Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 “
Meningkatkan Kualitas Data Geospasial Melalui Analisis Citra dan Pemodelan Spasial”
(275 – 280) ISBN: 978-979-98521-4-4
Kajian Ur ban di Kota Yogyakarta - Hubungan di ban H eat I sland antara Tutupan Lahan dan Suhu Permukaan Nurul Ihsan Fawzi 1,2, Nisfu Naharil M.1 1 2
Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi Fast Track Program pada Program Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai, Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta 55284 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] [email protected]
ABSTRAK Penginderaan jauh sistem termal telah digunakan pada perencanaan perkotaan untuk menilai dampak dari urban heat island . Penelitian ini menganalisis apakah karakteristik tutupan lahan dalam daerah perkotaan berhubungan dengan suhu permukaan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Metode yang digunakan untuk ekstraksi suhu permukaan menggunakan persamaan Planck dan klasifikasi tutupan lahan secara multispektral menggunakan algoritma Maximum Likelihood . Hasilnya menunjukkan bahwa Urban heat island di Kota Yogyakarta berhubungan dengan suhu tutupan lahan terbangun yang lebih
tinggi akibat urbanisasi yang terjadi di Kota Yogyakarta. Besaran perbedaan nilai antara pusat kota dan wilayah pedesaan disekitarnya yang dihasilkan pada ∆Tµ-r mencapai 18o C. (UHI), suhu per mukaan, tutupan lahan, Yogyakarta Kata Kunci: Urban Heat Island (UHI),
1. PENDAHULUAN Selama 3 dekade terakhir, urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia berlangsung secara cepat dan terus berlanjut (Setiawan, et al., 2006). Sebagian besar ekspansi perkotaan tersebut terjadi di Pulau Jawa karena merupaka merupakan n pulau terpada t erpadatt dengan 59% dari polulasi di Indonesia (Hugo, 2000) dalam (Setiawan, et al., 2006). Studi menunjukkan urbanisasi berdampak negatif terhadap lingkungan terutama pada produksi polusi, modifikasi sifat fisik dan kimia atmosfer, yang juga diketahui dan didokumentasikan bahwa urbanisasi dapat memiliki efek yang signifikan pada cuaca lokal dan iklim (Landsberg, 1981). Salah satu efek yang ditimbulkan adalah urban heat island . Urban heat island merupakan isoterm tertutup yang menunjukkan daerah permukaan yang relatif hangat, yakni sebagai suhu yang lebih hangat di daerah perkotaan dibandingkan dengan lingkungan pedesaan disekitarnya (United States Environmental Protection Agency, 2008). Dengan perkembangan perkembangan masyarakat masyarakat dan percepatan proses urbanisasi sebagai dampak dari pembangunan, pembangunan, urban heat island telah menjadi lebih signifikan dan telah memiliki dampak negatif pada kondisi kualitas udara, lingkungan hidup manusia, dan mempengaruhi penggunaan energi, hingga perubahan iklim di masa yang akan datang (Chen, et al., 2009; Tursilowati, 2007; Zong-Ci, et al., 2013). Kajian mengenai urban heat island penting untuk dilakukan, mengingat terus meningkatnya suhu udara di daerah perkotaan menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi masyarakat. Ini menjadi perhatian utama bagi perencana kota untuk memahami pola pengembangan lahan dan wilayah distribusi spasial yang mempengaruhi pembentukan urban heat island di kota-kota besar
Hak cipta © 2013 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III (2013) 275 – 275 – 280 280
seperti Kota Yogyakarta. Apalagi identitas Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata ternyata mempunyai mempunyai pengaruh yang kuat terhadap semakin tingginya urbanisasi yang terjadi. Taha (1997) dalam Rinner & Hussain (2011) menemukan bahwa bentuk perkotaan, sifat termal bangunan, dan sumber panas antropogenik memiliki pengaruh pada urban heat island , yang dapat dideduksi bahwa tutupan lahan memiliki hubungan terhadap suhu permukaan yang mempengaruhi mempengaruhi intensitas urban heat island yang terjadi. Analisis mengenai urban heat island yang diperoleh dari informasi suhu permukaan dapat dilakukan dengan pengukuran in situ atau dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh akan cukup tepat untuk mendapatkan data permukaan bumi yang semakin kompleks dan dengan wilayah kajian yang cukup luas. Studi pada fenomena urban heat island menggunakan penginderaan jauh diperoleh dari ekstraksi berbagai data penginderaan jauh seperti NOAA-AVHRR dengan resolusi spasial 1,1 km, Landsat Thermatic Mapper (TM) dan ( Thermal Infrared ) data Enhanched Thematic Mapper Plus (ETM Plus (ETM+) dengan sensor inframerah termal (Thermal dengan resolusi spasial masing-masing 120 m dan 60 m (Basar, et al., 2008; Cao, et al., 2008; Kindap, et al., 2012; Kumar, et al., 2012; Laosuwan & Sangpradit, 2012; Rigo, et al., 2006; Southworth, 2004; Srivanit, et al., 2012; Sobrino, et al., 2004; Tan, et al., 2009). Urbanisasi yang terjadi di Kota Yogyakarta memicu perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun (Setiawan, et al., 2006). Deteksi tutupan lahan dan suhu permukaan dengan penginderaan jauh mampu merepresentasikan distribusi keduanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara efek tutupan lahan terhadap suhu permukaan di Kota Yogyakarta. Aspek analisis lain dipresentasikan dalam tulisan ini.
2. DAERAH PENELITIAN Kota Yogyakarta dipilih untuk penelitian ini karena itu merupakan kota berukuran sedang dan padat penduduk. Peranan kota pelajar dan kota pariwisata mempercepat mempercepat pembangunan pembangunan fisik kota menjadi lahan terbangun. Pada tahun 2010, kepadatan penduduk rata-rata adalah 14.086,43 jiwa/km 2 (Dinas Kesehatan D.I. Yogyakarta, 2010). Berlangsungnya pembangunan Kota Yogyakarta yang berada di tengah-tengah Provinsi Yogyakarta (Gambar 1), memiliki potensi untuk berdampak negatif pada fenomena fenomena urban heat island yang yang terjadi.
Gambar 1. Kota Yogyakarta Yogyakarta
Hak cipta © 2013 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ISBN: 978-979-98521-4-4
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III (2013) 275 – 275 – 280 280
3. METODE PENELITIAN 3.1 Data Citra Satelit Data yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Landsat TM perekaman tanggal 31 Juli 2009 dan peta Rupabumi Indonesia skala 1:25.000 untuk informasi spasial lain yang dibutuhkan.
3.2 Pengolahan Citra Pengolahan citra perlu dilakukan untuk restorasi citra yang meliputi koreksi geometrik, koreksi radiometrik, dan masking citra citra sesuai daerah penelitian. Koreksi geometrik bertujuan untuk menempatkan kembali posisi piksel pada citra hasil perekaman perekaman satelit sesuai dengan koordinat bumi, sehingga citra digital yang tertransformasi tertransformasi dapat dilihat gambaran obyek di permukaan bumi yang terekam sensor sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan (Danoedoro, 2012). Sedangkan koreksi radiometrik ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel agar sesuai dengan yang seharusnya yang biasanya mempertimbangkan mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama (Soenarmo, 2009). Koreksi radiometrik yang dilakukan untuk menghasilkan nilai radian pada sensor (at-sensor (at-sensor radiance) radiance) dihitung dengan formula:
……………..……….(1) ……….(1) Lλ – TM = Grescale . Qcal + Brescale …………….. dimana untuk band 6, G rescale bernilai 0.055376 dan Brescale bernilai 1.18. sedangkan Qcal adalah nilai piksel (Chander, (Chander, et al., 2007; Kim, Kim, et al., 2005).
3.2 Klasifikasi Citra Pada penelitian ini, citra Landsat yang digunakan diklasifikasi untuk mendapatkan tutupan lahan yang diinginkan. Kategori klasifikasi meliputi: (1) kawasan perkotaan perkotaan atau lahan terbangun, (2) daerah bervegetasi (termasuk hutan, lahan pertanian, dan semak belukar), (3) badan air (terutama termasuk sungai, anak sungai, kolam, dan danau) dan (4) Lainnya (lahan kosong). Ekstraksi pada citra menggunakan algoritma maximum likelihood .
3.3 Ekstraksi suhu permukaan permukaan Suhu permukaan diperoleh dari citra yang telah terkoreksi. Pembuatan suhu permukaan mengikuti prosedur untuk diturunkan dari citra band 6 (10.44 – (10.44 – 12,42 12,42 um) landsat TM. Citra dengan nilai radian yang dihasilkan dari koreksi radiometrik kemudian dikonversi kedalam suhu permukaan menggunakan estimasi dari kurva Planck dengan asumsi emisivitas permukaan = 1 yang dihitung dengan formula:
= ln(2+ 1)
…………………..…………………..(2) …………………..…………………. .(2)
λ
dimana Tk = suhu dalam Kelvin (K), K 1 = konstanta kalibrasi spektral radian (607,76 watts/m2.ster.µm) dan K 2 = konstanta kalibrasi suhu absolut (1260,56 Kelvin), dan Lλ = = nilai radian 2 citra (watts/m .ster.µm) (Chander, et al., 2007). Suhu yang diperoleh (Tk ) kemudian dikonversi ke unit skala Celcius (oC) dengan rumus konversi °C = K − 273,15.
Hak cipta © 2013 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ISBN: 978-979-98521-4-4
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III (2013) 275 – 275 – 280 280
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Suhu Permukaan Permukaan dan Tutupan Lahan Hasil ekstraksi suhu permukaan, nilai suhu tertinggi yang dihasilkan yakni 36o C dan nilai suhu terendah yakni 27o C. Distribusi yang menyebar pada masing-masing tipe tutupan lahan yang memberi nilai suhu permukaan yang berbeda-beda. Nilai tertinggi pada tipe lahan terbangun, dan semakin menurun pada tipe tutupan vegetasi. Hal ini secara nyata terasa pada fluks radiasi yang semakin semakin dirasakan karena kapasitas termal objek semakin besar pada lahan-lahan terbangun (antropogenik) diperkotaan. di perkotaan.
Gambar 2. Suhu permukaan permukaan Kota Yogyakarta (a) dan tutupan lahannya.
Gambar 3. Suhu permukaan Kota Yogyakarta beserta wilayah sekeliling perkotaan yang dianggap sebagai desa (a) dan t utupan lahannya.
Peta yang diperoleh ditumpangtindihkan dengan wilayah kecamatan disekitar Kota Yogyakarta yang dianggap sebagai wilayah pedesaan (rural ( rural area) area) atau suburban, yakni Kecamatan Mlati dan Depok pada Kabupaten Sleman, dan Kecamatan Kasihan, Sewon, dan Banguntapan pada Kabupaten Bantul. Hasilnya menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta memiliki suhu yang lebih hangat Hak cipta © 2013 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ISBN: 978-979-98521-4-4
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III (2013) 275 – 275 – 280 280
dibandingkan dengan suhu wilayah yang berada disekitarnya. Dari hasil ini dapat dikatakan terjadi fenomena urban heat island di Kota Yogyakarta yang berhubungan dengan suhu tutupan lahan terbangun yang lebih tinggi akibat pembangunan perkotaan yang terjadi. Nilai hubungan ini jika dikorelasikan menghasilkan korelasi -0.814 hubungan yang termasuk dalam kategori kuat, dengan emisivitas sebagai parameter penghubungnya (Fawzi, 2013) Kuantifikasi besaran urban heat island yang terjadi digunakan persamaan yang di peroleh dari (Kindap, et al., 2012) dengan mencari perbedaan antara suhu tertinggi dan suhu terendah melalui persamaan: persamaan: ∆Tµ-r =
Tµ - Tr ……………………………………..(3)
dimana Tµ merupakan suhu permukaan di kota, Tr merupakan merupakan suhu permukaan desa (disekitar wilayah yang diukur Tµ), dan ∆Tµ-r merupakan efek dari urban heat island yang ditimbulkan. Sehingga ketika nilai suhu permukaan dimasukkan kedalam persamaan menghasilkan nilai ∆Tµ-r mencapai 18 o C. Validasi suhu permukaan berdasarkan suhu aktual di lapangan memberikan hasil suhu yang lebih tinggi. Untuk lahan terbangun, nilai suhu pada citra berkisar antara 31o – 37 37o C, sedangkan nilai aktualnya berkisar antara 40o – 48o C. Pada objek yang bervegetasi, nilai pada citra berada pada rentang 19o – 31o C, sedangkan pada nilai aktualnya berada pada rentang 31 o – 36o C. Dengan demikian pada sistem penginderaan jauh, ekstraksi suhu permukaan yang dilakukan pada citra Landsat memberikan hasil yang “underestimate. “ underestimate.”” Hal tersebut dikarenakan nilai kisaran suhu yang dihasilkan dari ekstraksi citra penginderaan jauh lebih rendah dari nilai yang sesungguhnya dilapangan. Nilai estimasi tersebut dipengaruhi oleh tenaga pancaran suatu benda selalu lebih kecil dari tenaga kinetiknya (Sutanto, 1987), sehingga nilai hasil estimasi berada lebih rendah dari nilai suhu aktualnya. Hasil koreksi yang dilakukan untuk menghasilkan suhu citra yang mendekati nilai suhu sebenarnya. Jika dilakukan koreksi emisivitas, akan mempengaruhi suhu dalam kisaran 1o sampai 5o C (Prancis et al., 2001) dalam (Glllies, 2002). Emisivitas dalam koreksi menghitung suhu permukaan, sebenarnya tidak mengubah pola suhu untuk setiap kelas tutupan lahan, tapi itu untuk menonjolkan perbedaan yang yang dihasilkan. 4.2 Hal yang Berpengaruh Mengenai Ur ban ban H eat Island Salah satu untuk memperkecil dampak urban heat island adalah adalah dengan penggunaan vegetasi sebagai sarana untuk mengembalikan fungsi alam dilingkungan perkotaan. Hasil-hasil penelitian menunjukkan vegetasi pada perkotaan memberikan pengaruh yang relatif kecil terhadap fenomena urban heat island (Fadillah, 2011), akan tetapi pengaruh kecil tersebut cukup untuk mengurangi efek urban heat island yang terjadi (Brontowiyono, et al., 2013; Srivanit, et al., 2012). Pengaruh kecil vegetasi tersebut dipengaruhi oleh objek sekelilingnya yang lebih tinggi yang disebut sebagai Emissivity Modulation, Modulation, artinya suhu area yang bervegetasi akan lebih tinggi pada area perkotaan karena dipengaruhi oleh suhu lahan terbangun disekitarnya yang lebih tinggi (Nichol, 2009). Rinner & Hussain (2011) menyebutkan bahwa pengaruh luasan dari tipe penggunaan lahan juga mempengaruhi mempengaruhi suhu permukaan yang terekam oleh sensor. Pengaruhnya pada citra direpresentasikan dengan nilai suhu yang lebih tinggi, padahal nilai sesungguhnya sesungguhnya lebih rendah.
5. KESIMPULAN Urban heat island di Kota Yogyakarta Yogyakarta berhubungan dengan suhu tutupan lahan terbangun yang lebih tinggi akibat urbanisasi yang terjadi di Kota Yogyakarta. Besaran perbedaan nilai antara pusat kota dan wilayah pedesaan disekitarnya yang dihasilkan pada ∆Tµ-r mencapai 18o C. Penggunaan citra Hak cipta © 2013 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ISBN: 978-979-98521-4-4
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III (2013) 275 – 275 – 280 280
penginderaan jauh untuk estimasi suhu permukaan permukaan memberikan memberikan nilai yang bersifat “underestimate,” underestimate, ” artinya nilai kisaran suhu yang dihasilkan dari ekstraksi lebih rendah dari nilai yang sesungguhnya dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA Basar, U. G., Kaya, S. & Karaka, M., 2008. Evaluation of Urban Heat Island in Istanbul Using Remote Sensing Technique.. The International Archive of Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences. Vol. XXXVII Part B7. Beijing, pp. Beijing, pp. 971-976. Brontowiyono, W., Lupiyanto, R., Wijaya, D. & Hamidin, J., 2013. Urban Heat Islands Mitigation by Green Open Space (GOS) Canopy Improvement:A Case of Yogyakarta Urban Area (YUA), Indonesia. [Online] Available at: http://widodo.staff.uii.ac.id/f http://widodo.staff.uii.ac.id/files/2011/06/widodo-gos-uii-yogy iles/2011/06/widodo-gos-uii-yogyakarta-ijtech.pdf akarta-ijtech.pdf [Accessed September 2013]. Cao, L., Li, P., Zhang, L. & Chen, T., 2008. Remote Sensing Image-Based Analysis of The Relationhip Between Urban Heat Island and Vegetation Fraction. The International Archive of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences. Vol. XXXVII Part B7. Beijing, pp. Beijing, pp. 1379-1383. Chander, G., L, B. & Barsi, J. A., 2007. Revised Landsat-5 Thematic Mapper Radiometric Calibration. IEEE GEOSCIENCE AND REMOTE SENSING SENSING LETTERS, VOL. 4, NO. 3, pp. 3, pp. 490-494. Chen, Q., Ren, J., Li, Z. & Ni, C., 2009. Urban Heat Island Effect Research in Chengdu City Based on MODIS Data. Beijing, China, Proceedings of 3rd International Conference on Bioinformatics and Biomedical Engineering, ICBBE 2009, Beijing, China, 11 – 13 13 June 2009. Danoedoro, P., 2012. Pengantar 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Jauh Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi. Dinas Kesehatan D.I. Yogyakarta, 2010. Resume 2010. Resume Profil Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta Yogyakarta tahun 2010. [Online] Available at: http://dinkes.jogjaprov.go.id/files/L http://dinkes.jogjaprov.go.id/files/Lampiran-PROFIL ampiran-PROFIL-DIY-20103.pdf -DIY-20103.pdf [Accessed September 2013]. Fadillah, D. R., 2011. Analisis Pengaruh Tutupan Vegetasi terhadap Suhu Permukaan Kota Samarinda berdasarkan Pengolahan Citra ASTER Tahun 2003 dan 2009. Skripsi. , Yogyakarta: Fakultas Geografi, UGM. Fawzi, N. I., 2013. Heat Island akibat Penambangan Batubara Menggunakan Penginderaan Jauh Multitemporal. Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Geografi, UGM. Glllies, N. A. B. a. R. R., 2002. Incorporating Surface Emissivity into a Thermal Atmospheric Correction. Photogrammetric Engineering Engineering & Remote Sensing, pp. Sensing, pp. 1263-1269.. Kim, H. M., Kim, B. K. & You, K. S., 2005. A Statistic Correlation Analysis Algorithm Between Land Surface A Statistic Correlation Analysis Algorithm Between Land Surface. International Journal of Information Processing Systems Vol.1, No.1, pp. No.1, pp. 102-106. Kindap, T. et al., 2012. Quantification of the Urban Heat Island Under a Changing Climate over Anotalian Peninsula. In: N. Chhetri, ed. Human and Social Dimensions of Climate Change. Rijeka: InTech, pp. 87-104. Kumar, K. S., Bhaskar, P. U. & Padmakumari, K., 2012. Estimation of Land Surface Temperature to Study Urban Heat Island Effect using Landsat ETM+ Image.. International Jurnal od Engineering Science and Technology, Vol. 4 No. 2, pp. 2, pp. 771-778. Landsberg, 1981. The urban climate. New Academic Press. climate. New York: Academic Laosuwan, T. & Sangpradit, S., 2012. Urban Heat Island Monitoring and Analyss by Using Integration of Satellite Data and Knoledge Based Method. International Journal of Development and Sustainability, Vol. 1 No.2, p. No.2, p. In Press.
Hak cipta © 2013 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ISBN: 978-979-98521-4-4
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III (2013) 275 – 275 – 280 280
Nichol, J., 2009. An Emissivity Modulation Method for Spatial Enhancement of Thermal Satellite Images in Urban Heat Island Analysis. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing Vol. 75, No. 5, May.p. 547 – 556. 556. Rigo, G., Parlow, E. & Oesch, D., 2006. Validation of satellite observed thermal emission with in-situ measurements over an urban surface. Remote surface. Remote Sensing of Environment Environment 104, pp. 104, pp. 201 - 210. Rinner, C. & Hussain, M., 2011. Toronto’s Urban Heat Island— Exploring Exploring the Relationship between Land Use and Surface Temperature. Temperature. Remote Remote Sensing Vol.3, pp. Vol.3, pp. 1251-1265. Setiawan, H., Mathieu, R. & Michelle , T.-F., 2006. Assessing the applicability of the V – V – I – – S model to map urban land use in the developing world: Case study of Yogyakarta, Indonesia. Computers, Environment and Urban Systems, Systems, Volume 30, p. 503 – 522. 522. Sobrino, J. A., Jimenez-Munoz, J. C. & Paolini, L., 2004. Land Surface Temperature Retrieval from Landsat TM 5. Remote 5. Remote Sensing of Environment 440. Environment 90, p. 90, p. 434 – 440. Soenarmo, S. H., 2009. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Southworth, J., 2004. An Assessment of Landsat TM Band 6 Thermal Data For Analysing Land Cover in Tropical Dry Forest Region.. International Region.. International Journal of Remote Remote Sensing Vol. 25 No.4, pp. No.4, pp. 689-706. Srivanit, M., Hokao, K. & Phonekeo, V., 2012. Assesing the Impact of Urbanization on Urban Thermal Environment: A Case Study of Bangkok Metropolitan. International Journal of Applied Science and Technology, Vol. 2 No. 7, p. 7, p. 243 – 243 – 256. 256. Sutanto, 1987. Penginderaan 1987. Penginderaan Jauh Jilid Jilid II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tan, J. et al., 2009. The urban heat island and its impact on heat waves and human health in Shanghai. International Journal Biometeorol Biometeorol Vol. 54, p. 54, p. 75 – 84. 84. Tursilowati, L., 2007. Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Bandung, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, pp. 89-96. United States Environmental Protection Agency, 2008. Urban Heat Island basics. In Reducing Urban Heat Islands: Compendium of Strategies; Strategies; Chapter 1; Draft Report. Report. [Online] Available at: http://www.epa.gov/hea http://www.epa.gov/heatisland/resources/com tisland/resources/compendium.html pendium.html [Accessed 8 Januari 2013]. Weng, Q., Lu, D. & Schubring, J., 2004. Estimation of Land Surface Temperature - Vegetation Abuncance Relationship for Urban Heat Island. Remote Island. Remote Sensing for Environment, Environment, Volume 89, pp. 467-483. Zong-Ci, Z., Yong, L. & Jiang-Bin, H., 2013. Are There Impacts of Urban Heat Island on Future Climate Change?. Advances Change?. Advances in Climate Change Change Research, Volume 4 (2), pp. 133-136.
Hak cipta © 2013 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ISBN: 978-979-98521-4-4