Jakarta, CNBC Indonesia - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) saat ini mengalami tekanan likuiditas. Alhasil BUMN Asuransi ini menunda pembayaran klaim ke nasabahnya.
Produk yang mengalami penundaan pembayaran klaim adalah bancassurance. Produk ini berada pada 11 bank. Berdasarkan dokumen yang diperoleh CNBC Indonesia, Kamis (11/10/2018), penundaan pembayaran ini terungkap melalui beberapa surat direksi Jiwasraya yang dikirimkan ke ke bank bank yang bekerjasama menyediakan produk produk bancassurance.
[Type text]
Bahkan beredar di sosial media jika Jiwasraya mengalami gagal bayar. Namun hal ini ternyata tidak benar. Pihak BUMN Asuransi tersebut menegaskan hanya mengalami keterlambatan pembayaran. "Bukan gagal bayar pak, tapi mengalami keterlambatan karena kami sedang mengalami tekanan likuiditas," kata Wiwik Sutrisno yang merupakan Kepala Bagian Komunikasi Korporat PT Asuransi Jiwasraya (Persero), kepada CNBC Indonesia dalam pesan singkatnya, Kamis (11/10/2018). Ia mengungkapkan, hal ini terjadi karena melemahnya kondisi pasar uang dan pasar modal beberapa waktu terakhir ini. "Kami sedang mengupayakan pendanaan untuk dapat memenuhi kewajiban kepada pemegang polis," tutur Wiwik lebih jauh. Produk bancassurance ini di antaranya bekerja sama dengan PT Bank Tabungan Negara (BTN), PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), KEB Hana, Bank QNB. Direktur Consumer Banking BTN Budi Satria mengaku belum mengetahui kabar penundaan pembayaran klaim bancassurance BTN dengan Jiwasraya. Sementara Komisaris Jiwasraya, Scenaider Clasein Siahaan tengah mencari lebih tahu adanya penundaan pembayaran tersebut. "Saya coba cari tahu. Coba kontak Pak Asmawi [Direktur Utama Jiwasraya] dulu ya," kata Scenaider. Sementara, CNBC Indonesia mencoba menghubungi Asmawi Syam namun t idak mendapatkan respons. Deputi Bidang Jasa Keuangan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo justru tidak mengetahui kabar tersebut. "Saya malah tidak mendengar soal itu," kata Gatot ketika dikonfirmasi soal informasi gagal bayar Jiwasraya.
[Type text]
PEMBAHASAN
Kalimat di atas adalah surat pemberitahuan yang dikirimkan Asuransi Jiwasraya kepada ke salah satu nasabahnya. Perusahaan asuransi BUMN itu juga mengirimkan pemberitahuan yang sama kepada bank mitra penjual produk bancassurance-nya. Salah satunya adalah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Bank yang memiliki spesialisasi kredit perumahan tersebut juga mendapat surat keterangan keterlambatan pembayaran polis Jiwasraya jenis JS Proteksi Plan. Kepada BTN, Jiwasraya menjelaskan bahwa saat ini pihaknya tengah menghadapi tekanan likuiditas. JS Proteksi Plan merupakan produk asuransi jiwa berbalut investasi. Nilai tunai polis jatuh tempo pada 10 Oktober ini mencapai Rp802 miliar yang berasal dari 711 polis. Nilai itu harus dibayarkan kepada tujuh mitra bancassurance Jiwasraya antara lai n Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan juga BTN. Budi Satria, Direktur Consumer Banking BTN menje laskan, pihaknya bersama perbankan lain akan bersama-sama menunggu Jiwasraya untuk menyelesaikan permasalahannya dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku. Jiwasraya memang mengaku tengah mengupayakan pendanaan untuk dapat memenuhi kewajiban kepada para pemegang polis. Asmawi Syam, Direktur Utama Jiwasraya menjelaskan, ketidakmampuan perseroan untuk membayar polis produk bancassurance jatuh tempo terjadi sejak 1 Oktober 2018, hal ini dikarenakan pemenuhan pendanaan untuk pembayaran polis masih dalam proses, maka Jiwasraya meminta kepada nasabah untuk memberikan kelonggaran waktu pelunasan. Atas keterlambatan pembayaran ini, Asmawi mengatakan Jiwasra ya akan memberikan kompensasi. Ada dua opsi yang bisa dipilih oleh para pemegang polis. Pertama, Jiwasraya menawarkan roll over alias perpanjangan kontrak selama satu tahun atas dana kelolaan saving plan nasabah. Pilihan ini, diganjar dengan tingkat bunga 6 persen per tahun. Kedua, bagi nasabah tetap ingin mencairkan dana investasinya, Jiwasra ya meminta waktu pelunasan selama beberapa hari ke depan. Keterlambatan pelunasan itu, akan diganti Jiwasraya dengan bunga sebesar 5,75 persen per tahun. Tambahan bunga harian itu dihitung berdasarkan jumlah hari keterlambatan mulai dari jatuh tempo sampai dengan klaim dibayarkan.
Asmawi menyebutkan bahwa macetnya pembayaran dana nasabah yang sudah jatuh tempo salah satunya disebabkan oleh penurunan aset yang menjadi portofolio polis asuransi jiwa berbalut investasi atau saving plan. [Type text]
Produk saving plan JS Proteksi Plan ini beredar di masyarakat sejak tahun 2013. Melansir situs perseroan, produk ini memiliki masa pertanggungan selama lima tahun dengan pilihan nasabah bisa menarik keluar dana investasi setiap tahunnya.
Nilai premi awal produk saving plan ini mulai dari Rp100 juta. Tapi bisa berbeda-beda bagi setiap bank mitra penjual. Melansir proposal Standard Chartered Bank dari Kontan, bank distributor mengharuskan penempatan investasi awal minimum Rp1 miliar. Melansir Kontan, dari total dana kelolaan saving plan, sebanyak 75 persen adalah berupa aset produk finansial seperti saham, reksadana, surat berharga negara (SBN), obligasi BUMN dan korporasi. Sebanyak 80 persen dari portofolio finansial produk JS Proteksi Plan berada di pasar saham dan reksadana. Sayangnya, Jiwasraya tidak bisa mencairkan asetnya di pasar saham yang saat ini sedang mengalami penurunan nilai aset karena tekanan di pasar modal. Sebagai BUMN, kata dia, perseroan tidak bisa melakukan jual rugi atau cut loss. Sisa 25 persen portofolio produk saving Plan tersebut, berupa tanah dan properti. Ini juga menyulitkan manajemen Jiwasraya memperoleh dana tunai. Penjualan lahan dan juga properti tentu memerlukan waktu yang tidak sebentar. Terlebih di tengah kondisi ekonomi yang penuh tekanan ini.
Penundaan pembayaran klaim JS Proteksi Plan juga dikarenakan rasio kecukupan modal atau risk based capital (RBC) perseroan yang rendah. Per 2017, RBC Jiwasraya berada di level 123,16 persen yang merupakan posisi terendah sej ak 2012. Ini turut memengaruhi performa perseroan di tahun 2018 ini. Laporan keuangan perseroan juga menyebutkan rasio likuiditas Jiwasraya per 2017 sebesar 147,5 persen, lebih rendah 8,79 persen dibanding 2016 yang mencapai 156,29 persen. Perseroan juga mengalami penurunan rasio perimbangan hasil investasi dengan pendapatan premi neto dari yang sebelumya sebesar 17,57 persen menjadi hanya 15,65 persen. Kinerja Jiwasraya diperberat dengan melonjaknya rasio beban klaim, usaha dan komisi terhadap pendapatan premi neto yang pada 2017 mencapai 114,02 persen. Lebih tinggi dibanding rasio beban perseroan pada 2016 yang sebesar 107,69 persen. Apabila rasio kecukupan modalnya rendah, buntut dari operasional 2017 yang otomatis berpengaruh ke 2018. Manajemen Jiwasraya saat ini memang muka-muka baru pengganti jajaran direksi lama berhenti. Asmawi Syam misalnya, baru diberi mandat oleh Menteri BUMN Rini Soemarno menjabat sebagai Direktur Utama Jiwasraya pada Mei 2018. [Type text]
Menteri BUMN Rini Soemarno yang telah mengetahui adanya mismanagement kemudian meminta Badan Pengawas Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya. Audit investigasi tersebut dilakukan terhadap customer based perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Prosesnya diharapkan bisa rampung dengan segera pada pekan depan. Rini menambahkan, audit investigasi dilakukan karena pemerintah sedang memastikan customer based yang dimiliki Jiwasraya itu. “Penundaan pembayaran polis juga dikarenakan adanya audit investigasi,” kata Rini melansir Bisnis.
Penulis: Dea Chadiza Syafina Editor: Suhendra
[Type text]
2018 .Kasus Jiwasraya terkuak, pengawasan terhadap eksekutif asuransi dinilai minim https://keuangan.kontan.co.id/news/kasus-jiwasraya-terkuak-pengawasan-terhadap-eksekutifasuransi-dinilai-minim
[Type text]
Masalah likuiditas PT Asuransi Jiwasraya ke permukaan turut mengundang pertanyaan terkait fungsi pengawasan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK memiliki instrumen pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan (LJK) termasuk asuransi, baik itu secara langsung, maupun tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan lewat pemeriksaaan rutin atau bila ada laporan dari pihak terkait. Sementara pengawasan tidak langsung, dilakukan melalui sistem pelaporan semisal assesment manajemen risiko dan instrumen compliance lainnya.
Namun pengawasan terhadap manajemen LJK seperti jajaran direksi masih minim. Biasanya dilakukan sebatas mekanisme uji kepatutan dan kelayakan. Namun, uji integritas dari para jajaran direksi masih terbatas. Regulator harus mewajibkan perusahaan LJK untuk mengimplementasikan whistle blowing system yang menyediakan mekanisme palaporan bila ada penyimpangan yang dilakukan oleh orang dalam. Sanksinya pun harus tegas dan membuat efek jera, semisal dengan penerbitan list of improper executives, yang diterbitkan secara berkala, misalnya tiap kuartal. Hal ini disebutnya amat penting karena fraud yang dapat menyebabkan LJK bermasalah lazimnya dilakukan oleh direksi yang memikul tanggung jawab bila ada kerugian. Pasaln ya, harus dibedakan antara masalah karena faktor internal dan eksternal. Masalah karena kecurangan manajemen tentunya beda dengan masalah yang disebabkan kondisi ekonomi semisal kondisi pasar modal atau bencana alam. Disisi lain, OJK juga kekurangan tenaga pengawas. Makanya hal ini pun harus dipecahkan misalnya dengan merekrut tenaga-tenaga baru yang berintegritas seperti dari kalangan praktisi.
[Type text]
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan asuransi BUMN, PT Asuransi Jiwasraya tengah menghadapi tekanan likuiditas. Penyedia asuransi jiwa ini alhasil menunda pembayaran polis jatuh tempo yang dipasarkan bank (bancassurance) yang sedianya jatuh tempo Oktober ini.
Kasus polis macet ini terungkap dari surat Jiwasraya pada bank agen pemasar asuransinya, salah satunya PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Dalam surat yang diterima Kontan.co.id, disebutkan, Jiwasraya bersama pemegang saham sedang mengupayakan pendanaan untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis. Salah satu polis jatuh tempo tersebut adalah asur ansi jiwa berbalut investasi yang mereka sebut "saving plan" hasil kerja sama dengan sejumlah bank sebagai agen penjual. Atas keterlambatan pembayaran pada bank, Jiwasraya memutuskan untuk memberikan bunga 5,75% per tahun. “Karena pemenuhan pendanaan tersebut masih dalam proses maka mengakibatkan pembayaran klaim JS Proteksi Plan BTN mengalami penundaan, dan atas hal tersebut kami menyampaikan permohonan. Atas keterlambatan pembayaran tersebut akan diberikan bunga sebesar 5,75% per annum,” demikian bunyi isi surat Jiwasraya kepada BTN. Direktur Utama Jiwasraya Asmawi Syam mengatakan, saving plan yang jatuh tempo dan tidak bisa dilunasi Jiwasraya saat ini berjumlah Rp 802 miliar. "Produk ini dijual lewat sejumlah bank, yang bertindak sebagai mitra distributor," terang Asmawi bersama jaj aran direksi Jiwasraya lainnya saat ditemui Kontan.co.id di kantornya, Kamis (11/10).
Tujuh bank
Selain ke BTN, Jiwasraya juga melayangkan surat pemberitahuan penundaan pembayaran polis asuransi yang jatuh tempo. Ada tujuh bank yang menjadi agen penjual dari produk asuransi Jiwasraya. Mereka adalah PT Bank Tabungan Negara, Bank ANZ, Bank QNB, PT Bank Rakyat Indonesia, Bank KEB Hana, Bank Victoria dan Standard Chartered Indonesia. Berdasarkan dokumen penawaran produk tersebut, kebanyakan produk ini ditawarkan kepada nasabah tajir atau biasa disebut prioritas. “Sehubungan adanya keterlambatan pembayaran nilai tunai jatuh tempo polis Jiwasraya jenis JS Proteksi plan BTN, dapat kami sampaikan bahwa saat ini kami sedang mengalami tekanan likuiditas,” demikian bunyi paragraf pembuka surat yang ditujukan ke Bank Tabu ngan Negara (BTN) yang ditandatangani Direktur Pemasaran Jiwasraya Indra Widjaja dan dan Direktur Keuangan Jiwasraya Danang Suryono.
Salah investasi?
[Type text]
Hexana Tri Sasongko, Direktur Investasi & Teknologi Jiwasraya menambahkan, sampai 30 September 2018, Jiwasraya masih mampu membayar polis produk saving plan yang jatuh tempo. "Tapi sejak 1 Oktober, kami sudah tidak bisa," kata Hexana. Ia menambahkan, produk saving plan tersebut mulai beredar di masyarakat sejak tahun 2013. Produk ini memiliki durasi kontrak selama lima tahun, dengan opsi saban tahun sang nasabah bisa menarik keluar dana investasinya. Nilai premi awal dari produk saving plan tersebut mulai dari Rp 100 juta, bisa berbeda-beda tergantung kebijakan bank yang bersangkutan sebagai mitra distributor. Semisal pada proposal yang dimiliki Kontan.co.id, Standard Chartered Bank mengharuskan penempatan investasi awal minimum Rp 1 miliar. "Imbal hasil yang ditawarkan dulu sekitar 6,5% per tahun nett. Namun sudah diturunkan menjadi 6% nett sejak Juni 2018," imbuh Hexana. Dia bercerita, ihwal macetnya pembayaran dana nasabah yang sudah jatuh tempo. Salah satu penyebabnya adalah penurunan nilai aset yang menjadi portofolio saving plan. Hexana merinci, dari total dana kelolaan saving plan, sebanyak 75% berbentuk aset produk finansial, seperti saham, reksadana, surat berharga negara (SBN), obligasi korporasi dan obligasi BUMN. "Dari portofolio dalam produk finansial itu, sebanyak 80% berada di pasar saham dan reksadana," terang Hexana. Yang menjadi persoalan, lanjut Hexana, Jiwasraya tidak bisa mencairkan asetnya di saham, yang saat ini sedang mengalami penurunan nilai aset akibat kondisi pasar yang tengah tertekan. "Sebagai BUMN, kami tidak bisa cut loss," terang Hexana. Sementara dari total portofolio produk saving plan tersebut, sekitar 25% berupa tanah dan properti. Ini yang juga menyulitkan manajemen Jiwasraya memperoleh dana tunai guna memenuhi kewajibannya kepada nasabah. "Mengenai komposisi portofolio, ini sudah warisan dari manajemen lama," tutur Hexana.
Masalah laporan keuangan
Hexana mengatakan, sejak awal tahun 2018, net dana investasi baru yang diperoleh Jiwasra ya dari produk saving plan ini sudah negatif. Artinya, praktis sejak Hexana beserta jajaran direksi baru Jiwasraya resmi menduduki jabatan di perusahaan ini per 27 Agustus 2018, tidak ada dana baru yang bisa mereka investasikan. Dirut Jiwasraya Asmawi menambahkan, jajaran manajemen Jis wasraya saat ini memang muka-muka baru, setelah jajaran direksi lama berhenti. "Kami datang untuk melakukan transformasi bisnis. Kami berupaya membenahi persoalan di Jiwasraya," tandas Asmawi.
[Type text]
Sedari awal dirinya beserta jajaran direksi yang baru terpilih dalam RUPS Jiwasraya 18 Mei 2018 dan resmi menjabat per 27 Agustus 2018, memang terdapat sejumlah ketidakberesan. Sebut saja soal laporan keuangan. Laporan keuangan unaudited Jiwasraya tahun 2017 awalnya mencatat laba besih sebesar Rp 2,4 triliun. Namun setelah manajemen baru Jiwasraya meminta PricewaterhouseCoopers (PwC) mengaudit, terdapat revisi dengan nilai yang sangat signifikan. Laba bersih Jiwasraya only, yang semula berjumlah Rp 2,4 triliun, berdasarkan laporan audit PwC berubah menjadi Rp 360 miliar. Laba bersih dalam laporan audit Jiwasraya oleh PwC itu pun masih adverse alias masih memerlukan pembuktian pada sejumlah pos. PwC pada akhirnya belum bisa mengambil opini karena status adverse itu. Secara sederhana, laporan audit Jiwasraya belum berstatus wajar tanpa pengecualian. Rianto Ahmadi, Direktur Teknik Jiwasraya menambahkan, audit PwC menemukan ketidaksesuaian dana yang harus dicadangkan Jiwasraya. "Sebab, pencadangan harus disesuaikan dengan kondisi janji Jiwasraya ke nasabah. Itu yang kemudian diperbaiki," kata Rianto. Nah, terhadap dana nasabah yang sudah jatuh tempo, Jiwasraya melalui bank mitra, menawarkan skema roll over. Skema ini meminta kesediaan nasabah untuk memperpanjang masa investasinya. Jiwasraya akan memberikan imbal hasil 6% nett, bagi nasabah yang bersedia me-roll over investasinya. Sedangkan bagi nasabah yang tidak bersedia di-roll over dan tetap ingin meminta pelunasan, Jiwasraya akan memenuhinya sampai dana tersedia. Namun selama nasabah menunggu, Jiwasraya akan memberikan imbal hasil atas dana yang jatuh tempo itu sebesar 5,75% nett per tahun, hingga dana nasabah cair. "Intinya kami tidak ingin merugikan nasabah, baik yang mau di-roll over maupun yang sudah jatuh tempo dan ingin dananya kembali," terang Asmawi. Mengenai pencairan aset di pasar modal, Hexana mengatakan semua berga ntung kondisi pasar. Dia pun tidak bisa memprediksi kapan pasar saham akan bergerak naik, setelah terkoreksi sebesar 8,5% pada tahun ini.
Investigasi Menteri BUMN
Menteri BUMN Rini Soemarno juga sudah mengetahui perihal ini. Ia mengatakan pihaknya sudah melakukan audit investigasi. “Kami telah melakukan audit investigasi t erkait hal ini,” kata Rini saat ditemui di acara IMF Annual Meeting 2018, Nusa Dua Bali, Kamis (11/10). Rini tak menyebutkan penyebab Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas. Yang terang dalam kasus Jiwasraya ini, Rini mengatakan, Kementerian BUMN telah bicara dengan Badan
[Type text]
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu Kementerian BUMN juga sudah melakukan audit terhadap customer base. https://keuangan.kontan.co.id/news/asuransi-jiwa-bumn-jiwasraya-macet-bayar-polis-apayang-terjadi. Sanny Cicilia
Salah Investasi Jiwasraya yang Berujung Gagal Bayar Penulis: Safrezi Fitra Editor: Amal Ihsan Hadian Selasa 23/10/2018, 23.00 WIB
Pada periode 2007 hingga 2012, Jiwasraya menempatkan dananya pada repo saham yang menawarkan bunga tinggi. Masalah muncul ketika pasar modal melemah T Asuransi Jiwasraya tengah menghadapi masalah. Perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia ini terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis yang jatuh tempo bulan ini. Penundaan pembayaran dilakukan untuk 711 polis produk bancassurance senilai Rp 802 miliar. Kesalahan investasi diduga menjadi penyebab sulitnya likuiditas perusahaan, sehingga bisa gagal membayarkan polis. Ada tujuh bank yang memasarkan produk bancassurance Jiwasraya bernama JS Proteksi Plan yang diterbitkan lima tahun lalu. Ketujuh bank tersebut adalah Bank Tabungan Negara (BTN), Standard Chartered, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). "Kami sebagai perusahaan BUMN bersama pemegang saham sedang mengupayakan pendanaan untuk memenuhi kewajiban kepada para pemegang polis," seperti dikutip dalam salinan surat Jiwasraya kepada salah satu bank yang memasarkan JS Proteksi Plan pada 10 Oktober lalu. Dalam surat tersebut, Jiwasraya mengungkapkan penundaan pembayaran dilakukan lantaran ada masalah likuiditas yang membelit keuangan perusahaan. Padahal, dalam laporan keuangan 2017, perusahaan asuransi pelat merah ini menunjukkan kinerja keuangannya masih positif, dengan perolehan laba yang mencapai Rp 2,4 triliun. Sumber Katadata.co.id menyebutkan ada potensi fraud (kecurangan) dalam permasalahan Jiwasraya. Makanya, Menteri BUMN Rini Soemarno sampai meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit investigasi. (Baca juga: Likuiditas Jiwasraya Tertekan, Menteri BUMN Minta BPK Investigasi) Dia mengungkapkan tekanan likuiditas yang membuat Jiwasr aya gagal bayar polis bancassurance terjadi karena kesalahan investasi. Pada periode 2007 hingga 2012, [Type text]
Jiwasraya menempatkan dananya pada repo saham. Transaksi repo (repurchase agreement ) adalah pinjaman yang diberikan dengan agunan berupa saham. Pinjaman seperti ini menawarkan bunga yang tinggi mengingat risikonya juga tinggi. Makanya Jiwasraya berani menerbitkan produk asuransinya, seperti JS Proteksi Plan pada 2013 dengan menawarkan bunga tinggi. Masalah muncul ketika pasar modal melemah dan harga-harga saham anjlok. Perusahaan tidak bisa menjual saham yang menjadi agunan pinjaman tersebut karena nilainya turun. Jiwasraya sebagai pemberi pinjaman bisa rugi jika memaksakan menjual jaminan saham saat harganya rendah. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mencium ketidakberesan ini setelah mendapatkan laporan dari Asmawi Syam yang baru dilantik menjadi Direktur Utama Jiwasraya pada Mei 2018 lalu. Ada ketidaksesuaian aset dan kewajiban dalam laporan keuangan tahun lalu. Dalam laporan keuangan tersebut tercatat perolehan la ba bersih Jiwasraya mencapai Rp 2,4 triliun. naik 37,64% dibandingkan tahun sebelumnya. Premi netto mencapai Rp 21,8 triliun atau naik 21,52%, sedangkan hasil investasi naik 21,09% menjadi Rp 3,86 triliun. Namun, Asmawi merasa ada kejanggalan dalam laporan keuangan tersebut. Dia pun meminta PricewaterhouseCoopers (PWC) melakukan audit ulang. Ternyata benar, hasil audit ulang menyatakan laba bersih Jiwasraya tahun lalu tidak mencapai triliunan, melainkan hanya Rp 360 miliar. Saat dikonfirmasi, Asmawi belum mau memberikan gambaran utuh mengenai penyebab terjadinya tekanan likuiditas yang berujung pada penundaan pembayaran polis jatuh tempo tersebut. Kemudian dilakukan audit keuangan oleh BPK dan sejauh ini indikasi kesulitan likuiditas Jiwasraya adalah kesalahan dalam pengelolaan investasi. Mayoritas dana kelolaan diinvestasikan dalam bentuk sekuritas (efek) di pasar modal, sisanya di tanah dan properti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti dua hal yang membuat Jiwasraya kesulit an likuiditas. Pertama, tren kinerja investasi yang turun seiring melemahnya kinerja pasar modal belakangan ini. Di sisi lain, Jiwasraya menjanjikan imbal hasil yang cukup tinggi kepada nasabahnya. Jiwasraya tidak bisa begitu saja menjual saham investasinya di saat harga rendah. Karena apabila investasi dicairkan sekarang untuk membayar polis, akibatnya akan terjadi cut loss. Apabila cut loss di perusahaan BUMN, akan dituduh merugikan negara. Kedua, perolehan premi yang juga turun. Sepanjang tahun lalu total pendapatan premi Jiwasraya mencapai Rp 21,9, tapi hingga bulan ini belum sampai Rp 8 triliun. Dua hal ini yang membuat likuiditas Jiwasraya semakin berat. Pendapatan dari investasi dan premi tidak bisa menutup selisih likuiditas. Sebenarnya OJK pun telah memperingatkan Jiwasraya untuk menjaga likuiditas agar kewajiban kepada pemegang polis bisa terjaga. Atas keterlambatan pembayaran ini, manajemen Jiwasraya memberikan dua opsi kepada pemegang polis. Pertama, roll over alias perpanjangan kontrak selama satu tahun atas dana kelolaan saving plan nasabah. Jiwasraya menawarkan bunga 6% per tahun untuk opsi ini. Per 15 Oktober 2018, Jiwasyara telah membayarkan bunga atas 1.286 polis asuransi JS Proteksi Plan yang jatuh tempo sebesar Rp 96,58 miliar. Pembayaran tersebut merupakan bunga dari premi yang jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar.
[Type text]
Kedua, bagi nasabah tetap ingin mencairkan dana investasi nya, Jiwasraya meminta waktu untuk pelunasan selama beberapa hari ke depan. Keterlambatan pelunasan it u, akan diganti bunga sebesar 5,75 persen per tahun. Tambahan bunga harian itu dihitung berdasarkan jumlah hari keterlambatan mulai dari jatuh tempo sampai dengan klaim dibayarkan. OJK akan terus memantau solusi yang ditawarkan perusahaan kepada para pemegang polis dan menunggu proses investigasi yang dilakukan BPK rampung. OJK tidak bisa mengambil keputusan sendiri dalam kasus Jiwasraya. Perlu ada koordinasi dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan yang mewakili pemerintah sebagai pemegang saham Jiwasra ya.
Masalah keuangan Jiwasraya tak hanya terjadi sekarang. Empat tahun lalu, Dahlan Iskan juga pernah mengungkapkan isu kebangkrutan perusahaan yang telah berdiri sejak 1859 ini. Dahlan yang menjabat Menteri BUMN saat itu mengatakan pada 2014 Jiwasra ya telah lepas dari ancaman kebangkrutan akibat harus menanggung beban lamanya sebesar Rp 6,7 triliun. Beban ini bermula dari krisis moneter 1998 yang membuat dunia perbankan dan keuangan kesulitan. Perbankan lebih dipermudah, karena mendapat bantuan ( bail out ) besar-besaran dari pemerintah. Sedangkan industri asuransi tidak. Persoalan yang dialami Jiwasra ya bisa diselesaikan dengan dua cara, yakni penambahan modal atau obligasi tanpa bunga ( zero coupon bond ). Saat itu pemerintah tidak bisa memberikan tambahan modal, karena keterbatasan keuangan negara. Sebenarnya, Menteri Keuangan telah mengkaji dan memproses pemberian fasilitas zero coupon bond . Namun, program tersebut dibatalkan lantaran munculnya kasus Bank Century yang butuh penyelamatan. Tak ada jalan lain, Jiwasraya harus mencari jalan keluarnya sendiri. Perusahaan ini harus bisa menyelamatkan nasib hampir 10 ribu agen dan lebih dari 1.200 karyawannya.
Telaah-Asuransi (123rf.com/Marko Kujavic) Secara teknis Jiwasraya seharusnya sudah dinyatakan bangkrut pada 2009. Asetnya jauh lebih kecil dari kewajibannya kepada pemegang polis. Selisihnya mencapai Rp 6,7 triliun. Manajemen Jiwasraya di bawah kepemimpinan Hendrisman Rahim percaya perusahaannya bakal bangkit dari keterpurukan. Walhasil, Jiwasraya berhasil memperbaiki kinerja operasionalnya, sehingga mendapat kepercayaan dari para pemegang polis, pemegang saham, reasuransi, OJK, Ditjen Paja k, dan seluruh pihak terkait. “Kepercayaan itulah yang akhirnya "dijual" atau "direasuransikan" kepada lembaga-lembaga asuransi internasional,” seperti dikutip dalam tulisan Dahlan Iskan berjudul “Merdeka Rp 6,7 Triliun di Usia 155 Tahun” yang dipublikasik an pada 18 Agustus 2014. Dengan kinerja yang baik ini, Ditjen Pajak setuju Jiwasraya melakukan revaluasi aset dengan fasilitas khusus. OJK pun terus membantu upaya penyehatan Jiwasraya itu. Akhirnya, dalam
[Type text]
waktu singkat Jiwasraya berhasil keluar dari belitan beban keuangan dan kembali membayar pajak besar pada 2014. https://katadata.co.id/telaah/2018/10/23/salah-investasi-jiwasraya-yang-berujung-gagal-bayar
Pengamat: Gagal Investasi, Jiwasraya Tunda Bayar Polis Asuransi
Bawono Yadika 12 Okt 2018, 21:32 WIB Ilustrasi Asuransi (iStockphoto) Liputan6.com, Jakarta - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kini jadi pusat perhatian. Hal itu
lantaran adanya keterlambatan polis asuransi JS Proteksi Plan milik perseroan yang jatuh tempo pada Oktober 2018. Dikabarkan, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyatakan keterlambatan pembayaran polisnya kepada sejumlah mitra bancassurance. Hal itu dilayangkan dalam surat pada 10 Oktober 2018. Adapun nilainya diperkirakan Rp 802 miliar. Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo, menilai ada beberapa hal yang menjadi penyebab utama kasus keterlambatan pembayaran polis asuransi JS Proteksi Plan milik PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang jatuh tempo pada Oktober 2018. Hal itu antara lain terjadinya terlalu agresifnya perseroan dalam investasi. Jiwasraya tercatat berinvestasi pada berbagai instrumen pasar modal seperti saham, reksa dana, obligasi, dan surat utang negara (SUN) untuk membayar manfaat polis yang jatuh tempo. "Menurut saya ini kegagalan investasi Jiwasraya berinvestasi ke saham-saham hasil gorengan tapi ternyata ketika dicatatkan saham-saham itu jatuh," tutur dia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (12/10/2018) Pada 2017, Jiwasraya diketahui menempatkan dananya di reksa dana sebesar Rp 19,17 triliun, saham Rp 6,63 triliun, dan obligasi korporasi Rp 1,8 triliun. Selain itu, asuransi pelat merah itu juga berinvestasi di deposito berjangka Rp 4,33 triliun, t anah dan bangunan Rp 6,55 triliun. [Type text]
Irvan menilai, yang terjadi di Jiwasraya saat ini adalah ketidakseimbangan aset dengan kewajiban (asset liabilities missmatched). "Dalam hal terjadi tekanan likuiditas salah satu yang harus dilakukan ialah menjual instrumen investasi tersebut. Masalah yang timbul adalah saat ini nilai seluruh investasi itu sedang turun. Pertanyaannya, apakah direksi mau menjual untuk membayar manfaat polis yang jatuh tempo itu?" kata dia. Irvan menyarankan, Jiwasraya seharusnya tetap menjual investasi te rsebut karena hal ini menyangkut kepercayaan nasabah. Kendati demikian, ia pun menyadari, situasi ini akan berbenturan dengan protokol investasi yang harus dipatuhi. "Jika tidak, maka terjadi penundaan pembayaran manfaat polis dengan alasan likuiditas. Sedangkan SUN sekarang sedang turun. Inilah missmatched antara kewajiban produk bancassurance yang umumnya jangka pendek dengan jangka waktu investasi yang lebih panjang," kata dia. Jangka waktu penempatan investasi, lanjut dia, tentunya sudah diperhitungkan oleh manajemen Jiwasraya. Timbul masalah, ketika harga instrumen investas i tersebut sedang turun. "Di sini dibutuhkan keahlian untuk mencari instrumen yang benar-benar tepat waktu dan tepat jumlah," jelasnya. Irvan menambahkan, seharusnya sebelum berinvestasi, perusahaan menerapkan stress test sensivitas cash flow terhadap tekanan penebusan polis dibandingkan imbal hasil investasi. Dugaan lain yang menimpa Asuransi Jiwasraya saat ini, kata dia, karena premi income yang anjlok. Sementara aliran dana kas tidak cukup untuk membayar klaim. "Karena klaim sudah dicadangkan, seharusnya tinggal cairkan investasinya saja. Masalahnya bukan hanya sekedar mencairkan, tapi dengan mencairkan investasi mengakibatkan kerugian karena seluruh instrumen investasi sedang mengalami penurunan yang cukup besar," ujar dia. Irvan pun berharap, manajemen Jiwasraya secepatnya mengatasi masalah ini. Lantaran, kasus tersebut akan berdampak signifikan terhadap industri asuransi ter utama yang menjual produk produk sejenis.
[Type text]
Jiwasraya Alami Tekanan Likuiditas, Menteri Rini Investigasi Bareng KPK
Sebelumnya, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) yang bergerak di sektor asuransi, tengah mengalami tekanan likuiditas. Akibatnya, Jiwasraya menunda pembayaran polis jatuh asuransi yang bekerjasama dengan bank (bancassurance). Beberapa bank telah mendapat pemberitahuan dari Jiwasraya. Salah satu bank tersebut adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Dalam surat yang ditandatangani oleh dua direktur Jiwasraya yaitu Direktur Pemasaran Indra Widjaja dan dan Direktur Keuangan Danang Suryono tersebut menuliskan: Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan pihaknya tengah melakukan audit investigasi terkait penundaan pembayaran polis jatuh tempo untuk produk bancassurance Jiwasraya. Rini mengungkapkan, untuk mengetahui permasalahan ini, Kementerian BUMN juga telah membahasnya bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Kita melakukan investigasi audit. Terus terang saja kami bicara BPKP, dengan BPK," ujar dia di Bali, Kamis 11 Oktober 2018. Sementara, lanjut dia, untuk hasil auditnya diharapkan bisa keluar pekan depan. "Investigasi audit itu termasuk pada costumer-costumer basenya. Jadi ini investigsi auditnya akan selesai kita harapkan minggu depan," kata dia. Menurut Rini, penundaan pembayaran polis yang jatuh tempo memang karena menunggu hasil audit. Namun dia berharap permasalahan ini bisa segera selesai setelah munculnya hasil audit. "Memang penundaan pembayaran juga karena itu dasarnya, karena kami melihat betul ini costumer base-nya betulan ini atau tidak," tandas dia.
Likuiditas Tertekan, Ini Produk Jiwasraya yang Bermasalah
INVESTMENT - Irvin Avriano A, CNBC Indonesia
[Type text]
11 October 2018 15:25 Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan likuiditas yang dialami BUMN asuransi PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) bermula dari beredarnya surat keterlambatan pembayaran nilai jumlah tunai jatuh tempo polis produk JS Proteksi Plan.
Dalam surat yang beredar di publik tersebut, manajemen Jiwasra ya yang diwakili Direktur Keuangan Danang Suryono dan Direktur Pemasaran Indra Widjaja memberitahukan manajemen PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) QQ Pemegang Polis JS Proteksi Plan terkait keterlambatan tersebut.
Turut ditembuskan surat tersebut adalah Direktur Utama Asuransi J iwasraya yaitu Asmawi Syam.
Meskipun demikian, Danang dan Indra mengatakan perseroan sebagai perusahaan BUMN bersama pemegang saham, yang berarti Kementerian BUMN dan negara, sedang mengupayakan pendanaan untuk dapat memenuhi kewajiban kepada pemegang polis.
Untuk keterlambatan tersebut, perusahaan meminta maaf dan justru menyatakan siap membayarkan bunga sebagai kompensasi sebesar 5,75% per tahun (netto) kepada pemegang polis.
Manajemen Jiwasraya juga berharap penegang polis dapat memahami kondisi tersebut dan tidak perlu khawatir.
Freddy Pieloor, Pemerhati Asuransi, menduga terjadi mismanajemen perusahaan dan misnanajemen arus kas.
"Dengan dana kelolaan di atas Rp 40 triliun, harusnya dengan mudah untuk mengalokasikan
[Type text]
portofolionya. Karena ada porsi yang harus disiapkan jika banyak yang ajukan klaim, jangan semua diaokasikan untuk kejar return [investasi]."
Baca: Menteri Rini: Kami Tengah Lakukan Audit Investigasi Jiwasraya
Dia menduga manajemen tidak menempatkan dan alokasi yang sesuai dengan industri asuransi pada umumnya.
Selain itu, lanjutnya, manajemen menengah ke atas perusahaan merupakan pihak yang ditunjuk oleh pihak Kementerian BUMN sehinnga bukan berasal dari industri.
JS Proteksi Plan
Dalam surat tersebut, produk yang pembayaran nilai jatuh temponya terlambat adalah JS Proteksi Plan, produk yang dipasarkan perseroan melalui jasa perbankan (bancassurance).
Produk tersebut menawarkan dapat memberi kepastian nilai investasi dalam bentuk polis asuransi di samping jaminan proteksi.
JS Proteksi Plan tidak hanya memberikan manfaat proteksi meninggal dunia atau cacat tetap total karena kecelakaan, tetapi juga memberikan manfaat kepastian investasi sebesar pengembalian pokok dan hasil investasi yang dijamin.
Jiwasraya diketahui juga pernah memasarkan JS Proteksi Pla n melalui bank BUMN lain yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), anak usaha bank asal Qatar yaitu PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW), anak usaha bank asal Korsel PT Bank KEB Hana Indonesia, dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM). [Type text]
Untuk kerja sama dengan BJTM, diketahui pemasaran JS Proteksi Plan baru dilakukan pada 25 Oktober 2017 sehingga umurnya kurang dari setahun.
Irvan Rahardjo, Pengamat Asuransi, mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus se gera turun tangan karena masalah ini menyangkut kepercayaan masyarakat yang makin merosot sejak kasus AJB Bumiputera tak kunjung ada penyelesaian.
"Urgensi pendirian lembaga penjamin polis amanat UU 40/2014 tentang Asuransi juga belum terwujud," kata Irvan.
Riwayat Jiwasraya
Jiwasraya bermula dari NILLMIJ, Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859, yang didirikan pada 31 Des ember 1859.
Perusahaan asuransi jiwa yang pertama kali ada di Indonesia (waktu itu masih bernama Hindia Belanda) itu didirikan dengan akta Notaris William Hendry Herklots Nomor 185.
Pada tahun 1957, perusahaan asuransi itu dinasionalisasi sejalan dengan program Indonesianisasi perekonomian Indonesia.
Pada 17 Desember 1960, NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958 dengan mengubah namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera.
Setelah dilebur dengan sembilan perusahaan asuransi milik Belanda yang lain, NILLMIJ van 1859 melebur menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera.
[Type text]