UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI KASUS PT FREEPORT INDONESIA
Adiarti Apriliani 1106075162
Anindya Kirana 1106008050
Annisa Fatharini 1106018631
Shalina Arinda Putri 1106001132
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTASI
DEPOK
SEPTEMBER 2014
STATEMENT OF AUTHORSHIP
"Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas
terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan
orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini
tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas
pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami
menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat
diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya
plagiarisme."
Mata Ajaran : Sistem Pengendalian Manajemen
Judul Tugas : Studi Kasus PT Freeport Indonesia
Tanggal : 12 September 2014
Dosen : Dr. Timotius dan Rudyan Kopot S.E., MBA
"Nama "NPM "Tanda Tangan"
"Adiarti Apriliani "1106075162" "
"Anindya Kirana "1106008050" "
"Annisa Fatharini "1106018631" "
"Shalina Arinda "1106001132" "
"Putri " " "
1. Review Kasus
Judul : The Freeport Mine, Irian Jaya, Indonesia: "Tailings &
Failings" – Stakeholder Analysis
Penulis : V. Kasturi Rangan & Arthur McCaffrey
PT Freeport In donesia (PT – FI ) merupakan sebuah anak perusahaan
dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. yang merupakan salah satu
perusahaan tambang terbesar di dunia dan beroperasi di Amerika serikat.
Awal perjalanan PT – FI di Indonesia dimulai sejak tahun 1966 dimana
pemerintah pada rezim Soeharto menandatangani kontrak selama 30 tahun
dengan PT – FI untuk dapat beroperasi di wilayah Irian Jaya dengan
membangun area tambang di sekitar Papua Barat dimana didalamnya terkandung
bijih besi, tembaga, emas, dan perak.
Di fase pertama (1945 – 1996) merupakan awal mula operasi freeport
dalam membangun area tambang. Di tahun 1988 PT – FI memproduksi sekitar
25.000 ton hasil tambang yang terdiri atas tembaga, emas, dan perak dalam
setiap harinya. Jumlah output ini bertambah sebanyak 200.000 ton di 8 tahun
kemudian. Jumlah hasil tambang terus bertambah ketika terjadi deplesi atas
Gunung Ertsberg dan penemuan Gunung Grasberg sebagai lahan eksplorasi.
Produksi PT –FI kian meningkat menjadi 115.000 ton dalam setiap harinya di
tahun 1993. Karena besarnya keuntungan negara yang didapatkan dari direct
investment PT – FI, Pemerintah pada saat itu melakukan ekspansi terharap
kontrak lahan eksploitasi dan perpanjangan kontrak untuk melindungi
investasi yang dikontribusikan untuk negara. Setelah 20 tahun beroperasi,
freeport menimbulkan dampak lingkungan yang sangat masif terhadap area
bisnis serta wilayah Irian Jaya. PT – FI secara terus menerus melakukan
ekploitasi terhadap lahan tambang tanpa memperhatikan isu keberlanjutan
lingkungan. Berdasarkan data pada tahun 1993, operasi Grasberg telah
menghasilkan akumulasi limbah sebanyak 2,8 miliar ton. Walaupun di tahun
1991 PT – FI telah memulai untuk membangun manajemen lingkungan yang baik
(seorang ahli lingkungan bernama Bruce Marshall dipekerjakan di Indonesia),
namun PT – FI terus melakukan eksploitasi untuk memaksimalkan profit.
Bahkan untuk mendukung permodalannya, PT –FI menjual 11,4% saham kepada
U.K. based RTZ guna penyuntikkan investasi bagi PT – FI dengan syarat
penambahan jumlah produksi hasil tambang menjadi 250.000 ton per hari. Di
tahun 1995, PT –FI menunjukan kenaikan revenue secara signifikan – sebesar
dua kali lipat dibandingkan dalam kurun 3 tahun sehingga memberikan
kontribusi semakin besar untuk cadangan devisa RI.
Ekploitasi PT – FI mendapat berbagai kecaman dari warga setempat,
berbagai Komunitas Lingkungan di Indonesia seperti Walhi, organisasi
internasional yang fokus di bidang perairan kecil yang bernama OPIC, dan
berbagai NGOs di level Internasional telah melakukan kajian dan mengecam
aktivitas operasional PT – FI yang nyatanya telah meninggalkan limbah dalam
jumlah yang besar. Sebagai contoh, sungai – sungai yang merupakan salah
satu sumber kehidupan bagi warga papua, kini kondisinya sangat
memperihatinkan karena telah terkontaminasi oleh limbah yang dihasilkan PT
– FI . Gerakan ini juga didukung oleh sejumlah NGOs yang berasal dari
Amerika dan Australia. Di tahun 1995 telah dikeluarkan sebuah laporan yang
berisi sebuah kritikan untuk PT – FI bahwa aktivitas operasinya telah
meninggalkan efek buruk bagi suku Amungme dan dibutuhkan sebuah tindakan
pertanggungjawaban akan hal ini.
Tekanan dari masyarakat Papua dan berbagai organisasi lingkungan
membuat posisi PT – FI semakin sulit. Disamping itu, RTZ selaku pemilik
saham dari PT – FI masih berada pada tuntutan kontrak yang mengharuskan PT
– FI memproduksi hasil tambang paling tidak sebanyak 230.000 ton per hari.
Untuk mereduksi tekanan tersebut, PT – FI mencetuskan sebuah perkumpulan
perwakilan yang ditujukan kepada "all stakeholders". Tujuan dari
pembentukan perwakilan ini adalah untuk mengatasi masalah dampak ekologi
yang dihasilkan dari aktivitas PT – FI dengan cara melakukan riviu secara
komprehensif terhadap dampak yang dihasilkan dair aktivitas operasi PT –FI
untuk menentukan berapa biaya yang dibutuhkan untuk pemulihan lingkungan.
Namun, proposal dari perwakilan ini kembali diingkari oleh PT – FI di
tahun 1997 dimana PT – FI kembali meningkatkan jumlah produksinya yaitu
sebanyak 300.000 ton dalam setiap harinya. Di tahun 1997, PT –FI juga
kembali mengambil kontroversi publik karena dugaan adanya tindak kolusi
dengan keluarga Soeharto terkait dengan aktivitas bisnis PT –FI.
Tahun 1998, merupakan salah satu momentum besar untuk revolusi
politik di Indonesia yang diawali dengan berakhirnya masa kejayaan
Soeaharto. Kondisi ini membuat kondisi PT – FI menjadi sedikit banyak
kurang menguntungkan dikarenakan pada saat itu, seluruh pihak yang memiliki
"relasi" dengan keluarga Soeharto menjadi objek sentimen masyarakat. Belum
lagi terdapat kebijakan dari pemerintahan baru untuk melakukan kajian
terhadap seluruh kontrak perusahaan asing yang ditandatangani oleh Soeahrto
pada saat masa jabatannya. Hal ini tentu menjadi sebuah ancaman bagi PT –
FI
Seiring berjalannya waktu, PT – FI memperlihatkan intensi untuk tetap
ingin beroperasi di wilayah Papua. PT –FI melakukan sejumlah upaya untuk
melindungi kepentingan tersebut diantaranya dilakukan dengan cara
memperkecil jumlah output tambang yang diproduksi dan melakukan
rehabilitasi lingkungan di wilayah Papua. Selain itu, PT –FI juga
menandatangani sejumlah perjanjian dengan Suku Amungme dan Kamoro yang
berisi tentang hak milik tanah dan hak kemanusiaan.
Balancing Organizational Tensions
Perusahaan adalah suatu entitas yang kompleks dimana manajer harus mampu
untuk menyeimbangkan berbagai macam faktor. Terdapat lima tekanan yang
perlu diseimbangkan dalam mengimplementasikan sistem pengukuran kinerja dan
control secara efektif, yaitu:
1. Balancing Profit, Growth, and Control
Untuk mendapatkan pertumbuhan yang menguntungkan, perusahaan secara
terus menerus melakukan inovasi dalam berbagai macam bentuk. Namun,
penekanan yang berlebihan terhadap profit dan pertumbuhan dapat
memberikan dampak negatif yang menempatkan suatu perusahaan dalam
keadaan yang berisiko.
Manajer harus mengetahui bahwa control merupakan fondasi dari bisnis
yang sehat. Apabila perusahaan memiliki control yang baik, manajer
dapat memfokuskan tujuan mereka untuk menghasilkan keuntungan. Hanya
ketika suatu perusahaan menguntungkan, maka manajer dapat focus untuk
meningkatkan pertumbuhan perusahaan.
Di seluruh bisnis, selalu ada tekanan antara keuntungan, pertumbuhan,
dan control, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Perusahaaan yang menguntungkan namun tidak memiliki fungsi control
yang baik akan gagal dengan cepat. Selain itu, mencoba untuk
meningkatkan pertumbuhan usaha yang tidak menguntungkan juga merupakan
hal yang percuma. Oleh karena itu, sangat penting bagi suatu
perusahaan untuk menilai apakah manajer telah menyeimbangkan antara
keuntungan, pertumbuhan, dan control dengan baik. Teknik dan sistem
yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk menyeimbangkan
tekanan perusahaan ini antara lain dengan memiliki sistem akuntansi,
sistem control, sistem perencanaan keuntungan, dan sistem pengukuran
kinerja yang baik.
Balancing Profit, Growth, and Control Tensions in PT Freeport Indonesia
Profit Freeport Indonesia
Net income yang diperoleh oleh PT Freeport Indonesia dari tahun 1992 -2002
dapat dilihat di tabel berikut:
" "1992 "1995 "1998 "2000 "2002 "
"Revenues "$714.3 "$1843.3 "$1757.132 "$1868.610 "$1910.462 "
"Expenses "$584.40 "$1,589.60 "$1,603.28 "$1,791.62 "$1,745.81 "
"Net Income "$129.9 "$253.7 "$153.848 "$76.987 "$164.654 "
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa dari tahun 1992 – 1995, PT
Freeport Indonesia mengalami peningkatan net income, bahkan hampir
meningkat sebesar dua kali lipatnya. Di tahun 1998 – 2000, PT Freeport
Indonesia mengalami penurunan net income yang cukup besar. Hal ini tentu
saja didorong karena kondisi Indonesia pada waktu itu yang sedang dilanda
krisis dan merupakan tahun dimana kejayaan Soeharto akhirnya berakhir dan
masa reformasi dimulai. Kondisi ini membuat kinerja keuangan PT Freeport
Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Walaupun masa
reformasi dapat menjadi ancaman bagi PT Freeport Indonesia untuk kembali
mendapatkan keuntungan yang besar, pada nyatanya di tahun 2002, PT Freeport
Indonesia mampu bangkit kembali dan meningkatan net income perusahaannya.
Growth PT Freeport Indonesia
Untuk melihat pertumbuhan PT Freeport Indonesia, antara lain dapat dengan
melihat pertumbuhan pendapatan, pertumbuhan laba operasi, dan pertumbuhan
laba bersih. Pertumbuhan PT Freeport Indonesia dari tahun 1992 – 2002 dapat
dilihat di tabel berikut:
" "1992 "1995 "1998 "2000 "2002 "
"Revenue " "158.06% "-4.67% "6.34% "2.24% "
"Growth " " " " " "
"Operating " "115.01% "-2.75% "-14.82% "30.03% "
"Income " " " " " "
"Growth " " " " " "
"Net Income " "95.30% "-39.36% "-49.96% "113.87% "
"Growth " " " " " "
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa sebelum tahun 1998, pertumbuhan
pendapatan maupun keuntungan PT Freeport Indonesia mengalami pertumbuhan
yang positif. Di tahu 1998 – 2000, pertumbuhan pendapatan dan keuntungan
mengalami penurunan terutama di pertumbuhan net income, bahkan mencapai
-49.96% di tahun 2000. Namun, di tahun 2002, PT Freeport Indonesia dapat
kembali memperbaiki keadaan sehingga pertumbuhan keuntungan dan pendapatan
di tahun tersebut mengalami pertumbuhan yang positif.
Control in PT Freeport Indonesia
Apabila kita lihat dari ringksan kasus dari PT Freeport Indonesia, dapat
kita simpulkan bahwa PT Freeport Indonesia belum memiliki sistem pengawasan
yang baik. PT Freeport Indonesia masih memfokuskan strategi perusahaan
mereka untuk mendapatkan keuntungan dan pertumbuhan setinggi-tingginya
sehingga fungsi pengawasan di PT Freeport Indonesia tidak berjalan dengan
baik. Hal ini terlihat dari tingkat eksploitasi PT Freeport Indonesia yang
selalu meningkat dari tahun ke tahun tanpa memperhatikan kondisi lingkungan
di Indonesia. Fungsi pengawasan yang tidak berjalan dengan baik juga
terbukti di tahun 1997 dimana PT Freeport Indonesia mengingkari proposal
dan kembali meningkatkan jumlah produksinya yaitu sebanyak 300.000 ton
dalam setiap harinya. Selain itu, PT Freeport Indonesia juga terlibat
kontroversi publik karena dugaan adanya tindak kolusi dengan keluarga
Soeharto terkait dengan aktivitas bisnisnya.
Hal ini membuktikan bahwa terdapat ketidakseimbangan antara keuntungan,
pertumbuhan, dan control di PT Freeport Indonesia, dimana Freeport masih
melakukan penekanan yang berlebihan terhadap keuntungan dan pertumbuhan
perusahaan tanpa memperhatikan pengawasan yang baik. Freeport harus mampu
untuk menyeimbangkan tekanan antara keuntungan, pertumbuhan, dan control
dengan memiliki sistem akuntansi, sistem internal control, sisten
perencanaan keuntungan, dan sistem pengukuran kinerja dan pengawasan yang
baik.
2. Balancing Short-Term Results Against Long-Term Capabilities and Growth
Opportunities
Suatu perusahaan harus selalu memberikan kinerja keuangan yang baik.
Pasar modal, perwakilan pemilik saham, memberikan imbalan kepada
manajer yang dapat menghasilkan laba di periode sekarang. Namun,
menghasilkan laba secara konsisten, bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan.
Manajer harus mampu untuk mengelola kinerja keuangan perusahaan untuk
jangka panjang. Mereka harus memperbaharui fasilitas produksi,
memasuki pasar baru dengan produk yang baru, dan menginvestasikan
modal untuk penelitian dan pengembangan agar mampu bersaing dan
memenuhi kebutuhan konsumen yang selalu berubah-ubah.
Sistem pengukuran kinerja dan control memiliki peran yang kritikal
dalam mengelola tekanan antara tuntutan laba jangka pendek dan
kebutuhan perusahaan untuk melakukan investasi jangka panjang. Sistem
ini melakukannya dengan melayani tujuan sebagai berikut:
Berkomunikasi dengan perusahaan terkait tujuan strategis dari
bisnis dan faktor pendorong kinerja yang penting untuk mencapai
tujuan tersebut.
Menyediakan suatu framework untuk memastikan bahwa sumber daya
yang tersedia memadai untuk mencapai tujuan dan strategi jangka
panjang.
Menspesifikasi hubungan sebab akibat antara tujuan perusahaan
dan profit.
Menyediakan tolak ukut untuk pertumbuhan sistematis dalam key
performance indicators
Membangun suatu framework dalam mengalokasikn sumber daya untuk
menghasilkan kapabilitas perusahaan yang bersifat jangka
panjang.
Short-Term Result Against Long Term Capabilities PT Freeport Indonesia
Secara jangka pendek, PT Freeport Indonesia pasti ingin selalu memiliki
kinerja keuangan yang baik demi kelangsungan usaha Freeport kedepannya. Hal
ini ditunjukkan dengan keuntungan perusahaan Freeport yang pada awal-awal
berdirinya sudah menunjukkan keuntungan, bahkan tahun 1988, Freeport
mendapatkan pendapatan tahunan lebih dari $300.000.000. di tahun 1992,
pendapatan Freeport meningkat sangat pesat mencapai $714.300.000 dan
meningkat jauh lebih pesat lagi mencapai $1.843.300.000 di tahun 1995.
Tingkat produksi Freeport juga terus mengalami peningkatan guna untuk
meningkatkan pendapatan perusahaan dan memiliki kinerja keuangan yang baik
tiap tahunnya. Di tahun 1988, Freeport memproduksi 25.000 ton hasil tambang
yang terdiri atas tembaga, emas, dan perak dalam setiap harinya. Delapan
tahun kemudian, jumlah output ini bertambah sebanyak 200.000 ton. Bahkan,
di sekitar tahun 1995, produksi hasil tambang dapat mencapai 250.000 ton
per hari akibat penjualan 11,4% saham yang dilakukan Freeport kepada U.K.
based RTZ.
PT Freeport Indonesia tentu lebih memikirkan keuntungan jangka pendek
dibandingkan keuntungan jangka panjang. Hal ini terbukti dengan dampak
negative jangka panjang yang dihasilkan oleh Freeport terhadap lingkungan
di Papua dimana Freeport telah melakukan berbagai macam pelanggaran dan
pencemaran lingkungan di Papua. Adapun dampak lingkungan yang dilakukan
oleh Freeport antara lain adalah:
Kerusakan Lingkungan
Produksi tailing yang mencapai 220 ribu ton per hari dalam waktu 10
tahun terakhir menghasilkan kerusakan wilayah produktif berupa hutan,
sungai, dan lahan basah (wetland) seluas 120 ribu hektar. Sungai –
sungai yang merupakan salah satu sumber kehidupan bagi warga papua,
telah terkontaminasi oleh limbah yang dihasilkan PT Freeport Indonesia
Limbah Batuan (Waste Rock)
Sekitar 2.5 milyar ton limbah batuan Freeport telah dibuang ke alam.
Hal ini mengakibatkan turunnya daya dukung lingkungan sekitar
pertambangan dengan terbukti adanya yang terjadi dikawasan tersebut.
Bahkan salah satu anggota Panja DPR RI untuk kasus Freeport menemukan
fakta bahwa kecelakaan longsor akibat limbah batuan terjadi rutin
setiap tiga tahunan.
Tailing
Tailing di PT Freeport sangat berbahaya, alasannya adalah karena
jumlahnya yang sangat massif dan adanya kandungan bahan beracun dan
berbahaya yang terdapat dalam tailing.
Akibat dari pelanggaran dan pencemaran lingkungan yang dilakukan, PT
Freeport Indonesia mendapat berbagai kecaman dari stakeholders perusahaan,
baik dari warga setempat, berbagai Komunitas Lingkungan di Indonesia dan
berbagai NGOs di level Internasional. Hal ini membuat nama baik PT Freeport
Indonesia menjadi lebih buruk.
Pengaruh pelanggaran lingkungan perusahaan terhadap kinerja keuangan PT
Freeoprt Indonesia juga terbukti di tahun 1998 – 2000, dimana terjadi
penurunan pendapatan akibat dari berakhirnya masa kepemimpinan Soeharto dan
adanya kebijakan dari pemerintahan baru untuk melakukan kajian terhadap
seluruh kontrak perusahaan asing yang ditandatangani.
Sampai sekarang, PT Freeport sudah mulai menunjukkan upaya mereka untuk
menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan dengan adanya program
pengembangan masyarakat PTFI yang difokuskan untuk membantu masyarakat
setempat untuk membangun program ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan
kemampuan baca-tulis, memberikan pelatihan-pelatihan kejuruan, dan
mengadakan program kesehatan yang memadai. Adapun hal yang telah dilakukan
oleh PT Freeport Indonesia terkait program pengembangan masyarakat ini
adalah:
1. Investasi
2. Pengembangan Bisnis Lokal
3. Program Kesehatan
4. Program Pendidikan
Keuntungan yang diraih oleh PT Freeport Indonesia sampai sekarang juga
sudah mulai menunjukkan keuntungan yang positif.
Walaupun memang PT Freeport Indonesia udah melakukan berbagai macam upaya
dalam meningkatkan perhatian mereka terhadap pembangunan berkelanjutan
melalui program-program pengembangan masyarakat dan juga melalui tanggung
jawab sosial, belum ada bukti nyata dari PT Freeport Indonesia untuk
memulihkan kembali kondisi lingkungan di Papua sebagaimana seharusnya.
-----------------------
Growth
Profit
Control
Business Strategy