KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TANGERANG SELATAN
SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN TUGAS KELOMPOK
BAB VI — DESAIN DESAIN DAN EVALUASI SPM STUDI KASUS II GAME SHOP INC.
Diajukan Oleh: KELOMPOK EKALAVYA No. Absen
Nama
NPM
Galuna Hari Wangi
12
144060006295
Ishaq
14
144060006297
Rizki Bagoes Alam
28
144060006311
Sang Putu Dian Dwipayana
30
144060006313
KELAS 8-A STAR Spesialisasi Diploma IV Akuntansi STAR Program 2015
GAME SHOP INC.
Gambaran Umum Perusahaan Game Shop Inc. (GSI) adalah perusahaan yang bergerak di industri pembuatan video game. Industri video games merupakan industri yang sangat dinamis dan senantiasa menuntut para pelaku bisnis di industri ini agar mengikuti perkembangan baik dari segi fitur permainan, spesifikasi, dan permintaan para pelanggan. GSI sendiri sejauh ini memiliki reputasi yang cukup baik dari segi kualitas produk yang dihasilkan serta pelayanannya dalam menangani permintaan pembuatan proyek-proyek game tertentu.
GSI memiliki 17 unit bisnis yang memiliki dua fokus yang berbeda, 7 unit bisnis difokuskan untuk menangani proyek-proyek yang diminta pelanggan, dan 10 unit bisnis lainnya banyak berkecimpung dalam urusan pengembangan dan bagian expert . Pertanggungjawaban sebuah proyek mulai dari pengelolaan awal hingga akhir, termasuk penagihan, pada dasarnya berada pada bagian Manajer Proyek. Bersama 17 unit bisnis yang berada di perusahaan GSI, manajer proyek (Project Manager) melaporkan kinerjanya ke vice president Worldwide operation and Business Execution (Kevin Brink) untuk kemudian dilanjutkan pelaporannya hingga sampai kepada CEO perusahaan. GSI senantiasa mengedepankan kualitas produk yang dihasilkan kepada pelanggan untuk menjaga daya saing di industri pembuatan video game ini (yang cenderung bersifat oligopoly market). Setiap bulan, Kevin membagikan tinjauan manajemen yang terdiri dari beberapa scorecard untuk diinformasikan kepada seluruh karyawan sebagai sarana mengkomunikasikan instruksi kerja, saran perbaikan atas kekurangan yang ditemukan periode sebelumnya, dan penetapan kebijakan baru dari manajemen. Salah satu evaluasi atas beberapa kegagalan yang ditemukan adalah dengan menggunakan mekanisme Corrective Action Report (CAR). Dengan menereapkan model seperti ini, Kevin Brink memiliki keyakinan terhadap jalannya proses bisnis dengan lancar dan kualitas produk yang dihasilkan. Permasalahan pada Perusahaan Salah satu masalah yang muncul dalam perusahaan adalah mengenai sistem penagihan. Sejauh ini perusahaan menerapkan sistem desentralisasi dalam menjalankan proyek yang diminta dari pelanggan. Pengelolaan proyek dari awal hingga penyelesaian dan penagihannya ditangani oleh bagian Project Manager (PM). Dalam beberapa tahun terakhir ditemukan bahwa perusahaan tidak dapat memberikan informasi baik mengenai jumlah maupun tanggal jatuh tempo pembayaran yang benar kepada para pelanggannya.
Sebagian besar personel di bagian PM tidak memiliki latar belakang keuangan. Hampir semua merupakan lulusan sekolah menengah atas dan pendidikan akademik, biasanya berasal dari bidang seni. Terkait dengan masalah penjualan, kebijakan GSI mengharuskan sebuah proyek harus dilaksanakan berdasarkan jaminan pesanan pembelian dari pelanggan (purchase order-PO). Akan tetapi, dalam praktiknya bagian PM terbiasa melanggar kebijakan tersebut. Bagian PM menggunakan persetujuan yang tersirat dari pelanggan sebagai dasar pelaksanaan 1
sebuah proyek. Alasan yang melatarbelakangi kejadian ini adalah bagian PM tidak dapat memprediksi secara pasti kebutuhan atas sebuah proyek dari permintaan pelanggan. Dengan demikian, PO, pengiriman dokumen, serta penagihan kepada pelanggan dilakukan pada waktu yang sama. Bahkan, dalam beberapa situasi penagihan tidak serta merta dikirimkan bersamaan dengan pengiriman hasil pekerjaan. Perusahaan memberi tengat waktu tertentu bagi pelanggan untuk meninjau hasil pekerjaan mereka sebelum pada akhirnya disetujui dan dilakukan penagihan. Hal ini menimbulkan masalah besar terhadap informasi penagihan kepada pelanggan baik dari segi keakuratan data maupun ketepatan waktu terkait jatuh temponya tagihan. Sebagai gambaran atas kondisi tersebut, perusahaan mencatat ada senilai lebih dari $5juta working capital yang mengendap pada piutang usaha perusahaan yang umurnya lebih dari 60 hari, hampir 2 kali lipat dari pendapatan rata-rata perusahaan.
Analisis Permasalahan Dari permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam proses penagihan di GSI mencakup tiga masalah utama manajemen, yaitu kurangnya pengarahan, masalah motivasi, dan keterbatasan personel. Permasalahan kurangnya pengarahan dapat diketahui dari pernyataan David yang menyebutkan bahwa GSI tidak memiliki instruksi tertulis tentang penagihan dan beberapa manajer tidak tahu bagaimana menggunakan alat penagihan yang tersedia. Pernyataan lain dari David menjelaskan juga permasalahan motivasi yang dialami GSI. David menyatakan bahwa para manajer tidak termotivasi untuk pengelolaan penagihan yang baik. Mereka lebih terfokus pada pengelolaan produksi. Dijelaskan oleh David, manajer lebih tertarik pada pembahasan masalah pengiriman daripada masalah penagihan. Permasalahan terakhir yaitu keterbatasan personel dapat dilihat dari kondisi bahwa tidak ada personel berlatar belakang akuntansi atau keuangan pada unit yang mengelola penagihan.
Dengan kondisi tersebut perusahaan memerlukan pengendalian-pengendalian yang mampu mencegah terjadinya permasalahan di atas. Jenis-jenis pengendalian akan dijelaskan pada tabel 1. Pengendalian atas sistem penagihan ini menjadi penting, karena dengan adanya sistem penagihan yang memadai, maka kemampuan perusahaan untuk mengetahui jumlah pendapatan yang dapat direalisasikan menjadi kas dapat diandalkan. Atau dengan kata lain, jika GSI tidak memiliki sistem penagihan yang memadai, maka GSI juga tidak dapat mengetahui berapa banyak pendapatan yang dapat direalisasikan dari hasil operasi GSI. Tabel 1 Jenis Pengendalian Pengendalian Hasil
Akuntabilitas Hasil
Pengendalian
Pembatasan
Kurangnya Pengarahan
Masalah Motivasi
Keterbatasan Personel
x
x
x
x
2
Tindakan
Sikap Tinjauan Pratindakan
x
x
x
Akuntabilitas Tindakan
x
x
x
Redundansi Pengendalian Personel/Kultur
x
Pemilihan dan Penempatan
x
Pelatihan
x
x
x
x
Ketersediaan Sumber Daya
x
Penciptaan Kultur Perusahaan Yang Kuat
x
x
Imbalan Berbasis Kelompok
x
x
Isu-isu pada Permasalahan yang Terkait dengan Pengendalian Selanjutnya akan dijelaskan lagi lebih rinci bagaimana masalah-masalah yang terjadi pada GSI dan hubungannya dengan pengendalian pada GSI. Beberapa hal terkait permasalahan dan pengendalian yang perlu disorot lebih lanjut: ● tidak adanya personel berlatar belakang keuangan atau akuntansi dalam bagian Project Manager sebagai unit yang mengelola penagihan (Personal Control — selection and placment). Sebagaimana yang disajikan dalam kasus tersebut, masalah kompetensi karyawan dalam bidang keuangan menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan unit bisnis dan Project Manager baik dalam mengelola penagihan terkait penjualan proyek kepada pelanggan. Pegawai tanpa latar belakang akuntansi tidak akan mengerti tentang sumber daya ekonomi perusahaan yang akan mempengaruhi keberlangsungan perusahaan di masa yang akan datang. Ketersediaan pegawai dengan pemahaman yang baik tentang piutang terutama yang telah jatuh tempo akan meningkatkan awareness pada ketersediaan kas perusahaan untuk kegiatan operasional dan eksistensi serta keseriusan dalam pengelolaan keuangan perusahaan (terutama dari sudut pandang rekanan. ● manajemen tidak memiliki beberapa hal seperti ketegasan dalam menerapkan kebijakan, pengawasan atas pelaksanaan proyek, terutama terkait proses administrasi 3
dan pencatatan PO sehingga banyak pelanggaran dari karyawan (activity control — akuntabilitas tindakan). Pelanggaran terhadap salah satu prosedur dalam siklus penjualan yang telah ditetapkan oleh perusahaan pada akhirnya mengakibatkan tidak tertibnya pencatatan atas dokumen penagihan. Perusahaan sendiri tidak dapat memastikan bahwa pegawainya telah menjalankan prosedur penjualan proyek dengan benar karena tidak ada mekanisme pelaporan atas tindakan yang telah dilaksanakan para pegawainya. Hal ini menyulitkan perusahaan untuk dapat memonitor sekaligus menekankan suatu kebijakan perusahaan. Sebagai akibat dari terlalu longgarnya pengendalian menimbulkan rasionalisasi tindakan pegawai lain yang ikut-ikutan untuk berbuat yang sama hingga menjadi suatu kebiasaan yang tidak baik. ● bagian PM cenderung terlalu fokus terhadap kualitas output yang dihasilkan dan mengesampingkan masalah finansial perusahaan terkait perputaran piutang usaha (lack of direction, desain pekerjaan yang dirancang dengan kurang baik — Personal Control). Karyawan di satu sisi menggenjot kinerjanya untuk memaksimalkan kualitas output yang dihasilkan kepada pelanggan, akan tetapi tidak diimbangi dengan performa yang baik dalam mengelola piutang usaha bagi perusahaan. Sebagai unit yang sudah memiliki wewenang penuh dalam mengelola penjualan (tidak hanya cost center ), Project Manager dan 17 unit bisnis yang ada dalam perusahaan seharusnya juga lebih concern dalam menangani urusan ini. Perusahaan dalam kasus ini menugaskan David McDonald sebagai analis keuangan di GSI untuk memperbaiki sistem penagihan di GSI. Poin-poin permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengendalian antara lain: ● GSI tidak memiliki standar prosedur tertulis yang dapat dijadikan pedoman bagi karyawan dalam melaksanakan proses penagihan. ● Tidak ada mekanisme pengukuran kinerja terhadap kinerja karyawan dalam mengelola penagihan penjualan proyek. ● Resistensi karyawan terhadap perubahan desain sistem, terutama pegawai yang sudah merasa bekerja dalam kondisi yang nyaman dengan sistem yang ada. Isu lain di luar pengendalian tetapi masih terkait dengan permasalahan yang ada: ● Desentralisasi sistem penagihan yang dipegang bagian PM (apakah perlu ada peninjauan pengambilalihan sistem penagihan di Bagian Keuangan?) ● Pelanggan yang kurang kooperatif mengikuti kebijakan yang diterapkan perusahaan dalam setiap pemesanan proyek (harus disertai penerbitan PO). Perusahaan kurang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perilaku pelanggan. Secara umum, poin-poin di atas mengindikasikan pengendalian yang lemah terhadap jalannya proses bisnis perusahaan, terutama pada sistem penagihan.
4
Desain Pengendalian yang Diusulkan Perusahaan & Kaitannya dengan Teori yang Ada David McDonald menawarkan perbaikan desain terkait sistem penagihan yang sudah berjalan di perusahaan. Salah satu yang paling menonjol adalah dengan diberlakukannya mekanisme pengukuran kinerja terkait penagihan tersebut menggunakan billing scorecard (result control).
Selain itu, David juga mengimplementasikan penerapan deteksi dini terhadap kesalahankesalahan yang terjadi dalam penggunaan perangkat lunak dan prosedur dengan mengeluarkan P-CARs (Process Corrective Action Reports-sebagai salah satu bentuk pengendalian akuntabilitas tindakan-action control). Diharapkan dengan menggunakan alat pengendalian ini, perusahaan dapat melakukan pengidentifikasian atas titik kesalahan yang ada, prosedur apa yang dilanggar, siapa yang bertanggung jawab, dan tindakan apa yang perlu dilakukan perusahan untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Perusahaan, dalam hal ini melalui David, memilih menggunakan result control untuk memperbaiki permasalahan pada sistem penagihan. Menurut Merchant (2011), ada beberapa kelebihan dan kelemahan yang dihasilkan apabila manajemen memilih menggunakan jenis pengendalian ini. Keunggulan pertama yang dapat diperoleh adalah pengendalian ini cukup efektif ketika para pegawai tidak begitu memahami apa sesungguhnya yang hendak dicapai perusahaan. Hal ini sejalan dengan tujuan David dalam menerapkan billing scorecard . Pada poin-poin yang menjadi unsur penilaian, para pegawai di unit bisnis dan PM akan memahami apa saja sesungguhnya yang diinginkan perusahaan terkait dengan informasi penagihan penjualan kepada pelanggan. Selain itu, pengendalian hasil ini juga merupakan alat yang cukup ampuh untuk mempengaruhi perilaku karyawan. Dengan adanya penetapan target kinerja, pegawai akan merasa terpacu untuk memenuhi target tersebut dan akan membuka peluang bagi karyawan untuk mengembangkan kreativitasnya secara positif untuk tercapainya target yang telah ditetapkan. Hal ini biasanya dikaitkan dengan pemberian insentif atau bonus sebagai salah satu bentuk pengendalian hasil. Terakhir, pengendalian hasil merupakan salah satu bentuk pengendalian yang tidak banyak memerlukan biaya (terutama direct cost dalam pembuatan dan penerapan control). Perusahaan dalam kasus ini mungkin juga mempertimbangkan dua kelebihan dari bentuk pengendalian hasil ini. Pengendalian hasil yang dibuat David (dan telah berjalan) menjadi sarana komunikasi yang cukup efektif bagi manajemen untuk mencari apa yang sebetulnya menjadi hambatan bagi tiap-tiap unit bisnis yang kesulitan dalam mengelola penagihan penjualan proyeknya. Para direktur unit bisnis juga dapat memberi masukan terhadap alat ukur kinerja yang dibuat perusahaan sehingga tercipta feedback positif untuk pengukuran kinerja yang lebih andal. Selain pengendalian hasil, penggunaan P-CARs menyiratkan bahwa GSI juga menggunakan pengendalian tindakan. Seperti yang dijelaskan David, P-CARs menggambarkan letak kesalahan proses, siapa yang bertanggung jawab, dan tindakan apa 5
yang dibutuhkan untuk memperbaikinya. Ditambahkan oleh David, fokus dari P-CARs adalah proses, bukan pada personel. Secara teoritis pengendalian tindakan memiliki beberapa keunggulan (Merchant, 2011), di antaranya: 1. lebih efektif karena bersifat langsung dalam men-direct perilaku karyawan, 2. dapat didokumentasikan secara permanen sebagai panduan yang jelas bagi karyawan dalam melaksanakan tugas (seperti kebijakan dan prosedur), 3. memudahkan perusahaan dalam melaksanakan koordinasi. Seberapa Ketat desain Pengendalian yang Diusulkan David McDonald lebih banyak menggunakan pengendalian hasil dalam menanggulangi permasalahan yang ada. Pengendalian hasil yang dibuat David dengan mengembangkan billing scorecard sebagai laporan bulanan yang akan merekam kinerja penagihan setiap unit bisnis di perusahaan. Billing Scorecard yang dibuat oleh David memiliki 4 alat ukur yang dijadikan dasar penilaian performa unit bisnis dalam mengelola penagihan penjualan (dalam skala 0-4). Keempat indikator tersebut antara lain: 1. Persentase faktur penjualan, yakni rasio tagihan per bulan dibagi dengan penjualan per bulan. Indikator ini mengarahkan pada kepastian bahwa setiap transaksi penjualan (pengiriman dan atas invoce) telah diterima pembayarnnya. 2. Penyesuaian jumlah minggu dari penjualan yang masih harus dibayar, yaitu penjualan yang masih harus dibayar dibagi 3 bulan (13 minggu) dikurangi keterlambatan persetujuan, Indikator ini akan menunjukkan jumlah penjualan (piutang) yang sudah harus ditagih dan dibayar oleh pelanggan pada suatu rentang periode penjualan agar tidak melebihi suatu batas toleransi yang telah ditetapkan melalui formulasi tertentu. 3. Persentase pengiriman penjualan tanpa PO, yang merupakan hasil pembagian antara jumlah pengiriman tanpa PO dengan banyaknya penjualan yang terkirim. Indikator ini mengarahkan kepada sisi kepatuhan proses bisnis dalam hal eksistensi input, proses, dan output serta adanya jaminan kesesuaian pengiriman dan penagihan dikemudian hari. 4. Persentase piutang berumur kurang dari 30 hari melalui pembobotan agar mendorong karyawan dapat mempertahankan umur piutang bisa dibawah 30 hari.
Keempat jenis indikator tersebut memiliki bobot yang sama dan kemudian dirata-rata secara keseluruhan (dengan skala penilaian 0-4). Hasil skor dari masing-masing unit bisnis dikirimkan ke direktur unit bisnis, wakil presiden, dan senior wakil presiden sebagai “rapor” atas kinerja unit bisnis yang bersangkutan. Unit bisnis yang memperoleh nilai di bawah C atau skor 2,0 dipanggil untuk mengukuti pertemuan dengan Wakil Presiden Keuangan GSI. Jika melihat apa yang telah dibuat David pada Billing Scorecard , indikator penilaian terhadap kinerja penagihan penjualan yang ada sudah dapat dikatakan cukup ketat. Selain memiliki standar penilaian yang cukup tinggi (skor 2,0 atau C ke bawah dikategorikan bermasalah), pengukuran kinerja ini sudah memenuhi beberapa unsur tightness dari pengendalian hasil, yakni: ● spesifik yang terlihat dari jelasnya apa yang menjadi ukuran penilaian serta telah jelasnya definisi penilaian serta prosedurnya; 6
● dikomunikasikan dan diinternalisasikan secara efektif yang terlihat pada panduan karyawan dan diterapkan pada aplikasi serta adanya tindak lanjut berupa komunikasi lanjutan atas “rapor” dengan nilai C; dan ● lengkap yang terlihat dari adanya arah pengendalian yaitu upaya yang dilakukan karyawan untuk menyelesaikan pesanan pelanggan dan secara tidak langsung menginput hasil pengiriman dengan komponen pendukung lainnya sehingga semua proses akan terlaksana. Jika dikaitkan dengan beberapa isu permasalahan yang ada sebelumnya, sepertinya bentuk pengendalian ini tidak serta merta dapat menanggulangi beberapa root cause yang ada. Contohnya, terkait dengan minimnya sumber daya manusia di bidang keuangan atau lemahnya kompetensi karyawan di masing-masing unit bisnis dan Project Manager dalam hal pengelolaan keuangan yang baik, terutama dalam urusan penagihan penjualan. Mungkin pengendalian yang lebih tepat untuk meng-address permasalahan yang ada adalah dengan menerapkan personal control dalam bentuk seleksi dan penempatan orang-orang yang sesuai dengan tupoksi yang ada di unit bisnis tersebut (mengingat unit bisnis di perusahaan GSI sudah merupakan profit center ). Biaya Pengendalian yang Timbul Pada dasarnya biaya langsung yang dibutuhkan dalam membangun dan mengimplementasikan result control seperti yang dilakukan David tidak terlalu tinggi. Bahkan dalam teorinya dikatakan bahwa result control merupakan pengendalian yang relatif memerlukan biaya lebih rendah dibanding bentuk pengendalian lainnya.
Namun, result control yang terlalu ketat dapat menimbulkan side effect yang negatif (harmful effect ) bagi perusahaan. Pada kasus GSI ini disebutkan bahwa beberapa unit bisnis yang memperoleh kinerja yang di bawah standar mengeluhkan kriteria penilaian yang dibuat terlalu tinggi dan sulit dicapai oleh unit bisnis, terutama indikator kinerja ke-4 pada Billing Scorecard yang menurut beberapa direktur unit bisnis di patok terlalu tinggi (dengan indikator penjualan di bawah 30 hari). Selain itu, pengendalian tindakan yang dibuat David dalam bentuk PCARs juga memerlukan biaya langsung terkait penerbitan laporan bulanan atas kesalahan proses yang ada. Penekanan aspek proses, ketimbang personel, yang ada dalam model PCARs dapat membuat pegawai lebih merasa tidak dikambinghitamkan dalam sebuah permasalahan yang ada dan bahan perbaikan yang efektif. Simpulan Dari informasi ini, David menggunakan akuntabilitas hasil dan akuntabilitas tindakan untuk memperbaiki sistem penagihan GSI. Kedua pengendalian ini, seperti yang digambarkan pada tabel 1 mampu mengurangi ketiga permasalahan sistem penagihan GSI. Akuntabilitas hasil akan mengurangi permasalahan kurangnya pengarahan dan masalah motivasi, dan selanjutnya akuntabilitas tindakan mampu mengurangi permasalahan kurangnya pengarahan, masalah motivasi, dan keterbatasan personel.
7
Dari penerapan dua pengendalian yang secara teoritis mampu mengurangi ketiga permasalahan GSI ini, David merasa cukup puas atas hasil awal yang diberikan. Hal ini dapat diketahui dari penurunan kesalahan penagihan yang turun menjadi 0,3% dari awalnya yang mencapai 15%. Namun demikian masih terdapat beberapa hal terkait biaya pengendalian dan peningkatan kualitas pengendalian, terutama peningkatan kualitas pengukuran scorecard yang masih menjadi tanggung jawab David selaku analis keuangan yang ditugaskan untuk mengelola sistem penagihan. Saran Dari beberapa kekurangan yang masih terdapat pada sistem pengendalian yang diajukan oleh David, tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: ● redesign atau penyesuaian terhadap unsur-unsur pada Billing Scorecard yang menurut unit bisnis perusahaan diset terlampau tinggi, ● menjalankan mekanisme insentif bagi unit bisnis yang sudah memenuhi target standar penilaian Billing Scorecard, ● melakukan rotasi atau penempatan pegawai, terutama pegawai yang memiliki latar belakang keuangan, di 17 unit bisnis dan bagian PM untuk mengatasi keterbatasan unit dalam mengelola keuangannya (dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga di Bagian Keuangan atau merekrut pegawai baru), ● membuat pedoman penagihan penjualan berupa standar prosedur penagihan (dalam bentuk SOP atau peraturan perusahaan) yang selama ini belum terdapat di perusahaan--termasuk di dalamnya mengatur mengenai biaya awal pemesanan proyek, ● bersifat lebih tegas dalam menerapkan sebuah kebijakan (dengan memanfaatkan PCARs, perusahaan dapat memantau kesalahan prosedur yang dilakukan karyawan).
8