BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penduduk suatu kota memegang peranan yang sangat penting dalam setiap
kajian studi perkotaan. Hal ini disebabkan karena perkembangan penduduk
kota baik yang menyangkut kuantitas maupun kualitas merupakan faktor utama
dari eksistensi kota itu sendiri. Seiring berkembangnya beragam aktivitas
perkotaan, memicu pertumbuhan penduduk sebagai sarana pelaksananya.
Pertumbuhan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh
peningkatan kebutuhan ruang. Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin
tinggi pula kebutuhan akan ruang kota, oleh karena itu penduduk menjadi
salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terbesar bagi terbentuknya
aktivitas perkotaan. Terdapat berbagai macam aktivitas yang menjadi ciri
perkotaan, antara lain permukiman, industri, komersial, dan lain-lain. Kota
Medan sebagai kota sentral ekonomi di daerah Sumatera Utara adalah kota
yang mempunyai perkembangan yang tumbuh dengan pesat, oleh karena itu maka
pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana kota untuk menunjang
kelancaran dari pertumbuhan kota Medan itu sendiri.
Perkembangan kota selain dipengaruhi oleh faktor penduduk, dipengaruhi
pula oleh faktor sosial budaya dan faktor sosial ekonomi. Faktor sosial
budaya yang dimaksud adalah mencakup perubahan pola atau tata cara
kehidupan masyarakat (Hendarto, 2005:43). Sedangkan faktor sosial ekonomi
dalam hal ini berkaitan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi kota tersebut
yang berpengaruh terhadap ragam kegiatan usaha masyarakat. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi akan mendorong proses pertumbuhan kota menjadi lebih
cepat. Pertumbuhan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Untuk itu, maka diperlukan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang lebih
merata. Pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh peningkatan pendapatan
perkapita. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita
dalam jangka panjang, dimana presentase pertambahan output itu haruslah
lebih tinggi dari presentase pertambahan jumlah penduduk dan ada
kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut.
Keberadaan transportasi sebagai pendukung pergerakan masyarakat akan
memberikan implikasi positif terhadap semakin meningkatnya pertumbuhan dan
perkembangan suatu kota. Namun, perkembangan transportasi sampai saat ini
tidak hanya memberikan implikasi positif tetapi juga implikasi negatif,
seperti kemacetan, kesemrawutan, dan kecelakaan lalu lintas. Menurut Bayu
A. Wibawa (1996), terdapat kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota
bersamaan pula dengan berkembangnya masalah transportasi yang terjadi.
Implikasi negatif yang ditimbulkan oleh perkembangan transportasi salah
satunya disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan penduduk yang memberikan
pengaruh pada meningkatnya demand terhadap sarana maupun prasarana
transportasi. Transportasi juga sangat berkaitan erat dengan kebijakan tata
ruang. Pakar ilmu transportasi Warpani (1987) berpendapat bahwa ruang
merupakan kegiatan yang ditempatkan di atas lahan kota, sedangkan
transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan satu
ruang kegiatan dan ruang kegiatan lainnya. Perencanaan kota tanpa
mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi akibat dari perencanaan itu
sendiri akan menimbulkan keruwetan lalu lintas dikemudian hari yang
berakibat dengan meningkatnya kemacetan lalu lintas dan akhirnya
meningkatkan pencemaran udara (Sukarto, 2006).
Meningkatnya mobilitas orang memerlukan sarana dan prasarana
transportasi yang memadai, aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat.
Peningkatan pendapatan membuat masyarakat mampu untuk membeli kendaraan
seperti sepeda motor maupun mobil sebagai sarana transportasi pribadi.
Peningkatan perekonomian daerah juga menyebabkan kebutuhan akan sarana
transportasi lain seperti bus dan truk meningkat. Akibatnya, semakin hari
jumlah arus lalu lintas dan jenis kendaraan yang menggunakan ruas-ruas
jalan semakin bertambah. Hal ini menimbulkan masalah di bidang
transportasi, salah satunya adalah masalah kemacetan yang ditimbulkan oleh
lalu lintas, yang salah satunya adalah kawasan sekolah. Kemacetan jalan
merupakan suatu masalah yang harus dipecahkan bersama. Karena dengan
kondisi kemacetan seperti ini akan terjadi pembebanan yang berlebihan pada
jalan, yang pada akhirnya mengakibatkan kemacetan lalu lintas, kenyamanan
perjalanan terganggu, kebosanan, kelelahan, pemborosan waktu dan materi,
yang pada akhirnya terjadi pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas. Saat ini
lalu-lintas Kota Medan yang macet merupakan masalah sehari-hari warga Kota
Medan, khususnya di daerah sekitar lokasi sekolah. Hal ini terjadi karena
pertumbuhan jalan dan pertambahan jumlah kendaraan bermotor tidak seimbang
dan perilaku masyarakat yang tidak mematuhi peraturan sehingga membuat lalu-
lintas di Kota Medan macet.
2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana kondisi Transportasi di Kota Medan.
2. Mengetahui bagaimana kondisi Tata Guna Lahan di Kota Medan.
3. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah didalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Lokasi yang dianalisis adalah Kota Medan.
2. Kondisi atau perilaku sehari-hari masyarakat di Kota Medan tidak
dijabarkan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Kota Medan
1. Sejarah Singkat Kota Medan
Medan didirikan oleh seorang guru yang bernama Patimpus Sembiring
Pelawi pada tahun 1590. John Anderson adalah orang Eropa pertama yang
mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama
Medan. Kampung ini hanya memiliki penduduk 200 orang dan seorang pemimpin
bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana
untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni
sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai Kota.
Pada tahun berikutnya berganti menjadi ibukota Karesidenan Sumatera Timur
sekaligus Ibu Kota Kesultanan Deli. Pada tahun 1909 Medan menjadi sebuah
kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial
membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran.
2. Letak Geografis Kota Medan
Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44°
BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota
Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara
berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan
berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik
itu domestik maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan
curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan
berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C.
Letak geografis Kota Medan ini sangat strategis sebagai gerbang
kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar
negeri. Faktor ini memungkinkan Medan untuk berhubungan secara langsung
dengan wilayah-wilayah di Provinsi Sumatera Utara, Pulau Sumatera, wilayah
Nasional Indonesia, bahkan dengan negara-negara tetangga yang menjadikan
Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan
kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan
daerah-daerah sekitarnya.
Secara administratif, batas wilayah Kota Medan adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang
Gambar 2.1 Peta Kota Medan
Sumber: www.republika.co.id
3. Kota Medan Secara Demografis
Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur
agama, suku etnis, budaya dan keragaman adat istiadat. Secara Demografi,
Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi.
Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana
tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat
kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi
proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola pikir masyarakat
dan perubahan sosial ekonominya. Komponen kependudukan lainnya umumnya
menggambarkan berbagai berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat,
baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran dan
tingkat kematian, meningkatnya arus perpindahan antar daerah dan proses
urbanisasi, mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.
Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini
mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat
kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan
kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh
banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat
pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek
sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi
masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini
pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik
tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi,
akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah,
kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan
lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang
terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan
"Tahun "Jumlah Penduduk "Luas Wilayah "Kepadatan Penduduk "
" " "(KM²) "(Jiwa/KM²) "
"[1] "[2] "[3] "[4] "
"2005 "2.036.185 "265,10 "7.681 "
"2006 "2.067.288 "265,10 "7.798 "
"2007 "2.083.156 "265,10 "7.858 "
"2008 "2.102.105 "265,10 "7.929,5 "
"2009 "2.121.053 "265,10 "8.001 "
Sumber: BPS Kota Medan
4. Kondisi Ekonomi di Kota Medan
Secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor
tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat
perdagangan dan keuangan regional/nasional. pada tahun 2011, sektor tertier
mendominasi perekonomian Kota Medan, yaitu sebesar 70,92 persen, subsektor
sekunder sebesar 26,57 persen dan perolehan dari sektor primer hanya
sebesar 2,50 persen. Hal ini dikarenakan memang Kota Medan memang bukan
daerah pertanian sehingga struktur PDRB Kota Medan didominasi oleh
subsektor tersier.Kualitas perekonomian daerah terkait erat dengan aspek
ketenagakerjaan dan kemiskinan. Peningkatan kualitas perekonomian daerah
seyogyanya dapat meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan menyerap
angkatan kerja sehingga tingkat pengangguran dan kemiskinan semakin
berkurang, karena ketersediaan kesempatan kerja yang menjamin perolehan
pendapatan.
Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural
dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu
dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan
pengangguran faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang
diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar
lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2007
menunjukkan, pada tahun 2005 sektor tertier memberikan sumbangan sebesar
70,03 persen, sektor sekunder sebesar 26,91 persen dan sektor primer
sebesar 3,06 persen. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan
restoran menyumbang sebesar 26,34 persen, sub sektor transportasi dan
telekomunikasi sebesar 18,65 persen dan sub sektor industri pengolahan
sebesar 16,58 persen.
Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila
dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Sektor tertier memberikan sumbangan
sebesar 68,70 persen, sekunder sebesar 28,37 persen dan primer sebesar 2,93
persen. Masing-masing lapangan usaha yang dominan yaitu perdagangan, hotel
dan restoran sebesar 25,98 persen, sektor transportasi dan telekomunikasi
sebesar 18,65 persen, industri jasa pengolahan sebesar 16,58 persen dan
jasa keuangan 13,41 persen. Demikian juga pada tahun 2007, sektor tertier
mendominasi perekonomian Kota Medan, yaitu sebesar 69,21 persen, disusul
sektor sekunder sebesar 27,93 persen dan sektor primer sebesar 2,86 persen.
Masing-masing lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi
sebesar 25,44 persen dari lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran,
lapangan usaha transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02 persen dan
lapangan usaha industri pengolahan sebesar 16,28 persen. Pertumbuhan
Ekonomi Kota Medan tahun 2009 berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) atas dasar harga konstan 2000 terjadi peningkatan sebesar 6,56
persen terhadap tahun 2008. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor
pengangkutan dan komunikasi 9,22 persen. Disusul oleh sektor perdagangan,
hotel, dan restoran 8,47 persen, sektor bangunan 8,22 persen, sektor jasa-
jasa 7,42 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 5,06 persen, sektor
pertanian 4,18 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
tumbuh sebesar 2,94 persen, sektor industri 1,71 persen, dan penggalian
tumbuh 0,46 persen. Besaran PDRB Kota Medan pada tahun 2009 atas dasar
harga berlaku tercapai sebesar Rp.72,67 triliun, sedangkan atas dasar harga
konstan 2000 sebesar Rp. 33,43 triliun.
Terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan tahun 2009 sebesar 6,56
persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang perumbuhan
sebesar 2,20 persen Disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 1,85
persen, sektor bangunan 0,91 persen, sektor jasa-jasa 0,76 persen, sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,43 persen, sektor industri 0,25
persen, sektor pertanian 0,10 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih
0,07 persen dan sektor pertambangan dan penggalian menyumbang pertumbuhan
0,00 persen.
Dari sisi penggunaan, sebagian besar PDRB Kota Medan pada tahun 2009
digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yang mencapai 36,20 persen,
disusul oleh ekspor neto 30,53 persen (ekspor 50,82 persen dan impor 20,29
persen), pembentukan modal tetap bruto 20,61 persen, konsumsi pemerintah
9,54 persen dan pengeluaran konsumsi lembaga nirlaba 0,64 persen. PDRB per
Kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2009 mencapai Rp. 34,26 juta,
lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar Rp. 31,07 juta.
Gambar 2.2 Kondisi Ekonomi di Kota Medan
Sumber: hariansib.com
5. Kondisi Sosial Budaya di Kota Medan
Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan,
keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan
penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana
pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana
vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak
memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial
lainnya.
Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan
salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi
dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi,
gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas
ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan
perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani
kehidupan secara bermartabat.
6. Kondisi Kultural di Kota Medan
Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak
awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh
karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak
beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan,
sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan
(modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-
nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai
kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan,
bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi
upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.
Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu
primordialisme yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh
karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan
dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara
secara harmonis.
Gambar 2.3 Kondisi Sosial Budaya di Kota Medan
Sumber: ktckembaren.blogspot.com
7. Kondisi Pemerintahan di Kota Medan
Suasana kejiwaan dan kebatinan inilah yang pada dasarnya menjadi
semangat penyusunan dan diperlakukannya UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33
Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan
pemerintahan di daerah, dengan prinsip demokratis, peran serta masyarakat,
pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Adanya pemerintahan daerah berkonsekuensi adanya Pemerintahan Daerah.
Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah
otonom yang lain sebagai unsur penyalenggara pemerintah daerah. Secara
garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.4 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan
Sumber: www.pemkomedan.go.id
Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke
dalam lima sifat yaitu: Pemberian pelayanan, Fungsi pengaturan, Fungsi
pembangunan, Fungsi perwakilan, Fungsi koordinasi dan perencanaan
pembangunan kota. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan
otonomi daerah, Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan dua bidang urusan
yaitu:
1. Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh
Dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum),
2. Urusan pemerintahan umum.
Kewenangan mengatur yang diselengarakan bersama-sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagi Badan Legislatif Kota.
Kewenagan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam
kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh
Wlikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota.
Bersasarkan fungsi dan kewenagan tersebut, Walikota Medan membawahi
(pimpinan Eksekutif tertinggi) seluruh Instansi pelaksana Eksekutif Kota.
8. Kemampuan Keuangan Daerah
Dalam mendukung penyelenggaraan kewenangan, peran, fungsi, dan
tanggung jawabnya. Pemerintah Kota Medan memiliki beberapa sumber
pendapatan pokok, yaitu: (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Dana
Perimbangan, (3) Pinjaman Daerah, (4) Lain- lain penerimaan yang sah.
Sebagai daerah yang perkembangan ekonominya sangat didominasi sektor
sekunder dan tertier, sumber pendapatan asli daerah sebagian besar
diperoleh dari hasil pajak dan retribusi daerah. Bagi Pemerintah Kota
Medan, pungutan pajak lebih didefinisikan sebagai cara memberikan
kesejahteraan umum dari pada sekedar budgeter.
Walaupun ada kecenderungan peningkatan volume dalam PAD, namun diakui
70% sumber penerimaan Kota Medan di sektor publik masih berasal dari
alokasi pusat (dana perimbangan / dana alokasi umum). Hal yang
menggembirakan dalam hal pembiayaan pembangunan kota adalah, jika
sebelumnya sebagian besar program pembangunan yang disediakan oleh
pemerintah pusat dialokasikan dalam bentuk dana Inpres (regional) maupun
dana DIP (sektoral), maka saat ini sebagian besar sudah dalam bentuk
bantuan spesifik (specific blok grant), dan blok grant yang lansung
diterima dan dikelola oleh daerah.
Pemanfaatan sebagian besar dana perimbangan tersebut oleh Pemerintah
Kota Medan digunakan untuk pengembangan jaringan infrastruktur kota
terpadu, termasuk pemeliharaannya. Dengan keterpaduan tersebut
infrastruktur yang dibangun benar-benar memperlancar arus barang dan jasa
antar daerah sehingga dapat menggerakkan kegiatan sosial ekonomi warga Kota
Medan. Kegiatan ekonomi yang berkembang pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan Pemerintah Kota dalam pembiayaan pembangunan kota,
sekaligus memperkecil ketergantungan Pemerintah Kota kepada Pemerintah
Pusat.
Tabel 2.2 Realisasi APBD Pemerintah Kota Medan
"Tahun "Rencana "Realisasi "Presentase "
"2006 "1.415.485.418"1.322.425.420"93,43 "
"2007 "1.751.826.796"1.392.698.097"79,50 "
"2008 "1.881.236.641"1.477.958.513"75,56 "
"2009 "2.350.106.262"* "- "
Sumber: BPS Kota Medan
2. Transportasi di Kota Medan
Jalan-jalan raya yang digunakan sebagai prasarana dalam lalu lintas
angkutan jalan khususnya angkutan kota pada waktunya perlu dibangun dalam
arti baru maupun ditingkatkan mutunya untuk diperbaiki dan direhabilitasi.
Suatu jalan seharusnya dibangun atau diperbaiki jika berdasarkan berbagai
pertimbangan teknis, finansial, ekonomi, politis, dan sebagainya yang
menunjukkan kelayakannya untuk diperbaiki. Berhubung karena dalam setiap
negara sangat banyak jalan yang perlu dibangun khususnya ditingkatkan dan
diperbaiki, sedangkan di lain pihak dana yang tersedia untuk keperluan itu
sangat terbatas, maka diperlukan penentuan prioritas dalam membangun atau
memperbaiki jalan tersebut. Tujuan dari penetapan prioritas dalam
perencanaan pembangunan prasarana transportasi adalah agar dalam
pembangunan dan perbaikan jalanjalan tersebut dilakukan lebih utama (lebih
dahulu diprioritaskan).
Pada sektor prasarana yaitu jalan, dalam hal ini menunjukkan adanya
peningkatan dan perbaikan maupun pembangunan jalan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota Medan dan swadaya masyarakat, hal ini dapat dilihat pada
tabel berikut berdasarkan pada panjang jalan menurut kondisinya di kota
Medan.
Tabel 2.3 Panjang Jalan Menurut Kondisi di Kota Medan tahun 2000
Sumber: BPS Kota Medan
3. Kondisi Sarana Transportasi di Kota Medan
Melihat kondisi sarana transportasi angkutan umum Kota Medan di tahun
1960-an, dapat dipahami tentunya belum sebaik sekarang, karena yang ada
saat itu hanyalah sarana angkutan umum yang sangat masih minim dan
sederhana, seperti Becak Dayung dan sebagian kecil telah ada Becak Mesin
yang masing-masing beroda tiga. Becak Dayung dianggap kurang layak secara
manusiawi, karena menggunakan tenaga manusia secara langsung, demikian pula
mengenai jarak tempuh dan daya angkut, hanya mampu menjangkau jarak tempuh
yang pendek dan mengangkut jumlah penumpang yang terbatas pula.
Becak Mesin, meskipun terlihat lebih baik dari Becak Dayung namun
faktor resiko akibat polusi udara oleh asapnya yang tebal dan suaranya yang
bising karena menggunakan mesin tempel, menimbulkan sorotan dari berbagai
kalangan masyarakat terhadap sarana ini, apalagi jumlah penumpang yang
dapat diangkut juga terbatas. Disamping itu, walaupun armada becak cukup
banyak, tetapi belum dapat menjangkau kebutuhan transportasi warga kota
Medan, karena tidak mempunyai rute tetap. Ini merupakan sebuah gambaran
bahwa belum adanya sistem transportasi terpadu di Kota Medan pada saat itu.
4. Jumlah Kendaraan di Kota Medan
1. Sarana Angkutan Umum dan Pribadi
Pada tahun 2009 jumlah sarana transportasi jalan raya di Kota Medan
berjumlah 2.708.511 kendaraan. Dari tahun 2004 sampai tahun 2009
menunjukkan kenaikan 23,82 % per tahun. Pertumbuhan yang sangat signifikan
terlihat pada sepeda motor dengan rata-rata pertumbuhan 31, 23 % per tahun.
Tabel 2.4 Data jumlah kendaraan di Kota Medan dari tahun 2004-2009
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan (2010)
2. Kendaraan Tak Bermotor
Dari Tabel 2.5 berikut dapat dilihat data statistik kendaraan
tidak bermotor, dimana penggunaan becak sebagai sarana angkutan cukup
signifikan, serta pertumbuhan kepemilikan sepeda yang memiliki
kecenderungan meningkat.
Tabel 2.5 Data jumlah kendaraan tak bermotor di Kota Medan dari tahun 2004-
2009
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan (2010)
Sementara pada Tabel 2.6 berikut disajikan jumlah kendaraan angkutan
penumpang umum tidak dalam trayek. Dari data tersebut dapat dilihat
dominasi becak bermotor sebagai alternatif angkutan umum tidak dalam
trayek. Pada tahun 2005 jumlah becak bermotor mencapai 90.58%, pada tahun
2006 turun menjadi 82.82% dan pada tahun 2007 sebesar 83.05%, pada tahun
2008 sebesar 84,95 % serta pada tahun 2009 sebesar 85,00 %.
Data tersebut juga memperlihatkan kecenderungan menurunnya jumlah
taksi dengan argometer, sementara untuk taksi tanpa argo meter memiliki
kecenderungan yang meningkat. Keadaan ini sangat kontradiktif dengan tujuan
Kota Medan sebagai kota jasa dan industri.
Tabel 2.6 Data jumlah kendaraan tak bermotor tahun 2004-2009
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan 2010
5. Sistem Tata Guna Lahan di Kota Medan
Kedudukan Kota Medan dan peranannya yang sangat penting, telah
mendorong perkembangan kota yang sangat pesat. Agar perkembangan yang
terjadi secara langsung, terpadu dan berkelanjutan maka untuk itu Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Medan menetapkan adanya satuan-satuan
wilayah pengembangan pembangunan. Pembentukan satuan-satuan wilayah
pembangunan tersebut didasarkan pada hasil analisis terhadap kondisi
pembangunan yang dicapai. Oleh karena itu perlu upaya untuk meratakan laju
pertumbuhan di setiap Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP). Pembangunan
di setiap sektor akan dioptimalkan dan disesuaikan menjadi lima WPP, yaitu:
1. WPP A, meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan, Medan
Labuhan, dan Medan Marelan dengan pusat pengembangan di Belawan.
Wilayah ini dibangun untuk pelabuhan, industri, permukiman, rekreasi
air, dan usaha kegiatan pembangunan jalan baru, jaringan air minum,
septik tank, sarana pendidikan;
2. WPP B, meliputi satu kecamatan yaitu Kecamatan Medan Deli dengan pusat
pengembangan di Tanjung Mulia. Wilayah ini dibangun sebagai kawasan
perkantoran, perdagangan, rekreasi indoor, dan permukiman, dengan
program kegiatan pembangunan jalan baru, jaringan air minum, pembuangan
sampah dan sarana pendidikan;
3. WPP C, meliputi enam kecamatan yaitu Kecamatan Medan Timur, Medan
Perjuangan, Medan Tembung, Medan Area, Medan Denai dan Medan Amplas
dengan pusat pengembangan di Aksara. Wilayah ini dibangun untuk
permukiman, perdagangan dan rekreasi, dengan program kegiatan
pembangunan sambungan air minum, septik tank, jalan baru, rumah
permanen, sarana pendidikan dan kesehatan;
4. WPP D, meliputi lima kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor, Medan Baru,
Medan Kota, Medan Maimun, dan Medan Polonia dengan pusat pengembangan
di Inti Kota. Wilayah ini dibangun untuk kawasan perdagangan,
perkantoran, rekreasi indoor dan permukiman, dengan program kegiatan
pembangunan perumahan permanen, penanganan sampah dan sarana
pendidikan;
5. WPP E, meliputi enam kecamatan yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan
Helvetia, Medan Petisah, Medan Sunggal, Medan Selayang dan Medan
Tuntungan dengan pusat pengembangan di Sei Sikambing. Wilayah ini
dibangun untuk permukiman, perdagangan, rekreasi, dengan program
kegiatan sambungan air minum, septik tank, jalan baru, rumah permanen,
sarana pendidikan dan kesehatan.
6. Struktur Ruang Wilayah Kota Medan
Rencana struktur ruang wilayah kota merupakan kerangka sistem pusat-
pusat pelayanan kegiatan kota yang berhierarki dan satu sama lain
dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota. Rencana Struktur
Ruang Wilayah Kota adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah
kota dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kota yang
dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota selain untuk melayani
kegiatan skala kota, meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan
energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem sumber daya
air dan sistem jaringan lainnya. Rencana Struktur Wilayah Kota Medan
digambarkan dalam bentuk:
1. Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk merupakan perkiraan jumlah
penduduk hingga akhir tahun perencanaan yang selanjutnya diuraikan
dalam rencana pendistribusian untuk setiap kawasan sesuai dengan daya
dukungnya.
2. Rencana Sistem Pusat Pelayanan yang merupakan pengembangan sistem
penyebaran pusat-pusat pelayanan kota yang disusun secara hirarkis dan
terstruktur sesuai dengan arahan dan rencana fungsi masing-masing
pusat. Pusat pelayanan kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial atau
administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan regional, yang
meliputi:
Pusat pelayanan kota, melayani seluruh wilayah kota dan/atau
regional.
Subpusat pelayanan kota, melayani sub-wilayah kota.
Pusat lingkungan, melayani skala lingkungan kota.
3. Rencana Sistem Jaringan Transportasi merupakan pengembangan sistem
jaringan yang menggambarkan pola pergerakkan dan penyebaran prasarana
dan sarana penunjangnya, mencakup sistem transportasi darat, sistem
jaringan kereta api, sistem jaringan angkutan sungai dan penyeberangan,
sistem jaringan transportasi laut dan sistem jaringan transportasi
udara.
4. Rencana Sistem Jaringan Utilitas adalah pengembangan sistem jaringan
pelayanan yang memungkinkan kota dapat terlayani secara optimal dengan
memperhatikan arahan pengembangan dan distribusi penduduk, sistem pusat-
pusat pelayanan serta arah pengembangan kota dalam jangka panjang.
1. Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk
Penyebaran penduduk Kota Medan saat ini tidak merata, terkonsentrasi
di kawasan pusat kota seperti di Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan
Perjuangan, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Area dan Kecamatan
Medan Tembung. Sejalan dengan kecenderungan perkembangan fisik kota, saat
ini perkembangan permukiman mulai mengarah ke Selatan. Perkembangan
permukiman ke arah Selatan perlu dibatasi mengingat kawasan ini merupakan
daerah konservasi. Untuk itu pada masa yang akan datang perkembangan
permukiman diharapkan akan mengarah ke Utara, seperti Kecamatan Medan
Marelan dan Kecamatan Medan Labuhan. Arahan pengembangan dan strategi
distribusi penduduk Kota Medan adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan penduduk diarahkan sesuai rencana struktur ruang dan pola
ruang.
2. Pengendalian pertambahan penduduk di kawasan pusat kota, berupa
pembatasan pembangunan perumahan baru pada kawasan tertentu atau
meningkatkan pajak untuk lahan dan bangunan.
3. Mengarahkan perkembangan penduduk ke luar kawasan pusat kota, yaitu pada
kawasan-kawasan yang relatif masih sangat rendah tingkat kepadatan dan
penggunaan lahannya masih banyak berupa lahan kosong, diawali dengan
menyiapkan prasarana/sarana dasar (jalan, jaringan utilitas serta
fasilitas sosial dan fasilitas umum). Secara umum arahan distribusi
penduduk pada masing-masing kecamatan di Kota Medan, dapat diuraikan
pada tabel 2.7 berikut ini:
Tabel 2.7 Arahan Distribusi Penduduk di Kota Medan Tahun 2030
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2010-2030
Tabel 2.8 Arahan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2030
Sumber: Rencana tata ruang wilayah Kota Medan Tahun 2010-2030
2. Sistem Pusat Pelayanan Kota
Setidaknya terdapat tiga teori utama tentang gambaran pola
perkembangan kota yang selama ini dijadikan bahan analisis dalam
mengidentifikasi kecenderungan pola perkembangan suatu kota maupun dalam
menentukan pola pengembangan kota dimasa mendatang, yaitu:
1. Teori Lingkaran Konsentrik (concentric zone theory) yang dikembangkan
oleh Ernest Burgess (1923). Teori ini mengidentifikasi 5 zona
penggunaan lahan, yaitu:
Kawasan pusat kegiatan usaha/niaga (central business district-CBD)
yang merupakan pusat kegiatan.
Zona transisi yang mencampurkan penggunaan perdagangan dan jasa dan
industri.
Zona perumahan penduduk berpendapatan rendah.
Zona perumahan penduduk berpendapatan sedang.
Zona perumahan penduduk commuter.
2. Teori Sektor (sector theory) yang dikembangkan oleh Homer Hoyt (1939)
menyatakan bahwa kota-kota tumbuh tidak dalam zona-zona konsentrik
saja, tetapi dalam sektor-sektor dengan jenis-jenis perkembangan yang
serupa.
3. Teori Banyak Pusat (multiple nuclei theory) dikembangkan oleh Chauncy
Harris dan Edward Ullman (1945), yang mengemukakan bahwa pola-pola
penggunaan tanah dipandang sebagai serangkaian pusat, yang masing-
masing mempunyai fungsi yag berbeda. Setiap pusat berkembang dari
interdependensi ruang dari fungi-fungsi tertentu.
Gambar 2.5 Teori Banyak Pusat
Sumber: ktckembaren.blogspot.com
Mengacu kepada tiga teori di atas, dan dikaitkan dengan perkembangan
pola penggunaan lahan Kota Medan yang digambarkan dalam bentuk stadia
perkembangan Kota Medan, terlihat bahwa pola perkembangan atau penggunaan
lahan perkotaan Kota Medan lebih mendekati Teori Lingkaran Konsentrik
(concentric zone theory) karena sejak periode tahun 1970-an terjadi
perkembangan yang hanya memusat di pusat kota saja, kemudian berkembang
secara merata ke luar pusat kota.
3. Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pengembangan sistem jaringan transportasi bertujuan untuk meningkatkan
aksesibilitas penduduk, pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi terhadap
pusat pusat kegiatan produksi atau pusat-pusat pelayanan dan pemasaran,
baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Kota Medan yang dilakukan
dengan cara meningkatkan dan mengembangkan prasarana dan sarana
transportasi darat, laut, dan udara.
Sistem jaringan transportasi Kota Medan yang direncanakan mencakup
Sistem Jaringan Transportasi Darat, Sistem Jaringan Transportasi Udara dan
Sistem Jaringan Transportasi Laut. Ketiga sistem jaringan tersebut akan
sangat menentukan struktur dan pola ruang Kota Medan sampai dengan tahun
2030, karena faktor yang paling menentukan dalam pembentukan struktur kota
adalah jaringan transportasi, khususnya jaringan transportasi berupa
jaringan jalan raya dan jaringan jalan kereta api. Sedangkan sistem
jaringan transportasi udara dan laut lebih terkait kepada sistem
perpindahan antar moda transportasi. Tujuan pengembangan sistem jaringan
transportasi Kota Medan, adalah untuk:
a. Meningkatkan aksessibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa dari
dan ke pusat primer, pusat sekunder dan pusat-pusat lingkungan.
b. Memperkuat interaksi antar pusat-pusat perkembangan/pelayanan di
wilayah Kota Medan dan ke wilayah-wilayah sekitarnya (Mebidangro) agar
dapat tercipta sinergi perkembangan wilayah.
c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan mewujudkan pemerataan
pembangunan untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan
pergerakan orang dan barang dan jasa serta memfungsikannya sebagai
katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Agar tujuan pengembangan di atas dapat tercapai, maka perlu adanya
pengembangan sistem jaringan transportasi secara terpadu dan terintegrasi
antara sistem transportasi lokal dan transportasi regional. Terminologi
terminal terpadu perlu dikembangkan secara lebih luas, yaitu terpadu dengan
beberapa penggunaan lainnya, seperti pasar dan sebagainya. Pengembangan
sistem jaringan transportasi di wilayah Kota Medan, meliputi:
1. Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pengembangan sistem jaringan jalan di wilayah Kota Medan
didasari oleh kebijaksanaan RTRW Nasional, RTR Pulau Sumatera, RTRW
Provinsi Sumatera Utara, RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro, sistem jaringan
jalan eksisting, pola pemanfaatan ruang dan sebaran pusat-pusat pelayanan
kegiatan kota. Pengembangan sistem jaringan jalan Kota Medan ini akan lebih
difokuskan pada sistem primer dan sekunder, baik untuk fungsi Jalan Arteri,
Kolektor, maupun Lokal.
Jaringan jalan yang direncanakan pengembangannya adalah:
1. Jalan Arteri Primer
Fungsi Jalan Arteri Primer terhadap transportasi Kota Medan
adalah jalan-jalan yang menghubungkan kota tersebut dengan kota-kota
besar lainnya (ibukota provinsi), atau ruas-ruas jalan yang
menghubungkan antara satu kawasan andalan dengan kawasan andalan
lainnya dalam satu provinsi, atau ruas-ruas jalan yang menghubungkan
antara Pusat Primer dan Pusat Primer lainnya dalam wilayah Kota Medan.
Ruas jalan yang akan ditetapkan sebagai jalan Arteri Primer antara
lain seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 2.9 Fungsi Jaringan Jalan Arteri Primer Kota Medan
Sumber: RUTRK Kota Medan 2005
2. Jalan Arteri Sekunder
Fungsi Jalan Arteri Sekunder terhadap transportasi Kota Medan adalah
jalan-jalan yang dapat berfungsi sebagai jalur pengalih arus lalu
lintas angkutan utama yang menuju ke dan dari Kota Medan untuk
mengurangi beban jalan Arteri Primer dan kepadatan lalu-lintas di
dalam kota. Selain itu berfungsi juga melayani pergerakan dari Pusat
Primer ke Pusat Sekunder. Jalan ini terkoneksi ke sistem pelayanan
jalan arteri primer dan jalan kolektor sekunder sebagai bagian dari
kerangka jalan utama wilayah kota. Ruas jalan yang akan ditetapkan
sebagai jalan Arteri Sekunder.
3. Jalan Kolektor Primer
Fungsi Jalan Kolektor Primer terhadap transportasi Kota Medan adalah
ruas ruas jalan yang melayani pergerakan dari Pusat Primer ke Pusat
Sekunder maupun. Jalan ini terkoneksi ke sistem pelayanan jalan
kolektor primer dan arteri sekunder.
Tabel 2.10 Fungsi Jaringan Jalan Kolektor Primer Kota Medan
Sumber: RUTRK Kota Medan 2005
4. Jalan Lingkungan
Fungsi Jalan lingkungan terhadap transportasi Kota Medan adalah ruas-
ruas jalan yang melayani pergerakan dari pusat tersier dengan pusat
tersier lainnya. Ruas jalan yang akan ditetapkan sebagai jalan
Lingkungan seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 2.11 Fungsi Jaringan Jalan Lingkungan di Kota Medan
Sumber: RUTRK Kota Medan 2005
7. Sistem Prasarana dan Sarana Angkutan Umum di Kota Medan
Pengembangan sistem angkutan umum massal direncanakan untuk
menghubungkan sistem pusat primer, Pusat primer, primer dan sekunder, serta
sekunter antar sekunder. Serta dikawasan CBD Polonia. Adapun pengembangan
terminal angkutan umum massal di Kota Medan meliputi:
a. Terminal Amplas, Tipe A, ditetapkan di Kelurahan Harjosari Kecamatan
Medan Amplas;
b. Terminal Pinang Baris, Tipe A, ditetapkan di Kelurahan Sunggal
Kecamatan Medan Sunggal;
c. Terminal Belawan, Tipe A, ditetapkan di Kelurahan Belawan II Kecamatan
Medan Belawan;
d. Terminal Agribisnis, Tipe A, ditetapkan di Kelurahan Ladang Bambu
Kecamatan Medan Tuntungan;
e. Terminal Terpadu, Tipe B, ditetapkan di CBD Polonia; dan
f. Terminal Sambu, Tipe C, ditetapkan di Kelurahan Gang Buntu Kecamatan
Medan Timur.
Gambar 2.6 Kondisi Terminal Angkutan Umum di Kota Medan
Sumber: www.medanbisnisdaily.com
1. Sistem Jaringan Perkeretaapian
Sistem jaringan perkeretaapian adalah sistem jaringan untuk
memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal, menunjang
pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong dan
penggerak pembangunan kawasan.
1. Terminal dan Stasiun Kereta Api
Rencana pengembangan sistem terminal ialah dengan membangun terminal
terpadu di CBD Polonia yang terintegrasi dengan stasiun Kereta Api dan
terminal-terminal kelas A yang telah ada seperti Terminal Amplas,
Terminal Belawan dan Terminal Pinang Baris. Untuk mendukung
pengembangan kawasan Utara, maka pada Pusat Primer Utara juga akan
dibangun sebuah terminal yang terintegrasi dengan Stasiun Kereta api.
Pengembangan terminal terpadu, selain terintegrasi dengan Stasiun
Kereta Api juga terpadu dengan guna lahan lainnya (multi use),
seperti:
Terpadunya dengan trayek angkutan, seperti: AKAP dan AKDP.
Terpadunya dengan moda transportasi, seperti: bus, minibus,
angkot, mobil pribadi dan pejalan kaki.
Terpadunya dengan tata guna lahan, seperti: fasilitas umum dan
sosial, pasar, perdagangan dan jasa, permukiman maupun
perkantoran.
2. Angkutan Kereta Api
Fungsi Jalan/Rel Kereta Api terhadap sistem jaringan transportasi Kota
Medan diarahkan sebagai salah satu alternatif angkutan moda
transportasi darat, baik untuk mengangkut orang maupun barang inter
dan intra regional, yaitu dengan mendorong percepatan realisasi dari
pengoperasian jaringan jalan/rel kereta api dengan terkoneksi dalam
sistem jaringan kereta api Sumatera. Jaringan jalan/rel kereta api
dari Kota Medan yang dapat dikembangkan dimasa mendatang adalah;
jalur kereta api Jalur Medan – Binjai – Tanjung Pura – hingga Banda
Aceh;
jalur kereta Medan – Tebing Tinggi – Rantau Prapat – hingga Pekan
Baru;
Jalur kereta api Medan – Belawan;
Jalur kereta api Medan – Deli Tua;
Jalur kereta api Medan – Pancur Batu;
jalur kereta api Medan – Kuala Namo;
Jalur kereta api Medan – Gabion.
Gambar 2.7 Stasiun Kereta Api di Kota Medan
Sumber: www.warnaunyu.com
2. Sistem Jaringan Angkutan Sungai
Sistem jaringan angkutan sungai dan danau serta angkutan
penyeberangan terdiri atas alur pelayaran dan pelabuhan. Rencana
pengembangan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan yang dapat
dikembangkan di Kota Medan adalah pelabuhan Sungai di Kecamatan Medan
Labuhan. Pengembangan pelabuhan sungai di Kecamatan Medan Labuhan
dilaksanakan dengan tujuan untuk mendukung kegiatan pergerakan orang dan
barang di Kawasan Utara. Terutama mendukung kegiatan perindustrian di
Kecamatan Medan Labuhan dan sekitarnya.
Gambar 2.8 Prasarana Transportasi Sungai/danau di Kota Medan
Sumber: Wikipedia.com
3. Sistem Jaringan Transportasi Laut
Rencana pengembangan transportasi laut dilakukan dengan meningkatkan
pelayanan di pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan utama, sehingga dapat
menampung pergerakan orang dan barang. Untuk mengintegrasikan seluruh moda
tranport tersebut perlu dibangun terminal terpadu di Belawan, sehingga
dapat menjadi satu kesatuan sistem transportasi Kota Medan dan Mebidangro.
Integrasi antara terminal penumpang, pelabuhan laut dengan stasiun kereta
api Belawan.
Pelabuhan Belawan ini akan menjadi Pelabuhan Hub Internasional dan
dalam jangka panjang dapat menjadi pelabuhan terbesar di wilayah Pulau
Sumatera. Pelabuhan Belawan akan memiliki skala pelayanan untuk pelayaran
regional, nasional dan internasional. Untuk pelayanan lingkup regional,
Pelabuhan Belawan dapat melayani pelayaran kapal dari pelabuhan-pelabuhan
yang terdapat di pesisir Timur Pulau Sumatera. Untuk lingkup nasional,
Pelabuhan Belawan dapat secara optimal melayani kapal penumpang dan kapal
barang (cargo) dari berbagai pelabuhan nasional lainnya. Dan untuk
pelayanan internasional, diharapkan Pelabuhan Belawan dapat melayani kapal
pesiar dan kapal barang dari luar negeri, khususnya dari/ke negara-negara
Asia. Beberapa kegiatan dan pelayanan yang akan dikembangkan di Kawasan
Pelabuhan Hubungan Internasional Belawan, antara lain:
Zona penumpang;
Zona industri dan pergudangan;
Zona peti kemas;
Zona proses ekspor–import;
Zona perkantoran, dan
Zona perikanan samudera
Gambar 2.9 Pelabuhan Belawan di Kota Medan
Sumber: Wikipedia.com
4. Sistem Jaringan Transportasi Udara
Bandar Udara Internasional Polonia yang terletak tepat di jantung
kota, dahulunya menghubungkan Kota Medan dengan kota-kota besar lainnya di
dalam dan di luar Indonesia. Sejak tanggal 25 Juli 2013, operasional
Polonia dihentikan dan dipindahkan ke Bandar Udara Internasional Kuala Namu
di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang
yang menghubungkan Medan dan sekitarnya dengan kota-kota seperti Bandung,
Padang, Pekanbaru, Batam, Palembang, Jakarta, Gunung Sitoli serta Kuala
Lumpur, Penang, Ipoh, di Malaysia dan Singapura.
Gambar 2.10 Bandara Kuala Namu di Kabupaten Deli Serdang
Sumber: Wikipedia.com
5. Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki
Di Kota Medan saat ini belum ada jalur khusus untuk pejalan kaki yang
aman dan nyaman. Seluruh moda transportasi, mulai dari sepeda, becak,
angkot dan truk masih bercampur dalam satu jalur, sehingga riskan keamanan
dan kenyamanan. Belum adanya pemisahan jalur sirkulasi pada kondisi
eksisting menunjukkan kurang pekanya dalam memprioritaskan manusia dalam
ruang kota, sementara konsep kota ekologis menekankan pentingnya
menempatkan manusia sebagai pihak yang harus dinyamankan dalam setiap
kegiatannya. Berdasarkan pemikiran tersebut maka pengembangan sarana
pejalan kaki lebih diprioritaskan pada jalan-jalan utama kota yang masih
belum banyak terisi bangunan, sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai jalur khusus pejalan kaki, seperti jalan lingkar luar dan jalan
arteri yang dibuat pemisah antara jalur cepat, jalur lambat dan jalur
khusus pejalan kaki. Jalur khusus pejalan kaki tersebut sekaligus dapat
berfungsi sebagai jalur hijau jalan.
Pedestrian adalah jalur sirkulasi khusus bagi pejalan kaki, terpisah
jelas dari jalur kendaraan, dapat ditempatkan sepanjang jalur kendaraan
atau pada kawasan lainnya, menghubungkan dua atau lebih kawasan, tempat
atau bangunan. Keberhasilan sebuah kota atau areal kota yang berkembang
bergantung pada bagaimana sistem penghubungnya bekerja. Ukuran
keberhasilannya tidak terletak pada tampilan fisiknya, tetapi lebih kepada
kontribusinya pada kualitas dan pembentukan karakter ruang kota. Ruang kota
sebagai tempat untuk berinteraksi dipengaruhi oleh sistem pergerakan.
Sistem pergerakan di dalam ruang kota dikatakan berhasil apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
Tersedianya beberapa pilihan rute bagi pelaku perjalanan untuk mencapai
tujuannya.
Perkembangan kota didukung oleh semua jenis pergerakan baik kendaraan
umum, kendaraan pribadi, pemakai sepeda dan pejalan kaki.
Jalur-jalur dan fasilitas-fasilitas perkotaan terhubung dengan baik.
Gambar 2.11 Fasilitas Pejalan Kaki (Trotoar) di Kota Medan
Sumber: beritatrans.com
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Sarana dan Prasarana Transportasi yang terdapat di Kota Medan
adalah:
Sistem Transportasi Darat.
Sistem Transportasi Laut.
Sistem Transportasi Udara.
Sistem Transportasi Sungai.
Sistem Transportasi Perkretaapian.
2. Sistem Tata Guna Lahan dalam Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP)
pada setiap sektor di Kota Medan terdiri dari:
WPP A (Kecamatan Medan Belawan, Medan Labuhan, dan Medan Marelan)
Wilayah ini dibangun untuk pelabuhan, industri, permukiman, rekreasi
air, dan usaha kegiatan pembangunan jalan baru, jaringan air minum,
septik tank, sarana pendidikan.
WPP B (Kecamatan Medan Deli) Wilayah ini dibangun sebagai kawasan
perkantoran, perdagangan, rekreasi indoor, dan permukiman, dengan
program kegiatan pembangunan jalan baru, jaringan air minum,
pembuangan sampah dan sarana pendidikan.
WPP C (Kecamatan Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan
Area, Medan Denai dan Medan Amplas) Wilayah ini dibangun untuk
permukiman, perdagangan dan rekreasi, dengan program kegiatan
pembangunan sambungan air minum, septik tank, jalan baru, rumah
permanen, sarana pendidikan dan kesehatan.
WPP D (Kecamatan Medan Johor, Medan Baru, Medan Kota, Medan Maimun,
dan Medan Polonia) Wilayah ini dibangun untuk kawasan perdagangan,
perkantoran, rekreasi indoor dan permukiman, dengan program kegiatan
pembangunan perumahan permanen, penanganan sampah dan sarana
pendidikan.
WPP E (Kecamatan Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan
Sunggal, Medan Selayang dan Medan Tuntungan) Wilayah ini dibangun
untuk permukiman, perdagangan, rekreasi, dengan program kegiatan
sambungan air minum, septik tank, jalan baru, rumah permanen, sarana
pendidikan dan kesehatan.
2. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam menganalisis Sistem
Transportasi dan Tata Guna Lahan di Kota yang ditinjau adalah sebagai
berikut:
1. Jika mencari data untuk pembuatan laporan, sebaiknya menggunakan
data terbaru yang dapat diambil dari berbagai sumber. Hal ini perlu
dikarenakan data yang kami pergunakan dalam mendukung penyusunan
laporan ini adalah data tahun 2005 sampai 2009.