27
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota merupakan suatu daerah atau kawasan yang memiliki tingkat keramaian dan kepadatan penduduk yang tinggi. Keramaian dan kepadatan penduduk tersebut terjadi akibat banyak dan lengkapnya fasilitas publik yang berkenaan dengan sarana dan prasarana kota seperti pasar, rumah sakit, sekolah, tempat hiburan, supermarket, dan lain sebagainya. Sehingga kota diidentikan dengan suatu daerah yang mampu mencukupi kebutuhannya secara mandiri.
Kegiatan ekonomi merupakan hal yang penting bagi suatu kota karena merupakan dasar agar kota dapat bertahan dan berkembang (Jayadinata, 1992:110). Kedudukan aktifitas ekonomi sangat penting sehingga seringkali menjadi basis perkembangan sebuah kota. Adanya berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu kawasan menjadi potensi perkembangan kawasan tersebut pada masa berikutnya.
Istilah perkembangan kota (urban development) dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik (Hendarto, 1997).
Hal inilah yang akan dijelaskan dalam makalah ini, yakni perubahan secara menyeluruh yang menyangkut jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, keruangan (spasial), dan pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012.
Permasalahan
Permasalaha yang akan dikaji dalam makalah ini, antara lain :
Bagaimana laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012?
Bagaimana perubahan dan perkembangan keruangan (spasial) di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012?
Bagaimana pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012?
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tinggal di Kota Bandung?
Apa dampak yang ditimbulkan akibat adanya proses dan perkembangan urbanisasi di Kota Bandung?
Tujuan
Tujuan yang akan dikaji dalam makalah ini, antara lain :
Untuk mengetahui laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012;
Untuk mengetahui perubahan dan perkembangan keruangan (spasial) di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012;
Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012;
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tinggal di Kota Bandung;
Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat adanya proses dan perkembangan urbanisasi di Kota Bandung.
BAB II
KAJIAN TEORI
Definisi Urbanisasi
Secara umum urbanisasi sering diartikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota. Pengertian tersebut memang tidaklah salah, namun dalam pandangan ilmu geografi, urbanisasi merupakan suatu proses pengkotaan, baik dari morfologinya maupun dari penduduknya. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya. Kota-kota di Indonesia dalam beberapa dekade mendatang akan cenderung berkembang baik secara demografis, fisik, maupun spasial. Adanya penyusutan penduduk dari desa terjadi akibat adanya migrasi besar-besaran penduduk pedesaan tersebut. Dengan adanya migrasi tersebut menjadi tolok ukur bahwa kota-kota besar di Indonesia berkembang pesat seiring bertambahnya migrasi penduduk dari desa ke kota baik secara demografis maupun secara spasial.
Salah satu adanya perkembangan kota secara spasial juga akan berdampak pada perkembangan ekonomi, sosial maupun budaya bagi penduduk di pinggiran kota. Daerah kekotaan merupakan daerah yang bentuk pemanfaatan lahannya bertumpu pada kekotaan (non pertanian). Sedangkan daerah kedesaan merupakan daerah yang bentuk pemanfaatan lahannya bertumpu pada kegiatan pedesaan. Adanya lahan pemukiman merupakan salah satu bentuk alih fungsi lahan dari lahan pertanian berubah menjadi lahan non pertanian sehingga keberadaan pemukiman di pinggiran kota berkembang pesat.
Dalam proses perkembangan kota tidak lepas adanya konsep urbanisasi. Adanya urbanisasi bukan hanya sekedar pemusatan dan pertumbuhan penduduk, akan tetapi juga melibatkan berbagai faktor komersial terutama berkaitan dengan spesialisasi pekerjaan, perkembangan komunikasi, rekreasi, dan lain sebagainya. Proses perkembangan sebuah kota bukan hanya masalah penduduk, akan tetapi jauh berkaitan dengan proses pengkotaan yang terjadi pada suatu wilayah dan mempengaruhi masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Adanya pertumbuhan penduduk dan kegiatan perkotaan yang semakin meningkat mendorong terjadinya peningkatan permintaan lahan. Adanya kebutuhan akan pemenuhan tempat tinggal mendorong terjadinya peningkatan harga tanah yang meningkat pula.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.
Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
Kehidupan kota yang lebih modern
Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
Banyak lapangan pekerjaan di kota
Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas
Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
Lahan pertanian semakin sempit
Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
Diusir dari desa asal
Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
C. Keuntungan Urbanisasi
Memoderenisasikan warga desa
Menambah pengetahuan warga desa
Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa
Akibat urbanisasi
Terbentuknya suburb tempat-tempat pemukiman baru dipinggiran kota
Makin meningkatnya tuna karya (orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap)
Masalah perumahan yg sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan
Lingkungan hidup tidak sehat, timbulkan kerawanan sosial dan kriminal
Perkembangan Kota
Perkembangan kota (urban development) dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik (Hendarto, 1997).
Pertumbuhan dan perkembangan kota pada prisipnya menggambarkan proses berkembangnya suatu kota. Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian secara kuantitas, yang dalam hal ini diindikasikan oleh besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh sistem ekonomi kota tersebut. Semakin besar produksi berarti ada peningkatan permintaan yang meningkat. Sedangkan perkembangan kota mengacu pada kualitas, yaitu proses menuju suatu keadaan yang bersifat pematangan. Indikasi ini dapat dilihat pada struktur kegiatan perekonomian dari primer kesekunder atau tersier. Secara umum kota akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui keterlibatan aktivitas sumber daya manusia berupa peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam kota yang bersangkutan (Hendarto, 1997).
Pada umumya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu:
Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk baik disebabkan karena pertambahan alami maupun karena migrasi.
Faktor sosial ekonomi, yaitu perkembangan kegiatan usaha masyarakat
Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar, komunikasi dan sistem informasi.
Perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan ekonomi (Firman, 1996). Kegiatan sekunder dan tersier seperti manufaktur dan jasa-jasa cenderung untuk berlokasi di kota-kota karena faktor "urbanization economics" yang diartikan sebagai kekuatan yang mendorong kegiatan usaha untuk berlokasi di kota sebagai pusat pasar, tenaga kerja ahli, dan sebagainya.
Perkembangan kota menurut Raharjo dalam Widyaningsih (2001), bermakna perubahan yang dialami oleh daerah perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan penghidupan kota tersebut, dari tidak ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dari kecil menjadi besar, dari ketersediaan lahan yang luas menjadi terbatas, dari penggunaan ruang yang sedikit menjadi teraglomerasi secara luas, dan seterusnya.
Dikatakan oleh Beatley dan Manning (1997) bahwa penyebab perkembangan suatu kota tidak disebabkan oleh satu hal saja melainkan oleh berbagai hal yang saling berkaitan seperti hubungan antara kekuatan politik dan pasar, kebutuhan politik, serta faktor-faktor sosial budaya.
Untuk mengetahui pola perkembangan suatu kota, terdapat tiga teori yang menjelaskan teori pola perkembangan kota, antara lain:
Teori Konsentris Burgess (Model Konsentris)
Teori konsentris yang dikemukakan oleh Burgess. Gagasan yang dikemukakan yakni adanya perluasan kota secara merata dari suatu inti asli, sehingga tumbuhlah zone-zone yang masing-masing meluas sejajar dengan pertahapan kolonisasi ke arah zone yang letaknya paling luar.
Teori Model Sektoral dari Homer Hyot
Gagasan bahwa pertumbuhan kota itu merupakan proses yang lebih mengedepankan bentuk-bentuk sektoral daripada bentuk zonal (gelang-gelang). Hyot mengatakan bahwa pengelompokan tata guna lahan di kota itu menyebar dari pusat ke arah luar berupa wedges (atau sektor, sebutannya) yang bangunnya seperti irisan roti tart.
Teori Inti Ganda dari Harris Dan Ullman
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Harris dan Ullman tahun 1945. Teori inti ganda ini sangat berbeda dari teori terdahulu, perbedaan dari kedua terori terdahulu adalah adanya pusat-pusat pertumbuhan dalam proses perkembangan kota. Tiap inti kota di sekelilingnya muncul struktur perkotaan yang memiliki sel-sel pertumbuhan yang cukup lengkap. Teori inti ganda pada dasarnya merupakan gejala lanjut dari kota yang berpola sektoral. Zone pemukiman untuk para buruh kelas menengah menempel dekat pada zone industri di suburban dan juga menempel pada zone perdagangan dan pergudangan.
Berdasarkan ketiga teori di atas, secara umum arah perkembangan kota mengikuti pola-pola tertentu, antara lain:
Mengikuti pola perkembangan sepanjang jalur-jalur komunikasi, seperti jalan, sungai, pantai, dan sebagainya. Perkembangan seperti ini adalah perkembangan alamiah dan dapat dijumpai di kota-kota di seluruh Indonesia. Perkembangan kota yang mengikuti jalur transportasi ini selanjutnya akan membentuk suatu proses conurbation dan agglomeration, yaitu berdirinya bangunan-bangunan baru yang memanjang mengikuti jalur transportasi sehingga memungkinkan terjadi pertemuan conurbation antarkota yang berdekatan. Pertemuan antara dua conurbation ini disebut agglomeration, yakni menyatunya dua atau lebih kota yang berdekatan karena adanya perkembangan kota.
Menurut pola perkembangan pusat-pusat aktivitas tertentu, misalnya sekitar pasar, sekitar universitas yang besar, sekitar terminal, dan sebagainya. Maka ada kota-kota yang perkembangannya secara historis mengikuti perkembangan ini.
Mengikuti pola perkembangan dari pusat, seperti halnya kota-kota yang sudah lama perkembangannya.
Selain ketiga teori di atas, terdapat pula Teori Central Place dan Urban Base. Teori ini merupakan teori mengenai perkembangan kota yang paling populer dalam menjelaskan perkembangan kota-kota. Menurut teori central place seperti yang dikemukakan oleh Christaller (Daldjoeni, 1992), suatu kota berkembang sebagai akibat dari fungsinya dalam menyediakan barang dan jasa untuk daerah sekitarnya. Teori Urban Base juga menganggap bahwa perkembangan kota ditimbulkan dari fungsinya dalam menyediakan barang kepada daerah sekitarnya juga seluruh daerah di luar batas-batas kota tersebut. Menurut teori ini, perkembangan ekspor akan secara langsung mengembangkan pendapatan kota. Disamping itu, hal tersebut akan menimbulkan pula perkembangan industri-industri yang menyediakan bahan mentah dan jasa-jasa untuk industri-industri yang memproduksi barang ekspor yang selanjutnya akan mendorong pertambahan pendapatan kota lebih lanjut (Hendarto, 1997).
Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.
Model pertumbuhan penduduk meliputi Model Pertumbuhan Malthusian dan model logistik.
Dalam demografi dan ekologi, nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode. Ini dapat dituliskan dalam rumus:
Cara yang paling umum untuk menghitung pertumbuhan penduduk adalah rasio, bukan nilai. Perubahan populasi pada periode waktu unit dihitung sebagai persentase populasi ketika dimulainya periode. Yang merupakan:
Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas muat suatu wilayah atau lingkungan hasilnya berakhir dengan kelebihan penduduk. Gangguan dalam populasi manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas, meskipun dapat ditutupi perubahan teknologi dan ekonomi. Wilayah tersebut dapat dianggap "kurang penduduk" bila populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah sistem ekonomi (lihat penurunan penduduk).
Definisi Lahan
Tata guna lahan (landuse) merupakan komponen keseluruhan dari suatu bentang lahan yang mencakup tutupan vegatasi tanah, kemiringan, permukaan geomorfologis, sistem geologis dan kehidupan binatang di dalamnya. Terkadang lahan sering disalah artikan dengan istilah lain, sehingga tidak jarang lahan diartikan semata-mata oleh tanah, atau lahan diartikan sebagai ruang (space). Pengertian lahan ditinjau dari dua segi (Lichfield dan Drabkin, 1980 :5), yaitu :
Ditinjau dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebuah hunian tercipta dan mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaannya;
Ditinjau dari segi ekonomi, lahan adalah suatu sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi.
Definisi Alih Fungsi Lahan
Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai perubahan suatu jenis penggunaan lahan ke penggunaan lahan lainnya. Konversi lahan merupakan suatu tindak lanjut penyesuaian penggunaan lahan dalam fungsinya sebagai ruang kota, terhadap peningkatan kebutuhan ruang untuk aktifitas sosial dan ekonomi kota berikut sarana dan prasarana penunjang serta penduduk kota.
Konversi lahan atau alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan dapat juga bersifat sementara. Jika lahan pertanian yang beririgasi teknis berubah menjadi perumahan atau industri, maka alih fungsi lahan ini bersifat permanen.
Penggunaan lahan dipengaruhi oleh tiga sistem yang merupakan keterkaitan antara bagan dalam struktur ruang kota (Chapin, 1979 : 28-31), yaitu :
Sistem aktivitas kota, berhubungan dengan manusia dan lembaganya, seperti rumah tangga, perusahaan, pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya dalam mengorganisasikan hubungan keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dalam ruang dan waktu;
Sistem pengembangan lahan, berhubungan dengan proses konversi atau rekonversi lahan (ruang) dan penyesuaian bagi kegunaan manusia dalam mendukung sistem aktivitas yang telah ada sebelumnya;
Sistem lingkungan, berhubungan dengan unsur-unsur biotik dan abiotik yang hasilnya dari proses alam yang terkait dengan air, udara, dan zat-zat yang lain. Sistem ini berfungsi untuk menyediakan tempat bagi kehidupan manusia dan habitat serta sumber daya untuk mendukung kelangsungan hidup mereka.
Pada dasarnya ketiga sistem tersebut saling berinteraksi satu sama lain dan akan membentuk suatu pola penggunaan lahan yang akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan kota.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi yang dapat dilihat dari meningkatnya hasil produksi serta peningkatan pendapatan per kapita. Peningkatan pendapatan per kapita akan terjadi apabila pertumbuhan ekonomi yang dinilai berdasarkan harga konstan lebih besar dari pertumbuhan penduduk.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah:
Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
Kondisi perekonomian suatu wilayah selain dipengaruhi oleh kondisi demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas, juga dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
BPS (2003) menjelaskan bahwa salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada dasarnya PDRB merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar.
Besar kecilnya PDRB yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah/daerah dipengaruhi oleh besarnya sumber daya alam yang telah dimanfaatkan dan macamnya, jumlah dan mutu sumber daya manusia, kebijaksanaan pemerintah, letak geografis, serta tersedianya sarana dan prasarana. Dalam menghitung pendapatan regional, seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan usahanya disuatu wilayah dihitung tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan penghitungan, diantaranya :
Pendekatan Produksi
PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi didalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 9 sektor, yaitu : (1) sektor pertanian; (2) sektor pertambangan dan penggalian; (3) sektor industri pengolahan; (4) sektor listrik, gas dan air bersih; (5) sektor konstruksi/bangunan; (6) sektor perdagangan, hotel dan restoran; (7) sektor pengangkutan dan komunikasi; (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; (9) sektor jasa-jasa.
Pendekatan Pendapatan
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu setahun. Balas jasa produksi dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.
Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; (3) pengeluaran konsumsi pemerintah; (4) ekspor nettto (yaitu ekspor dikurangi impor) dalam jangka waktu setahun. PDRB dari suatu daerah/wilayah lebih menunjukkan pada besaran produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima oleh penduduk di daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian PDRB merupakan data yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan dengan data-data yang lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012
Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat dan didukung dengan kualitas SDM yang tinggi diharapkan dapat menciptakan akselerasi guna tercapainya kondisi ideal dari pembangunan.
Pertumbuhan penduduk yang makin cepat mendorong pertumbuhan aspek-aspek kehidupan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan sebagainya.
Berikut adalah analisis pemaparan perubahan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandung pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012.
Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.374.198 jiwa, dengan uraian sebagai berikut :
No
Kecamatan
Jumlah Kelurahan
Jumlah Penduduk
Rata-rata Penduduk Per Kelurahan
1
Bandung Kulon
8
125.350
15.668,75
2
Babakan Ciparay
6
142.309
23.718,17
3
Bojongloa Kaler
5
120.894
24.178,80
4
Bojongloa Kidul
6
81.045
13.507,50
5
Astanaanyar
6
70.544
11.757,33
6
Regol
7
86.500
12.375,14
7
Lengkong
7
71.983
10.283,29
8
Bandung Kidung
4
51.986
12.992,00
9
Buah Batu
4
95.256
23.814,00
10
Rancasari
4
68.864
17.216,00
11
Gedebage
4
31.230
10.410,00
12
Cibiru
4
60.001
15.000,25
13
Panyileukan
4
34.621
8.655,25
14
Ujung Berung
5
61.579
15.394,75
15
Cinambo
4
23.695
5.923,75
16
Arcamanik
4
57.869
14.467,25
17
Antapani
4
59.929
14.982,25
18
Mandalajati
4
57.265
14.316,25
19
Kiaracondong
6
129.623
21.603,83
20
Batununggal
8
123.392
15.424,00
21
Sumur Bandung
4
40.035
10.008,75
22
Andir
6
106.201
17.700,17
23
Cicendo
6
103.532
17.255,33
24
Bandung Wetan
3
31.741
10.580,33
25
Cibeunying Kidul
6
111.094
18.515,67
26
Cibeunying Kaler
4
69.011
17.252,75
27
Coblong
6
126.450
21.075,00
28
Sukajadi
5
101.065
20.213,00
29
Sukasari
4
77.218
19.304,50
30
Cidadap
3
53.934
17.978,00
Jumlah/total 2008
151
2.374.198
15.723,17
Sumber : BPS Kota Bandung
Pada tahun 2009 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.417.288 jiwa, dengan uraian sebagai berikut :
No.
Kecamatan
Jumlah Kelurahan
Jumlah Penduduk
Rata-rata Penduduk Per Kelurahan
1
Bandung Kulon
8
127.622
15.952.75
2
Babakan Ciparay
6
144.892
24.148.667
3
Bojongloa Kaler
5
123.092
24.618.4
4
Bojongloa Kidul
6
82.516
13.752.667
5
Astanaanyar
6
71.825
11.970.833
6
Regol
7
88.068
12.581.143
7
Lengkong
7
73.288
10.469.714
8
Bandung Kidul
4
52.91
13.227.5
9
Buah Batu
4
96.988
24.247
10
Rancasari
4
70.114
17.528.75
11
Gedebage
4
31.798
7.949.25
12
Cibiru
4
61.09
15.272.5
13
Panyileukan
4
35.249
8.812.5
14
Ujung Berung
5
62.696
12.539.2
15
Cinambo
4
24.125
6.031.25
16
Arcamanik
4
58.917
14.729
17
Antapani
4
61.013
15.275.75
18
Mandalajati
4
58.302
14.575.5
19
Kiaracondong
6
131.978
21.996.333
20
Batununggal
8
125.636
15.704.375
21
Sumur Bandung
4
40.762
10.190.5
22
Andir
6
108.124
18.020.667
23
Cicendo
6
105.407
17.567.833
24
Bandung Wetan
3
32.315
10.772
25
Cibeunying Kidul
6
113.111
18.851.833
26
Cibeunying Wetan
4
70.266
17.566.5
27
Coblong
6
128.748
21.458
28
Sukajadi
5
102.902
20.580.4
29
Sukasari
4
78.62
19.655
30
Cidadap
3
54.914
18.304.667
Jumlah / Total 2009
151
2.417.288
16.008.53
Sumber : BPS Kota Bandung
Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.394.873 jiwa, dengan uraian sebagai berikut :
No.
Kecamatan
Jumlah Kelurahan
Jumlah Penduduk
Rata-rata Penduduk Per Kelurahan
1
Bandung Kulon
8
138.644
17.331
2
Babakan Ciparay
6
143.203
23.867
3
Bojongloa Kaler
5
117.218
23.444
4
Bojongloa Kidul
6
83.600
13.933
5
Astanaanyar
6
66.658
11.110
6
Regol
7
79.316
11.331
7
Lengkong
7
69.307
9.901
8
Bandung Kidung
4
57.398
14.350
9
Buah Batu
4
92.140
23.035
10
Rancasari
4
72.406
18.102
11
Gedebage
4
34.229
8.575
12
Cibiru
4
67.412
16.853
13
Panyileukan
4
37.691
9.423
14
Ujung Berung
5
72.414
14.483
15
Cinambo
4
23.762
5.941
16
Arcamanik
4
65.607
16.402
17
Antapani
4
72.006
18.002
18
Mandalajati
4
60.825
15.206
19
Kiaracondong
6
127.616
21.269
20
Batununggal
8
116.935
14.617
21
Sumur Bandung
4
34.446
8.612
22
Andir
6
94.361
15.727
23
Cicendo
6
96.491
16.082
24
Bandung Wetan
3
29.807
9.936
25
Cibeunying Kidul
6
104.575
17.429
26
Cibeunying Kaler
4
68.807
17.202
27
Coblong
6
127.588
21.265
28
Sukajadi
5
104.805
20.961
29
Sukasari
4
79.211
19.803
30
Cidadap
3
56.325
18.775
Jumlah/total 2010
151
2.394.873
15.860
Sumber : BPS Kota Bandung
Pada tahun 2011 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.424.957 jiwa, dengan uraian sebagai berikut :
No
Kecamatan
Jumlah Kelurahan
Jumlah Penduduk
Rata-rata Penduduk Per Kelurahan
1
Bandung Kulon
8
139.708
17.46
2
Babakan Ciparay
6
144.303
24.05
3
Bojongloa Kaler
5
118.118
23.62
4
Bojongloa Kidul
6
84.141
14.02
5
Astanaanyar
6
67.346
11.22
6
Regol
7
79.923
11.42
7
Lengkong
7
69.837
8.98
8
Bandung Kidung
4
57.838
14.46
9
Buah Batu
4
93.074
23.27
10
Rancasari
4
74.188
18.55
11
Gedebage
4
35.458
8.87
12
Cibiru
4
69.276
17.32
13
Panyileukan
4
38.725
9.68
14
Ujung Berung
5
74.196
14.84
15
Cinambo
4
24.345
6.09
16
Arcamanik
4
67.047
16.76
17
Antapani
4
72.803
18.20
18
Mandalajati
4
61.829
15.46
19
Kiaracondong
6
129.030
21.51
20
Batununggal
8
118.231
14.78
21
Sumur Bandung
4
35.293
8.82
22
Andir
6
95.392
15.90
23
Cicendo
6
97.544
16.26
24
Bandung Wetan
3
30.283
10.09
25
Cibeunying Kidul
6
105.568
17.60
26
Cibeunying Kaler
4
69.456
17.36
27
Coblong
6
128.800
21.47
28
Sukajadi
5
105.963
21.19
29
Sukasari
4
80.086
20.02
30
Cidadap
3
57.156
19.05
Jumlah/total 2011
151
2.424.957
16.059
Sumber : BPS Kota Bandung
Pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.455.517 jiwa, dengan uraian sebagai berikut :
No
Kecamatan
Jumlah Kelurahan
Jumlah Penduduk
Rata-rata Penduduk Per Kelurahan
1
Bandung Kulon
8
140.780
17.598
2
Babakan Ciparay
6
145.411
24.235
3
Bojongloa Kaler
5
119.025
23.805
4
Bojongloa Kidul
6
84.686
14.114
5
Astanaanyar
6
68.042
11.340
6
Regol
7
80.534
11.505
7
Lengkong
7
70.371
10.053
8
Bandung Kidung
4
58.282
14.517
9
Buah Batu
4
94.018
23.505
10
Rancasari
4
74.014
19.004
11
Gedebage
4
36.657
9.164
12
Cibiru
4
71.191
17.798
13
Panyileukan
4
39.787
9.947
14
Ujung Berung
5
76.021
15.204
15
Cinambo
4
24.942
6.236
16
Arcamanik
4
68.519
17.130
17
Antapani
4
73.608
18.402
18
Mandalajati
4
62.849
15.712
19
Kiaracondong
6
130.460
21.743
20
Batununggal
8
119.541
14.943
21
Sumur Bandung
4
36.160
9.040
22
Andir
6
96.435
16.073
23
Cicendo
6
98.609
16.435
24
Bandung Wetan
3
30.767
10.256
25
Cibeunying Kidul
6
106.571
17.762
26
Cibeunying Kaler
4
70.111
17.528
27
Coblong
6
130.023
21.671
28
Sukajadi
5
107.133
21.427
29
Sukasari
4
80.971
20.243
30
Cidadap
3
57.999
19.333
Jumlah/total 2012
151
2.455.517
16.262
Sumber : BPS Kota Bandung
Perkembangan penduduk di Kota Bandung dengan melihat data jumlah penduduk Kota Bandung menurut Kecamatan dan jumlah kelurahan serta rata-rata penduduk per kelurahan selama ini menunjukkan peningkatan dan ini dapat dilihat dari jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak 2.374.198 jiwa, pada tahun 2009 sebanyak 2.417.288 jiwa, pada tahun 2010 sebanyak 2.394.873 jiwa, pada tahun 2011 sebanyak 2.424.957 jiwa, dan pada tahun 2012 sebanyak 2.455.517 jiwa.
Pertumbuhan penduduk ini selain dikarenakan adanya fertilitas yang cukup tinggi (pertumbuhan penduduk alami), juga disebabkan adanya pertumbuhan penduduk migrasi, dimana terdapat migrasi masuk yang lebih besar daripada migrasi keluar (migrasi neto positif) atau dengan kata lain penduduk yang datang lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang keluar Kota Bandung. Aktivitas ekonomi yang ada di Kota Bandung menjadikan daya tarik (pull factors) bagi sebagian orang untuk mencari penghidupan di Kota Bandung. Jumlah penduduk tersebut mendiami 31 kecamatan dan 151 kelurahan dengan rata-rata penduduk per kelurahan sebanyak 15.723,17 jiwa pada tahun 2008, 16.008.53 jiwa pada tahun 2009, 15.860 jiwa pada tahun 2010, 16.059 pada tahun 2011, dan 16.262 pada tahun 2012.
Adapun laju pertumbuhan penduduk Kota Bandung dalam kurun waktu 2008 hingga 2012 adalah sebagai berikut :
No.
Uraian
2008
2009
2010
2011
2012
1.
Jumlah Penduduk
2.374.198
2.417.288
2.394.873
2.424.957
2.455.517
2.
Laju Pertumbuhan Penduduk
1,90%
1,81%
1,09 %
1,26%
1,27%
Berdasarkan informasi diatas dapat dilakukan analisis sebagai berikut:
Pada tahun 2008, jumlah penduduk di Kota Bandung adalah 2.374.198 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,90%. Pada tahun 2009 mengalami peningkatan jumlah penduduk menjadi 2.417.287 jiwa, dan laju pertumbuhan penduduk 1,81%. Karena jumlah penduduk yang meningkat, maka pemerintah Kota Bandung melakukan upaya dengan program transmigrasi ke daerah luar pulau Jawa, diantaranya ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Usaha pemerintah Kota Bandung untuk menurunkan jumlah penduduk di Kota Bandung cukup berhasil. Karena telah dibuktikan pada tahun 2010 jumlah penduduk berkurang menjadi 2.394.873 jiwa, dengan laju penduduk 1,09%. Namun, pada tahun 2011 jumlah penduduk kembali meningkat. Pada tahun 2011 jumlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2.424.957 jiwa, dengan laju penduduk 1,26%. Adapun pada tahun 2012 jumlah penduduk sebanyak 2.455.517 jiwa, dengan laju penduduk 1,27%.
Perubahan dan perkembangan keruangan (spasial) di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012
Kota Bandung secara administrasi masuk ke dalam Provinsi Jawa Barat. Dari pengamatan yang telah dilakukan melalui citra pada google earth dalam kurun waktu 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012 penggunaan lahan di Kota Bandung meliputi sawah, kebun atau tegalan, lading atau huma, pekarangan dan bangunan (perumahan, sekolah, industri), perkantoran atau rekreasi, kolam atau tebat atau empang, lahan sementara tidak diusahakan, dan lainnya. Perbedaan penggunaan lahan dapat diketahui dari citra melalui perbedaan warna, tekstur dan bentuk. Pola pemukiman terlihat dengan warna coklat hingga orange, warna tersebut menunjukkan warna genting rumah. Pola pemukiman yang teratur juga dapat diinterpretasikan sebagai perumahan. Warna hijau dengan pola teratur dan tekstur yang lembut dapat diinterpretasikan sebagai lahan persawahan. Sedangkan bangunan yang mempunyai ukuran lebih besar dari bangunan lain dan mempunyai warna perak mengkilap dapat diinterpretasikan sebagai kawasan industri. Warna perak mengkilap menunjukkan warna atap bangunan pabrik yang terbuat dari seng.
Kota Bandung adalah kota yang mengalami perubahan fisik yang pesat. Penggunaan lahan terus mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir, dengan kecenderungan penambahan pemukiman dan kawasan industri dan pengurangan lahan persawahan. Pemukiman baru lebih berkembang mengikuti jalan karena masyarakat lebih senang jika memiliki rumah atau bangunan dekat dengan jalan sehingga aksesibilitasnya menjadi mudah. Selain itu, rumah atau bangunan yang berada di sepanjang jalan akan lebih cocok untuk membuka usaha.
Berikut ini adalah analisis pemaparan penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan di Kota Bandung pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012.
Pada tahun 2008 penggunaan lahan di Kota Bandung secara umum adalah sawah, pekarangan + bangunan, dan lainnya dengan luas lahan sebagai berikut :
No
Jenis Penggunaan
Type of Use
Luas (Ha)
Area
1
Sawah
Wetlands
1.727,00
2
Kebun/Tegalan
Garden/Wasteland
763,00
3
Ladang/Huma
-
4
Perkarangan + Bangunan
(Perumahan, Sekolah, Industri)
7.526,00
5
Perkantoran / Rekreasi
Office Complex/Recreation
-
6
Kolam / Tebat / Empang
72,00
7
Sementara tidak diusahakan
-
8
Lainnya
Others
6.641,00
Jumlah
16.729,00
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung
Pada tahun 2009 penggunaan lahan di Kota Bandung secara umum adalah sawah, pekarangan + bangunan, dan lainnya dengan luas lahan sebagai berikut :
No
Jenis Penggunaan
Type of Use
Luas (Ha)
Area
1
Sawah
Wetlands
1.719
2
Kebun/Tegalan
Garden/Wasteland
761
3
Ladang/Huma
-
4
Perkarangan + Bangunan
(Perumahan, Sekolah, Industri)
7.538
5
Perkantoran / Rekreasi
Office Complex/Recreation
-
6
Kolam / Tebat / Empang
70
7
Sementara tidak diusahakan
-
8
Lainnya
Others
761
Jumlah
6.641
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung
Pada tahun 2010 penggunaan lahan di Kota Bandung secara umum adalah sawah, pekarangan + bangunan, dan lainnya dengan luas lahan sebagai berikut :
No
Jenis Penggunaan
Type of Use
Luas (HA)
Area
Persentase
%
1
Sawah
Wetlands
1.474,14
8,81
2
Kebon/Tegalan
Garden/Wasteland
328,01
1,96
3
Ladang/Huma
474,95
2,84
4
Perkarangan+Bangunan
(Perumahan,Sekolah,Industri)
6.042,46
36,12
5
Perkantoran/Rekreasi
Office Complex/Recreation
1.854,44
11,09
6
Kolam/Tebat/Empang
70
0,42
7
Sementara tidak diusahakan
8
Lainnya
Others
6.458
38,77
Jumlah
16.729
100
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung
Pada tahun 2011 penggunaan lahan di Kota Bandung secara umum adalah sawah, pekarangan + bangunan, dan lainnya dengan luas lahan sebagai berikut :
No
Jenis Penggunaan
Type of Use
Luas (HA)
Area
Persentase
%
1
Sawah
Wetlands
1.354
8.09
2
Kebon/Tegalan
Garden/Wasteland
650
3.88
3
Ladang/Huma
186
1.11
4
Perkarangan+Bangunan
(Perumahan,Sekolah,Industri)
12.739
76.14
5
Perkantoran/Rekreasi
Office Complex/Recreation
1.219
7.28
6
Kolam/Tebat/Empang
35
0.2
7
Sementara tidak diusahakan
185
1.1
8
Lainnya
Others
363
2.2
Jumlah
16.729
100
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung
Berdasarkan informasi di atas dapat dilakukakan analisi sebagai berikut :
Penggunaan Lahan Persawahan
Pada tahun 2008, penggunaan lahan untuk persawahan masih cukup luas sekitar 1.727,00 Ha. Pada tahun 2009 sekitar 1.719 Ha atau berkurang 8 Ha dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 sekitar 1.474 Ha (8,81%) atau berkurang 245 Ha dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 sekitar 1.354 Ha (8.09%) atau berkurang 120 Ha dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena minat masyarakat pada tanah pertanian semakin meningkat untuk dijadikan sebagai tanah kosong yang nantinya digunakan untuk pemukiman, pertokoan maupun perindustrian.
Penggunaan Lahan Pekarangan dan Bangunan (Perumahan, Sekolah, Industri)
Penggunaan lahan untuk persawahan terus mengalami penyempitan, namun berbeda sebaliknya dengan penggunaan lahan pekarangan dan bangunan seperti perumahan, sekolah, dan kawasan industri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan luasan. Pada tahun 2008 lahan pekarangan dan bangunan sekitar 7.526,00 Ha. Pada tahun 2009 sekitar 7.538 Ha atau mengalami perluasan sebesar 12 Ha dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 sekitar 6.042,46 Ha (36,12%) atau mengalami penyempitan sebesar 1.495,54 Ha dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2011 sekitar 12.739 Ha (76,14%) atau mengalami perluasan sebesar 6.696,54 Ha dari tahun sebelumnya.
Dari informasi yang telah diuraikan di atas dapat diindikasikan bahwa permintaan lahan di Kota Bandung mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang membeli lahan untuk kawasan pemukiman, pertokoan, maupun industri sehingga mengakibatkan terjadinya revitalisasi transportasi di Kota Bandung yang menjadikan aksesibilitas semakin dimudahkan. Hal ini terlihat semakin banyaknya pemukiman, petokoan dan industri di sebelah kiri jalan di Kota Bandung.
Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Tabel berikut menguraikan beberapa indikator makro strategis Kota Bandung untuk dapat melihat pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat secara lebih luas.
Berdasarkan data yang diuraikan pada tabel tersebut, secara umum indikator makro ekonomi Kota Bandung periode 2008-2012 menunjukkan peningkatan dan pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Bandung menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bandung selama 5 (lima) tahun terakhir (tahun 2008–2012) menunjukkan peningkatan yang positif. Jika pada tahun 2008 LPE Kota Bandung mencapai 8,17.%, pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 9,40%. Tingkat LPE Kota Bandung ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kinerja LPE secara nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Bandung relatif lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi secara nasional. Selama periode 2008-2012, rerata LPE Kota Bandung mencapai 8,59%, sedangkan rerata LPE nasional secara periode 2008-2012 hanya berada di kisaran 5,89%.
Adapun perekonomian Masyarakat Kota Bandung menurut Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2008 sebesar 60.444.487 (juta rupiah) dengan tingkat pengangguran 15.27 %. Pada tahun 2009 meningkat sebesar 70.281.163 (juta rupiah) dengan tingkat pengangguran 13,28 %, pada tahun 2010 terus meningkat menjadi 82.002.176 (juta rupiah) dengan tingkat pengangguran 12,17 %. Pada tahun 2011 terus mengalami peningkatan menjadi 97.451.902 (juta rupiah) dengan tingkat pengangguran sebesar 10,34 %. Dan pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan menjadi 110.669.837 (juta rupiah) dengan tingkat pengangguran sebesar 9,17 %.
Dari data di atas, pertumbuhan ekonomi masyarakat Kota Bandung terus mengalami peningkatan sementara tingkat pengangguran terus mengalami penurunan. Sehingga dapat diindikasikan bahwa Kota Bandung terjadi korelasi antara peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan tingkat pengangguran di Kota Bandung. Diharapkan dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi Kota Bandung setiap tahunnya ke depan, maka dapat memperluas kesempatan kerja, yang pada akhirnya dapat meminimalisasi tingkat pengangguran yang ada.
Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tinggal di Kota Bandung
Pada umumnya, masyarakat melakukan urbanisasi karena adanya pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagaimya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal (faktor pendorong) maupun daerah tujuan (faktor penarik). Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tinggal di Kota Bandung, yaitu :
Kehidupan di Kota Bandung yang lebih modern dan mewah;
Sarana dan prasarana di Kota Bandung yang lebih lengkap;
Banyaknya lapangan pekerjaan di Kota Bandung;
Pendidikan yang jauh lebih baik dari yang ada di kota-kota lain.
Dampak yang ditimbulkan akibat adanya proses dan perkembangan urbanisasi di Kota Bandung
Dengan meningkatnya proses urbanisasi dapat menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya.
Dampak positif
Terjadi usaha pembangunan yang menyeluruh;
Kota Bandung menjadi tempat pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan segala macam fasilitas yang mutlak diperlukan bagi pembangunan;
Pusat-pusat industri di dunia lainnya bisa tercapai.
pembangunan ekonomi Kota Bandung semakin mengalami peningkatan.
Dampak negatif
Memicu polarisasi pembangunan terpusat;
Penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi sektor
Merusak strategi rencana pembangunan kota dan menghisap fasilitas perkotaan di luar kemampuan pengendalian pemerintah kota;
Meningkatnya masalah kriminalitas dan turunnya tingkat kesejahteraan;
Dapat memicu terjadinya "overurbanisasi" yaitu dimana prosentase penduduk kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi negara;
Terjadi "underruralisasi" yaitu jumlah penduduk di pedesaan terlalu kecil bagi tingkat dan cara produksi yang ada;
Kota dipandang sebagai inefisien dan artificial proses "pseudo-urbanisastion". Sehingga urbanisasi merupakan variable dependen terhadap pertumbuhan ekonomi;
Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan;
Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
Menambah polusi di daerah perkotaan;
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia. Ekologi di daerah kota tidak lagi terdapat keseimbangan yang dapat menjaga keharmonisan lingkungan perkotaan.
Penyebab bencana alam;
Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.
Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi;
Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, masalah pedagang kaki lima dan pekerjaan lain yang sejenis. Hal ini akhitnya akan meningkatkan jumlah pengangguran di kota yang menimbulkan kemiskinan dan pada akhirnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, orang – orang akan nekat melakukan tindak kejahatan seperti mencuri, merampok bahkan membunuh. Ada juga masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
Penyebab kemacetan lalu lintas;
Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.
Merusak tata kota;
Pada negara berkembang, kota-kotanya tidak siap dalam menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh populasinya. Apalagi para migran tersebut kebanyakan adalah kaum miskin yang tidak mampu untuk membangun atau membeli perumahan yang layak bagi mereka sendiri. Akibatnya timbul perkampungan kumuh dan liar di tanah-tanah pemerintah. Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Proses urbanisasi di Kota Bandung dapat diindikasikan dengan peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk, adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Akibat alih fungsi lahan menyebabkan lahan pertanian menjadi semakin berkurang. Namun, disisi lain penggunaan lahan untuk kawasan pemukiman, perindustrian dan pertokoan semakin meningkat secara umum didominasi oleh pemukiman.
Dampak yang ditimbulkan oleh adanya proses urbanisasi membawa dampak positif yang menguntungkan bagi manusia. Namun, disisi lain membawa dampak negatif yang merugikan seperti terjadinya degradasi lingkungan.
Saran
Akibat terjadinya proses urbanisasi ke daerah perkotaan, lahan yang seharusnya berfungsi sebagai lahan pertanian justru dialih fungsikan menjadi lahan pemukiman dan industri. Untuk mempertahankan Kota Bandung sebagai kota yang terkenal dengan daerah pertanian dan perkebunan sebaiknya pemerintah melakukan pembangunan vertical untuk wilayah pemukiman. Sehingga lahan yang seharusnya untuk pertanian tidak berubah fungsinya. Selain itu, terjadinya urbanisasi juga berpengaruh pada bertambahnya jumlah penduduk. Sebaiknya pemerintah lebih tegas untuk pelaksanaan kebijakan migrasi atau perpindahan penduduk ke daerah lain yang kepadatan penduduknya rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Chapin Jr F Stuart and Edward J Kaiser. 1979. Urban Land Use Planning. Third Edition. Chichago : University of Illinoise Press.
Daldjoeni, N. 1992. Geografi Baru. Bandung : Penerbit alumni
Lichfield, Nathaniel; Darin-Drabkin, Haim. 1980. Land Polic In Planning. London : George Allen and Unwin
Diunggah pada 6 Oktober 2013 pukul 13.00 WIB
http://perencanaankota.blogspot.com/2011/11/definisi-dan-konsep-perkembangan-kota.html
http://meilinda.blogspot.com/epidemiology.html
http://urbanisasi-wikipedia-ensiklopedia.html