DRAFT KAJIAN GULA RAFINASI 1. Latar belakang
Indonesia meruapakan negara yang sangat kaya akan sumber daya alam. Hasil perkebunan dan pertanian pertania n yang melimpah merupakan salah satu sat u dasar bagi Indonesia untuk dapat menjadi produsen dari berbagai kebutuhan pokok masyarakatnya, seperti berasa, gula, garam, dan lain-lain. Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat dan industri yang saat ini masih terus menjadi masalah. Hal ini disebabkan karena kebutuhan nasional akan konsumsi gula sangat tinggi dan produksi dalam negeri masih belum dapat memenuhi kebutuhan tersebut, sementara kebutuhan terus meningkat. Gula di Indonesia terdapat berbagai jenis berdasarkan bahan pembuatnya, misal gula tebu, gula aren, dan gula kelapa. Untuk gula tebu sendiri secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, yakni gula kristal mentah (GKM) atau raw sugar, gula kristal putih (GKP) dan gula kristal rafinasi (GKR). Gula Kristal Mentah merupakan merupakan gula gula yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi gula rafinasi. Gula kristal putih merupakan gula yang terbuat dari tebu yang langsung dapat dikonsumsi rumah tangga, sedangkan gula kristal rafinasi merupakan gula yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri makanan, minuman, farmasi dan industri rafinasi. Perbedaan segmen pasar antara gula kristal putih dan gula kristal rafinasi yang ditujukan untuk industri makanan dan farmaasi mengakibatkan investasi baru dan menjadi peluang besar bagi peningkatan kapasitas produksi dalam negeri dan juga penyerapan lapangan
kerja. Meskipun di lain pihak Indonesia mengalami
ketergantungan impor bahan baku gula kristal mentah. Ketidakmampuan Indonesia dalam memproduksi gula kristal mentah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan impor gula mentah, selain faktor biaya yang murah.
Gula rafinasi yang sedang panas di masyarakat merupakan efek dari berbagai sektor pendukung maupun pengganggu dalam produksi dan distribusi gula rafinasi di Indonesia, sehingga perlunya pelurusan akan paradigma yang berkembang di masyarakat, serta mencoba memecahkan masalah yang terjadi terhadap industri gula rafinasi di Indonesia. 2. Rumusan Masalah
a. Apa saja macam-macam gula yang ada? b. Bagaimana proses pembuatan gula? c. Apa itu gula rafinasi? d. Bagaimana standar mutu gula yang dapat dikonsumsi? e. Apa permasalahan yang dihadapi industri gula di Indonesia? f. Bagaimana kebijakan pemerintah terkait masalah tersebut?
3. Pembahasan 3.1 Jenis-jenis gula
Gula adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Jenis-jenis gula ada bermacam-macam. Jenis gula dapat dibedakan berdasarkan bahan pembuatnya yaitu gula alami dan gula buatan. Gula alami meliputi gula tebu, gula aren/gula kelapa, dan gula bit. Sedangkan gula buatan contohnya meliputi gula stevia yang berasal dari ekstrasi glukosida dari daun tanaman stevia, gula aspartam dan gula kalium acesulfame. Gula tebu sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan warna dan kandungan ICUMSA. Salah satu parameter kualitas dari gula ditinjau dari warna ICUMSA, yaitu menunjukkan kualitas warna gula dalam larutan. ICUMSA (International Comission For Uniform Methods of Sugar Analysis) merupakan lembaga yang dibentk untuk menyusun metode analisis kualitas gula dengan anggoa lebih dari 30 negara. Mengenai warna gula ICUMSA telah membuat rating atau grade kualitas warna gula. Sistem rating berdasarkan warna gula yang menunjukkan kemurnian dan banyaknya kotoran yang terdapat dalam gula tersebut. Berdasarkan ICUMSA, gula tebu dapat dibagi menjadi: a. Gula Rafinasi (Refined Sugar) ICUMSA 45
Gula dengan kualitas yang paling bagus karena melalui proses pemurnian bertahap.Warna gula putih cerah. Untuk Indonesia gula rafinasi diperuntukkan bagi industri makanan karena membutuhkan gula dengan kadar kotoran yang sedikit dan warna putih. b. Gula Ekstra Spesial (Extra Special Crystall Sugar) ICUMSA 100-150 Gula yang termasuk food grade digunakan untuk membuat bahan makanan seperti kue,minuman atau konsumsi langsung. c. Gula Kristal putih ICUMSA 200 – 300 Gula yang dapat dikonsumsi langsung sebagai tambahan bahan makanan dan minuman.Berdasarkan standard SNI gula yang boleh dikonsumsi langsung adalah gula denganwarna ICUMSA 300. Pada umumnya pabrik gula sulfitasi dapat memproduksi gula dengan warna ICUMSA < 300 d. Gula Kristal Mentah untuk konsumsi (brown sugar)ICUMSA 600-800 Di luar negeri gula ini dapat dikonsumsi langsung biasanya sebagai tambahan untuk bubur, akan tetapi juga perlu diperhatikan mengenai kehigienisannya yaitu kandungan bakteri dan kontaminan. e. Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) ICUMSA 1600-2000 Raw Sugar digunakan sebagai bahan baku untuk gula rafinasi, dan juga beberapa proses lain seperti MSG biasanya menggunakan raw sugar. f. Gula Mentah (Very Raw Sugar) ICUMSA 4600 Max khusus digunakan sebagai bahan baku gula rafinasi dan tidak boleh dikonsumsi. Menurut SNI 3140.3:2010 , standar icumsa gula kristal putih yaitu 80 - 300 Untuk dapat dikonsumsi , maximal icumsa yang terkandung dalam gula adalah 300. Semakin tinggi nilai ICUMSA yang terkandung dalam gula, semakin banyak impuritas yang terkandung dalam gula sehingga kemurnian gula menjadi berkurang.
3.2 Proses Pembuatan Gula
Tebu dipanen setelah cukup masak, dalam arti kadar gula (sakarosa) maksimal dan kadar gula pecahan (monosakarida) minimal. Sete lah tebu dipanen dan diangkat ke pabrik selanjutnya dilakukan pengolahan gula putih. Pengolahan tebu menjadi
gula putih dilakukan di pabrik dengan menggunakan peralatan yang sebagain besar bekerja secara otomatis. Pembuatan gula putih di pabrik gula mengalami beberapa ta hapan pengolahan, yaitu pemerahan nira, pemurian, penguapan, kristalisasi, pemisahan kristal, dan pengeringan. 1. Pemerahan Nira (Ekstrasi) Tebu setelah ditebang, dikirim ke stasiun gilingan untuk dipisahkan antara bagian padat (ampas) dengan cairannya yang mengandung gula (nira mentah). Alat penggiling tebu yang digunakan di pabrik gula berupa suatu rangkaian alat yang terdiri dari alat pengerja pendahuluan (Voorbewer keras) yang dirangkaikan dengan alat giling dari logam. Alat pengerja pendahuluan terdiri dari Unigator Mark IV dan Cane knife yang berfungsi sebagai pemotong dan pencacah tebu. Setelah tebu mengalami pencacahan dilakukan pemerahan nira untuk memerah nira digunakan 5 buah gilingan, masing-masing terdiri dari 3 rol dengan ukuran 36”X64”.
2.
Pemurnian Nira
Intuk proses pemurnian gula yaitu dapat dilakukan dengan cara defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Pada umumnya pabrik gula di indonesia memakai cara sulfitasi. Cara sulfitasi menghemat biaya produksi, bahkan pemurnian mudah di dapat dan gula yang dihasilkan adalah gula putih atau SHS (Superieure Hoofd Sumber). Proses ini menggunakan tabung defekator, alat pengendap dan saringan Rotary Vacuum Filter dan bahan pemurniannya adalah kapur tohor dan gas sulfit dari hasil pembakaran.
Mula-mula nira mentah ditimbang, dipanaskan, direaksikan dengan susu kapur dalam defekator, kemudian diberi gas SO2 dalam peti sulfitasi, dipanaskan dan diendapkan dalam alat pengendap. Nira kotor yang diendapkan kemudian disaring menggunakan Rotery Vaccum Filter. Dari proses ini dihasilkan nira jernih dan endapan padat berupa blotong. Nira jernih yang dihasilkan kemudian dikirim kestasiun penguapan.
3.
Penguapan Nira (Evaporasi)
Nira jernih masih banyak mengandung uap air. Untuk menghilangkan kadar air dilakukan penguapan (evaporasi). Dipabrik gula penguapan dilakukan dengan menggunakan beberapa evaporator Evaporator bisanya terdiri dari 4-5 bejana yang bekerja dari satu bejana sebagai uap pemanas bejana berikutnya. Dalam bejana Nomor 1 nira diuapkan dengan menggunakan bahan pemanas uap bekas secara tidak langsung. Dari sini, uap bekas yang mengembun dikeluarkan dengan kondespot. dalam bejana nomor 2, nira dar i bejana nomor 1 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana penguapan nomor 1. Kemudian uap nira yang mengembun dikeluarkan dengan Michaelispot. Di dalam bejana nomor 3, nira yang berasal dari bejana nomor 2 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana nomor 2. Demikian seterusnya, sampai pada bejana terakhir merupakan nira kental yang berwarna gelap dengan kepekatan sekitar 60 brik. Nira kental ini diberi gas SO 2 sebagai belancing dan siap dikristalkan. Sedangkan uap yang dihasilkan dibuang ke kondensor sentral dengan perantara pompa vakum.
4. Kristalisasi Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan vakum, yaitu tempat dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus sampai mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula. Pemanasan menggunakan uap dengan tekanan dibawah atmosfir dengan vakum sebesar 65 cmHg, sehingga suhu didihnya 65 0c. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak rusak akibat terkena suhu yang tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal gula dan larutan (Stroop). Sebelum dipisahkan di putaran gula, lebih dulu didinginkan pada palung pendinginan (kultrog). 5. Pemisahan Kristal Gula pemisahan kristal dilakukan dengan menggunakan saringan yang bekerja dengan
gaya memutar (sentrifungal). Alat ini bertugas memisahkan gula. Pada
tingkat ini terjadi poses separasi (pemisahan). Mekanismenya menggunakan gaya sentrifugal. Dengan adanya sistem ini, tetes dan gula terpisah selanjutnya dihasilkan gula melasse (kristal gula) dan melasse (tetes gula). 6. Pengeringan Kristal Gula Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih c ukup tinggi, kira-kira 20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula kering, untuk menjaga agar tidak rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu. pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau
dengan memakai udara panas kira-kira 80 0C. Pengeringan gula secara alami dilakukan dengan melewatkan SHS pada talang goyang yang panjang.
3.3 Pengertian Gula Rafinasi
Gula rafinasi (bahasa Inggris: refined sugar) merupakan salah satu jenis sukrosa yang diproduksi menggunakan bahan baku berupa gula kristal mentah (raw sugar), rafinasi diambil dari kata refinery yang berarti menyuling, menyaring, membersihkan. karena melalu tahapan proses yang ketat, tak heran bila gula rafinasi memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Karena melalui proses pemurnian bertahap. gula rafinasi memiliki kadar warna atau ICUMSA unit <45 IU, jauh dari gula untuk makanan (food grade) yang kadar ICUMSA nya 100-150 IU. Selain itu kualitas gula rafinasi jauh diatas gula kristal putih dengan kadar ICUMSA 200-300 IU. Maka dari itu warna gula rafinasi lebih putih dan cerah, butirannya lebih halus dan lembut. Tak heran bila industry makanan dan farmasi lebih memilih gula rafinasi karena lebih higienis. Kualitas gula rafinasi jauh di atas gula kristal putih (GKP) dengan kadar ICUMSA 200-300. Karena melalui proses pemurnian lebih ketat, warna gula putih bersih dan lebih cerah. Butiran kristalnya lebih halus dan lembut. Tak heran bila industri makanan, minuman, dan farmasi lebih menyukai gula rafinasi meskipun diolah dari bahan baku raw sugar impor. Kelebihan GKP bukan pada tingkat kualitas, seperti higienitas atau tingkat keputihan. Kelebihan GKP, seperti disebut Colosewoko, rasanya lebih manis dibandingkan gula rafinasi.
3.4 Permasalahan Gula Rafinasi di Indonesia
a. Segi Kesehatan Jika Anda mengonsumsi gula ini, tubuh Anda akan membutuhkan vitamin B kompleks, kalsium, dan magnesium untuk mencerna gula ini, karena tingkat kemurniannya yang sangat tinggi.Hal ini menyebabkan secara mendadak tubuh Anda ‘mencuri’ ketersediaan vitamin B kompleks dari sistem saraf, mengambil
kalsium dan magnesium dari tulang dan gigi yang dapat menyebabkan osteoporosis atau masalah kesehatan lainnya. Anda akan mengalami pengeroposan tulang jika Anda mengonsumsi gula rafinasi secara terus menerus.Bahaya lainnya adalah meningkatnya risiko diabetes yang sangat tinggi karena gula ini mudah sekali terpecah menjadi glukosa dan menyebabkan terjadinya hiperglikemia (suatu keadaan gula terlalu tinggi dalam darah) atau juga Anda akan mengalami hipoglikemia (suatu keadaan rendahnya gula darah), karena tubuh melepas insulin secara berlebihan.Gula rafinasi yang dapat mengambil vitamin B komplek dari syaraf disinyalir sebagai penyebab depresi dan penyimpangan perilaku. Meskipun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini b. Segi Ekonomi Dari sisi ekonomi berkelanjutan, gula rafinasi sebenarnya memiliki kekurangan. Karena hingga saat ini, Indonesia harus mengimpor gula jenis itu. “Kadang gula rafinasi sulit didapat oleh pengusahan makanan dan minuman sehingga menyebabkan produk makanan dan minuman berbasis gula menjadi mahal. Nah dengan keputusan Mendag mengatur tata niaga gula, diharapkan masalah tahunan itu tidak terjadi,” jelas Koordinator Indonesia Sugar Watch, Gatot Triyono, dikutip dari pernyataan resminya, Minggu (18/06/2017). Sementara, gula kristal putih (GKP) dari tebu, memiliki kadar ICUMSA 200-300. Tingginya kadar ICUMSA GKP karena disebabkan faktor pengolahan yang belum maksimal. Meski demikian, GKP dapat dikonsumsi langsung tanpa harus diolah seperti gula rafinasi. Ciri khas gula GKP ditunjukkan dengan tampilannya yang agak kecoklatan, dan memiliki butiran kristal agak kasar. Dari sisi ekonomi berkelanjutan gula GKP bisa mendongkrak perekonomian nasional. Industri gula GKP ini melibatkan banyak sumber daya dan komponen. Sebab tiap tahunnya, peredaran gula rafinasi ke pasar tanah air justru lebih banyak hasil selundupan. Ini tentu memberikan dampak negatif bagi petani dan pabrik gula putih nasional. “Tata niaga gula rafinasi akan berdampak positif ke pada industri makanan dan minuman, pelaku usaha kecil dan menengah yang berproduksi
mengunakan gula rafinasi. Dampak yang sama juga dirasakan petani tebu yang harga jual tebunya jatuh karena permainan mafia gula,” Data dunia menempatkan Indonesia sebagai penghasil tebu sebanyak 33,7 juta ton dengan rendemen maksimal 10% didapat 3,37 juta ton air tebu dan melalui proses ke gula pasir hanya menghasilkan 36% gula pasir dari air tebu atau setara dengan 1,213 juta ton gula pasir dari seluruh unit-unit pabrik gula yang ada saat ini. Tingkat konsumsi perkapita tahun 2017 adalah sekitar 23kg/tahun (rata-rata dunia konsumsi perkapita sekitar 20kg/tahun, Amerika 67kg/tahun) atau total konsumsi gula di Indonesia sekitar 4,93 juta ton gula/tahun pada tahun 2017 (gula industri dan gula konsumsi) dan konsumsi gula industri makanan minuman tahun 2017 akan mencapai 3,5 juta ton/tahun, sedangkan kapasitas prodksi hanya mencapai 1,213 juta ton/tahun atau seleisih kurang lebih 3,7 juta ton gula yang harus di impor dengan sistem kuota. Dari 3,7 juta ton gula yang akan diimpor 70-80% dikuasai mafia Importir gula atau setara dengan 2,775 juta ton gula yang dikuasai mafia importir kuota gula. Dari jumlah 1,2 juta ton gula kontribusi ‘petani kuli tebu’ maksimal hanya 10% di Jawa sekitar 120.000 ton/tahun. c. Konsumsi Gula Rafinasi Gula merupakan komoditas strategis bagi masyarakat Indonesia. Sebagai bahan pemanis utama, penggunaan gula masih belum dapat digantikan dengan sempurna oleh bahan pemanis lain. Secara umum penggunaan gula dibedakan menjadi dua, yaitu gula untuk konsumsi dan gula untuk industri. Gula untuk konsumsi sering kita kenal dengan nama Gula Kristal Putih (GKP), sedangkan gula untuk kebutuhan industri dikenal dengan nama gula rafinasi. Gula rafinasi diolah dari bahan baku gula mentah (raw sugar) yang melalui tahapan proses penyulingan, penyaringan, dan pembersihan lebih ketat dibandingkan dengan GKP. Tingkat kemurnian yang dimiliki gula rafinasi juga lebih tinggi, butiran kristal lebih halus, serta warna yang lebih putih. Atas pertimbangan kualitas tersebut, industri makanan, minuman, maupun farmasi lebih memilih gula rafinasi dibandingkan dengan GKP sebagai bahan baku i ndustrinya.
Kebutuhan gula untuk industri, khususnya industri sedang dan besar dicukupi oleh gula rafinasi impor dan gula rafinasi lokal. Saat i ni, terdapat 11 Pabrik Gula Rafinasi (PGR) yang beroperasi di Indonesia. Kesebelas pabrik tersebut memi liki kapasitas produksi yang berbeda-beda sehingga mampu memenuhi sebagian kebutuhan gula bagi industri. Namun, produksi gula rafinasi lokal belum mampu mencukupi seluruh permintaan industri sehingga masih dibutuhkan gula rafinasi impor. Menurut Badan Pusat Statistik, impor yang dilakukan oleh Indonesia sebagian besar dalam bentuk bahan baku industri, yaitu berupa gula rafinasi maupun bahan bakunya, yaitu berupa raw sugar. Impor gula rafinasi yang dilakukan Indonesia disebabkan oleh karena tidak te rcukupinya bahan baku pada tingkat lokal, khususnya secara kualitas. Pada pelaksanan impor, gula rafinasi (refined sugar) hasil industri yang dimiliki oleh importer gula kasar yang bersumber bahan bakunya berupa Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (raw sugar) berasal dari impor hanya dapat diperjualbelikan atau didistribusikan kepada industri dan dilarang diperdagangkan ke pasar di dalam negeri (Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, 2007). Diduga pemerintah memberikan kuota izin impor gula rafinasi secara langsung melebihi kebutuhan yang ada. Saat ini seharusnya produksi gula rafinasi lokal mampu mengikis volume impor gula rafinasi oleh Indonesia. Pada kenyataannya bagi pihak- pihak tertentu, volume impor gula rafinasi masih terlalu tinggi, misalnya bagi para petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), akibatnya akhir-akhir ini dijumpai banyak gula rafinasi yang merembes ke pasar gula konsumsi. Kenampakan gula rafinasi yang lebih menarik serta harganya yang cenderung lebih murah di pasaran dibandingkan dengan GKP, membuat harga jual GKP anjlok. Harga gula rafinas u dijual di kisaran Rp 8.000-an hingga Rp 9.000 -an per kg atau lebih murah dari harga gula non industri yang paling murah seharga Rp 10.000,00 per kg (Anonim, 2014).
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Gula Rafinasi Permintaan ditunjukkan oleh banyaknya kebutuhan gula rafinasi pada idustri . Analisis permintaan dilakukan satu per satu pada ketiga industri dan secara agregat pada ketiganya. 1. Industri Makanan Industri makanan ini terdiri atas industri pelumatan buah, pengalengan buah, susu, es krim, kecap, makanan dari cokelat dan kembang gula, sirop, roti kering, kue dan sejenisnya, kue-kue basah, pengolahan teh dan kopi, serta kerupuk, keripik dan sejenisnya yang menggunakan gula rafinasi sebagai salah satu ba han baku produksinya. 2. Industri Minuman Industri minuman terdiri dari kelompok industri minuman keras, minuman anggur dan minuman ringan.
3.5 Kebijakan Pemerintah Terkait Gula Rafinasi
Keputusan Pemerintah terkait pembatasan GKR sudah dimulai sejak lama. Pada Februari 2009, Departemen Perdagangan mengeluarkan penyempurnaan petunjuk pendistribusian gula rafinasi melalui surat edaran Menteri Perdagangan kepada produsen gula rafinasi Nomor 111/M-DAG/2/2009. Dalam siaran pers Departemen Perdagangan tanggal 10 Februari 2009 disebutkan, ada lima petunjuk teknis penyempurnaan petunjuk pendistribusian gula rafinasi, sebagai berikut ( Pusat Humas Departemen Perdagangan, 2009): 1.
Distributor harus ditunjuk resmi oleh produsen gula rafinasi, demikian pula
subdistributor ditunjuk resmi oleh distributor. Nama distributor dan subdistributor yang ditunjuk wajib disampaikan ke dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Distributor dan subdistributor yang
tidak
memiliki
penunjukan
resmi
menyalurkan/mendistribusikan gula rafinasi.
tidak
diperbolehkan
untuk
2.
Produsen, distributor, dan sub distributor dapat menjual gula rafinasi langsung
kepada industri pengguna serta tetap dalam kemasan karung dan tidak diperbolehkan dikemas dalam bentuk kiloan. 3.
Terkait kemasan, kemasan karung gula rafinasi wajib mencantumkan nama
produk Gula Kristal Rafinasi (GKR); hanya untuk kebutuhan industri; menggunakan tanda SNI; berat bersih dan nama produsen. 4.
Berkaitan dengan pengaturan kualitas GKR yang harus disesuaikan dengan
SNI, yaitu Mutu I (satu) maksimal dengan Icumsa45 dan Mutu II (dua) maksimal dengan Icumsa 80. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 83/M-IND/PER/11/2008 tanggal 13 November 2008. 5.
Kelengkapan dokumen yang harus ditunjukkan industri pengguna agar dapat
membeli GKR, antara lain dokumen-dokumen sebagai berikut (1) Izin Usaha Industri (IUI) untuk Industri skala Besar-Menengah; (2) Tanda Daftar Industri (TDI) untuk Industri skala kecil; dan (3) Surat keterangan dari RT/RW yang diketahui oleh lurah setempat bagi Industri Kecil (IK) dan industri r umah tangga (IRT). Dalam
perjalanannya,
hasil
verifikasi
yang
dilakukan
Kementerian
Perdagangan pada 2014 menunjukkan, jumlah gula rafinasi yang disalurkan 11 produsen pada periode Januari- Juli 2014 sebesar 1,7 juta ton. Jumlah yang disalurkan kepada industri makanan dan minuman sebesar 1,588 juta ton (88,84%). Sisanya
yang
sebesar
199.500
ton
(11,16
%)
terindikasi
tidak
sesuai
peruntukan (Suryowati, 2015). Tanggal 23 Desember 2015, Kementerian Perdagangan
mengeluarkan
Peraturan
Menteri
Perdagangan
No.
117/M-
DAG/PER/12/2015 yang mengatur tentang ketentuan dan pembatasan impor gula. Dalam peraturan tersebut, pemerintah mengatur agar gula rafinasi dilarang masuk ke pasar eceran. Akhirnya sebagai langkah menanggulangi ketimpangan terkait penggunaan GKR, Kementerian Perdagangan (Kemdag) menetapkan kebijakan baru soal gula kristal rafinasi (GKR) yang diproses dari gula mentah impor. Gula ini hanya diperdagangkan melalui mekanisme pasar lelang komoditas.
Kemdag beralasan, kebijakan ini bertujuan untuk memotong mata rantai pemasaran dan distribusi yang panjang. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan GKR melalui Pasar Lelang Komoditas. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, permendag ini diterbitkan untuk menjamin dan menjaga ketersediaan, penyebaran, dan stabilitas harga gula nasional, serta memberi kesempatan usaha yang sama bagi industri besar dan kecil dalam memperoleh gula kristal rafinasi (GKR). "Dengan mekanisme pasar lelang diharapkan harga yang diterima di tingkat industri makanan dan minuman akan lebih terjangkau,” ujarnya, Jumat (24/3). Dengan Permendag tersebut, produsen GKR yang mengimpor gula kristal mentah wajib menjual hasilnya melalui pasar lelang komoditas. Penyelenggara pasar lelang komoditas GKR ditetapkan Menteri Perdagangan. Namun, Permendag ini tidak berlaku untuk industri GKR yang hasil produksinya untuk ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/973/2014--SNI-untuk-GulaKristal-Putih-baru-bisa-Diterapkan http://ekbis.rmol.co/read/2017/07/17/299341/Nestapa-Penderitaan-PetaniGula-Akibat-Mafia-Gula-di-Republik-Indonesiahttp://pestolangen.blogspot.co.id/2011/12/peredaran-gula-rafinasiilegal.html http://industri.bisnis.com/read/20170810/12/679970/produsen-gula-rafinasidiminta-beli-gula-tani https://r2dyluminescence.wordpress.com/2009/07/20/proses-pembuatangula-rafinasi/ https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/apa-itu-gula-rafinasi-bahaya/ http://www.validnews.co/GULA-RAFINASI-BERBAHAYAKAHV0000510 http://www.kemenperin.go.id/artikel/403/Pemerintah-Didesak-Audit-GulaRafinasi-