Ibid
26
Pengamat: Standar Kemiskinan BPS Tidak Rasional, dalam http://www.rimanews.com/read/20110629/33163/pengamat-standar-kemiskinan-bps-tidak-rasional, diakses 14 Juni 2012.
14
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
6) Masih kurangnya apresiasi masyarakat dalam kegiatan sosial antarsesama masyarakat. 7) Tidak memiliki akses yang baik terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berkesinambungan. 8) Masih tingginya tingkat ketergantungan masyarakat dalam kehidupan sosialnya.27 Dari beberapa indikator penyebab kemiskinan diatas maka dapat disimpulkan beberapa penyebab kemiskinan di Indonesia yaitu : 1) Perkembangan pendapatan perkapita dapat menjadi penyebab kemiskinan. Kemerosotan pendapatan perkapita dapat terjadi apabila meningkatnya standar perkembangan daerah, politik-ekonomi yang tidak sehat, serta banyaknya beban hutang yang ditangung. 2) Merosotnya etos kerja dan produktivitas masyarakat. Kemerosotan etos kerja terjadi karena tidak didukungnya sumber daya manusia yang baik dan sumber daya alam yang baik pula. Untuk memiliki etos kerja dan produktivitas yang baik, maka sumber daya manusia harus diperbaiki dan memaksimalkan sumber daya alam yang ada sehingga sumber daya manusianya kesejahteraannya dapat meningkat dan tidak tergantung lagi . 3) Biaya hidup yang tinggi. Jika biaya hidup tinggi dan pendapatan tidak sesuai maka kebutuhan hidup tidak dapat di penuhi sementara persaingan dalam pekerjaan dan meningkatkan pendapatan semakin ketat. 4) Subsidi pemerintah ke daerah yang tidak merata. Adanya ketidakmerataan subsisid ini menyulitkan terpenuhinya kebutuhan pokok dalam masyarakat serta jaminan kemanan berupa terutama jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin.28 Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, pemerintah Indonesia berupaya menggulirkan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program PNPM Mandiri. Pembentukan PNPM Mandiri sendiri mempunyai latar belakang yang sangat politis. Pada bulan Agustus – Desember 2006, Pemerintah mendapatkan tekanan yang berat dari publik yang mengatakan Presiden telah berbohong dengan menyatakan angka kemiskinan turun, yang dikutip dari naskah Pidato 27
Menelusuri penyebab kemiskinan di Indonesia, dalam http://www.anneahira.com/kemiskinan-di-indonesia.htm, diakses 15 Juni 2012. 28 Ibid
15
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Kenegaraan Presiden pada tanggal 16 Agustus 2005 dan menuduh pemerintah sengaja menyembunyikan angka kemiskinan terbaru dari BPS.29 Presiden akhirnya melakukan serangkaian rapat dan sidang Kabinet dan meminta untuk mengumumkan angka kemiskinan terbaru dari BPS pada Bulan Oktober 2006. Selain itu tepatnya pada tanggal 7 September 2006 khusus untuk Penanggulangan Kemiskinan: Presiden menetapkan kebijakan pemerintah untuk percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui pemberdayaan masyarakat yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kemenko Kesra bersama Deputi Bidang kemiskinan, UKM dan Ketenaga kerjaan Bappenas, Ditjen PMD, Depdagri, Ditjen Cipta Karya dengan nama program sebagai “Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).30 Pada tanggal 14 September 2006 Presiden RI menyempurnakan nama PNPM menjadi PNPM-Mandiri dan pada tanggal 30 April 2007 PNPMMandiri diluncurkan Presiden di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.31 PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat.32 Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.33 PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.34. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah : Tujuan Umum: Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. 35
29
Sejarah, dalam http://www.pnpmmandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=162&Itemid=301, diakses 16 Juni 2012. 30 Ibid 31 Ibid 32 Pengertian dan Tujuan, dalam http://www.pnpmmandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=54&Itemid=267, diakses 16 Juni 2012. 33 Ibid 34 Ibid 35 Ibid
16
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Tujuan Khusus : - Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. - Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel. - Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor). - Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok peduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. - Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. - Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal. - Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.36 PNPM Mandiri Perdesaan melakukan pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui komponen program sebagai berikut : 1. Pengembangan Masyarakat. Komponen Pengembangan Masyarakat mencakup serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat 36
Ibid
17
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif,
pengorganisasian,
pemanfaatan
sumberdaya,
pemantauan
dan
pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai. Untuk mendukung rangkaian kegiatan tersebut,
disediakan
dana
pendukung
kegiatan
pembelajaran
masyarakat,
pengembangan relawan dan operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai motor penggerak masyarakat di wilayahnya. 2. Bantuan Langsung Masyarakat. Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan terutama masyarakat miskin. 3. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal. Komponen Peningkatan Kapasitas Pemerintah dan Pelaku Lokal adalah serangkaian kegiatan yang meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok perduli lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif bagi masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini diantaranya seminar, pelatihan, lokakarya, kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif dan sebagainya. 4. Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program. Komponen ini meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu, evaluasi dan pengembangan program.37 Jika dilihat tujuan dan program PNPM Mandiri yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dengan berbagai program, tentu saja merupakan berita yang menggembirakan. Akan tetapi apakah PNPM Mandiri dapat efektif menanggulangi kemiskinan di semua sektor?? PNPM 37
Komponen Program, dalam http://www.pnpmmandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=42&Itemid=269, diakses 17 Juni 2012.
18
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Mandiri yang terdiri dua komponen program yang Pertama, PNPM inti yang meliputi program/kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis kewilayahan yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), dan Percepatan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK).38 Kedua, PNPM Pendukung, yang terdiri dari program pemberdayaan masyarakat yang berbasis sektoral, kewilayahan, dan khusus untuk mendukung penangulangan kemiskinan yang pelaksanaannya terkait pencapaian target tertentu. Agar PNPM sukses, diperlukan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Namun, pelaksanannya terlihat sentralisasi. Hal ini didukung dengan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Tri Rismaharini mengatakan, ia menyesalkan perumusan prioritas program PNPM tidak melibatkan pemda. Padahal, justru pemda yang lebih paham masalah kemiskinan.39 Hal ini terlihat dalam pola pendanaan PNPM yang berbentuk Dana Urusan Bersama (DUB) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.168/PMK 07/2009. Peraturan itu dianggap telah bertentangan dengan Permendagri No 32/2008 tentang penyusunan APBD 2009.40 Meskipun pada pelaksanaany PNPM Mandiri sangat sentralisitik. Tapi kebijakan dan upaya dari pemerintah patut diapresiasi, karena lewat program ini beberapa kota seperti yang berhasil mengurangi tingkat kemiskinan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2010 sebanyak 147.119 jiwa sehingga tingkat kemiskinan Kota Bekasi menempati urutan ke-23 dari 26 Kota/Kabupaten di Jawa Barat.41
38
Flamma 33: Sengkarut Penanggulangan Kemiskinan, dalam http://www.ireyogya.org/id/flamma/flamma-33sengkarut-penanggulangan-kemiskinan.html, diakses 18 Juni 2012. 39 Ibid 40 Ibid 41 Kota_Bekasi, Berhasil Mengurangi Kemiskinan Berkat Program PNPM, dalam http://bekasikota.go.id/read/6511/kotabekasi-berhasil-mengurangi-kemiskinan-berkat-program-pnpm, diakses 18 Juni 2012.
19
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
BAB 3 KESIMPULAN Pembangunan yang diyakini akan membawa suatu negara menuju kemakmuran, justru menjadikan negara tersebut terjerumus ke dalam jurang kemiskinan. Pembangun yang mendekatkan pada konsep libralisme semakin membuat kemiskinan meluas. Sangat ironi ketika salah satu negara yang terjerumus ke dalam jurang adalah Indonesia. Untuk menyelamatkan suatu negara dari jerat liberalisme, yakni entrepreneurial bureaucracy guna menjembatani negara dan pasar. Aplikasi entrepreneurial bureaucracy diharapkan akan negara akan menjadi lebih luwes dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dewasa ini. Selain itu programprogram yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat serta kearifan lokal seperti PNPM Mandiri dapat dijadikan salah satu contoh upaya bagi negara berkembang khusunya Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan.
20