7
Latar Belakang
Hepatitis B menjadi ancaman kesehatan masyarakat dunia karena menyebabkan morbiditas dan mortilitas yang signifikan serta kerugian yang cukup besar. World Health Organization memperkirakan lebih 2 milyar penduduk dunia telah terinfeksi virus Hepatitis B, dimana 378 juta atau 4,8% terinfeksi yang bersifat carier kronis dengan angka kematian 620,000 jiwa setiap tahun. Lebih dari 4,5 juta kasus infeksi baru virus Hepatitis B terjadi setiap tahun, dan ¼ dari kejadian kasus tersebut berkembang menjadi penyakit hati sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler primer (Franco et al., 2012).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan, terdapat 1,2 % penduduk di Indonesia mengidap penyakit Hepatitis. Apabila dikonversikan ke dalam jumlah absolut penduduk Indonesia tahun 2013, maka bisa dikatakan bahwa 2.981.075 jiwa penduduk Indonesia terinfeksi Hepatitis. Dari jumlah tersebut 21,8% atau sekitar 649.875 jiwa terindikasi Hepatitis B.
Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan prevalensi Hepatitis tertinggi (4,3%) ( Riset Kesehatan Dasar, 2014). Hasil penelitian tahun lalu yang dilakukan terhadap 103 siswa SMAN 3 Kupang, terdapat 18 siswa dengan HBsAg reaktif (17,47 %) (Kambuno, 2014). Artinya dari 100 orang siswa ditemukan 17 siswa dengan HBsAg reaktif. Jumlah ini menunjukan penularan Hepatitis B cukup tinggi terjadi di Kota Kupang.
Penelitian tentang prevalensi HBsAg pada kontak serumah siswa SMAN 3 Kupang dengan HBsAg reaktif belum pernah dilakukan. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang "GAMBARAN PENULARAN VIRUS HEPATITIS B PADA KONTAK SERUMAH SISWA SMA NEGERI 3 KUPANG DENGAN HBsAg REAKTIF METODE ELISA SANDWICH". Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya dan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran prevalensi penularan Hepatitis B pada kontak serumah sehingga dapat menjadi perhatian pemerintah untuk melakukan pencegahan lebih dini.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah prevalensi penularan virus Hepatitis B pada kontak serumah siswa SMA Negeri 3 Kupang dengan HBsAg reaktif ?
Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan dengan status HBsAg ?
Hipotesis
Ha = Ada hubungan antara jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan dengan status HBsAg.
Ho = Tidak ada hubungan antara jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan dengan status HBsAg.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran penularan virus Hepatitis B pada kontak serumah keluarga Siswa SMA Negeri 3 Kupang dengan HBsAg reaktif yang dikaitkan dengan jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan.
Tujuan khusus
Melakukan pemeriksaan HBsAg pada kontak serumah dari siswa dengan HBsAg reaktif dengan menggunakan metode ELISA Sandwich.
Menentukan persentase penularan horizontal virus Hepatitis B pada kontak serumah.
Menentukan hubungan antara jenis kelamin dengan status HBsAg.
Menentukan hubungan antara umur dengan status HBsAg.
Menentukan hubungan antara pendidikan dengan status HBsAg.
Menentukan hubungan antara pekerjaan dengan status HBsAg.
Menentukan hubungan antara status pernikahan dengan status HBsAg.
Manfaat Penelitian
Bagi peneliti
Sebagai tambahan pengetahuan, memperkaya wawasan serta wadah untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama peneliti mengenyam pendidikan di Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.
Bagi institusi
Bahan tambahan referensi tentang kejadian Hepatitis B yang ada di kota Kupang sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
Bagi masyarakat
Sebagai sumber informasi tentang status infeksi virus Hepatitis B pada anggota masyarakat khususnya kontak serumah sehingga dapat ditangani dan dicegah penularannya lebih dini.
Tinjauan Pustaka
Karakteristik Virus
Virus Hepatitis B termasuk dalam famili Hepadnaviridae. Virus ini berbentuk sferik pleomorfik dengan diameter 42 nm. Genom virus terdiri dari DNA untai ganda parsial, mengandung sekitar 3200 pasang basa. Lapisan luar terdiri dari HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA polimerase virus, antigen inti (HBcAg) dan antigen e (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri dari lipoprotein (Radji, 2010). Virus Hepatitis mempunyai 3 bentuk yaitu: partikel bentuk sphaeris berdiameter 22 nm, partikel Dane dengan diameter 42 nm, partikel berbentuk tubuler (filament) berdiameter 22 nm dan panjang 200-499 nm (Mursalim, 2009).
Berbagai jenis antigen diproduksi oleh virus Hepatitis B dalam sel hospes. Beberapa jenis antigen yang dapat dideteksi dalam darah dan pada jaringan biopsi hati penderita, antara lain :
DNA Hepatitis B (VHB DNA)
DNA merupakan senyawa yang dapat dideteksi dalam aliran darah 1 minggu setelah terinfeksi dengan menggunakan metode PCR. Tingginya kadar VHB DNA dalam darah mengindikasikan seberapa cepat virus bereplikasi. Tes DNA VHB pada umumnya dapat digunakan untuk deteksi dini infeksi virus Hepatitis B (Radji, 2010).
DNA Polimerase VHB
Enzim ini dapat dideteksi dalam darah dalam waktu 1 minggu atau lebih setelah terjadi infeksi. Tes ini dapat digunakan sebagai indikator perkembangan penyakit dan penelitian untuk pengembangan terapi yang tepat (Radji, 2010).
Protein inti VHB (HBcAg)
HBcAg tidak dapat dideteksi dalam aliran darah, namun dapat dideteksi dalam sampel biopsi hati (Radji, 2010). HBcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti virus Hepatitis B. HBcAg berperan penting dalam proses replikasi virus dan pembentukan partikel Dane, serta merupakan bagian utama nukleukapsid yang membungkus VHB DNA. Tubuh akan membentuk anti-HBc, antibodi spesifik untuk HBcAg karena adanya peptida HBcAg (partikel HBcAg yang kecil) yang dipresentaskan pada permukaan Antigen Presenting Cell dan permukaan hepar bersama MHC kelas 1 atau 2 (Law, 2009; Locarnini, 2006).
Protein HBe (HBeAg/antigen e)
Antigen e adalah peptida dan dapat dideteksi dalam darah ketika virus Hepatitis B sedang aktif bereplikasi. HBe dapat diidentifikasi pada saat yang sama dengan HBsAg. Antigen akan hilang bebebrapa minggu sebelum HBsAg hilang (Price & Wilson, 2006). Antigen ini ditemukan pada infeksi akut dan pada beberapa karier kronis. Kehadiran HBeAg pada infeksi kronis biasanya digunakan sebagai indikasi bahwa virus Hepatitis B sedang aktif bereproduksi dan kemungkinan besar terjadi kerusakan sel hati (Radji, 2010).
Protein permukaan HBsAg
HBsAg tersusun dari protein HBs yang diproduksi dalam jumlah besar yang dibutukan virus untuk bereproduksi. Protein HBs ini berkelompok membentuk partikel bola dengan diameter 17-25 nm, atau membentuk partikel batang dengan panjang yang bervariasi. Protein HBs ini akan mengelilingi partikel inti sehingga membentuk virion virus Hepatitis B yang lengkap yang dapat menginfeksi sel hospes.
Masa inkubasi virus Hepatitis B adalah 6-25 minggu. HBsAg dapat dideteksi setelah terinfeksi dan 1- 6 minggu sebelum muncul gejala klinis (Radji, 2010). Pada Hepatitis akut HBsAg akan hilang dalam waktu beberapa minggu atau bulan, kemudian akan timbul anti-HBs yang akan tetap terdeteksi seumur hidup. Bila HBsAg tidak hilang dan persisten lebih dari 6 bulan dinamakan Hepatitis B kronik.
Pada bayi yang baru lahir dari ibu pengidap Hepatitis B kronis, HBsAg timbul antara usia 6 minggu samapai 6 bulan dan umumnya bersifat persisten. Selain merupakan selubung luar partikel Dane, HBsAg juga merupakan selubung partikel bulat dan partikel tubuler yang masing-masing tidak mengandung protein core serta VHB DNA. Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus Hepatitis B, baik unutk keperluan klinis maupun epidemiologik (Dienstag, 2005).
Patogenesitas
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus ini mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hati kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hati. Dalam sitoplasma, virus Hepatitis B melepaskan mantelnya sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati (Mustofa & Kurniawaty, 2013). Kemudian VHB DNA ditransport ke nukleus sel pejamu. Di nukleus, DNA membentuk covalently closed circular (ccc) yang disajikan sebagai bahan untuk transkripsi (Lee, 2012). Selanjutnya terjadi pregenom RNA dan beberapa mRNA. Translasi pregenom RNA akan menghasilkan protein core (HBcAg), HBeAg dan enzim polymerase, sedangkan translasi mRNA lainnya akan menghasilkan protein yang dibutuhkan (Pasaribu, 2010).
HBsAg tidak hanya diproduksi dari cccDNA, tetapi juga berasal dari rentetan VHB DNA pada antigen permukaan open-reading frame (ORF) yang berintegrasi dengan genome hepatosit. HBsAg diproduksi dalam jumlah banyak dan bersirkulasi di serum pada individu yang terinfeksi virus Hepatitis B (Hadziyannis, 2013). Secara teori, cccDNA merupakan indikator terbaik dalam aktivitas transkripsi virus Hepatitis B di hepatosit. Level HBsAg berhubungan dengan level cccDNA (Lee, 2012).
Antigen VHB akan dihilangkan melalui respon imun spesifik, yaitu aktifasi sel limfosit T dan limfosit B. Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antingen Presenting Cell (APC) dengan dibantu oleh rangsangan sel T CD4+ yang sebelmnya sudah mengalami kontak dengan kompleks antigen peptid VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut berupa nekrosis sel hati yang akan meningkatkannya ALT (Soemoharjo, 2008).
Cara penularan
Hepatitis B tersebar terutama oleh pajanan terhadap darah yang terinfeksi atau cairan tubuh. Pada individu yang terinfeksi, virus dapat ditemukan dalam darah, air mani, cairan vagina, ASI dan air liur. Hepatitis B tidak menyebar melalui makanan, air, atau kontak biasa. Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan umur (Askarian, et al., 2011; Mohamad El Mortada et al., 2010; Geeta and Riyaz, 2013; WHO, 2013). Hepatits B dapat menular melalui 2 cara, yakni:
Penularan vertikal
Penularan secara vertikal seperti terjadi pada ibu-ibu penderita Hepatitis kronik atau yang mengidap Hepatitis B selama kehamilan (William dkk, 2010). Jumlah virus (viral load) Hepatitis B dalam darah sangat tinggi jauh lebih dari virus Hepatitis C, sehingga virus Hepatitis B lebih mudah menular dalam keadaan tertentu misalnya dari ibu ke bayi pada saat melahirkan (Radji, 2010). Jalur penularan ini menciptakan anak-anak HBsAg positif yang sangat infeksius dan menjadi fokus penularan horizontal selanjutnya. Tetapi tindakan menyusui yang dilakukan oleh ibu yang positif HBsAg tidak meningkatkan risiko penularan ke bayi asalkan bayi telah diberi vaksin (Geeta and Riyaz, 2013).
Penularan horizontal
Penularan secara horizontal adalah penularan infeksi virus Hepatitis B dari seorang pengidap virus Hepatitis B kepada orang lain disekitarnya (Radji, 2010). Salah satu penularan horizontal yang terjadi adalah penularan pada kontak serumah. Cara penularan virus Hepatitis B pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu kontak dengan darah atau komponen darah dan cairan tubuh yang terkontaminasi melalui kulit yang terbuka seperti gigitan, sayatan, atau luka memar. Virus dapat menetap di berbagai permukaan benda yang berkontak dengannya selama kurang lebih satu minggu. Kontak dengan virus terjadi melalui benda-benda yang bisa dihinggapi oleh darah atau cairan tubuh manusia, misalnya sikat gigi, alat cukur, atau alat pemantau dan alat perawatan penyakit diabetes (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Kondisi lain yang mendukung transmisi virus Hepatitis B meliputi:
Menerima darah dan atau produk darah,
Suntik, tato, tindik,
Penetrasi tanpa kondom, hubungan seks secara anal dan vaginal,
Transplantasi organ,
Hemodialisis.
Hepatitis B tidak ditularkan oleh makanan yang terkontaminasi atau air yang terkontaminasi, serangga atau vektor (WHO, 2013).
Kelompok beresiko
Meskipun setiap orang punya resiko yang sama terinfeksi Hepatitis B, beberapa orang justru memiliki risiko yang lebih besar, seperti :
Anak yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B.
Pasangan Penderita Hepatitis B.
Orang yang sering berganti pasangan sex.
MSM (Man Sex Man).
IDUs (Injection Drug User).
Kontak serumah dengan penderita.
Penderita hemodialisis.
Pekerja kesehatan, petugas laboratorium.
Berkunjung ke wilayah dengan endemisitas tinggi.
(Pedoman pengendalian Hepatitis virus, 2012).
Faktor Resiko
Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria (Radji, 2015). Wanita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sehingga lebih banyak kontak dengan anggota keluarga yang mengidap Hepatitis B (Kusnadi, 2011).
Umur
Infeksi Hepatitis B paling sering pada bayi dan anak yang beresiko menjadi kronis. Hal ini berkaitan dengan antibodi dalam tubuh untuk mencegah terjadinya hepatitis kronis. Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi Hepatitis B. Hal ini terjadi karena sistem imun pada bayi belum berkembang dengan sempurna (Radji, 2015).
Pendidikan
Prevalensi HBsAg tertinggi terdapat pada kelompok pendidikan menengah-tinggi dengan presentase mencapai 85,48 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin bahwa penularan Hepatitis B tidak terjadi (Kusnadi, 2011).
Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan spesimen penderita (Radji, 2015).
Status pernikahan
Orang yang sudah menikah lebih beresiko terinfeksi karena hubungan seks yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dengan pengidap Hepatitis B (Kusnadi,2011).
Metode identifikasi
Rapyd test
Rapyd test merupakan metode ICT untuk mendeteksi HBsAg secara kualitatif yang ditampilkan secara manual dan memerlukan pembacaan dengan mata. Tes ini sudah secara luas digunakan dalam mendiagnosis dan skrining penyakit infeksi. Tujuan adanya pemeriksaan HBsAg menggunakan rapyd test ini adalah untuk mendeteksi kadar rendah antigen target yang ada pada darah dengan pasien asimptomatik (Lin et al., 2008).
Prinsip dari metode ini adalah jika terdapat HBsAg pada serum sampel, maka antigen tersebut akan membentuk kompleks dengan koloid emas anti-HBs terkonjugasi pada strip. Cairan tersebut akan berpindah melewati membran nitroselulose dan berikatan dengan antibodi anti-HBs kedua yang immobilisasi pada membran, sehingga membentuk garis merah yang dapat dilihat. Apabila hasil test reaktif maka alat akan menunjukkan dua garis berwarna, yaitu pada area tes (P=positif) dan area kontrol (C=kontrol). Apabila hanya satu warna yang tergambar pada area kontrol, maka interpretasinya yaitu nonreaktif. Sedangkan jika tidak ada warna yang terbentuk, maka pemeriksaan tersebut tidak valid.
ELISA Double Sandwich Antigen
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk menangkap antigen yang diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada ELISA sandwich, antibodi primer seringkali disebut sebagai antibodi penangkap, sedangkan antibodi sekunder seringkali disebut sebagai antibodi deteksi (Haussmann et. Al, 2007).
ELISA sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap antigen yang diinginkan akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi dengan kedua antibodi. Pada ELISA sandwich, pertama microtiter diisi dengan larutan yang mengandung antibodi penangkap, sehingga antibodi penangkap tersebut dapat menempel pada bagian dinding lubang microtiter. Selanjutnya microtiter dibilas untuk membuang antibodi penangkap yang tidak menempel pada dinding lubang microtiter. Kemudian larutan sampel yang mengandung antigen yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang microtiter, sehingga terjadi interaksi antara antibodi penangkap dengan antigen yang diinginkan. Microtiter kembali dibilas untuk membuang antigen yang tidak berinteraksi dengan antibody penangkap. Lalu, kedalam lubang microtiter dimasukkan larutan yang berisi antibodi detektor, sehingga pada lubang microtiter tersebut terjadi interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibodi detektor. Selanjutnya microtiter dibilas lagi untuk membuang antibodi detektor yang tidak berinteraksi dengan antibody spesifik (Haussmann et. Al, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat sensitivitas dari hasil pengujian dalam ELISA sandwich, antara lain banyak molekul antibody penangkap yang berhasil menempel pada dinding lubang microtiter dan afinitas dari antibody penangkap dan antibodi detektor terhadap antigen (Haussmann et. Al, 2007).
PCR (Polymerase chain reaction)
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target (Fatchiyah, 2006 dalam Sandra, R.N., 2011).
Secara singkat, teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan sampel DNA dengan primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim termostabil Taq DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan dan menurunkan suhu campuran secara berulang beberapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens DNA yang diinginkan. Teknologi ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas suatu virus (Kurniawan, 2012).
Metode Penelitian
Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi dengan desain transversal / cross sectional.
Tempat dan waktu penelitian
Pengambilan sampel di rumah masing-masing siswa SMAN 3 Kupang, selanjutnya dilakukan pemeriksaan di laboratorium Immunologi Jurusan Analis Kesehatan Kupang.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015.
Variabel penelitian
Varibel terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah status HBsAg.
Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini mencakup jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan.
Variabel bebasJenis kelaminUmurPendidikanPekerjaanStatus pernikahanVariabel terikatStatus HBsAg
Variabel bebas
Jenis kelamin
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Status pernikahan
Variabel terikat
Status HBsAg
variabel bebas
Populasi dan sampel
Populasi pada penelitian ini adalah semua anggota kontak serumah siswa dengan HBsAg reaktif sebanyak 72 orang, diperoleh dari jumlah siswa SMAN 3 Kupang sebanyak 18 orang dengan jumlah anggota kontak serumah masing-masing siswa minimal 4 orang (ayah, ibu, kakak, adik).
Sampel yang digunakan adalah serum dari anggota kontak serumah siswa dengan HBsAg reaktif sebanyak 2 ml untuk setiap probandus dan disimpan pada suhu 4O C.
Teknik sampel
Sampel penelitian diambil dengan teknik purposive sampling dimana yang menjadi sampel adalah anggota kontak serumah yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah sampel sebanyak :
n=N1+ N(d2)
n=721+ 72(0,052)
n=721,18
n = 61 orang
Keterangan :
n=jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = Tingkat kepercayaan ( 0,05 )
Kriteria sampel
Kriteria Inklusi
Berdomisili di Kupang,
Umur 5 – 65 tahun,
Kontak serumah dengan pasien minimal 60 hari,
Bersedia diikutkan dalam penelitian ini dengan menandatangani informed consent.
Kriteria eksklusi
Pengguna narkoba, penderita HIV/AIDS,
Menerima transfusi darah, tato, akupuntur, tindik, imunisasi Hepatitis B dan hemodialisa 60 hari sebelum dilakukan pemeriksaan,
Tidak bersedia diikutkan dalam penelitian.
Ethical Clearance
Penelitian ini didaftarkan pada Komisi Kode Etik Fakultas Kedokteran UNDANA untuk mendapat ijin etik penelitian dengan nomorr registrasi . Semua anggota keluarga yang menjadi sampel penelitian ini akan diminta kesediaan dengan menandatangani informed consent.
Alat
Centrifuge,
Cool box,
Dispo 5 ml,
ELISA reader,
Microplate inkubator,
Microplate reader,
Microplate washer,
Mikropipet,
Rak tabung eppendrof
Tabung vacum cup merah,
Tabung microcup,
Timer,
Tourniquet,
Bahan
Aquades,
Blue tip dan yellow tip,
Monolisa TM HBsAg Ultra Kit,
Plester,
Serum,
Spidol OHP,
Swab alkohol,
Reagen,
Washing solution.
Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya HBsAg dilakukan dengan metode ELISA Monolisa HBsAg Ultra Biorad. Reagensia yang digunakan mempunyai Lot 6M0541, 7A0543 dan 7G0549 yang tiap kitnya terdiri dari:
Microplate : 12 strip x 8 sumur (masing-masing dilapisi antibodi monoklonal anti-HBs dari tikus).
Larutan pencuci pekat (20x) berisi buffer Tris NaCl dengan pH 7,4 mengandung 0,04% Prcolin 300.
Kontrol negatife berupa buffer Tris HCl yang mengandung BSA ( Bovin Albumin Serum ) dengan pengawet berupa Proclin 300 (0,1%).
Kontrol positif buffer Tris HCl yang mengandung BSA dengan tambahan campuran HBsAg murni subtipe ad dan ay dengan pengawet berupa Proclin 300 (0,1%).
Diluent konjugat berupa buffer Tris HCl dengan Ph 7,4 yang mengandung BSA, Tween 20, Immunoglobulin bovin dan immunoglobulin tikus dengan reagen kontrol tambahan untuk sampel.
0,1% Proclin 300 dan ciprofloxacine (10 µl/ml) sebagai pengawet.
Konjugat berupa antibodi anti-HBs monoklonal tikus dan poliklonal antibodi anti-HBs kambing yang terikat pada peroxidase.
Buffer substrat berupa asam sitrat dan larutan sodium asetat dengan pH 4,0 mengandung 0,015% H2O2 dan 4% DMSO.
Kromogen berwarna pink berupa larutan berisi tetramethyl benzidine (TMB).
Larutan penghenti berupa larutan asam sulfat 1N.
Plastik perekat untuk microplate.
Prosedur Kerja (Kit Monolisa TM HbsAg Ultra 72346)
Siapkan larutan pencuci yang diencerkan.
Siapkan larutan konjugat.
Keluarkan plate dari kemasan sesuai jumlah yang diperlukan .
Masukan ke dalam well masing-masing larutan dengan urutan sebagai berikut:
Well A1, B1, C1 dan D1: 100 µl kontrol negatif .
Well E1: 100 µl kontrol positif.
Wells G1, H1, ... dan seterusnya : 100 µl sampel yang tidak diketahui.
Segera pipet 50 µl larutan konjugat ke dalam semua well, homogenkan larutan konjugat sebelum digunakan.
Tutup plate menggunakan perekat kemudian inkubasi selama 1 jam pada suhu 30° C atau ± 5 menit di 37 ± 1 ° C.
Lepaskan perekat dan lakukan pencucian sebanyak 5 kali. Volume larutan yang tersisa dalam well harus kurang dari 10 µl.
Segera masukan ke setiap well substrat A dan substrat B sebanyak 100 µl. Inkubasi di tempat gelap selama 30 ± 5 menit pada suhu kamar (18 - 30 ° C).
Tambahkan 100 µl larutan penghenti dan homogenkan.
Tunggu minimal 4 menit setelah penambahan larutan penghenti untuk menghentikan reaksi .Baca absorbansi dalam waktu 30 menit pada panjang gelombang 450 / 620 nm.
Reaktif Cut Of Value (COV)
Non – Reaktif < Cut Of Value (COV)
Analisis Hasil
Pengumpulan data dimulai dengan pengisisan informed consent untuk memperoleh persetujuan dari responden sebagai subjek penelitian. Hasil pemeriksaan dicatat dan dikumpulkan. setelah itu, proses pengolahan data dilanjutkan dengan tabulasi. Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat dilakukan analisa statistik dengan program SPSS 20 menggunakan uji Korelasi cramer (data nominal) yang dapat dilihat dengan tingkat signifikan. Tingkat signifikan digunakan untuk menyatakan apakah 2 variabel mempunyai hubungan dengan syarat sebagai berikut :
Apabila sig > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara kedua variabel.
Apabila sig < 0,05 maka Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara kedua variabel.
Pelaksanaan Penelitian
Jadwal Penelitian
No
Rencana Kegiatan
Bulan
April
Mei
Juni
Juli
1
Pencarian masalah
X
X
2
Pengumpulan judul
X
3
Penyusunan proposal
X
4
Survei lokasi
X
5
Seminar proposal
X
6
Penyusunan KTI dan ujian KTI
X
X
Rincian Biaya
Barang Non Operasional
No
Nama Bahan
Volume
Biaya
1.
Tabung microcup
1 pack @250
Rp 58.000
2.
Tabung vacum cup merah
1 pack @100
Rp 150.000
3.
Yellow tip
1 pack @1000
Rp 125.000
4.
Blue tip
1 pack @1000
Rp 88.000
5.
Spuit 5 ml
1 pack @ 100
Rp 100.000
7.
Plester steril
1 pack @ 100
Rp 25.000
8.
Alkohol swab
1 pack
Rp 30.000
5.
Monolisa HbsAg Ultra Biorad Kit
1 pack
Rp 1.000.000
TOTAL Rp 1.576.000
Barang Operasional
No
Kegiatan
Volume
Biaya Satuan
Biaya
1
Biaya Pengambilan Sampel
18 subjek
Rp 20.000.-
Rp 360.000.-
2
Biaya Perjalanan
5 kali
Rp 20.000.-
Rp 100.000.-
Total
Rp 460.000.-
Belanja Lain-lain
No
Kegiatan
Volume
Biaya Satuan
Biaya
1
Biaya print & foto copy
3 lap
Rp 100.000
Rp 300.000.-
2
Biaya Jilid
3 lap
Rp 15.000
Rp 45.000.-
3
Biaya Pembimbing
Rp 300.000
Total
Rp 645.000.-
Total Anggaran
No
Uraian
Jumlah (Rp)
1`.
Barang Non Operasional Lainnya
Rp 1.576.000.-
2.
Belanja Operasional Lainnya
Rp 460.000.-
3.
Belanja lain-lain
Rp 645.000.-
Total
Rp 2.681.000