KAJIAN PENERAPAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) DALAM PROSES PENGOLAHAN GULA RAFINASI DI PT SUGAR LABINTA LAMPUNG SELATAN (Laporan Tugas Akhir Mahasiswa)
Oleh FATIN FADILAH NPM 14733024
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
KAJIAN PENERAPAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) DALAM PROSES PENGOLAHAN GULA RAFINASI DI PT SUGAR LABINTA LAMPUNG SELATAN Oleh FATIN FADILAH NPM 14733024
Laporan Tugas Akhir Mahasiswa Sebagai salah satu syarat untuk mencapai sebutan Ahli Madya Teknik (A.Md.T) Pada Program Studi Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
KAJIAN PENERAPAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) DALAM PROSES PENGOLAHAN GULA RAFINASI DI PT SUGAR LABINTA LAMPUNG SELATAN Oleh Fatin Fadilah
ABSTRAK Gula rafinasi atau “refined sugar” adalah gula mentah yang telah mengalami proses pemurnian sehingga berkualitas tinggi. Gula rafinasi sangat memenuhi ketentuan keamanan pangan yang sangat sesuai bagi industri pangan dan farmasi. PT Sugar Labinta telah menerapkan sistem HACCP bagi perusahaan dan telah berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Persyaratan dasar HACCP antara lain adanya Tim HACCP, pendeskripsian produk, identifikasi tujuan penggunaan, penyusunan diagram alir, verifikasi diagram alir, analisa bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis (Critical limit), prosedur pemantauan, penetapan tindakan koreksi, verifikasi sistem HACCP, dan pendokumentasian. Persyaratan dasar (Pre-requisite) dalam penyusunan HACCP di PT Sugar Labinta telah disusun sesuai dengan pengawasan dan pendokumentasian kerja di lapangan. Pelaksanaan HACCP yang telah berjalan menunjukkan bahwa aspek-aspek penting bagi perusahaan secara umum telah sesuai dengan manual kerja. Kata kunci : gula, rafinasi, industri, pangan, haccp
RIWAYAT HIDUP Fatin Fadilah Penulis dilahirkan pada tanggal 01 Januari 1996 di kota Tebing Tinggi dan merupakan anak ke empat dari lima bersaudara pasangan Bapak Masrul Utama dan Ibu Suryani. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Nomor 164518 Tebing Tinggi Sumatera Utara pada tahun (2002-2008), pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Tebing Tinggi pada tahun (2008-2011) dan pendidikan lanjutan di SMA Negeri 2 Tebing Tinggi pada tahun (2011-2014). Penulis diterima di program studi Teknologi Pangan, Politeknik Negeri Lampung pada tahun 2014 melalui jalur PMDK-PN, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada semester 2 dan semester 4. Pada semster 5 penulis juga mendapatkan beasiswa Migas. Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Politeknik Negeri Lampung dan menjabat sebagai Staff Bendahara Umum selama dua periode dan sebagai Bendahara Umum selama dua periode di MPM KBM-Politeknik Negeri Lampung.
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamu orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu beriman. (Qs. Ali-Imran : 139)
Jika kita takut melangkah lihatlah bagaimana seorang bayi yang mencoba berjalan, maka kita akan tahu bahwa setiap manusia pasti akan jatuh. Hanya manusia terbaiklah yang mampu bangkit.
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah ku persembahkan karya kecil ini kepada sosok yang selalu memberi dukungan dalam bentuk apapun terutama kepada ayah dan ibu tercinta yang tanpa mereka aku bahkan bukan apa-apa, kakak adik tercinta yang selalu memberi kasih sayang dan canda, para dosen yang terus memberi ilmu tanpa bosan dan teman-teman tercinta yang selalu menghibur ku dan memberi warna masa perkuliahanku Serta
Almamater tercinta yang selalu ku junjung tinggi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul Kajian Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Dalam Proses Pengolahan Gula Rafinasi di PT Sugar Labinta Lampung Selatan. Laporan ini ditulis berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang
telah dilaksanakan pada bulan Februari 2017 hingga April 2017. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan pengarahan dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini, terutama kepada: 1) Bapak Ir. Zulfahmi, M.T.A. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini. 2) Ibu Devy Cendekia, S. Si., M. Si. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan semangat kepada saya. 3) Dosen dan PLP Politeknik Negeri Lampung. 4) Bapak Kiki Kirana S.T selaku Manager Quality Assurance PT Sugar Labinta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melaksanakan praktik kerja lapangan di PT Sugar Labinta 5) Bapak Daniel Setyo Utoro S.T selaku pembimbing lapang di PT Sugar Labinta.
6) Bapak Muklis, Bapak Dedy, Bapak Rekky, Bapak Rifki, Ibu Ambar selaku supervisi fisika kimia dan mikrobiologi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. 7) Mang Alex, Mas Sutris, Mas Rusman, Mas Jumino, Mas Seta, Mas Mariman, Mas Andi Gober, Mas Riki, Mas Nadirin, mas Kuswanto, Mas Deny, Mas Bogel, Mas Firdaus, mas Fajar, Mas Sigit, Mas Zaini, Mas Ikhsan, Mas boy, Mas Yuda, Mas Erwin, Mas Memed, Mas Norman, Mba ieie, Mba Daryanti, Mba Wiwin, Pak Wida, Pak Yanto dan seluruh karyawan bagian laboratorium yang tidak dapat ditulis satu persatu yang selama ini membantu, membimbing dan memberi arahan kepada penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan. 8) Ibu Ir. Hertini Rani, M.T.A. selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan. 9) Bapak Dr. Ir. Sarono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian. 10) Dosen-dosen Teknologi Pangan yang telah memberikan ilmu, tenaga, pikiran dan motivasi kepada saya selama 3 tahun ini. 11) Teman sebimbingan dan setempat PKL Citra Husada dan Sa’dyah Fakhturahma yang selalu memberikan nasehat dan semangat. 12) Sahabat-sahabat saya Dika Pita Yuliana, Dewi Prafitriana, Ayu Kursiati, Dessy Anggraini, Diara Finanda, Nurul Istiqomah, Ana Novita, yang tidak pernah jenuh mendengar suka duka dan selalu memberikan semangat. 13) Keluarga baru saya Ruainisa, Tegar, Ibu dan Bapak yang senantiasa memberi masukan dan nasehat selama saya menjalani kuliah 3 tahun ini.
14) Teman-teman seperjuangan Teknologi Pangan 2014 terimakasih atas jalinan persahabatan selama 3 tahun ini. 15) Seseorang yang senantiasa memberi dukungan, saran, dan masukan, terimakasih atas waktu dan bantuannya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik saya harapkan untuk perbaikan saya di masa yang akan datang. Semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan yang memerlukan informasinya
Bandar Lampung,
Penulis
Juli 2017
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
v
I. PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2 Tujuan ...............................................................................................
3
1.3 Kontribusi .........................................................................................
3
1.4 Keadaan Umum Perusahaan ............................................................. 1.4.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan ................................................ 1.4.2 Lokasi dan Letak Perusahaan .................................................. 1.4.3 Kedudukan, Fungsi dan Peranan Perusahaan .......................... 1.4.4 Kebijakan Perusahaan .............................................................. 1.4.5 Hasil Produk dan Pemasaran ................................................... 1.4.6 Struktur dan Organisasi ...........................................................
3 3 5 5 6 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
11
2.1 Jenis Gula..........................................................................................
11
2.2 Raw Sugar.........................................................................................
13
2.3 Proses Pengolahan Gula Raffinasi .................................................... 2.3.1 Persiapan Bahan Baku ............................................................ 2.3.2 Proses Afinasi ......................................................................... 2.3.3 Proses Karbonatasi ................................................................. 2.3.4 Proses Penapisan.................................................................... 2.3.5 Proses Dekolorisasi ................................................................ 2.3.6 Proses Penguapan atau Evaporasi........................................... 2.3.7 Proses Kristalisasi ................................................................... 2.3.8 Proses Pengeringan dan Pengepakan ......................................
14 14 15 17 19 20 21 22 25
2.4 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point ...........................
27
2.5 Penerapan HACCP di Industri Pangan .............................................
28
i
III. METODOLOGI .....................................................................................
33
3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................
33
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................
33
3.3 Metode Pengumpulan Data...............................................................
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
35
4.1 Konsep HACCP ................................................................................
35
4.2 Tahapan Persiapan Penerapan HACCP ............................................ 4.2.1 Tim HACCP ........................................................................... 4.2.2 Deskripsi Produk .................................................................... 4.2.3 Identifikasi Tujuan Penggunaan Produk ................................ 4.2.4 Penetapan Diagram Alir ......................................................... 4.2.5 Verifikasi Diagram Alir .......................................................... 4.2.6 Analisa Bahaya (Prinsip 1) ..................................................... 4.2.7 Penetapan Critical Control Point (CCP) ................................. 4.2.8 Penetapan Batas Kritis, Prosedur Pemantauan dan Tindakan Koreksi ................................................................................... 4.2.9 Penetapan Proses Verifikasi dan Sistem Pencatatan .............. 4.2.10 Dokumentasi dan Pencatatan ................................................
35 35 37 40 40 41 42 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
50
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
51
LAMPIRAN
ii
48 49 49
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Standar mutu gula rafinasi menurut SNI 3140.2:2011 ................................
2
2. Spesifikasi Gula Rafinasi .............................................................................
7
3. Syarat Mutu Raw sugar Berdasarkan Quality Plan. ....................................
14
4. Syarat Mutu Raw sugar Berdasarkan SNI 01-3140.1-2001.........................
14
5. Tim Keamanan Pangan PT Sugar Labinta ...................................................
36
6. Tim Manajemen Krisis PT Sugar Labinta ...................................................
37
7. Kategori Bahaya ...........................................................................................
43
8. Referensi Data Kejadian Kontaminasi Produk Periode Agustus 2008 – Juni 2010 ............................................................................................................. 45 9. Penetapan Batas Kritis .................................................................................
iii
48
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1. Gula R1 dan R2 Kapasitas 50 Kg ................................................................
7
2. Gudang Penyimpanan Raw sugar. ...............................................................
15
3. Proses Mingling di Dalam Mingler ..............................................................
17
4. Proses Karbonatasi (carbonator) .................................................................
19
5. Proses Dekolorisasi (Tangki IER) ................................................................
20
6. Proses Evaporasi (Evaporator) .....................................................................
21
7. Proses Pemasakan Gula (Vacum pan) ..........................................................
23
8. Reiceiving and Curing mascuitte .................................................................
24
9. Pengepakan gula produk (packagging) ........................................................
26
10. Gula Produk R1 Premium dan R2..............................................................
39
11. Diagram alir Proses Rafinasi Gula di PT Sugar Labinta............................
41
12. Matrix Penilaian Bahaya ............................................................................
43
iv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Struktur Organisasi PT Sugar Labinta ........................................................
54
2. Struktur Organisasi Tim HACCP................................................................
55
3. Profil Perusahaan ........................................................................................
56
4. Deskripsi Produk .........................................................................................
57
5. Karakteristik Produk ...................................................................................
58
6. Diagram alir Proses .....................................................................................
59
7. Verifikasi Diagram Alir ..............................................................................
60
8. Identifikasi dan Analisa Bahaya..................................................................
61
9. Penentuan CCP ............................................................................................
62
10. Lembar Kerja Pengendalian Mutu .............................................................
63
11. Prosedur Verifikasi.....................................................................................
64
12. Prosedur Pengaduan Keluhan ....................................................................
65
13. Prosedur recall ...........................................................................................
67
14. Amandemen Dokumen...............................................................................
69
v
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Persaingan dalam dunia bisnis merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Antar pelaku bisnis berlomba untuk meningkatkan kualitas produknya masing-masing sebagai upaya terwujudnya kepuasan konsumen dan dapat bersaing dengan perusahaan lain di dalam industri yang sejenis. PT Sugar Labinta adalah salah satu perusahaan swasta yang memproduksi gula rafinasi dengan bahan baku raw sugar. Bahan baku raw sugar berasal dari 3 negara yaitu Brasil, Thailand dan Australia. Bahan baku tersebut diolah melalui beberapa tahapan proses yaitu afinasi, karbonatasi, dekolorisasi, penguapan, kristalisasi, pemutaran, pengeringan, pengepakan (packing) dan penyimpanan (warehousing) sebelum didistribusikan ke konsumen. Gula rafinasi merupakan gula yang berasal dari gula mentah (raw sugar) dan mengalami proses pemurnian, sehingga sangat memenuhi keamanan pangan dan kebutuhan industri makanan maupun farmasi. Banyaknya jumlah pabrik gula rafinasi di Indonesia saat ini menuntut setiap industri gula rafinasi agar dapat bersaing secara sehat dan tidak saling merugikan satu sama lain. Gula rafinasi yang dihasilkan oleh setiap industri umumnya memiliki karakteristik yang sama. Gula rafinasi yang baik adalah gula rafinasi yang sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI) 1430.2:2011. Untuk lebih jelasnya SNI gula rafinasi dapat dilihat pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Standar mutu gula rafinasi menurut SNI 3140.2:2011 Persyaratan No
Kriteria uji
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bau Rasa Polarisasi Gula Reduksi Susut Pengeringan Warna Larutan Ash Sedimen Ukuran Partikel Kasar (coarse grain) Sedang (medium fine grain) Halus (castor/extra fine grain) SO2 Cemaran Logam Kadmium (Cd) Timbal (Pb) Timah (Sn) Merkuri (Hg) Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba ALT Bakteri Coliform Kapang Khamir
10 11
12 13
Satuan
I
II
°Z % % IU** IU** Mg/kg
Normal Manis/sweet Min. 99.80 Maks. 0.04 Maks. 0.05 Maks. 45 Maks. 0.03 Maks. 7.0
Normal Manis/sweet Min. 99.70 Maks. 0.04 Maks. 0.05 Maks. 80 Maks. 0.05 Maks. 10.0
Mm Mm Mm Mg/kg
1.21-2.20 0.51-1.20 0.25-0.50 Maks. 2.0
1.21-2.20 0.51-1.20 0.25-0.50 Maks. 2.0
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks. 0.2 Maks. 0.25 Maks. 40.0 Maks. 0.03 Maks. 1.0
Maks. 0.2 Maks. 0.25 Maks. 40.0 Maks. 0.03 Maks. 1.0
Koloni/10 g APM/g Koloni/10 g Koloni/10 g
Maks. 2x102 ≤ 2.0 Maks. 10 Maks. 10
Maks. 2x102 ≤ 5.0 Maks. 10 Maks. 10
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2011 Catatan : Zuiker (Sukrosa) ** = ICUMSA Unit PT Sugar Labinta terus mengembangkan dan menjalankan setiap sistem yang mendukung kejelasan bagi produknya agar selalu terpercaya bagi konsumen. Sistem HACCP merupakan suatu sistem yang sangat familiar bagi setiap industri terutama industri pangan. HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam setiap tahap produksi makanan dan menentukan tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. Sistem HACCP mampu mencegah terjadinya
3
penyimpangan dan bukannya menunggu sampai timbul masalah karena sistem HACCP tidak bergantung pada pengujian produk akhir (Winarno, 2012).
1.2.Tujuan a. Mempelajari dan mengkaji konsep penerapan HACCP area packing A pada PT Sugar Labinta. b. Mengetahui proses pengolahan gula rafinasi di PT Sugar Labinta
1.3.Kontribusi Tulisan Dengan adanya tulisan ini, diharapkan : 1) Memberikan informasi kepada pembaca agar dapat mempelajari setiap langkah penerapan HACCP yang dilakukan di pabrik gula rafinasi. 2) Memberikan informasi kepada pembaca setiap langkah pengolahan gula rafinasi yang dilakukan oleh PT Sugar Labinta.
1.4.Keadaan Umum Perusahaan
1.4.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan PT Sugar Labinta
adalah industri pangan penghasil gula yaitu gula
rafinasi dan berlokasi di Jl. Ir. Sutami No. 45 Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan. Sedangkan kantor pusat beralamat di Jl. Sukarela No. 2 Rt 01/10/ Jakarta Utara. PT Sugar Labinta merupakan kelanjutan dari suatu perusahaan yang didirikan dengan akte notaris Netty Maria Muchdar, SH. No. 16 Oktober 2001 dan mempunyai izin dari BKPM yang bergerak di bidang usaha pemurnian gula, aneka tenun plastik, dan angkutan bermotor untuk barang umum. Perusahaan ini awalnya merupakan perusahaan modal dalam negeri (PMDN)
4
sejak 18 Januari 2003 berubah menjadi perusahaan modal asing (PMA) berdasarkan persetujuan Dinas Promosi, Investasi, Kebudayaan dan Pariwisata Pemda Lampung No. 039/18/III/PMA/2003 tanggal 18 Januari 2003. Saat ini PT Sugar Labinta memiliki unit pabrik gula rafinasi yang berlokasi di Desa Malang Sari Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan diatas tanah seluas 14 Hektar. PT Sugar Labinta didirikan pada tahun 2005 dengan badan hukum Nomor 164/18/III.18/PMA/2005, yang pada awalnya memiliki kapasitas berkisar 750 ton/hari dan akan terus ditingkatkan sesuai perkembangan kondisi dan permintaan pasar. Tenaga kerja yang diserap kurang lebih 407 orang tenaga operasional dan 140 orang tenaga pendukung. Dalam hal perekrutan tenaga kerja PT Sugar Labinta lebih memprioritaskan pada tenaga kerja lokal dan juga tenaga kerja skill (terlatih) dari luar daerah Lampung. PT Sugar Labinta menggunakan peralatan yang mutakhir dan teknologi masa kini dalam proses pengolahan produknya. Adapun tujuan penggunaan alat tersebut ialah untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan dapat bersaing. Contohnya dalam proses dekolorisasi menggunakan ion exchange resin, dan plate evaporator untuk proses evaporasi yang bekerja full automatic, serta pengoperasian boiler dengan bahan bakar batubara yang sepenuhnya juga dikendalikan dari fasilitas control panel.
5
1.4.2 Lokasi dan Letak Perusahaan A. Lokasi Perusahaan PT Sugar Labinta berlokasi di Jl. Ir. Sutami No. 45 Desa Malangsari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan. Sedangkan kantor pusat beralamat di Jl. Sukarela No. 2 Rt. 01/10 Jakarta Utara. B. Tata Letak Perusahaan PT Sugar Labinta telah dirancang dengan tata letak yang baik sehingga memungkinkan untuk kelancaran proses produksi, keamanan, keselamatan yang terjamin serta memungkinkan pengembangan pabrik di masa yang akan datang. Bangunan pabrik terdiri dari tempat penerimaan bahan baku, ruang bahan baku, ruang perkantoran, ruang keamanan, ruang proses, gudang, laboratorium, serta ruang penunjang lainnya.
1.4.3 Kedudukan, fungsi, dan peranan perusahaan PT Sugar Labinta berkedudukan sebagai salah satu industri pangan penghasil gula di Indonesia yaitu gula rafinasi. Fungsi perusahaan ialah sebagai produsen gula rafinasi yang digunakan untuk industri pangan yang menggunakan gula sebagai bahan utama ataupun bahan tambahan dalam produknya umumnya pada industri makanan, minuman atau farmasi. Gula rafinasi yang diproduksi oleh PT Sugar Labinta adalah R1 (Premium dan Regular) dan R2. Sedangkan peranan perusahaan yaitu menciptakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan produk berkualitas serta mempunyai daya saing dengan perusahaan sejenis.
6
1.4.4 Kebijakan Perusahaan Direktur utama menetapkan kebijakan perusahaan sebagai komitmen dasar PT Sugar Labinta. Kebijakan yang telah ditetapkan di implementasikan secara konsekuen sebagai modal dasar untuk mencapai sasaran perusahaan serta harapan atau kebutuhan pelanggan dan di sosialisasikan dengan menempatkannya pada tempat-tempat yang strategis untuk diketahui, dipahami dan diterapkan oleh seluruh karyawan. PT Sugar Labinta berkomitmen untuk menghasilkan produk terbaik dan pelayanan bagi konsumen dengan mencakup 7 jaminan yaitu LABINTA yang berarti Legal dan patuh, Aman dan halal, Baik (kualitas, produktivitas, dan efesiensi), Infrastruktur (menunjang GMP, K3 lingkungan), Nama baik perusahaan, Tim kerja mengutamakan kepuasan pelanggan, dan Ada untuk menjadi yang terbaik. Sebagai
upaya
pengkomunikasian,
display
kebijakan
perusahaan
ditempatkan dilokasi-lokasi strategis seperti dipasang di pos security, penerimaan tamu,
ruang
ruang pertemuan, serta disetiap divisi. Kebijakan juga
dikomunikasikan kepada setiap karyawan yang baru sebagai bagian dari kegiatan orientasi bagi mereka, termasuk juga kepada pihak-pihak terkait seperti supplier, kontraktor,
costumer,
tamu dan lain-lain. Secara periodik, top manajemen
melakukan peninjauan terhadap pernyataan kebijakan perusahaan untuk memastikan relevansinya dengan kondisi perusahaan terkini. Tabel 2 memperlihatkan spesifikasi gula rafinasi yang diterapkan di PT Sugar Labinta sesuai dengan SNI sehingga keberadaannya diakui oleh konsumen.
7
Tabel 2. Spesifikasi Gula Rafinasi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kriteria Uji
Satuan
Bau/odor Rasa/Taste Pol Purity Reducing Sugar Moist Colour Premium Colour Ash Sediment SO2
°Pol % % % IU IU % Ppm Ppm
Persyaratan R1 Normal Manis/sweet ≥ 99,80 ≥ 99,90 ≤ 0.04 ≤ 0,05 ≤ 45 ≤ 30 ≤ 0,03 ≤7 ≤ 2,0
R2 Normal Manis/sweet ≥99,70 ≥ 99,90 ≤ 0,04 ≤ 0,05 ≤ 80 ≤0,05 ≤ 10 ≤ 5,0
Sumber : PT Sugar Labinta , (2014)
1.4.5 Hasil Produk dan Pemasaran A. Hasil Produk Produk yang dihasilkan oleh PT Sugar Labinta adalah gula rafinasi berupa gula kristal yang dihasilkan melalui proses refinery. Gula rafinasi yang dihasilkan yaitu R1 dan R2 serta dikemas dalam kemasan karung 50 kg dan 1 ton. Untuk lebih jelasnya contoh gula rafinasi yang telah dikemas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Gula R1 dan R2 kapasitas 50 Kg
8
B. Pemasaran Pemasaran hasil produksi PT Sugar Labinta dilakukan dalam skala besar, perusahaan menawarkan atau menjual produknya ke beberapa perusahaan industri makanan dan minuman yang memerlukan dalam jumlah banyak.
1.4.6 Struktur dan Organisasi PT Sugar Labinta
memiliki struktur organisasi yang berfungsi dalam
mengkoordinasikan setiap hal yang perlu diputuskan, sehingga perusahaan dapat berkembang dan mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi PT Sugar Labinta
dapat dilihat pada Lampiran 1. Masing-masing jabatan memiliki
tanggung jawab dan tugas yang berbeda-beda, berikut adalah klasifikasinya : a. Direktur Utama Direktur utama bertanggung jawab dalam memimpin seluruh dewan atau komite eksekutif, memimpin rapat umum, bertindak sebagai perwakilan organisasi dalam hubungannya dengan negeri luar,
dan menjalankan
tanggung jawab dan direktur perusahaan sesuai dengan standar perusahaan sesuai dengan standar etika dan hukum. b. Dewan Komisaris Dewan Komisaris memiliki tugas dan tanggung jawab dalam melakukan pengawasan atas jalannya PT Sugar Labinta dan memberikan nasehat kepada direktur, dalam melaksanakan tugas, dewan direksi berdasarkan kepada kepentingan PT Sugar Labinta dan sesuai dengan maksud dan tujuan PT Sugar Labinta dan kewenangan khusus dewan komisaris.
9
c. Direktur Operasional Direktur Operasinal memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menjamin kelancaran proses produksi dengan melakukan pemeliharaan mesin dan fasilitas pendukung proses produksi, menyesuaikan waktu pemeliharaan dengan waktu pemeliharaan dan waktu produksi penyediaan dan penyimpanan termasuk peralatan suku cadang mesin dan fasilitas produksi dan mengatur juga mengendalikan kapasitas produksi. d. Direktur Keuangan Direktur Keuangan memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penganggaran keuangan, tindak lanjut dari perencanaan keuangan dengan membuat detail pengeluaran dan pemasukan,
perencanaan keuangan,
membuat rencana pengeluaran dan pemasukan serta kegiatan-kegiatan tertentu untuk periode tertentu. e. Direktur Teknik Direktur Teknik memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan proses produksi yang telah direncanakan, baik dari segi penjualan produksi, kualitas,
dan kuantitas produksi mencapai target yang telah ditentukan,
bertanggung jawab terhadap kesediaan atau kesiapan sistem peralatan elektrik, instrumentasi,
mekanikal,
boiler,
dan pendukungnya melalui
pemeliharaan terencana, tepat waktu dan tepat guna. f. Manajer Umum Manajer umum memiliki tugas dan tanggung jawab atas realisasi rencana kerja baik keberhasilan maupun peyimpangannya dan bertanggung jawab atas
10
terciptanya suasana kerja yang baik untuk menunjang keberhasilan perusahaan. g. Wakil Manajemen Wakil Manajemen memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menetapkan dan menjamin sistem mutu dapat ditetapkan dan juga sesuai persyaratan pedoman BSN 10-1999 atau revisinya dan melaporkan,
melaksanakan
penetapan sistem mutu kepada direktur utama. h. Manajer Produksi Manajer Produksi memiliki tugas dan tanggung jawab atas pelaksanaan proses produksi yang telah direncanakan dari segi penjadwalan produksi kualitas dan kuantitas mencapai target yang ditetapkan. i. Sistem Administrasi Manajer (SAM) Bidang HRD (Human Resourced Development), bidang GA (General Affair), bidang warehouse, bidang finance, informasi dan teknologi, dan bidang purchasing. j. Jaminan Mutu (Quality Control) Quality Control memiliki tugas dan tanggung jawab memberikan data kualitas material proses sesuai kebutuhan, menganalisa material atau bahan proses yang dibutuhkan sesuai dengan spesifikasi dan memberikan data kualitas produk.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis Gula Gula merupakan salah satu karbohidrat sederhana karena mudah larut dalam air dan dapat langsung diserap oleh tubuh diubah menjadi energi. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada makanan atau minuman. Gula sederhana seperti glukosa, menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula mempunyai aroma, bentuk dan fungsi yang berbeda (Prastyo, 2015). Berdasarkan proses pembuatannya ada 3 jenis gula yang dapat dilihat sebagai berikut (Rahmalia, 2012) : 1) Gula Kristal Mentah/GKM (Raw Sugar) Gula kristal mentah merupakan gula setengah jadi yang dibuat dari tebu atau bit melalui proses defekasi, sehingga gula kristal mentah tidak layak untuk dikonsumsi langsung oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut. Jenis gula kristal mentah merupakan bahan baku gula rafinasi. Tahapan proses pembuatannya meliputi : ekstrasi – penguapan - raw sugar. 2) Gula Kristal Rafinasi/GKR (Refined Sugar) Gula kristal rafinasi merupakan gula sukrosa yang diproduksi melalui tahapan pengolahan gula kristal mentah meliputi : afinasi – pelarutan kembali (remelting) – klarifikasi – dekolorisasi – kristalisasi - Sentrifugasi - pengeringan (drying) – pengemasan.
12
3) Gula Kristal Putih/GKP (White Sugar) Gula kristal putih adalah gula yang dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Gula ini dihasilkan dari pengolahan tebu yang meliputi tahapan : ekstraksi – pemurnian – evaporasi – kristalisasi – penyaringan dengan sentrifugasi – pengeringan – pengemasan. Jenis gula dibagi berdasarkan warna ICUMSA. ICUMSA (International Commission For Uniform Methods Of Sugar Analysis) merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyusun metode analisis kualitas gula dengan anggota lebih dari 30 negara. Mengenai warna gula ICUMSA telah memiliki grade kualitas warna gula. Sistem grade berdasarkan warna larutan gula yang menunjukkan kemurnian dan banyaknya kotoran yang terdapat dalam gula tersebut. Berikut jenis gula berdasarkan warna ICUMSA (PT Sugar Labinta, 2014). 1) Gula Mentah (Raw Sugar) Gula mentah memiliki ICUMSA maksimal 4600 IU. Gula mentah khusus yang digunakan sebagai bahan baku gula rafinasi dan tidak boleh dikonsumsi secara langsung. 2) Gula Kristal Mentah (Raw sugar) Raw Sugar memiliki ICUMSA 1600-2000 IU. Raw Sugar digunakan sebagai bahan baku untuk gula rafinasi dan juga beberapa proses lain seperti MSG (Monosodium Glutamate) biasanya menggunakan raw sugar. 3) Gula kristal mentah untuk dikonsumsi (Brown Sugar) Brown sugar memiliki ICUMSA 600-800 IU. Di luar negeri gula ini dapat dikonsumsi langsung biasanya sebagai tambahan untuk bubur, akan tetapi
13
juga perlu diperhatikan mengenai kehigienisannya yaitu kandungan bakteri kontaminan. 4) Gula Kristal Putih Gula kristal putih memiliki ICUMSA 200-300 IU. Gula kristal putih merupakan gula yang dapat dikonsumsi langsung sebagai tambahan bahan makanan dan minuman. Berdasarkan SNI gula yang boleh dikonsumsi langsung adalah gula dengan warna larutan 300 IU. Pada umumnya pabrik gula sulfitasi dapat memproduksi gula dengan ICUMSA <300 IU. 5) Gula Extra Spesial (Extra Special Crystal Sugar) Gula ekstra spesial memiliki ICUMSA 100-150 IU, gula ini termasuk food grade digunakan untuk membuat bahan makanan seperti kue, minuman, atau konsumsi langsung. 6) Gula Rafinasi (Refined Sugar) Gula rafinasi memiliki ICUMSA 45 IU dengan kualitas yang paling bagus karena melalui proses pemurnian bertahap. Warna gula putih cerah. Untuk Indonesia gula rafinasi diperuntukkan bagi industri makanan karena membutuhkan gula dengan kadar kotoran yang sedikit dan warna putih.
2.2 Raw Sugar Menurut Ardiansah (2007), raw sugar merupakan gula yang dihasilkan dari proses pengolahan gula secara defekasi. Gula ini masih mengandung bahan pengotor sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang oleh FDA (Food and Drug Administration) oleh karena itu gula kasar tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar dapat dikonsumsi oleh manusia atau digunakan sebagai gula berkualitas tinggi untuk industri. Gula kasar Australia terdiri dari
14
98% sukrosa, dan bahan pengotor bukan gula diantaranya 0,22% gula pereduksi (glukosa dan fruktosa), 0,37% bahan organik (gum, asam amino, dan komponen warna yang berasal dari tebu), 0,3% abu (garam kalsium dan potassium), dan 0,31% air. Syarat mutu raw sugar dapat dilihat pada Tabel 3. dan Tabel 4. Tabel 3. Syarat Mutu Raw Sugar Berdasarkan Quality Plan No. 1 2 3 4 5
Kriteria Uji Warna larutan Pol Ash Reducing sugar Moist
Satuan
Persyaratan
IU °Z % % %
Min.1200 Min.97,5 Maks.0,4 Maks.1,5 Maks.0,8
Sumber : Quality Plan PT Sugar Labinta (2014)
Tabel 4. Syarat Mutu Raw sugar Berdasarkan SNI 01-3140.1-2001 No 1 2 3 4
Kriteria uji Warna larutan Susut pengeringan Polarisasi Ash
Satuan IU % °Z %
Persyaratan Min.600 Maks.0,5 Min.95 Maks.0,5
Sumber : Badan Standar Nasional menurut SNI 01-3140.1-2001
2.3 Proses Pengolahan Gula Rafinasi Tahapan pembuatan gula rafinasi yang dilakukan oleh PT Sugar Labinta meliputi tahapan persiapan bahan baku, afinasi, karbonatasi, penapisan, penghilangan warna atau dekolorisasi, kristalisasi, pengeringan dan pengepakan.
2.3.1 Persiapan Bahan baku Persiapan bahan baku merupakan tahapan awal yang akan dilakukan oleh PT Sugar Labinta, sebelum dilakukannya proses produksi. Bahan baku yang digunakan adalah raw sugar. Raw sugar yang disimpan di gudang silo selanjutnya akan dimasukkan ke dalam hopper untuk diangkut menggunakan conveyor
15
loading menuju ke raw sugar bin yang terletak di bagian proses. Sebelum masuk ke raw sugar bin, raw sugar yang di angkut menggunakan conveyor loading akan dilakukan tahap penyaringan (screening). Kapasitas raw sugar bin berkisar ±750 ton. Pada tahap ini, terdapat petugas gudang silo yang mengawasi kerja mesin timbangan. Tujuan penimbangan untuk mengetahui berat bahan yang akan di proses dan untuk menghindari kelebihan kapasitas mesin. Kelebihan kapasitas mesin dapat menghambat proses produksi dan memperlambat kerja mesin. Raw sugar yang telah melalui proses penimbangan kemudian masuk ke mingler untuk dilakukan pelarutan kembali. Pada Gambar 2 dapat dilihat penampakan gudang silo (gudang penyimpanan raw sugar) di PT Sugar Labinta.
Gambar 2. Gudang penyimpanan raw sugar
2.3.2 Proses Afinasi Menurut Baikow (1978) dalam Dwiastuti (2010), tahap permulaan pengolahan raw sugar adalah proses afinasi yaitu penghilangan lapisan molasses yang melapisi kristal gula. Raw sugar dicampurkan dengan sirup bersuhu 70 °C dengan kemurnian sedikit lebih tinggi sehingga tidak melarutkan kristal. Proses afinasi bertujuan untuk memisahkan lapisan tetes (molasses) yang terdapat di
16
permukaan kristal gula (raw sugar). Menurut Harahap (2003) dalam Puspitasari (2008), Molase adalah cairan kental seperti sirup dan berwarna coklat gelap atau coklat kemerahan, bersifat asam, mempunyai pH 5,5-6,5 yang disebabkan oleh adanya asam-asam organik bebas. Lapisan tetes ini merupakan media pertumbuhan mikroba, yang akan menyebabkan kerusakan sukrosa dan selanjutnya berhubungan langsung dengan kehilangan/penurunan pol selama penyimpanan. Proses afinasi dilakukan di palung pencampur yang disebut magma mingler yang di lengkapi dengan pengaduk (agigator). Hasil campuran antara raw sugar dengan sirup afinasi disebut dengan magma afinasi (afinated magma) yang kekentalannya pada brix 90-92%, bahan yang keluar dari mingler terdiri dari kristal gula dan larutan. Afinated magma kemudian menuju alat pemutar sentrifugal untuk disentrifugasi. Tujuannya adalah memisahkan lapisan molase dengan kristal gula. Alat pemutar sentrifugal dilengkapi dengan saringan dengan posisi miring sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada dinding menyebabkan kristal terdorong dan tertinggal di saringan sedangkan gaya tegak lurus pada saringan menyebabkan molase terdorong keluar menembus saringan. Hasil dari proses sentrifugasi merupakan gula afinasi (afinated sugar) yang akan masuk ke screw conveyor untuk dialirkan ke melter, molase hasil sentrifugasi ditampung di tangki afinated syrup dan digunakan kembali untuk proses mingler. Di dalam melter terjadi proses peleburan afinated sugar dengan sweet water di dalam tangki berpengaduk dan dipanaskan sekitar 82°C. Larutan gula yang keluar disebut dengan melt liquor diatur pada brix 65-67%. Kemudian raw liquor yang keluar
17
dari melter turun dan masuk ke tangki raw liquor dan selanjutnya menuju proses karbonatasi. Untuk lebih jelasnya proses mingling terjadi seperti Gambar 3.
Gambar 3. Proses mingling di dalam mingler
2.3.3 Proses Karbonatasi Proses karbonatasi adalah salah satu metode pemurnian yang dapat memisahkan kotoran berupa koloida yang terdapat pada leburan gula. Proses tersebut juga dapat menyerap atau menghilangkan warna yang mempunyai berat molekul yang tinggi yang berasal dari raw sugar. Dengan pencampuran susu kapur dan gas karbondioksida yang ditambahkan pada raw liquor sehingga terbentuk gumpalan yang mengikat sebagian bukan gula (Baikow, 1978 dalam Dwiastuti, 2010). Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur Ca(OH)2 dan gas CO2 membentuk endapan senyawa kalsium karbonat CaCO3 melalui mekanisme yang dapat dilihat pada persamaan di bawah. (Mathur, 1978 dalam Ardiansah, 2007).
18
Ca(OH)2
Ca2+ + 2OH-
CO2 + H2O
H2CO3
Ca2+ + CO32-
CaCO3
Ca(OH)2 + CO2
CaCO3 + H2O
Karbonatasi bertujuan mengendapkan kotoran yang terlarut yang terdapat pada raw liquor. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses karbonatasi ini adalah raw liquor, susu kapur 25° brix, gas CO2 dari cerobong boiler (kurang lebih 10%) dilewatkan pencuci gas untuk memisahkan abu dan jelaga serta uap pemanas bertekanan rendah sebagai pemanas. Proses karbonatasi dilaksanakan dalam tangki karbonatasi yang di operasikan secara seri. Proses karbonatasi dilakukan dengan kondisi pH dan suhu yang terkendali, sehingga mempermudah proses pengendapan CaCO3. Endapan tersebut akan menyerap zat-zat bukan gula yang terdapat pada raw liquor. Proses karbonatasi berlangsung di 2 tempat yaitu : a. Tangki reaksi (reaction tank) Di dalam reaction tank terjadi pencampuran antara raw liquor dengan susu kapur dengan perbandingan 10 : 1. Selama proses berlangsung bahan tersebut terus di aduk dan menghasilkan kondisi akhir larutan dengan pH 10-11 dan suhu 80-82°C yang akan dialirkan ke tangki karbonator.
b. Tangki Karbonator (carbonator tank) Hasil dari reaction tank dipisah di carbonator tank yang disusun secara seri yaitu tangki 1, 2, 3 dan dilakukan penambahan CO2 yang berasal dari
19
pembakaran batubara dalam boiler. Penambahan CO2 bertujuan untuk menurunkan pH. Efisiensi penyerapan berkisar 60%. Makin tinggi pH penyerapan makin baik, tetapi berbahaya untuk kerusakan monosakarida. Untuk meningkatkan absorbsi, level sirup dalam tangki dinaikkan untuk menambah waktu tinggal. Reaksi kapur dengan CO2 berjalan cepat, jika pencampuran kurang baik transport kapur ke zona reaksi akan menentukan kecepatan reaksi. Karbonator tempat berlangsungnya proses karbonatasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses karbonatasi (carbonator)
2.3.4
Proses Penapisan Proses penapisan ini dilakukan untuk memisahkan clear liquor (filtrat)
dari endapan kalsium karbonat digunakan alat penapis berputar yang bertekanan yaitu rotary leaf filter. Tujuan proses penapisan yaitu menghasilkan clear liquor yang mengalami penurunan warna hingga 45-55% , penurunan kadar abu 20% (dari raw liquor), menghasilkan warna 600-800 IU dengan brix maksimal 67.5 dan suhu 80°C serta kemurnian filter cake rendah. Keuntungan dari alat penapis ini adalah karena bingkai-bingkai penapis ikut berputar sehingga filter cake yang terbentuk mempunyai ketebalan yang sama atau seragam. Endapan dengan
20
ketebalan yang seragam akan mengurangi penggunaan air pencuci serta mengurangi kehilangan gula didalam filter cake (blotong). 2.3.5 Proses Dekolorisasi Dekolorisasi merupakan tahap akhir untuk menghilangkan komponen bukan gula. Dengan decolorisasi maka kristal gula yang dihasilkan akan lebih putih (Nawansih, 2002). Tujuan dari proses ini adalah menghilangkan warna dan abu dari clear liquor dengan brix 60-65, suhu 80-85°C dan warna 800-1500 IU. Hasil yang diharapkan yaitu efisiensi penghilangan warna 70-90%, kadar abu 0.1 -0.15% bahan kering dan warna 100-150 IU. Tahapan penghilangan warna ini sangat penting karena merupakan tahapan pemisahan terakhir sebelum di kristalkan. Dekolorisasi terjadi di tangki IER (ion exchange resin) menggunakan resin yang mempunyai sifat menyerap zat warna dengan prinsip pertukaran ion dikarenakan salah satu sifat dalam larutan gula yaitu bersifat anionik. Setelah keluar dari kolom resin, fine liquor di alirkan melalui saringan yang kemudian masuk dalam tangki dan dipompa masuk ke dalam evaporator untuk proses evaporasi. Proses ion exchange resin yang terjadi di tangki IER dilengkapi dengan saringan (screening 200 mesh) seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Dekolorisasi (tangki IER)
21
2.3.6 Proses Penguapan atau Evaporasi Evaporasi adalah proses pemisahan sebagian besar air dalam nira jernih hasil tahap proses pemurnian. Tahap penguapan sebagian air yang masih tersisa akan dilanjutkan pada tahap proses selanjutnya yaitu kristalisasi (Nawansih, 2002). Penguapan berarti mengubah fase cair menjadi fase uap. Proses penguapan ini bertujuan untuk proses kristalisasi dalam vacum pan. Proses evaporasi di PT Sugar Labinta menginginkan kadar air fine liquor dari 75% menjadi 60% dan brix yang di harapkan 60-70°Bx. Penguapan kadar air dengan mengalirkan panas pada bahan yang dilakukan secara vacum bertujuan agar suhu yang digunakan pada proses evaporasi tidak terlalu tinggi yaitu 60-65°C. Jika suhu yang digunakan terlalu tinggi maka kandungan sukrosa akan rusak. Setelah proses evaporasi selesai thick liquor turun ke dalam vacum pan yang kemudian masuk ke dalam proses kristalisasi, adapun proses evaporasi terjadi di evaporator seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Proses Evaporasi (Evaporator)
22
2.3.7 Proses Kristalisasi Proses kristalisasi juga sering disebut pemasakan gula (sugar boiling) yang biasanya dilakukan didalam evaporator vakum efek tunggal yang khusus dirancang untuk dapat menangani bahan dengan viskositas tinggi. Tujuan utama kristalisasi adalah mengeluarkan gula sebanyak mungkin dari nira kental dengan cara yang cepat dan ekonomis dengan kualitas yang memenuhi keinginan konsumen (Nawansih, 2002). Proses kristalisasi adalah proses pembentukan gula kristal dengan penambahan bibit gula atau fondant. Tujuan dari proses kristalisasi adalah merubah sakarosa yang terlarut di dalam thick liquor menjadi kristal gula yang kemurnian, warna, dan besar butirnya memenuhi persyaratan gula rafinasi. Kelarutan gula sangat berpengaruh terhadap proses kristalisasi gula, semakin murni kelarutan gula maka semakin mudah mengkristal. Kristalisasi terjadi di vacum pan yaitu penguapan lebih lanjut dengan memberi panas pada bahan sehingga gula mengalami kondisi sangat jenuh. Saat kondisi lewat jenuh diberikan bibit kristal (fondant) untuk membantu mempercepat proses pengkristalan. Jumlah bibit yang digunakan tergantung pada banyaknya larutan yang dimasak dan juga mutu larutan. Semakin rendah mutu maka fondant semakin banyak. Kecepatan masak dipengaruhi oleh kepekatan (brix) larutan thick liquor, semakin pekat maka pemasakan semakin cepat. Thick liquor yang sudah mengalami proses kristalisasi disebut dengan masakan (mascuite). Yang menjadi sasaran dalam proses kristalisasi adalah warna gula produk masuk dalam kualitas R1 dan R2. Untuk lebih jelasnya proses pemasakan gula dapat dilihat pada Gambar 7.
23
Gambar 7. Proses pemasakan gula (Vacum pan) Masakan dan gula yang dihasilkan dari proses recovery adalah crop atau sering disebut dengan masakan C1, C2, C3, C4. Proses memasak perlu dilakukan secara efektif dan efesien, untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan alat pengaduk guna memperoleh keadaan yang homogen sehingga proses memasak dapat dilakukan dengan tepat dan cepat. Sistem memasak pada umumnya menggunakan straight boiling system. Tahapan-tahapan proses masakan dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Masakan R1 Bahan yang digunakan untuk memasak adalah thick liquor dan fondant. Pembuatan bibit dengan cara shock sending. Setelah tersedia bibit (kristal-kristal halus) dilanjutkan dengan proses pembesaran kristal dengan memasukkan thick liquor ke dalam pan masak secara bertahap sehingga isi pan masak penuh. Setelah kekentalan masakan mencapai brix 88%, proses memasak diberhentikan dan seluruh isi pan masak diturunkan kedalam palung penampang receiver masakan R1. Dari palung tersebut masakan diturunkan kembali masuk kedalam alat pemutar masakan R1 centrifugal.
24
Dalam centrifugal masakan tersebut akan dipisahkan antara padatan dan cairan, padatan dari masakan R1 disebut dengan gula R1 dan cairannya disebut dengan molasses R1. 2) Masakan R2 Bahan yang digunakan untuk memasak adalah molasses R1 dan fondant. Proses memasak sama seperti pada masakan R1. Setelah brix mencapai 89% proses memasak diberhentikan dan seluruh isi pan masak diturunkan ke dalam palung penampung receiver masakan R2. Dari palung penampang masakan diturunkan kembali masuk ke dalam alat pemutar masakan R2 centrifugal. Dalam centrifugal masakan tersebut akan dipisahkan antara padatan dan cairan, padatan dari masakan R2 disebut dengan gula R2 dan cairannya disebut dengan molasses R2. Hasil dari pemasakan gula yang berupa mascuite kemudian dilakukan pemisahan antar kristal gula dengan larutan gula, mascuite tersebut dibawa menuju reiceiving yaitu alat untuk dilakukan proses sentrifugasi kembali. Untuk lebih jelasnya alat tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Reiceiving and Curing mascuitte
25
2.3.8 Proses Pengeringan dana Pengepakan Menurut (Nawansih, 2002), kristal gula yang diturunkan dari mesin sentrifugasi masih mengandung air sekitar 2%. Agar gula aman untuk disimpan, maka perlu dikeringkan dahulu sampai kadar air 0,2-0,3% agar tidak ditumbuhi mikroorganisme atau mengalami hidrolisis selama penyimpanan. Tujuan
pengeringan
gula
adalah
agar
gula
tidak
caking
(menggumpal/mengeras) dalam penyimpanan, mencegah kerusakan secara mikrobiologis dan kimia (kehilangan gula atau pembentukan warna), dan agar gula tetap bersifat free flowing. Alat pengering gula yang digunakan dipilih dari dua tipe yaitu drum dan panjang yang berputar pelan “rotary drum dryer and cooler”. Di dalam bagian drum di pasang bilah-bilah yang memanjang dan berfungsi untuk mengangkut gula ke atas dan menuangkannya kembali ke bawah dalam bentuk tirai gula. Dari ujung pemasukan gula dialirkan udara panas yang menerobos tirai gula dan mengeringkannya, dan dari ujung pengeluaran gula mengalir masuk udara luar dan menerobos tirai gula dan mendinginkannya. Dengan menggunakan blower udara panas maupun udara dingin dihisap melalui bagian tengah drum untuk dibuang ke udara luar. Sebelum dibuang keluar udara dilewatkan alat penangkap gula halus yaitu sugar dust scruber yang terbawa oleh udara tersebut. Gula halus yang tertangkap dilarutkan dengan air dan dikembalikan ke proses R1 dan R2 yang baru turun dari alat pemutar gula mempunyai suhu 55°C dan kelembaban 1%. Gula yang keluar dari alat pengering mempunyai suhu antara 30°C-40°C dengan kelembaban 0,03%. Gula dimasukkan ke masing-masing tangki yang disebut dengan sugar bin R1 dan R2. Dari masing-masing tangki gula
26
diturunkan ke masing-masing ayakan getar gula R1 dan R2 dan dari ayakan dipisahkan antara gula dan kristal besar, gula debu dan gula gumpalan. Gula debu dan gula gumpalan di proses lebur dan di proses ulang. Dengan menggunakan conveyor masing-masing gula R1 dan R2 diangkat ke atas dan di masukkan ke tangki penampung gula produk. Pengepakan dimulai dengan menurunkan gula produk dari tangki penampung, gula produk masuk ke dalam timbangan gula otomatis dengan berat gula 50 kg setiap kali penimbangan. Gula yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam karung plastik dan menggunakan conveyor yang telah berisi gula diturunkan dan dibawa ketimbangan pengontrol berat untuk dikontrol beratnya dan selanjutnya karung berisi gula dibawa ke alat jahit karung. Untuk lebih jelasnya proses pengepakan di ruang produksi dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Pengepakan gula produk (packagging)
Pekerjaan menimbang gula hingga ketimbangan dilakukan secara otomatis dengan bantuan instrument. Karung gula yang sudah dijahit dikirimkan ke gudang gula produk menggunakan ban berjalan yang kemudian dapat langsung untuk melayani konsumen atau untuk ditimbun di dalam gudang penyimpanan gula produk.
27
2.4 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) HACCP (Hazard analysis critical control point) merupakan suatu sistem untuk mengidentifikasi bahaya dan menetapkan sistem pengendaliannya. Sistem HACCP diarahkan pada tindakan pencegahan dan tidak bergantung pada pengujian produk akhir (Fardiaz, 1996 dalam Nurdiansyah, 2010). Menurut Winarno (2012), sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. HACCP dikenal sebagai sistem keamanan pangan yang efektif, maka dengan menerapkan HACCP secara konsekuen perusahaan pangan akan dapat memberikan kepercayaan pada pelanggan terhadap jaminan keamanan pangan yang bersangkutan memenuhi komitmen yang kuat dan profesional dalam menjamin keamanan pangan. Codex Alimentarius Commision (CAC) pada tahun 1993 mengadopsi sistem HACCP yang kemudian disempurnakan pada tahun 1996, telah memberikan pedoman implementasi HACCP dengan membagi langkah-langkah penerapan secara sistematis menjadi 12 langkah, yang terdiri dari 5 langkah awal persiapan dan diikuti dengan 7 langkah berikutnya yang merupakan 7 prinsip HACCP (Winarno, 2012). Kedua belas langkah tersebut digambarkan sebagai suatu alur tahap penerapan HACCP.
28
2.5 Penerapan HACCP di Industri Pangan Tahap 1. Pembentukan Tim HACCP Menurut Winarno (2012), Langkah pertama dalam penyusunan HACCP adalah membentuk tim yang terdiri dari beberapa anggota dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman kerja yang beragam (multi disiplin). Jumlah tim sebaiknya maksimum 5 orang dan minimum 3 orang. Anggota tim tersebut harus mendapat pelatihan penerapan HACCP dan inspeksi HACCP secara cukup. Persyaratan tim HACCP adalah bahwa keputusan tim HACCP dapat menjadi keputusan manajemen. Tim HACCP seharusnya beranggotakan divisi-divsi dari unit usaha (Quality Assurance, Produksi, Pemasaran dan lainlain). Tim HACCP juga dapat terdiri atas beberapa level personil (General Manager, Manager QA, Inspector, Mandor dan lain-lain). Tahap 2. Deskripsi Produk Langkah kedua dalam penerapan konsep HACCP adalah pendeskripsian produk. Menurut Winarno (2012), deskripsi produk adalah gambaran rinci tentang produk yang dihasilkan. Penetapan deskripsi produk perlu diperhatikan informasi yang berkaitan dengan program HACCP, agar memberi petunjuk dalam rangka identifikasi bahaya yang mungkin terjadi serta untuk membantu pengembangan batas kritis.. Tahap 3. Identifikasi Tujuan Penggunaan Produk Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada manfaat yang diharapkan dari produk oleh pengguna atau konsumen. Pengelompokkan konsumen penting dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk. Tujuan penggunaan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi
29
apakah produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua populasi atau hanya populasi khusus yang sensitif (balita, manula, orang sakit, dan lain-lain) (Winarno, 2012). Tahap 4. Diagram Alir Produk Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya (Winarno, 2012). Tahap 5. Verifikasi Diagram Alir Verifikasi merupakan prosedur dan pengujian untuk identifikasi kesesuaian semua pelaksanaan program HACCP dilaksanakan sesuai dengan rencana HACCP atau tidak. Verifikasi baik internal maupun eksternal secara umum memiliki empat jenis kegiatan yaitu validasi HACCP, peninjauan kembali (review) hasil pemantauan, pengujian produk dan audit (Winarno, 2012). Tahap 6. Analisa Bahaya (Prinsip 1) Analisa bahaya bertujuan untuk mengetahui bahaya-bahaya yang mungkin terjadi saat proses pengambilan bahan baku hingga pemasaran, hal ini menjadikan analisa bahaya sangat penting, karena dengan diketahuinya bahaya tersebut maka kita dapat mengetahui cara pengendaliannya. Bahaya-bahaya tersebut meliputi bahaya kimia, fisika, biologi, dengan mengetahui
perbedaannya
maka
dapat
pula
diketahui
perbedaan
pengendaliannya. Bahaya fisika dapat dikendalikan dengan filtrasi, bahaya
30
biologi dapat dikendalikan dengan proses pemanasan atau pendinginan dan bahaya kimia dapat diatasi dengan penambahan bahan kimia tertentu.
Tahap 7. Penetapan Titik Kendali Kritis (Prinsip 2) Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini tidak boleh dilewati untuk menjamin bahwa CCP secara efektif mengendalikan bahaya biologis, kima dan fisik. Untuk setiap CCP yang teridentifikasi maka harus ditentukan batas kritisnya (Winarno, 2012). Tahap 8. Penetapan Batas Kritis (Prinsip 3) Penetapan batas kritis merupakan batas-batas kritis pada CCP yang ditetapkan berdasarkan observasi unit produksi. Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola dengan baik (Winarno, 2012). Tahap 9. Penetapan Prosedur Monitoring (Prinsip 4) Monitoring atau pengendalian dalam konsep HACCP adalah tindakan dari pengujian atau observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan ini untuk mengetahui bahwa batas kritis tidak terlampaui (Winarno, 2012). Tahap 10. Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5) Tindakan koreksi adalah setiap tindakan yang harus diambil jika hasil pemantauan pada CCP menunjukkan adanya kehilangan kontrol (loss of control). Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Tindakan tersebut harus
31
menjamin bahwa CCP telah berada dalam keadaan terkontrol. Tindakan yang diambil juga harus menyangkut penanganan yang sesuai untuk produk yang berpengaruh atau terkena penyimpangan terhadap suatu CCP. Prosedur tindakan koreksi terhadap penyimpangan harus didokumentasikan dalam dokumen pencatatan HACCP. Tindakan koreksi harus ditetapkan untuk mengantisipasi jika terjadi penyimpangan (deviasi) kondisi dari batas kritis yang menandakan bahwa CCP tidak terkendali. Tindakan koreksi harus spesifik untuk setiap CCP. Personil yang melakukan monitoring harus melakukan tindakan koreksi yang telah ditetapkan segera setelah ditemukan penyimpangan pada CCP. Tahap 11. Penetapan Prosedur Verifikasi (Prinsip 6) Verifikasi adalah aplikasi suatu metode, prosedur, pengujian atau evaluasi lainnya untuk menetapkan kesesuaian suatu pelaksanaan dengan rencana HACCP. Verifikasi memberi jaminan bahwa HACCP telah sesuai dengan kegiatan operasional sehari-hari dan akan menghasilkan produk (makanan) dengan mutu dan/atau aman untuk dikonsumsi (Winarno, 2012). Tahap 12. Dokumentasi dan Rekaman yang Baik (Prinsip 7) Dokumentasi atau rekaman data adalah bukti tertulis bahwa suatu tindakan telah dilakukan. Dokumen disusun dengan menggunakan formulir/boring. Dokumen tersebut dapat digunakan untuk keperluan inspeksi dan untuk mempelajari kerusakan yang mengakibatkan penyimpangan dan menemukan tindakan koreksi yang sesuai. Jenis dokumen (rekaman data) yang harus ada dalam penyusunan rencana HACCP yaitu, rencana HACCP dan semua materi
32
pendukungnya, dokumen pemantauan, dokumen tindakan koreksi, dan dokumen verifikasi (Winarno, 2012). Tahapan penyusunan sistem dokumentasi menunjukkan bahwa penyusunan rencana HACCP telah dijalankan dengan efektif. Rencana HACCP dapat berubah apabila terjadi perubahan pada bahan baku, tata letak pabrik, penggantian peralatan, dan perubahan program pembersihan atau sanitasi.
33
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Laporan Tugas Akhir ini disusun berdasarkan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 20 Maret 2017 hingga 20 April 2017 di PT Sugar Labinta Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. Penyusunan tugas akhir dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung pada bulan Mei sampai bulan Agustus.
3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah pena, buku, panduan, dokumen, jurnal, laptop dan flashdisk. Bahan dan alat yang digunakan dalam pengolahan gula rafinasi adalah Raw sugar sebagai bahan baku, dan seluruh alat dalam proses (Melter, sentrifugal, karbonator, Vacum Filter, Dryer, Vacum Pan, Evaporator dan lainnya).
3.3 Metode pelaksanaan Metode yang dilaksanakan dalam penyusunan tugas akhir ini merupakan metode primer dan metode sekunder. Metode primer dengan cara melaksanakan kegiatan praktek kerja lapangan di PT Sugar Labinta. Dalam pelaksanaannya, penulis ikut serta secara langsung dalam mengamati proses pengolahan gula rafinasi dan ikut serta dalam pengambilan sampel di ruang produksi. Metode sekunder dilakukan dengan studi pustaka, pengambilan data dari buku dan jurnal, konsultasi langsung dengan pembimbing lapang yang termasuk ke dalam anggota
34
tim HACCP, serta pengkajian dokumen HACCP, pengkajian dokumen HACCP ini dilakukan untuk dapat menjelaskan penerapan sistem HACCP yang dilakukan di suatu perusahaan gula rafinasi yaitu PT Sugar Labinta.
35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KONSEP HACCP
4.2 TAHAPAN PERSIAPAN PENERAPAN HACCP PT Sugar Labinta memiliki motto “Kualitas adalah prioritas”, dari motto tersebut PT Sugar Labinta bertekad agar keberadaannya diperkuat dan ditingkatkan serta menjadikan produknya ada di setiap industri pangan, terutama industri yang memerlukan penambahan atau menggunakan gula rafinasi pada produknya. Dalam pengaplikasiannya HACCP memiliki tahapan-tahapan persiapan dan prinsip-prinsip yang digunakan. Tahapan persiapan HACCP terdiri dari pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi tujuan penggunaan, menyusun diagram alir proses. Berikut merupakan hasil kajian dari tahapan persiapan di PT Sugar Labinta .
4.2.1 Tim HACCP PT Sugar Labinta telah membentuk tim HACCP atau disebut tim keamanan pangan. Susunan organisasi tim keamanan pangan beranggotakan divisi-divisi dari unit usaha dan terdiri atas multi disiplin ilmu. Pembentukan tim keamanan pangan pada PT Sugar Labinta dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi seperti halnya mutu, pencemaran, pengawet ataupun pewarna pada produk maka perlu dilakukan suatu sistem manajemen tertentu. Manajemen tersebut meliputi beberapa tahapan berikut :
36
a.
Pembentukan Tim Keamanan Pangan di PT Sugar Labinta
Di bawah ini dapat dilihat anggota tim keamanan pangan yang dibentuk di PT Sugar Labinta dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Tim Keamanan Pangan PT Sugar Labinta Jabatan Ketua Anggota
Nama Yosef Soenaryo (General Manajer) Mochamad Sahli (Production Manajer) Kiki Kirana (QA Manajer) Denny Prastio (System Administrasi Manajer
Sumber : PT Sugar Labinta, 2010
b.
Penilaian Awal dari Prosedur dan Operasional Keamanan Pangan
Penilaian awal dari prosedur operasional Keamanan pangan telah dilakukan dengan format manajemen resiko. Penilaian tersebut bersifat rahasia dan harus dijaga.
c.
Strategi Manajemen Keamanan
Prosedur manajemen keamanan dilakukan untuk mengantisipasi setiap kemungkinan terburuk. Pembentukan tim keamanan pangan telah memenuhi persyaratan yaitu berasal dari multi disiplin ilmu. Tujuannya adalah memudahkan untuk mengetahui segala informasi dalam setiap tahapan proses dan mudah dalam pengambilan keputusan. Anggota tim keamanan pangan yang telah ditetapkan di PT Sugar Labinta telah mencakup keseluruhan bidang sehingga keputusan yang dipilih oleh tim merupakan keputusan yang dapat diterima. Untuk lebih jelasnya anggota tim menejemen krisis PT Sugar Labinta dapat dilihat pada Tabel 6.
37
Tabel 6. Tim Manajemen Krisis PT Sugar Labinta Nama Alexander Kesaulya Susianti Ateng Ifan Setiawan Yosef Soenaryo Kiki Kirana (FTSL) M. Sahli Denny Prastio
Posisi Direktur Teknik
Nama alternate Yosef Soenaryo
Posisi General Manajer
Direktur Finance Marketing Manajer General Manajer QA Manajer
Susianti Ateng Ifan Setiawan
Direktur Finance Marketing Manajer
M. Sahli Daniel Setyo Utoro Tri Montorogojati
Production Manajer QA Officer
Jennsen SO
Warehouse Officer
Daniel Pasaribu Lidia Budiwati Suwandi Asdi Supriono Agus Sunarji M Fajri
Warehouse Supervisor Purchasing Officer Boiler Officer EI Officer Mechanic HRD
Supriyadi
Security
Production Manajer System admin manajer
FX Soewondo
PP & Maintinance
Harry Susatyo
HRD dan GA Superintendent Security
Sugiyo
Proses superintendent
Sumber : PT Sugar Labinta, 2010
4.2.2 DESKRIPSI PRODUK Deskripsi produk adalah gambaran rinci tentang produk yang dihasilkan. Menurut Koswara (2009), informasi yang harus ada pada tahapan ini adalah komposisi, karakteristik produk jadi, metode pengolahan yang diterapkan kepada produk tersebut (pH, aw, kadar air), metode pengawetan yang diterapkan kepada produk tersebut, pengemas primer, pengemas untuk transportasi, kondisi penyimpanan, metode distribusi, umur simpan yang direkomendasikan, label, petunjuk penggunaan, pengawasan khusus dalam distribusi dan dimana produk akan dijual. Karakteristik produk akhir pada PT Sugar Labinta
tertera pada
Lampiran 5. PT Sugar Labinta
memiliki nama produk yaitu gula rafinasi (siap
konsumsi/digunakan), gula rafinasi yang diproduksi merupakan produk gula
38
kristalan yang berwarna putih mengkilap dengan warna maksimum 45 IU (ICUMSA Unit) untuk R1 dan maksimum 80 IU untuk gula R2. Metode produksi gula rafinasi pada PT Sugar Labinta mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 3140.2:2011 Gula kristal- Bagian 2: Rafinasi (Refined Sugar). SNI adalah standar nasional bagi perusahaan, standar tersebut diberlakukan untuk menghasilkan produk yang seragam untuk industri sejenis. PT Sugar Labinta merekomendasikan agar umur simpan sampai dengan 2 tahun, kondisi penyimpanan yang ditetapkan tidak mendukung pertumbuhan mikroba. Adapun kondisi penyimpanan yang dimaksud adalah disimpan pada suhu ruang (ambient temperature), humadity 60-70%, tidak boleh bersentuhan langsung dengan dinding dan lantai (menggunakan palet plastik atau palet kayu yang diberi alas untuk mencegah kontaminasi). Penggunaan bahan kemasan PT Sugar Labinta mengacu pada Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK 00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan. Kemasan luar gula rafinasi dikemas dengan karung plastik dari bahan polypropylen, sedangkan untuk plastik bagian dalam dari bahan LLDPE, LDPE atau HDPE. Setiap tipe produk memiliki kemasan yang berbeda, untuk karung R1 (reguler) dengan warna gula 30-45 IU : warna dasar putih, warna tulisan dan lambang hijau. Karung R1 (premium) dengan warna gula <30 IU atau produk dengan perlakuan khusus : warna dasar putih, warna tulisan dan lambang biru. Sedangkan Karung R2 dengan warna gula 46 – 80 IU : warna dasar putih, warna tulisan dan lambang merah. Informasi produk merupakan suatu keterangan dan identitas produk. PT Sugar Labinta mengacu pada PP RI No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
39
Pangan dalam Informasi produknya. Gula kristal rafinasi memiliki logo PT Sugar Labinta (cap sendok), berat netto 50 kg, tulisan yang menunjukkan bahwa produk hanya untuk industri pangan, nama dan alamat pabrik, kode produksi dan tanggal sebaiknya digunakan (best before), kode ukuran partikel, logo halal, logo dan nomor SNI, serta tulisan premium pada karung R1 Premium. Produk dikirim menggunakan kendaraan truk bak terbuka (ditutup terpal), tronton, kontainer yang telah dibersihkan dan layak untuk angkutan produk makanan, serta tertutup rapat untuk melindungi dari air hujan dan kemungkinan kontaminasi benda asing. Untuk lebih jelasnya informasi produk dapat dilihat seperti yang tercantum pada Gambar 10.
Gambar 10. Gula produk R1 Premium dan R2
Rencana penggunaan produk gula rafinasi ini dapat langsung digunakan sebagai ingredient oleh industri pangan pengguna atau bisa langsung dikonsumsi dengan target pengguna adalah hanya untuk industri pangan dan tidak dijual eceran.
40
Target pengguna sesuai dengan SNI 3140.2:2011 Gula kristal – Bagian 2 : Rafinasi (Refined Sugar) atau revisinya. 4.2.3 Identifikasi Tujuan Penggunaan Produk Produk gula rafinasi yang di produksi oleh PT Sugar Labinta
dapat
dikonsumsi oleh semua kalangan karena dalam proses pembuatannya tidak menggunakan bahan tambahan makanan yang menjadi larangan bagi konsumen tertentu. Tetapi penggunaan produk di khususkan bagi industri pangan, untuk masyarakat umum dapat mengkonsumsi gula kristal putih untuk dikonsumsi sehari-hari.
4.2.4 Penetapan Diagram Alir Penyusunan diagram alir di PT Sugar Labinta telah dilakukan oleh tim HACCP,
penyusunan
diagram
alir
ini
merupakan
tahap
awal
untuk
mengidentifikasi setiap bahaya yang mungkin timbul selama proses pengolahan sehingga bahaya-bahaya tersebut dapat dicegah dan akan menghasilkan produk gula rafinasi yang aman untuk dikonsumsi. Diagram alir pengolahan gula rafinasi di PT Sugar Labinta terlihat pada Gambar 11.
41
Raw Sugar mingling Green mol/ raw washing
centrifugation sweet water
affinated sugar
melting Melt liquor CO2 & kapur
carbonatation Carbonate liquor Filter cake
filtration
Brown liquor
IER Fine liquor
evaporation Thick Liquor
boiling
masquitte centrifugation
Final mol
Refined sugar
drying
Bagging & storage
Gambar 11. Diagram alir Proses Rafinasi Gula di PT Sugar Labinta
4.2.5 Verifikasi Diagram Alir Diagram alir yang telah dibuat seringkali masih belum sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Agar diagram alir proses yang telah dibuat lebih detail dan sesuai dengan pelaksanaannya di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta
42
kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Proses verifikasi diagram alir harus dilakukan secara hati-hati dan teliti terhadap keseluruhan lini proses (Thaheer, 2005 dalam Maharani, 2008). Rangkaian kegiatan verifikasi diagram alir biasanya berupa pengamatan aliran proses, kegiatan pengambilan sampel, wawancara, dan operasi rutin maupun non rutin. Bila ternyata diagram alir tersebut kurang tepat atau kurang sempurna, harus dilakukan modifikasi. PT Sugar Labinta telah memiliki Tahapan proses yang terjadi di lapangan yaitu diagram alir proses yang telah di verifikasi oleh tim HACCP di PT Sugar Labinta. Keseluruhan proses pengolahan yang detail dan sebenarnya terjadi di lapangan sangat penting agar dapat mengetahui dimana kemungkinan bahaya pada proses dapat terjadi. Diagram alir proses yang telah diverifikasi terdapat pada Lampiran 6.
4.2.6 Analisa Bahaya (Prinsip 1) Bahaya (Hazard) adalah suatu faktor yang dapat menyebabkan kerugian kesehatan bagi konsumen yang meliputi bahaya biologi, kimia ataupun fisik. Analisa bahaya sangat penting dalam penyusunan sistem HACCP (Winarno, 2012). Analisa bahaya adalah prinsip pertama dalam HACCP, bahaya bertujuan untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen, adapun kategori bahaya dapat dilihat pada Tabel 7.
43
Tabel 7. Kategori Bahaya No 1
Bahaya potensial P (Physical)
2
B (Biological)
3
C (Chemical)
Keterangan Misalnya : Logam, Kayu, Batu, Plastik, Kaca, Serangga, Rambut Yang menimbulkan penyakit. Misalnya bakteri E. Coli, Salmonella, Coliform, GMO Misalnya : Logam berat, Pestisida, Bahan Aditif, Pelumas, Allergen
Sumber : PT Sugar Labinta
PT Sugar Labinta telah menetapkan bahaya dalam setiap proses dengan tingkat keparahan tertentu yang selanjutnya menjadi resiko yang signifikan dan harus dikendalikan dengan tindakan pencegahan melalui penentuan CCP yaitu Codex Decision Tree. Signifikan resiko yang ditetapkan oleh PT Sugar Labinta yaitu dengan tingkat keparahan medium (4), high (3), high (6), dan high (9). Di bawah ini dapat dilihat matrix penilaian bahaya yang tertera pada Gambar 12.
HAZARD ASSESMENT MATRIX High
Kemungkinan
3 w
2 w
1 w Low
Low Risk
High Occurance Low Severity (3)
High Occurance MediumSeveri ty (6)
High Occurance High Severity (9)
Medium Occurance Low Severity (2)
Medium Occurance Medium Severity (4)
Medium Occurance High Severity (6)
Low Occurance Low Severity (1)
Low Occurance Medium Severity (2)
Low Occurance High Severity (3)
Low
High Risk
Medium Risk
High Keparahan
Gambar 12. Matrix Penilaian Bahaya
44
Analisa bahaya tidak hanya pada bahaya bahan baku, tetapi juga bahaya dalam tahapan proses produksi. Bahan baku utama dalam proses pengolahan gula rafinasi adalah raw sugar. Raw sugar diidentifikasikan mengandung bahaya fisik, kimia maupun biologi. Bahaya biologi pada raw sugar meliputi beberapa bakteri yang terdapat pada raw sugar antara lain E. Coli, Enterobectericeae, TAB Gualicol, E. Sakazakii, Salmonella, Yeast, Mold. Bahaya tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan, proses selama transportasi dan juga penanganan selama sebelum proses pengolahan. Bahaya tersebut dapat dihilangkan selama proses pengolahan raw sugar menjadi gula rafinasi, karena proses pengolahan melalui tahap pemanasan yang berulang. Bahaya kimia berupa logam-logam beracun dapat ditimbulkan oleh lingkungan seperti polusi, tanah, lahan, manajemen pemeliharaan yang kurang baik, peralatan, air pengolahan dan bahan kimia yang terdapat dalam bahan tambahan pangan. Jenis-jenis bahaya kimia yang terdapat dalam proses pengolahan gula rafinasi antara lain SO2, Timbal (Pb), Tembaga (Cu), As dan Lubricant. Sumber bahaya kimia tersebut di sebabkan oleh proses pengolahan, gas buang dari alat transportasi, alat berat, dan alat yang digunakan selama proses. Bahaya fisik dapat timbul karena adanya cemaran oleh hama, serangga, pecahan kaca, logam, batu, perhiasan yang masuk selama proses pengolahan, pasir, dan cemaran oleh peralatan (Winarno, 2002 dalam Nurdiyansyah, 2010). PT Sugar Labinta telah menetapkan bahaya-bahaya pada tiap lini proses, termasuk bahaya fisik pada proses pengolahan gula rafinasi. Bahaya fisik yang terjadi tersebut antara lain terdapatnya metal, batu, kaca ataupun kayu yang berasal dari
45
bahan baku dan proses. Analisa bahaya proses pengolahan gula rafinasi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 8. PT Sugar Labinta dalam menghasilkan produknya berusaha sebaik mungkin agar tidak terjadinya kontaminasi bagi produk yang dihasilkan. Karena kontaminasi produk dapat menyebabkan kerugian-kerugian kecil ataupun besar. Penerapan HACCP seperti yang telah di bahas dalam tinjauan pustaka tidak berpatokan terhadap produk akhir melainkan pengendalian bahaya pada setiap lini proses. Kontaminasi produk sering terjadi bagi industri pangan. Berikut beberapa kontaminasi produk gula rafinasi di PT Sugar Labinta yang terjadi pada Agustus 2008 – Juni 2010. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Referensi Data Kejadian Kontaminasi Produk Periode Agustus 2008 – Juni 2010 Tanggal 20/8/ 2008
Shift 1
Proses Packing
3/9/2008 23/10/2008
1 1
IER Packing
16/4/2009
1
Iron Trapping
10 – 13/12/2009
1,2,3
Bucket elevating dan metal detector
Selama bula Juni 2010
1,2,3
Metal detector
Sumber : PT Sugar Labinta, 2010
Masalah Kontaminasi karet konveyor Resin Kontaminasi serangga
Keterangan Produk di hold
Produk di Hold Produk di hold (lokasi wet sugar conveyor dipasang insect screen) Kontaminasi debu Produk di hold dan di gram dan potongan rework/ remelt metal uk <7 mm Kontaminasi metal Produk di hold, di ayak uku 2 – 4 mm oleh QC dan di remelt. (sumber penyebab adanya perbaikan bucket elevator) Produk yang di Produk di hold, di ayak deteksi MD rata- oleh QC dan di remelt. rata 30/ hari (sumber penyebab sensitifitas MD yang terlalu ketat)
46
4.2.7 Penetapan Critical Control Point (CCP) CCP didefenisikan sebagai suatu titik yang memerlukan pengawasan kritis di dalam alur produksi pangan dimulai dari bahan baku yang digunakan hingga kepada produk akhir yang dihasilkan yang memungkinkan terjadinya resiko keamanan pangan yang tidak dapat diterima (Thaheer, 2005 dalam Nurdiyansyah, 2010). Proses produksi gula rafinasi area packing A di PT Sugar Labinta memiliki tiga CCP yaitu yang pertama pada proses screening 200 mesh. Screening 200 mesh ini terjadi pada tahapan proses yaitu dekolorisasi. Dekolorisasi berlangsung di tangki IER atau ion exchange resin dengan penambahan resin. Penambahan resin bertujuan untuk melakukan proses pertukaran ion dan menangkap warna di dalam larutan. Resin adalah penukar ion organik sintetis yang terdiri atas kerangka yang berbentuk matrik 3 dimensi dari rantai hidrokarbon. Proses penukaran ion adalah proses yang reversibel, penukar ion yang telah jenuh (tidak mampu lagi mengambil ion dari larutan) dapat diaktifkan kembali dengan melepaskan ion terikat (PT Sugar Labinta, 2014). Setelah keluar dari tangki larutan kemudian disaring (Screening) 200 mesh. Tujuan penyaringan ialah menahan resin agar tidak ikut ke proses selanjutnya yaitu evaporasi. Resin merupakan bahaya kimia yang menjadi salah satu Critical Control Point di PT Sugar Labinta. Adapun penyebab terjadinya bahaya tersebut apabila terjadi kebocoran screening. Critical control point yang kedua pada tahapan pengolahan gula rafinasi di PT Sugar Labinta area packing A berada pada tahap iron catching yaitu tahap meminimalkan potongan logam yang berasal dari tahap sebelumnya. Potongan
47
logam ini berasal dari tahapan panjang raw sugar menjadi gula produk R1, final product melewati tahap iron cathing yaitu penangkapan potongan logam. Seperti penggunaan metal detector. Kemungkinan berkurangnya jumlah potongan logam cukup signifikan karena telah melewati beberapa tahapan OPRP yaitu OPRP 1-5. Operating pre requiset program (OPRP) adalah suatu program persyaratan dasar dalam penyusunan rencana HACCP yang dimonitoring oleh personil khusus dan lebih spesifik pada bidangnya ataupun orang yang bersangkutan. Walaupun demikian keberadaan potongan logam dikhawatirkan masih terdapat dalam produk. PT Sugar Labinta telah memiliki tahapan pengendalian untuk setiap CCP sehingga produk-nya memenuhi kriteria keamanan pangan dan pantas untuk dikonsumsi. CCP area packing A pada PT Sugar Labinta yang terakhir adalah metal detector. Metal detector adalah suatu alat untuk menangkap logam ataupun besi yang masih terdapat di dalam gula produk yang telah di kemas. Gula produk R1 ataupun R2 yang berjalan di atas conveyor akan melalui metal detector untuk pengecekan apakah masih terdapat logam besi di dalam produk tersebut. Apabila pada karung yang berisi produk aman maka produk tersebut akan jatuh dari conveyor dan di tangkap oleh karyawan yang bekerja di gudang produk kemudian disusun di atas palet kayu atau plastik yang telah dilapisi oleh terpal. Sedangkan produk yang masih terdapat logam di dalam produk gula rafinasi yang dikemas akan terdengar bunyi alarm pada saat produk melalui metal detector. Produk yang akan di spray dengan tinta untuk menandakan bahwa produk tersebut harus di remelt. Bahaya pangan yang dimaksud dalam hal ini merupakan logam. Logam tersebut antara lain metal Fe 2.0 mm ataupun non Fe 2.0 mm dan SuS 2.0 mm.
48
Untuk lebih jelasnya penetapan CCP pada PT Sugar Labinta dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penetapan Batas Kritis CCP Screening 200 mesh (Resin)
-
Iron catching R1
Metal detecting (Fe 2.0 mm, non Fe 2.0 mm, SuS 2.0 mm
BATAS KRITIS Pasang screening 200 mesh Pembersihan rutin screen 200 mesh Pasang iron cacther/ magnetic bar min 10000 gauss Pembersihan iron cacther/ magnetic bar min 10000 gauss Melewatkan seluruh produk melalui metal detector (sensitivitas (Fe 2.0 mm, non Fe 2.0 mm, SuS 2.0)
Sumber : PT Sugar Labinta, 2010
4.2.8 Penetapan batas kritis, Prosedur Pemantauan dan Tindakan Koreksi Penetapan CCP dilakukan untuk menunjukkan pada tahap proses mana bahaya dapat dikendalikan atau tidak. Batas tersebut ditentukan berdasarkan pengetahuan terhadap bahaya yang timbul baik fisik, kimia, maupun biologi. Pemantauan dilakukan dengan cara visual dan pengecekan untuk memastikan batas kritis dalam kendali. Pemantauan dilakukan oleh QC, Supervisor produksi atau pekerja yang berwewenang untuk mengambil keputusan dalam mengontrol proses produksi. Penentuan batas kritis, prosedur pemantauan dan tindakan koreksi dapat dilihat pada Lampiran 10. Tindakan
koreksi
dilakukan
untuk
mengantisipasi
terjadinya
penyimpangan batas kritis pada setiap tahapan proses produksi. Tindakan koreksi seharusnya dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya yang timbul hingga tingkatan yang dapat ditoleransi atau diizinkan. Jika penyimpangan tersebut menimbulkan bahaya bagi kesehatan konsumen dan tidak dapat ditolerir maka produk harus di reject dan tidak dapat dilanjutkan dalam tahap proses berikutnya.
49
4.2.9 Penetapan Proses Verifikasi dan Sistem Pencatatan Peninjauan kembali system HACCP dan catatannya dapat dimasukkan sebagai kegiatan verifikasi. Salah satu kegiatan verifikasi adalah pelaksanaan audit internal HACCP oleh beberapa personal internal perusahaan yang memiliki kompetensi audit dan mengerti tentang HACCP atau dengan mengundang lembaga audit independen dengan tujuan untuk mengevaluasi sistem. Auditor internal melaporkan ketidaksesuaian yang terjadi di lapangan kepada tim HACCP agar segera dilakukan tindakan koreksi dan revisi dokumen.
4.2.10 Dokumentasi dan Pencatatan Pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat penting dalam penerapan sistem HACCP (SNI 01-4852-1998). Pembuatan dokumentasi dan pencatatan sistem HACCP dilakukan oleh tim HACCP yang dibentuk dengan mekanisme adminstratif yang rapih sesuai dengan SOP dan alur distribusi yang jelas terjamin kerahasiaannya serta aturan perubahan dokumentasi yang jelas (Taheer, 2005 dalam Nurdiyansyah, 2010).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Hasil kajian HACCP terhadap gula rafinasi area packing A PT Sugar Labinta menunjukkan bahwa yang ditetapkan sebagai CCP ada 3 yaitu screening 200 mesh, iron catching dan metal detector. Oleh karena itu dilakukan penanganan yang baik pada produk selama pengolahan. Dalam pelaksanaannya proses verifikasi sangat penting dilakukan untuk mengetahui efektifitas penerapan HACCP. Pelaksanaan HACCP telah berjalan sesuai rencana yang telah disusun oleh PT Sugar Labinta, terlihat dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa aspek penting bagi perusahaan secara umum sudah sesuai dengan manual kerja. Data pengamatan dapat dilihat pada Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM) yang dimuat dalam lampiran. 5.2 Saran PT Sugar Labinta perlu meningkatkan program pengawasan atau kontrol kerja karyawan pada tahapan proses produksi yang dilakukan melalui penilaian dan pemantauan secara periodik, mengingat masih terdapat kemungkinan pelanggaran dalam pelaksanaan peraturan kerja. Perubahan sikap dari pekerja untuk mendukung proses produksi yang baik, yaitu melalui pelatihan GMP atau sanitasi dan higienis kerja, dan pelatihan HACCP perlu ditingkatkan kepada karyawan baru maupun karyawan tetap yang dilakukan oleh perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansah, Agung. 2007. Optimasi Karbonatasi untuk Pemucatan Raw Sugar dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersikulasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 01-3140-.2-2011. Gula Kristal Rafinasi. Jakarta:BSN Badan Standarisasi Nasional. 2001. SNI 01-3140-.1-2001. Raw sugar. Jakarta:BSN Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistim Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Jakarta:BSN Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Bahan Kemasan Pangan. Jakarta: BPOM RI. Dwiastuti, Rini. 2010. Laporan Magang di PT. Dharmaphala Usaha Sukses (Quality Control Gula Rafinasi). Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. F. G, Winarno. 2012. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor. M.BRIO PRESS. Koswara, Sutrisno. 2009. HACCP dan Penerapannya pada produk Bakeri. eBookPangan.Com. 27 April 2017 Maharani, C.A. 2008. Penyusunan Rencana Hazard Analysis Critical Control Points (Haccp) di PT Pangan Rahmat Buana, Sentul – Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor Nawansih, otik. 2002. Teknologi Pembuahan Gula Putih. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Nurdiansyah, Adi. 2010. Evaluasi Aplikasi GMP dan SSOP serta Penyusunan HACCP Plan Pada Produksi Yoghurt Drink di PT. INDOLAKTO Factory Pandaan, Pasuruan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Puspitasari, R. 2008. Kualitas molase sebagai bahan baku produksi alkohol pabrik spiritus madukismo Yogyakarta. Skripsi. Fakultas farmasi. Universitas sanata dharma. Yogyakarta Peraturan Pemerintah RI. 1999. No. 69. Label dan Iklan Pangan Prastyo, A. 2015. Identifikasi Perubahan Karakteristik Fisik Gula Pasir Akibat Proses Penggilingan Selama Penyimpanan dan Penggunaan Kemasan pada Skala Laboratorium. Skripsi. Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rahmalia, G. (2012). 3 Jenis Gula di Indonesia (GKM,GKR dan GKP) http://ginarahmalia.wordpress.com/. Diakses pada 2 Mei 2017.
54
LAMPIRAN
54
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Sugar Labinta
54
54
54 55
Lampiran 2. Struktur Organisasi Tim HACCP
STRUKTUR ORGANISASI Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Struktur Organisasi
Gambar Struktur Organisasi General Manager (Ketua Tim HACCP)
Production Manager
QA Manager
(anggota)
(anggota)
System Administrasi Manajer (anggota)
Disiapkan
Diperiksa
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
5456 56
Lampiran 3. Profil Perusahaan
PROFIL PERUSAHAAN Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Profil Perusahaan
Nama Perusahaan
PT. Sugar Labinta
Alamat Pabrik
Jl. Ir. Sutami No. 45 Dadi Rejo Desa Malangsari, Kecamatan tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung
Alamat Kantor Pusat
JL. Sukarela No.2 Rt. 01/07 Jakarta Utara
Tahun Berdiri
2005
Bidang Industri
Industri Gula Rafinasi
Kapasitas Terpasang
1500 ton/ hari
Jumlah Tenaga Kerja
543 orang
Disiapkan
Diperiksa
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
57 54 57
Lampiran 4. Dekskripsi Produk
DESKRIPSI PRODUK Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Deskripsi Produk
Parameter Deskripsi Nama Produk Komposisi Cara Penggunaan Pengemas Primer Pengemas Sekunder Cara Penyimpanan
Distribusi
Masa Kadaluarsa Label
Kegunaan
Disiapkan
Keterangan Gula rafinasi Terlampir Siap konsumsi/siap digunakan Plastik bagian dalam (inner package) dari bahan LLDPE, LDPE atau HDPE Karung plastik luar (outer package) dari bahan polypropylen, kapasitas 50 kg. Disimpan pada suhu ruang (ambient temperature), humidity 60-70%, tidak boleh bersentuhan langsung dengan dinding atau lantai Produk dikirim menggunakan kendaraan truk bak terbuka, tronton, kontainer yang telah dibersihkan dan layak untuk angkutan bahan pangan, serta tertutup rapat agar terlindungi dari kontaminan. 2 tahun Informasi produk gula rafinasi , logo PT Sugar Labinta (Cap Sendok) , berat Netto 50 kg, tulisan yang menunjukkan bahwa produk hanya untuk industri pangan, Nama dan alamat pabrik, kode produksi dan tanggal kadaluarsa, logo halal, Nomor SNI, serta tulisan premium pada produk R1 Premium. Hanya untuk industri pangan. Tidak untuk dijual eceran
Diperiksa
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
54 58
Lampiran 5. Karakteristik Produk
54 59
Lampiran 6. Diagram Alir Proses
DIAGRAM ALIR PROSES Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Diagram alir proses Raw Sugar mingling Green mol/ raw washing
centrifugation affinated sugar
sweet water
melting Melt liquor CO2 & kapur
carbonatation Carbonate liquor Filter cake
filtration
Brown liquor
IER Fine liquor
evaporation Thick Liquor
boiling
masquitte centrifugation
Final mol
Refined sugar
drying
Bagging & storage
54 60
Lampiran 8. Identifikasi dan Analisa Bahaya
TABEL IDENTIFIKASI DAN ANALISA BAHAYA Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Analisa Bahaya
Disiapkan
Diperiksa
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
54 61
Lampiran 9. Penentuan CCP TABEL PENENTUAN CCP Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Penentuan CCP
Disiapkan
Diperiksa
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
54 62
Lampiran 10. Lembar Kerja Pengendalian Mutu
LEMBAR KERJA PENGENDALIAN MUTU Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta HACCP PLAN produksi gula rafinasi
Disiapkan
Diperiksa
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
54 63
Lampiran 11. Prosedur Verifikasi
PROSEDUR VERIFIKASI Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Prosedur verifikasi
Pengembangan prosedur verifikasi oleh industri pangan bertujuan agar dapat menjamin bahwa keseluruhan rencana HACCP dapat berjalan secara efektif. Dengan adanya sistem verifikasi di industri Gula Rafinasi PT Sugar Labinta dapat menjamin bahwa rencana HACCP telah berjalan dalam kegiatan operasional sehari-hari untuk menghasilkan produk yang aman. Implementasi prosedur verifikasi ini menjadi tanggung jawab ketua atau koordinator tim HACCP.
Disiapkan
Diperiksa
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
5464
Lampiran 12. Prosedur Pengaduan Keluhan
PROSEDUR PENGADUAN KELUHAN (KELUHAN PELANGGAN) Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Pengaduan keluhan
Setiap keluhan (komplain) dari pelanggan akan ditangani dengan baik. Tujuan prosedur tersebut adalah untuk menindaklanjuti komplain dari pelanggan untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan pelanggan dan memastika tindakan perbaikan dan pencegahan dapat dilaksanakan dengan efektif sehingga komplain dengan masalah yang sama tidak terulang. Adapun prosedur tersebut berlaku untuk semua komplain dari pelanggan terhadap produk gula rafinasi PT Sugar Labinta yang diterima oleh pelanggan dan berhubungan dengan tahapan proses di PT Sugar Labinta. Prosedur pengaduan keluahan pelanggan merupakan tanggung jawa bersama, Marketing Jakarta bertanggung jawab dalam menerima dan meneruskan komplainn dari pelanggan, meminta data tambahan (apabila diperlukan), mengirimkan respon awal dan menerukan tanggapan resmi kepada pelanggan. General Manager bertanggung jawab dalam mengesahkan rencana tindakan pencegahan /perbaikan dan membuat keputusan yang diperlukan dalam setiap meeting koordinasi pembahasan tindakan perbaikan dari setiap komplain yang masuk. QA Manager bertanggung jawab dalam penelusuran data , mengkoordinasi rapat pembahasan dan investigasi komplain dengan General Manager dan Manager serta personil terkait. QA Manager juga mengirimkan tindakan perbaikan/pencegahan kepada
54 65
Marketing Jakarta serta memonitor dan mengevaluasi kompalin. QC Supervisor dalam hal ini bertugas untuk membantu QA Manager dan melakukan penelusuran data yang diperlukan dalam mengatasi komplain dari pelanggan. DCC bertanggung jawab dalam mempersiapkan setiap komplain yang masuk melalui QA Manager dan mencatatnya dalam Form Tindakan Perbaikan dan Pencegahan untuk komplain pelanggan.
Disiapkan
Diperiksa
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
54 66
Lampiran 13. Prosedur recall
PROSEDUR RECALL (PENARIKAN KEMBALI) Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Prosedur Recall
Prosedur ini disusun sebagai panduan dalam penarikan produk bila terjadi kondisi darurat pada kualitas gula yang sudah dikirim kepada pelanggan yang teridentifikasi berpotensi mempunyai masalah keamanan pangan, serta memastikan sistem pengujiannya (mock recall) dijalankan secara periodik. Adapun prosedur ini merupakan tanggung jawab setiap karyawan di dalam PT Sugar Labinta, yang di tangani oleh para pimpinan. Direksi bertanggung jawab dalam memutuskan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh PT Sugar Labinta sehubungan dengan terjadinya penarikan produk. General Manager bertanggung jawab dalam mengkoordinasi seluruh tim manajememen krisis dan melakukan komunikasi yang intensif kepada top managemen (Direksi), pelanggan dari pihak yang terkait. Marketing bertanggung jawab sebagai koordinator penarikan produk dan menghentikan rantai di distribusi produk dan melakukan komunikasi dengan pelanggan sesuai dengan arahan direksi. QA Manager bertanggung jawab terhadap penelusuran dan penyiapan dokumen mutu terkait adanya komplain pelanggan terhadap produk gula yang sudah dikirim dan melakukan proses analisa data dan tindakan koreksi. Selama proses komunikasi berlangsung Manager Produksi memberikan saran dan bantuan teknis kepada General Manager terkait informasi proses, sedangkan System Admin Manager bertanggung jawab dalam
5467
malakukan komunikasi dengan suplier terkait adanya penarikan produk, dan memeriksa bahwa produk sejenis berada di area HOLD. Quality Control bertanggung jawab melakukan telusur dan memastikan data terkait produk yang ditarik telah dikumpulkan dan dianalisa serta berkoordinasi dengan gudang guna memastikan produk yang ditarik diisolasi di area HOLD.
Disiapkan
Diperiksa
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
5468
Lampiran 14. Amandemen dokumen
AMANDEMEN DOKUMEN Rencana Kerja Jaminan Mutu Gula Rafinasi PT Sugar Labinta Amandemen dokumen
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk menentukan sistem pengendalian dan metode untuk pembuatan, perubahan, atau modifikasi, penghapusan, pengesahan, registrasi dan seluruh dokumen baik dokumen baru maupun dokumen perubahannya. Industri panga menjamin bahwa semua dokumen dan data yang terkait dengan HACCP Plan (termasuk HACCP Plan-nya) telah mempunyai identitas, ditinjau dan disahkan untuk menjamin kemutakhirannya. Setiap perubahan terhadap dokumen harus diperiksa dan disetujui oleh manajemen atau wakil manajemen yang ditunjuk dan dilaporkan pada TIM HACCP agar dapat di dokumentasikan. Adapun beberapa tanggung jawab yang dilakukan antara lain General Manager akan memverifikasi dokumen yang telah dibuat, telah direvisi dan dihapus. Kemudian akan disahkan oleh Direksi. General Manager dan QA Manager bertanggung jawab dalam merevisi danmengesahkan dokumen level 2, QFSEHS MR bertanggung jawab mereview dan mengesahkan dokumen level 3. Seluruh dokumen akan di screening terlebih dahulu oleh DCC. Seluruh divisi bertanggung jawab untuk melaksanakan pengendalian dokumen dan secara rguler mereview nya untuk memastikan dokumen terupdate dan mengajukan perubahan dokumen kepada DCC apabila terdapat perubahan penerapan prosedur dan atau intruksi kerja di lapangan.
54 69
Dokumen
Level
Disiapkan oleh
Manual perusahaan Prosedur kerja
I
QFSEHS MR
II
Kepala Divisi
Diverifikasi oleh General Manager QFSEHS MR
III
Kepala Seksi
Kepala Divisi
Intruksi Kerja, Formulir, Spek, Standar, Lampiran
Disiapkan
Diperiksa
Disetujui oleh Direktur Teknik General Manager QFSEHS MR
Diketahui & Disetujui
QA Officer
QA Manager
General Manager
Direksi
Daniel Setyo Utoro
Kiki Kirana
Yosef Soenaryo
Susanto Hartono
Lampiran 7. Verifikasi Diagram Alir
Lampiran 8. Penetapan Signifikansi Bahaya pada Bahan Baku dan Proses Produksi Gula Rafinasi di PT Sugar Labinta
No
Bahan baku/ Tahap Proses
Kategori
Identifikasi Bahaya Bahaya
Sumber
Peluang Terjadinya Bahaya Kemungkinan Keparahan Resiko Terjadi
Tindakan Pencegahan
.Proses Produksi P C
1.
Penerimaan Raw Sugar
Colirofm E. Coli B
P C
2.
Penimbangan Raw sugar
N.I N.I TPC Enterobactericeae
T.A.B Guailacol Salmonella E. Sakazaki Yeast Mold N.I N.I TPC Enterobactericeae Coliform E.coli
B
TAB Guailacol Salmonella E. Sakazaki Yeast Mold
Lingkungan (udara dan debu saat transportasi) Peralatan saat pengisian kedalam truk Alat transportasi (truk) Bahan penutup (cover) dari truk Manusia saat preparasi angkutan tranport
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) M (2) M (2) L(1) L(1)
L(1) L(1) M (2) M (2) L(1) L(1)
Lingkungan (udara dan debu saat transportasi) Peralatan saat pengisian kedalam truk Alat transportasi (truk) Bahan penutup (cover) dari truk Manusia saat preparasi angkutan tranport
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) M (2) M (2) L(1) L(1)
L(1) M (2) M (2) L(1) L(1)
Thermal Proses (step #18) CoA Supplier
Thermal Proses (step #18) CoA Supplier
64
No
Bahan baku/ Tahap Proses
Identifikasi Bahaya Bahaya Sumber
Kategori
Metal ukuran ≥ 7 mm
3.
Kayu ukuran ≥ 7 mm P
Plastik keras ukuran ≥ 7 mm Batu ukuran ≥ 7 mm
Raw sugar unloading (pembongkaran raw sugar) Kaca ukuran ≥ 7 mm SO2 C
B
Timbal (Pb) Lubricant TPC Enterobactericeae Coliform E. Coli
Truk Pengangkutan dan raw sugar (bahan baku) Truk pengangkut dan raw sugar (bahan baku) Truk pengangkut dan raw sugar (bahan baku) Truk pengangkut dan raw sugar (bahan baku) Truk pengangkut dan raw sugar (bahan baku) Gas buang alat berat Gas buang alat berat Dari alat berat Lingkungan (udara dan debu saat transportasi) Peralatan saat pengisian ke dalam truk
Peluang Terjadinya Bahaya Kemungkinan Keparahan Resiko Terjadi
Tindakan Pencegahan Iron catching # 0 (step 13)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1)
M(2) L(1)
M(2) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Screening 30 mesh & 3 mm (step 19) Filtering (step 22 & step 23) Screening 30 mesh & 3 mm (step 19) Filtering (step 22 & step 23) Screening 30 mesh & 3 mm (step 19) Filtering (step 22 & step 23) Screening 30 mesh & 3 mm (step 19) Filtering (step 22 & step 23) Analisa eksternal, preventive maint & cabonatation 1,2,3 (step #21,21 a, & 21 b
Thermal Proses (step #18) CoA Supplier
No
Bahan baku/ Tahap Proses
Kategori
P C
3a.
Screening 15 cm B
3b.
Transfer to screen
P C B
Identifikasi Bahaya Bahaya Sumber TAB Guailacol Alat transportasi (truk) Salmonella Bahan penutup (cover) dari truk E. sakazaki Yeast Manusia saat preparasi Mold angkutan tranport N.I N.I TPC Lingkungan (udara dan debu Enterobactericeae saat transportasi) Coliform Peralatan saat pengisian ke E.Coli dalam truk TAB Guailacol Alat transportasi (truk) Salmonella Bahan penutup (cover) dari truk E. Sakazaki Yeast Manusia saat preparasi Mold angkutan tranport N.I N.I TPC Lingkungan (udara dan debu Enterobactericeae saat transportasi) Coliform Peralatan saat pengisian ke E. Coli dalam truk TAB Guailacol Alat transportasi (truk)
Peluang Terjadinya Bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan Resiko L(1) L(1) L(1) L(1 ) L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
Tindakan pencegahan
M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1)
M(2) M(2) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Thermal Proses (step #18) CoA Supplier
Thermal Proses (step #18) CoA Supplier
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
P C B
4.
Screening 15 cm
P C B
5.
Pengiriman raw sugar ke gudang
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Salmonella Bahan penutup (cover) dari truk E. sakazaki Yeast Manusia saat preparasi Mold angkutan tranport N.I N.I TPC Lingkungan (udara dan debu Enterobactericeae saat transportasi) E. coliform Peralatan saat pengisian ke E.coli dalam truk TAB Guailacol Alat transportasi (truk) Salmonella Bahan penutup (cover) dari truk E. sakazaki Yeast Manusia saat preparasi Mold angkutan tranport N.I N.I TPC Lingkungan (udara dan debu Enterobactericeae saat transportasi) E. coliform Peralatan saat pengisian ke E.coli dalam truk TAB Guailacol Alat transportasi (truk) Salmonella Bahan penutup (cover) dari truk E. sakazaki
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1) L(1) M(2) L(1) M(2)
Resiko L(1) M(2) M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1)
M(2) M(2) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1)
M(2) M(2)
M(2) M(2)
Tindakan pencegahan
Thermal Proses (step #18) CoA Supplier
Thermal Proses (step #18) CoA Supplier
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori Yeast Mold P C B
6a.
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Manusia saat preparasi angkutan tranport
N.I N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli
Penyimpanan raw sugar
TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
6b.
P C
Penyimpanan raw sugar II
N.I N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli B TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1)
Resiko L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Lingkungan (udara dan debu saat transportasi) Peralatan saat pengisian ke dalam truk Alat transportasi (truk) Bahan penutup (cover) dari truk Manusia saat preparasi angkutan tranport
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1)
M(2) M(2) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Lingkungan (udara dan debu saat transportasi) Peralatan saat pengisian ke dalam truk Alat transportasi (truk) Bahan penutup (cover) dari truk
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1)
M(2) M(2)
M(2) M(2)
Tindakan pencegahan
Thermal Proses (step #18) CoA Supplier
Thermal Proses (step #18) CoA Supplier
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori Yeast Mold P C
7a.
N.I SO2 Timbal (Pb) Lubricant TPC Enterobactericeae
Raw sugar menuju Hopper B
7b.
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Manusia saat preparasi angkutan tranport
P C Persiapan raw sugar menuju conveyor underground
E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold N.I SO2 Timbal (Pb) Lubricant TPC Enterobactericeae
B
Coliform E. coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1)
resiko L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Asap kendaraan Asap kendaraan Alat berat
L(1) L(1)
M(2) M(2)
M(2) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
Lingkungan (udara dan debu saat loading)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
Asap kendaraan Asap kendaraan Alat berat
L(1) L(1)
M(2) M(2)
M(2) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
Lingkungan (udara dan debu saat loading) Manusia/ operator
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1)
Manusia/ operator Pest
Pest Peralatan saat loading
Tindakan pencegahan
Analisa eksternal , preventive maint & cabonatation 1,2,3 (step 21, 21.a, 21b)
Thermal Proses (step #18) . penerapan GWP, GMP, cleaning program serta IPM
Analisa eksternal , preventive maint & cabonatation 1,2,3 (step 21, 21.a, 21b) Thermal Proses (step #18) . penerapan GWP, GMP, cleaning program serta IPM
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori P C
8a.
Transfer raw sugar menuju bin
B
P C
8b.
Transfer raw sugar menuju bin
9 Screening 5 cm
B
P C B
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Mold N.I N.I TPC Enterobactericeae
E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold N.I N.I TPC Enterobactericeae
E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold Metal N.I TPC Enterobactericeae
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1)
Resiko L(1)
Lingkungan (udara dan debu saat transfer raw sugar) Conveyor
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
Lingkungan (udara dan debu saat transfer raw sugar) Conveyor
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1) M(2)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1) M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Besi dari screen Lingkungan udara dan debu saat screening
Tindakan pencegahan
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP
Iron catching (step 13)
No
10
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
Identifikasi bahaya Sumber
P
Metal
C
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold Metal N.I TPC Enterobactericeae
Penyimpanan raw sugar bin B
P C
11.
Bahaya Coliform E. coli Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Screening 5 cm B
E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Baut dan mur Material bin Valve discharge bin Lingkungan udara dan debu di area bin Pest
Besi dari screen Lingkungan udara dan debu saat screening Alat screening Pest
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) L(1) M(2) L(1) L(1) L(1) L(1)
resiko L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1) M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1) M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
Tindakan pencegahan
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP
Iron catching (step 13)
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
Iron catching (step 13) Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
No
12
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
P
Metal
C
Oli
Penimbangan raw sugar
TPC Enterobactericeae
B
13
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Baut dan mur Valve discharge bin Pneumatic Material besi dari timbangan Kabel dari pneumatic
P
C Raw sugar feeding & metal catching B
E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold Metal ukuran ≥7mm
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast
Lingkungan udara dan debu saat screening Alat screening Pest
Dari raw sugar dan proses sebelumnya Lingkungan udara dan debu Pest
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) M(2)
Tindakan pencegahan Resiko M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1)
Iron catching (step 13)
Preventive maint & carbonatation 1,2,3 (step 21, 21a,21b)
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
Iron catching (step 13)
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
No
Bahan baku/ Tahapan proses
P
C
14
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber
KateGori
Mold Metal ukuran ≥7mm
Oli
TPC Enterobactericeae
Mingling
B
E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Dari screw conveyor dan mesin Oli yang berasal dari shaft as screw conveyor Lingkungan udara dan debu saat screening Alat screening Pest
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1)
resiko L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
Tindakan pencegahan Screening 30 mesh dan 3 mm step 19 Preventive maintinance & carbonatation 1,2,3 step 21, 21a, 21b
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
MAGMA P
C
15
Metal ukuran ≥7mm
Oli
TPC Enterobactericeae
Submixing
B
E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki
Dari screw conveyor dan mesin Oli yang berasal dari shaft as screw conveyor Lingkungan udara dan debu saat screening Alat screening Pest
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2)
Screening 30 mesh dan 3 mm step 19 Preventive maintinance & carbonatation 1,2,3 step 21, 21a, 21b Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
No
16
Bahan baku/ Tahapan proses
Transfer Menuju Centrifugal Affinitation
KateGori
P C B
P
17
Centrifugal affination 1-5 C
B
17 a.
Screw conveyor centrifugal affination
P
C
Identifikasi bahaya Sumber
Bahaya Yeast Mold N.I N.I N.I Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm, dan Sus > 3.4 Rambut, topi, masker Baut dan mur Sticker sign Kabel Acrilyc penutup hole Teflon Stainless steel N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold Metal ukuran ≥7 mm
Oli
Top screen dari TSK Kontaminasi personil Body TSK Body TSK Body TSK Body TSK Bottom screen dari TSK Nozzle spray TSK Lingkungan udara & debu Pest
Dari screw conveyor dan mesin Oli yang berasal screw conveyor
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1) L(1) L(1)
Tindakan pencegahan resiko L(1) L(1)
M(2)
M(2)
M(4)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) M(2) M(2)
M(2) M(2) M(2) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
Filtering (step #22 & step #23 GMP personil Perventive Maintinance Perventive Maintinance Perventive Maintinance Perventive Maintinance Perventive Maintinance Perventive Maintinance
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
Screening 30 mesh & 3 mm (step 19) Perv. maint & Carbonatation 1,2,3)
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori B
Bahaya N.I
P C
N.I Lubricant
Identifikasi bahaya Sumber
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan
Resiko
Tindakan pencegahan
AFFINATED MOL AFFINATED SUGAR
18
Melting B
P
19
Screening 30 mesh & 3 mm #OPRP 1
TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold Metal ukuran ≥7 mm
Agigator Lingkungan udara & debu Pest
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
M(2)
M(2)
M(4)
L(1)
M(2)
M(2)
N.I (kayu ukuran ≥7 mm)
Dari screen pipa dan proses sebelumnya. Dari proses sebelumnya
N.I (plastik keras ukuran ≥7 mm)
Dari proses sebelumnya
L(1)
M(2)
M(2)
N.I (batu ukuran ≥7 mm)
Dari proses sebelumnya
L(1)
M(2)
M(2)
N.I (kaca ukuran ≥7 mm)
Dari proses sebelumnya
L(1)
M(2)
M(2)
Perv. maint & Carbonatation 1,2,3)
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22&23) screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23) screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23 ) screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23 ) screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23 )
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori C
B
20
21 a.
21 b
21 c
RAW LIQUOR Mixing with milk of lime
Carbonatation 1
Carbonatation 2
Carbonatation 3
Identifikasi bahaya Sumber
Bahaya N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
P
N.I
C
Lubricant
B P
N.I N.I
C
N.I ( lubricant, logam berat So2, Pb, Cu, As)
B
N.I\
P
N.I
C
N.I ( lubricant, logam berat So2, Pb, Cu, As)
B P
N.I N.I
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan
Tindakan pencegahan Resiko
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Perv. maint & Carbonatation 1,2,3)
Dari proses sebelumnya
L(1)
L(1)
L(1)
Perv. maint & Carbonatation 1,2,3. (step 21a, 21b, 21c)
Dari proses sebelumnya
L(1)
L(1)
L(1)
Perv. maint & Carbonatation 1,2,3. (step 21a, 21b, 21c)
Lingkungan udara & debu Pest
Agigator
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
No
Bahan baku/ Tahapan proses
C
21 d
21 e
21f
22
Carbonatation 4
Carbonatation 5
Carbonatation 6
CARBONATED LIQUOR 1st filtering (30-40 micron)
Identifikasi bahaya
KateGori
Bahaya N.I ( lubricant, logam berat So2, Pb, Cu, As)
B P
N.I N.I
C
N.I ( lubricant, logam berat So2, Pb, Cu, As)
Sumber Dari proses sebelumnya
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan Keparahan terjadinya L(1)
L(1)
resiko
Tindakan pencegahan
L(1)
Perv. maint & Carbonatation 1,2,3. (step 21a, 21b, 21c)
Dari proses sebelumnya
L(1)
L(1)
L(1)
Perv. maint & Carbonatation 1,2,3. (step 21a, 21b, 21c)
B P
N.I N.I
C
N.I ( lubricant, logam berat So2, Pb, Cu, As)
Dari proses sebelumnya
L(1)
L(1)
L(1)
Perv. maint & Carbonatation 1,2,3. (step 21a, 21b, 21c)
N.I N.I N.I ( lubricant, logam berat So2, Pb, Cu, As)
Dari proses sebelumnya
L(1)
L(1)
L(1)
Perv. maint & Carbonatation 1,2,3. (step 21a, 21b, 21c)
B P C
B
N.I
P
Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4 N.I (kayu)
N.I (batu)
Dari pipa, mesin dan proses sebelumnya Dari proses sebelumnya Dari proses sebelumnya
M(2)
M(2)
M(4)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
Pasang & cek glass control flow meter (step 22 & step 23) screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23 ) screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23 )
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
C B
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber N.I (kaca) Dariproses sebelumnya N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan
Resiko
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
M(2)
M(2)
M(4)
L(1)
M(2)
M(2)
Dari proses sebelumnya
L(1)
M(2)
M(2)
Dariproses sebelumnya
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
Lingkungan udara & debu Pest
Tindakan pencegahan screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23 )
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
FILTRAT 1 P
Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4 N.I (kayu)
N.I (batu) 23
Second filtering 30-40 micron
N.I (kaca)
C
B
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli
Dari pipa, mesin dan proses sebelumnya Dari proses sebelumnya
Lingkungan udara & debu Pest
Pasang & cek glass control flow meter (step 22 & step 23) screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23 ) screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23 ) screening 30 mesh & 3 mm (step 19) filtering (step 22 &23 )
Thermal Proses (step #18) . penerapan GMP dan IPM
No
24
Bahan baku/ Tahapan proses
FILTRAT 2 I.E.R (Ion Exchange Resin)
KateGori
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
P
N.I
C
Resin
B
N.I
P
Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4 N.I (kayu)
Resin
Peluang terjadinya bahaya
Tindakan pencegahan
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
Screening 200 micron (step 25)
SWEET WATER WASTE
25
N.I (batu)
Screening 200 micron
N.I (kaca) C
N.I (resin)
B
N.I
P C B
N.I N.I N.I
FINE LIQUOR 26 (ab)
Evaporation (a-b)
Dari pipa, mesin dan proses sebelumnya Dari proses sebelumnya Dari proses sebelumnya Dariproses sebelumnya Dariproses sebelumnya
M(2)
M(2)
M(4)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
M(2)
M(2)
M(4)
Pemasangan dan pembersihan screen 200 mesh (step 25) screening 200 micron (step 25 ) screening 200 micron (step 25 screening 200 micron (step 25 Pasang dan pembersihan rutin screen 200 micron
No
26 c.
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori P
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Karamel gula (bintik Dari proses hitam) sebelumnya
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan H(3)
M(2)
Resiko H(6)
Evaporation C B
N.I N.I
P
Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4 Kaca
Agigtor dan mesin
Lubricant TPC Enterobactericeae E. coliform E.coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki
Agigator Air yang digunakan untuk proses produksi maupun cleaning
Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4 Lining stainless steel Baut dan mur Lubricant
Dari screw conveyor dan dari alat Body receiver Shaft reiceiver Gear rantai reicieve Lingkungan udara dan debu Manusia saat melakukan maintinance
Tindakan pencegahan Pasang dan pembersihan filter bag dengan ukuran 50 micron dan 100 micron.
THICK LIQUOR
27
R1 Cristalization
C B
Sight glass
Iron catching (step 37 ,56) M(2)
M(2)
M(4)
M(2)
M(2)
M(4)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
Iron catching (step 37 ,56)
L(1) L(1)
M(2) M(2)
M(2) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
Iron catching (step 38 ,57a) Iron catching (step 38 ,57a) Preventive maintinance
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Pengendalian alat gelas dan plastik keras Preventive maintinance
Thermal proses (step 93) analisa kualitas hot water di area produksi
MASCUITE R1
P
28
R1 Reiceiving
C
B
TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli
Thermal proses step 33, analisis kualitas air di area produksi, penerapan GMP
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
P
C
29
R1 SUB mixing
B
30
R1 centrifuge
P
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber TAB Guailacol Peralatan saat maintinance Salmonella Air saat melakukan E. sakazaki maintinance Yeast Mold Metal ukuran Fe > 2.5 Dari screw mm, non Fe > 3.0 mm conveyor dan dari dan SuS > 3.4 alat Lining stainless steel Body mixer Baut dan mur Shaft mixer Lubricant Dari gear rantai mixer TPC Lingkungan udara dan debu Enterobactericeae E. coliform Manusia saat melakukan E. coli maintinance TAB Guailacol Peralatan saat maintinance Salmonella Air saat melakukan E. sakazaki maintinance Yeast Mold Metal ukuran Fe > 2.5 Top screen dari mm, non Fe > 3.0 mm TSK dan SuS > 3.4 Baut dan mur Body TSK Cintung sampel Sampling tool
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan
Tindakan pencegahan Resiko
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
Iron catching (step 37 ,56)
M(2) M(2)
M(4) M(4)
M(4) M(4)
L(1)
M(2)
M(2)
Iron catching (step 38 ,57a) Iron catching (step 38 ,57a) Preventive maintinance
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
M(2)
M(4)
M(4)
Filtering (step 22 dan step 23)
L(1) L(1)
M(2) M(2)
M(2) M(2)
GMP Personil Prevntive maintinance
Thermal proses step 33, analisis kualitas air di area produksi, penerapan GMP
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
C
B
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Acrylic penutup Hole Body TSK Teflon Bottom screen dari TSK Stainless steel Nozzle spray TSK Oli Oli dari bearing Grease Discharge valve TPC Lingkungan udara dan debu Enterobactericeae E. coliform E. coli TAB Guailacol Perlatan saat maintinance, dan Salmonella cleanig , peralatan E. sakazaki sampel gula Yeast Mold
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) M(2)
Tindakan pencegahan Resiko M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2)
M(2) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
Prevntive maintinance Prevntive maintinance Prevntive maintinance Prevntive maintinance Prevntive maintinance
Thermal proses step 33, , penerapan GMP, cleaning program untuk peralatan dan lingkungan.
R1 MOLASES R1 WETT SUGAR PRODUK P
C
31
Transfer to R1 bucket elevator
Karet
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli
B TAB Guailacol Salmonella
Dari conveyor
Lingkungan udara dan debu Manusia saat melakukan maintinance Peralatan saat maintinance
Preventive maintinance Grading 5 mesh (step 38 & 57)
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
P
C
32
Bahaya E. sakazaki Yeast Mold Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4 Grease TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli
Bucket elevating R1 to feeder dryer B
TAB Guailacol
P
Salmonella E. sakazaki Yeast Mold Pecahahan kaca
C
33
Identifikasi bahaya Sumber
R1 Drying B
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) M(2) L(1) L(1) L(1) L(1)
Tindakan pencegahan Resiko M(2) L(1) L(1)
Dari bucket
Bearing bucket elevator Lingkungan udara dan debu Mausia saat melakukan maintinance Perlatan saat maintinance
Frame jendelakontrol Filtered air Manusia saat maintinance Peralatan saat maintinance & cleaning
Iron catching step 37 , 56 (H3)
M(2)
H(6)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
Preventive maintinance
Thermal proses step 52. Penerapan GMP
Pengendalian alat gelas dan plastik keras
Thermal proses step 33. Penerapan GMP, analisa kualitas filtered air, pada step 33, 34, cleaning program
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori P C
34
R1 Cooling B
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Pecahan kaca Frame jendela kontrol N.I TPC Filtered air Enterobactericeae Manusia saat maintinance E. coliform Peralatan saat maintinance & E. coli cleaning TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan
Resiko
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
Dari conveyor
L(1)
L(1)
L(1)
Lingkungan udara dan debu Manusia saat maintenance dan cleaning Peralatan saat maintenance pada cleaning Conveyor
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1)
Tindakan pencegahan Pengendalian alat gelas dan plastik keras
Thermal proses step 33. Penerapan GMP, analisa kualitas filtered air, pada step 33, 34, cleaning program
SWEET WATER 35
36
Feeding To R1 Conveyor
Tranfer to sugar grading R1
P C B P C
B
N.I N.I N.I Karet N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Preventive maintenance
Penerapan GMP, analisis in line, sampel sebelum step 37, cleaning program
No
37
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori P
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber N.I potongan logam besi Dari proses sebelumnya
C
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli
Iron catching R1 B
P
C
38
Grading R1 (5 mesh) B
TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold N.I karet
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Lingkungan udara dan debu Manusia saat maintenance dan cleaning Peralatan saat maintenance pada cleaning Conveyor
Dari conveyor
Lingkungan udara dan debu Manusia saat maintenance dan cleaning Peralatan saat maintenance pada cleaning
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan H9#) M(2)
Resiko H(6)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1) M(2)
M(2) L(1) L(1) M(2)
M(2) L(1) L(1) M(4)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
Tindakan pencegahan Pasang dan pembersihan iron catcher/ magnetig bar min 1000 gauss (step 37& 56,
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance.
Pemasangan grader dengan screen ukuran 5 mesh (step 38 &57)
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance.
No
38 a
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori P
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber N.I potongan logam Dari proses sebelumnya
C B
N.I N.I
P
Lining stainless steel
C B P
N.I N.I N.I potongan logam besi
C
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli TAB Guailacol
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan H(3) M(2)
Tindakan pencegahan resiko H(6)
Iron catching R1
Pasang dan pembersihan iron cather /magnetik bar min 10000 gauss (step 38, & 57 )
R1 SUGAR 39
39 a
R1 produk bin storage
Iron catching R1 B
P C 40
R1 feeding B
Salmonella E. sakazaki Yeast Mold N.I N.I TPC Enterobactericeae
Body receiver
L(1)
M(2)
M(2)
Dari proses sebelumnya
H(3)
M(2)
H(6)
Manusia saat maintenance dan cleaning Peralatan saat maintenance pada cleaning
L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
Lingkungan udara dan debu
Iron cathing (step 58a) Metal detecting (step 65a)
Pasang dan pembersihan iron cacther/ magnetic bar min 10000 gauss (step 39 a & 58a)
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance.
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
P C
41
R1 weighing B
42
43
Transfer in red zone
R1 Packing
P C B P
C
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber E. coliform Manusia saat maintinance, E. coli cleaning peralatan TAB Guailacol & sampling Salmonella Peralatan saat maintenance, E. sakazaki cleaning & sampling. Yeast Mold N.I N.I TPC Manusia saat maintenance dan Enterobactericeae cleaning E. coliform E. coli Peralatan saat maintenance pada TAB Guailacol cleaning Salmonella E. sakazaki Yeast Mold N.I N.I N.I Rambut Operator
N.I
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1) L(1) L(1)
Tindakan pencegahan Resiko L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance.
GMP personil (personil hygiene
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
B
44
45
R1 Sewing
R1 Coding
P C B P C B
Bahaya
Identifikasi bahaya Sumber
E. coli Enterobactericeae Coliform Salmonella
Lingkungan
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi
Keparahan
Resiko
L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) M(2)
M(2) M(2) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
Tindakan pencegahan Monitoring patogen, sweb test, dan pemeriksaan harian kualitas udara. Pressure >5Kpa, Temp < 26°C, humidity 50% Preventive maintinance
Stainless stell N.I N.I N.I N.I N.I
Jarum
L(1)
M(2)
M(2)
Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm, dan Sus >3.4 Kaca Lubricant TPC Enterobactericeae TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki
Agigator dan mesin
M(2)
M(2)
M(4)
Sight glass Agigator Air yang digunakan untuk proses produksi maupun saat cleaning
M(2) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2)
M(4) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2) M(2)
Ceklist vacum pan Preventive maintinance Thermal proses (step 93, analisa kualitas hot water di area produksi)
Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4 Lining stainless steel
Dari screw conveyor dan dari alat Body receiver
L(1)
M(2)
M(2)
Iron catching (step 37 ,56)
L(1)
M(2)
M(2)
R1 FINAL PRODUK P
R2 crystalization
C
B
46
Iron cathing step 37, 56
R2 MASCUITE
P 28
R2 Reiceiving
Iron catching (step 37, 56)
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori C
B
P
C 48
R2 Sub Mixing
B
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Baut dan mur Shaft reiceiver Lubricant Dari gear rantai receiver TPC Lingkungan udara dan debu Enterobactericeae E. coliform Manusia saat melakukan E. coli maintinance TAB Guailacol Peralatan saat maintinance Salmonella Air untuk melakukan cleaning E. sakazaki Yeast Mold Metal ukuran Fe > 2.5 Dari screw mm, non Fe > 3.0 mm conveyor dan dari dan SuS > 3.4 alat Lining stainless steel Body receiver Baut dan mur Shaft reiceiver Lubricant Dari gear rantai receiver TPC Lingkungan udara dan debu Enterobactericeae E. coliform Manusia saat melakukan maintinance E. coli TAB Guailacol Peralatan saat maintinance
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) M(2)
Resiko M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
M(2) M(2)
M(2) M(2)
M(4) M(4)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Tindakan pencegahan Iron catching (step 37, 56) Preventive maintinance
Therml proses , (step 33) analisis kualitas air di area produksi, penerapan GMP
Iron catching (step 37 ,56) Iron catching (step 37, 56) Iron catching (step 37, 56) Preventive maintinance
Therml proses , (step 33) analisis kualitas air di area produksi, penerapan GMP
No
Bahan baku/ Tahapan proses
Identifikasi bahaya
KateGori Salmonella
P
C R2 Centrifuge 49
B
E. sakazaki Yeast Mold Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4 Baut dan mur Cintung sampel Acrylic penutup Hole Teflon Stainless steel Oli Grease TPC Enterobactericeae E. coliform
E. coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
R2 MOLASE R2 WET SUGAR PRODUK
Air untuk melakukan cleaning
Top screen dari TSK Body TSK Sampling tool Body TSK Bottom screen dari TSK Nozzle spray TSK Oli dari bearing Discharge valve Lingkungan udara dan debu Manusia saat maintinance & cleaning Perlatan saat maintinance, dan cleanig , peralatan sampel gula
Peluang terjadinya bahaya
Tindakan pencegahan
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1)
M(2)
M(2)
M(4)
L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) M(2)
M(2) M(2) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) M(2)
L(1) L(1) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
Filtering (step 22 dan step 23) GMP Personil Prevntive maintinance Prevntive maintinance Prevntive maintinance Prevntive maintinance Prevntive maintinance Prevntive maintinance
Thermal proses step 33, , penerapan GMP, cleaning program untuk peralatan dan lingkungan.
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori P
C
50
Transfer to R2 Bucket elevator B
P
C
51
Bahaya Karet
Identifikasi bahaya Sumber Dari conveyor
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4 Grease TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli
Bucket elevating R2 to feeder dryer B
TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Lingkungan udara dan debu Manusia saat melakukan maintinance Peralatan saat maintinance
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan
Tindakan pencegahan Resik
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
(H3)
M(2)
H(6)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
Dari bucket
Bearing bucket elevator Lingkungan udara dan debu Mausia saat melakukan maintinance Perlatan saat maintinance
Preventive maintinance Grading 5 mesh (step 38 & 57)
Thermal proses (step 33) penerapan GMP
Iron catching step 37 , 56
Preventive maintinance
Thermal proses step 52. Penerapan GMP
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori P C
52
R2 drying B
P C
53
R2 cooling B
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Pecahahan kaca Frame jendelakontrol N.I TPC Filtered air Enterobactericeae Manusia saat maintinance E. coliform Peralatan saat maintinance & E. coli cleaning TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold Pecahan kaca Frame jendela kontrol N.I TPC Filtered air Enterobactericeae Manusia saat maintinance E. coliform Peralatan saat maintinance & E. coli cleaning TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
SWEET WATER
54
Feeding to R2 Conveyor
P C B
N.I N.I N.I
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan
Tindakan pencegahan Resiko
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) M(2) M(2) L(1) L(1)
Pengendalian alat gelas dan plastik keras
Thermal proses step 33. Penerapan GMP, analisa kualitas filtered air, pada step 33, 34, cleaning program Pengendalian alat gelas dan plastik keras
Thermal proses step 33. Penerapan GMP, analisa kualitas filtered air, pada step 33, 34, cleaning program
No
55
Bahan baku/ Tahapan proses
Trnsfer to sugar grading R2
KateGori P C
B
P
C
56
Iron Cathcing R2 #1 B
Identifikasi bahaya Sumber Dari conveyor
Bahaya Karet N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli TAB Guailacol
Salmonella E. sakazaki Yeast Mold N.I potongan logam besi
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki Yeast Mold
Lingkungan udara dan debu Manusia saat maintenance dan cleaning Peralatan saat maintenance pada cleaning Conveyor
Dari proses sebelumnya
Lingkungan udara dan debu Manusia saat maintenance dan cleaning Peralatan saat maintenance pada cleaning Conveyor
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1)
Tindakan pencegahan Resiko L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) H9#)
M(2) M(2) L(1) L(1) M(2)
M(2) M(2) L(1) L(1) H(6)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1)
M(2) L(1) L(1)
Preventive maintenance
Penerapan GMP, analisis in line, sampel sebelum step 37, cleaning program
Pasang dan pembersihan iron catcher/ magnetig bar min 1000 gauss (step 37& 56, dan 57a)
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance.
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori P
C B 57
57 a
58
58 a
Grading R2 5 mesh
Iron catching R2 #2
R2 SUGAR R2 produk bin storage
Bahaya N.I karet
Identifikasi bahaya Sumber Dari conveyor
N.I TPC Enterobactericeae E. coliform E. coli TAB Guailacol Salmonella E. sakazaki
P
Yeast Mold N.I potongan logam
C B
N.I N.I
P
Lining stainless steel
C B P
N.I N.I N.I potongan logam besi
C
N.I
Iron catching R2 #3
Lingkungan udara dan debu Manusia saat maintenance dan cleaning Peralatan saat maintenance pada cleaning
Dari proses sebelumnya
Body receiver
Dari proses sebelumnya
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan M(2) M(2)
Resiko M(4)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2)
L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1) H(3)
L(1) L(1) M(2)
L(1) L(1) H(6)
L(1)
M(2)
M(2)
H(3)
M(2)
H(6)
Tindakan pencegahan Pemasangan grader dengan screen ukuran 5 mesh (step 38 &57)
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance.
Pasang dan pembersihan iron cather /magnetik bar min 10000 gauss (step 38, & 57 )
Iron cathing (step 58a) Metal detecting (step 65a)
Pasang dan pembersihan iron cacther/ magnetic bar min 10000 gauss (step 39 a & 58a)
No
Bahan baku/ Tahapan proses
KateGori
B
P C B
59
R2 Feeding
P C B 60
R2 Weighing
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber TPC Manusia saat Enterobactericeae maintenance dan cleaning E. coliform E. coli Peralatan saat maintenance pada TAB Guailacol cleaning Salmonella E. sakazaki Yeast Mold N.I N.I TPC Lingkungan udara dan debu Enterobactericeae E. coliform Manusia saat maintinance, E. coli cleaning peralatan TAB Guailacol & sampling Salmonella Peralatan saat maintenance, E. sakazaki cleaning & sampling. Yeast Mold N.I N.I TPC Manusia saat Enterobactericeae maintenance dan E. coliform cleaning
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1) L(1)
Resiko L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
Tindakan pencegahan
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance.
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance
Penerapan GMP, cleaning program, hygiene monitoring setelah cleaning & maintenance.
No
61
62
Bahan baku/ Tahapan proses
Transfer in red zone
R2 Packing
63
R2 Sewing
64
R2 Coding
KateGori
P C B P C B
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber E. coli Peralatan saat maintenance pada TAB Guailacol cleaning Salmonella E. sakazaki Yeast Mold N.I N.I N.I Rambut Operator N.I E. coli Enterobactericeae Coliform Salmonella
P C B P C B
Stainless stell N.I N.I N.I N.I N.I
P C
N.I N.I
B
N.I
R2 FINAL PRODUK
65
Transfer to Metal Detector
Lingkungan
Jarum
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan L(1) L(1)
Resiko L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
M(2) M(2) L(1) L(1)
L(1)
L(1)
L(1)
L(1) L(1)
M(2) M(2)
M(2) M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
L(1)
M(2)
M(2)
Tindakan pencegahan
GMP personil (personil hygiene Monitoring patogen, sweb test, dan pemeriksaan harian kualitas udara. Pressure >5Kpa, Temp < 26°C, humidity 50% Preventive maintinance
No
65 a
65 b
Bahan baku/ Tahapan proses Metal detecting (Fe 2.0 mm, non Fe 2.0 mm, SuS 2.0 mm Transfer to storage warehouse finished good
KateGori P
C B P
Identifikasi bahaya Bahaya Sumber Metal ukuran Fe > 2.5 Dari proses mm, non Fe > 3.0 mm, sebelumnya dan Sus >3.4 N.I N.I N.I
Peluang terjadinya bahaya Kemungkinan terjadi Keparahan H(3)
M(2)
Resiko H(6)
Tindakan pencegahan Melewatkan seluruh produk melalui metal detector (sensitivitas (Fe 2.0 mm, non Fe 2.0 mm, SuS 2.0
Lampiran 9. Penetapan Keputusan CCP (Critical Control Point)
Tahap proses
Penerimaan Raw Sugar
Penimbangan Raw sugar
Raw sugar unloading (pembongkaran raw sugar)
Q2
Adakah tindakan pengendalian
Apakah tahapan dirancang secaraspesifik untuk menghilangkan ataumengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkat yang dapat diterima
Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang di identifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau meningkat sampai tingkatan yang di terima
Akankan tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya yang teridentifikasi sampai level yang dapat di terima
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Bahaya
B: TPC, Enterobactericeae, Colirofm, E. Coli, T.A.B Guailacol, Salmonella, E. Sakazaki, Yeast, Mold
B: TPC, Enterobactericeae, Colirofm, E. Coli, T.A.B Guailacol, Salmonella, E. Sakazaki, Yeast, Mold P : Metal ukuran ≥ 7 mm, Kayu ukuran ≥ 7 mm, Plastik keras ukuran ≥ 7 mm, Batu ukuran ≥ 7 mm, Kaca ukuran ≥ 7 mm C : SO2, Timbal (Pb), Lubricant B : TPC, Enterobactericeae,
Daftar pertanyaan Q3
Q1
Q4
Penetapan
Screening 15 cm
Transfer to screen
Screening 15 cm
Pengiriman raw sugar ke gudang
Penyimpanan raw sugar
Raw sugar menuju hopper
Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold C: SO2, Timbal (Pb), Lubricant B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol,
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold C: SO2, Timbal (Pb), Lubricant Persiapan raw sugar menuju conveyor underground
Transfer raw sugar menuju bin
B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold P : metal
Screening 5 cm
Penyimpanan raw sugar bin
Penimbangan raw sugar
B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold P : metal B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold P : metal C : oli B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki, Yeast, mold
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Raw sugar feeding & metal catching
Mingling
Submixing
Centrifugal affination 1-5
Screw conveyor
P : metal ukuran > 7 mm B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : metal ukuran > 7 mm C : oli B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : metal ukuran > 7 mm C : oli B :TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm, dan Sus > 3.4, Rambut, topi, masker, Baut dan mur, Sticker sign, Kabel, Acrilyc penutup hole, Teflon, Stainless steel B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : metal ukuran 7 mm
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
centrifugal affination Melting
Screening 30 mesh & 3 mm
Mixing with milk of lime Carbonatation filtering (30-40 micron)
I.E.R (Ion Exchange Resin) Screening 200 micron Evaporation R1 Cristalization
C : oli C : oli, lubricant B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal, kayu, plastik keras, batu dan kaca ukuran ≥7 mm, B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki C : lubricant C : lubricant, So, Pb, Cu, As P : P : Metal, kayu, plastik keras, batu danukuran ≥7 mm, B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki C : resin P : Metal, kayu, plastik keras, batu dan kaca ukuran ≥7 mm C : resin P : karamel gula (bintik hitam P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
Y
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
CCP
R1 Reiceiving
R1 SUB mixing
R1 centrifuge
mm dan SuS > 3.4, kaca C : lubricant B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4, baut & mur, lining stainles steel C : lubricant B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4, baut & mur, lining stainles steel C : lubricant B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4, baut & mur, lining stainles steel C : oli, greas B : TPC, Enterobactericeae,
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Transfer to R1 bucket elevator
Bucket elevating R1 to feeder dryer
R1 Drying
R1 Cooling
Tranfer to sugar grading R1
Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : karet B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4, C : grease B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : pecahan kaca B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : pecahan kaca B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : karet B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol,
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Iron catching R1
Grading R1 (5 mesh)
Iron catching R1 R1 Produk bin storage Iron catching R1
R1 feeding
R1 weighing
salmonella, E. Sakazaki P : potongan logam besi B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : karet B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : potongan logam besi P : lining stainles steel P : potongan logam besi B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
Y
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
CCP
R1 packing R1 sewing R2 Cristalization
R2 Reiceiving
R2 SUB mixing
R2 centrifuge
P : rambut B : Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, salmonella P : stainles steel P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4, kaca C : lubricant B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4, baut & mur, lining stainles steel C : lubricant B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4, baut & mur, lining stainles steel C : lubricant B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal ukuran Fe >
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Transfer to R2 bucket elevator
Bucket elevating R2 to feeder dryer
R2 Drying
R2 Cooling
2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4, baut & mur, lining stainles steel C : oli, greas B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : karet B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm dan SuS > 3.4, C : grease B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : pecahan kaca B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : pecahan kaca B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol,
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Tranfer to sugar grading R2
Iron catching R2 #1
Grading R2 (5 mesh)
Iron catching R2 #2 R2 Produk bin storage Iron catching R2 #3
R2 feeding
salmonella, E. Sakazaki P : karet B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : potongan logam besi B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : karet B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : potongan logam besi P : lining stainles steel P : potongan logam besi B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol,
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
R2weighing
R2 packing R2 sewing Metal detecting (Fe 2.0 mm, non Fe 2.0 mm, SuS 2.0 mm
salmonella, E. Sakazaki B : TPC, Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, TAB Guailakol, salmonella, E. Sakazaki P : rambut B : Enterobactericeae, Coliform, E. Coli, salmonella P : stainles steel P : Metal ukuran Fe > 2.5 mm, non Fe > 3.0 mm, dan Sus >3.4
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
N
Y
Y
Bukan CCP
Y
Y
CCP
Lampiran 10. Pemantauan dan Tindakan Koreksi Tahapan Proses
CCP #
Baha ya
Tindakan Pengendalian bahaya
Pemeriksaan/p emeliharaan fungsi dan kondisi resin trap (screen) ukuran pori 200 mesh serta penggantian screen Screening (step 25) Ukuran strainer 200 mesh
#1
C
Resin
Pemeriksaan visual fine liquor
Batas kritis
Strainer tidak boleh bocor/ sobek
Tidak ada kontam inan resin dlm fine liquor
Pemantauan Apa
Kondisi visual dan kebersiha n screen, kontamin an resin, dan kondisi cover Kondisi visual produk fine liquor dan kondisi screen
Dimana
Screenin g (step#25)
Tangki fine liquor
Bagaimana Pengecek kan kondisi visual screen serta kebersiha n screen dan cover fine liquor screen Analisa visual produk in proses
Kapan Pemeriksa an kondisi dan pembersih an screen filter tiap 2 jam. Penggantia n screen filter bila usak/atau sobek tiap 6 bulan Tiap 2 jam
Oleh Siapa
Operator IER dan Carbonat asi
Analisa QC dan Spv QC
Tindakan Koreksi Apa dan Oleh siapa Bila screen rusak/sobek -Operator ganti screen dan laporkan ke foreman/supervisor dan QC -QC cek kondisi visual produk fine liquor Bila terdapat resin dalam produk : -QC informasikan penyimpangan kepada supervisor/super intendent proses -Operator lakukan rework fine liquor ke proses filtrasi atas instruksi Superintendent proses -QC cek produk akhir bila positif terkontaminasi resin koordinasi dengan warehouse untuk memisahkan hold produk gula - Operator lakukan rework / remelt produk atas persetujuan manager produksi FTSL dan produksi melakukan analisa masalah , menetapkan tindakan perbaikan dan pencegahan.
verifikasi Apa dan Oleh siapa Verifikasi laporan harian IER dan ceklis fine liquor screen oleh foreman dan Supervisor proses setiap shift dan oleh superintendent mksimum 7 hari setelah laporan dibuat Verifikasi laporan monitoring CCP & OPRP oleh supervisor QC setiap shift dan oleh QA Officer Verifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan oleh QA setiap ada kejadian
Rekaman
-form laporan harian IER -form ceklis fine liquor strainer / screen -form monitoring CCP & OPRP -form permintaan tindakan perbaikan
Lanjutan Tahapan Proses
CCP #
Baha ya
Tindakan Pengendalian bahaya
Pemeriksaan kondisi dan fungsi iron catcher #3 sebelum Hopper timbangan packing
Iron catching (step #39a, &58a)
#2
P
Loga m besi
Pemeriksaan visual produk gula
Batas kritis
Iron catcher berfung si baik
Tidak ada kontam inan gram besi dalam produk gula
Pemantauan Apa
Kondisi dan fungsi iron catcher
Kondisi visual produk gula sebelum packing
Dimana
Iron catching
Packing R1 dan R2
Bagaimana
Pemeriks aan dan pembersi han iron catcher
Analisa Visual produk akhir
Kapan
Oleh Siapa
Tindakan Koreksi Apa dan Oleh siapa
verifikasi Apa dan Oleh siapa
Rekaman
Kirim besi yang tertangkap iron catcher ke lab QC untuk diitmbang, Bila magnet kotor: Tiap 4 jam
Tiap 2 jam
Operator packing
Analis QC dan Spv Qc
-operator stop proses dan bersihkan magnetic bar serta laporkan ke foreman/supervisor dan QC -QC ccek produk akhir Bila terdapat kontaminan gram besi dalam produk, maka: -QC informasikan penyimpangan kepada operator packing dan warehouse -QC dan Warehose memisahkan dan hold produk gula di gudang -mekanik perbaiki / ganti iron catcher bila gussnya <10000, pengukuran gauss setiap bulan -lakukan rework produk atas persetujuan Manager Produksi -FSTL dan produksi melakukan analisa masalah , menetapkan tindakan perbaikan & pencegahan
Verifikasilapora n analisa QC dan hasil monitoring CCP & OPRP oleh Supervisor QC setip shift dan oleh QA Officer Verifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan oleh QA setiap ada kejadian
Form inspeksi berat besi yang tertangkap oleh magnetic (iron) catcher Form monitoring CCP & OPRP Form permintaan tindakan perbaikn
Lanjutan Tahapan Proses
CCP #
Baha ya
Tindakan Pengendalian bahaya Pemeriksaan metal detector pada conveyor sebelum finished product di simpan di warehouse
Metal Detecting 50 kg (step #65.a) (Fe 2.0 mm, Non Fe 2.0 mm , SuS 2.0 mm)
#3
P
Loga m Fero us, Non Fero us dan Stain less steel
Deteksi adanya pecahan logam
Batas kritis
Tidak ada metal yang berukur an sbb : Ferous >2.0 mm - Non Ferous > 2.0 mm Dan - SuS > 2.0 mm Dalam produk akhir
Pemantauan Apa
Dimana
Pemeriks aan fungsi dan efektifita s metal detector
Metal detecting
Pemeriks aan produk dengan metal detector
Metal detecting
Bagaimana Test efektivita s metal detector menggun akan test pieces ukuran : 2.0 mm Ferous, 2.0 mm non Ferous, dan 2.0 mm Stainles steel Setiap karung produk di transfer melalui metal detector dan dipisahka n produk yang terdeteks i mengand ung logam
Kapan Setiap 2 jam
Oleh Siapa Spv QC
Tindakan Koreksi Apa dan Oleh siapa Bila metal detector tidak bisa mendeteksi test pieces , spray tinta tidak berfungsi , dan sistem alarm (lampu dan sirine tidak menyala maka: -QC dan warehouse memishakn dan hold produk untuk evaluasi lebih lanjut dan lapor ke electric -electric melakukan perbaikan alat sampai dapat dipastikan MD berfungsi dengan normal kembali
Setiap karung produk
Spv QC
Bila terdapat produk yang terdeteksi mengandung logam, maka : -pisahkan dan hold produk oleh QC berkoordinasi dengan warehouse -remelt produk yang direject oleh metal detector -bila produk diproses tanpa melalui metal detector karena sesuatu hal atau karena metal detector tidak berfungsi normal, maka produk harus di hold oleh QC dan sebelum di Release produk harus
verifikasi Apa dan Oleh siapa -Verifikasi laporan monitoring CCP & OPRP setiap shift oleh QC supervisor dan oleh QA Officer setelah laporan dibuat -lakukan program maintinance dan kalibrasi metal detector oleh supplier setiap 2 tahun atau bila bermasalah. -lakukan verifikasi metal detector menggunakan test piece setiap 2 jam oleh Supervisor QC dan kalibrasi test piece ke lab eksternal setiap 3 tahun. -verifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan oleh QA setiap ada kejadian -personel electrik melakukan pengecekan kondisi nozzle , volume tinta dan fungsi alarm setiap 2 jam
Rekaman
Form monitoring CCP & OPRP Form permintaan tindakan perbaikan Sertifikat alat dan test piece Form pengecekan metal detector line A&B Ceklist Metal Detector
dilewatkan melalui metal detector terlebih dahulu (secara sampling atau keseluruhan
-personil warehouse mnghitung jumlah fisik produk yang terdeteksi oleh MD setiap 2 jam -verifikasi produk yang terdeteksi oleh MD setiap 2 minggu dengan mengambil sampling sebanyak 2 karung