REFERAT KONDILOMA AKUMINATA DISUSUN OLEH : INTAN PERMATA SYARI NIM 1061050097 PEMBIMBING Dr. ALBERT DANIEL, Sp.A
PEMBIMBING Dr.EMIL R. FADLY, Sp.KK DI SUSUN OLEH : INTAN PERMATA SYARI 1061050097
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT dan KELAMIN PERIODE 15 DESEMBER 2014 – 24 JANUARI 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Kondiloma Akuminata (KA) adalah salah satu jenis penyakit menular seksual (sexually transmitted disease). Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh negara, termasuk Indonesia. IMS dapat mealui hubungan seksual (HUS), baik secara genito – genital, oro – genital maupun ano – genital pada HUS yang berlainan jenis atau sesama jenis. Dipekirakan bahwa di antara 500.000 – 1 juta kasus baru didiagnosis setiap tahun di Amerika saja, dengan klinis genital warts yang diperkirakan 1% populasi seksual aktif. Kondiloma akuminata disebabkan oleh Human Papilloma virus (HPV). HPV adalah virus yang sangat menular dan dapat ditularkan melalui kontak seksual genital, anal dan oral. Kontak seksual yang terinfeksi HPV pada individu mempunyai peluang 75% untuk terjadi kondiloma akuminata.Baik laki-laki maupun perempuan rentan untuk terjadi infeksi. Kondiloma akuminata ialah vegetasi oleh human papilloma virus tipe tertentu, bertangkai dan permukaannya berjonjot.1
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
DEFINISI Kondiloma akuminata
ialah vegetasi oleh human papilloma virus tipe
tertentu, bertangkai dan permukaannya berjonjot.1 Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya di daerah genitalia eksterna.1 Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan kalau masih baru, jika telah lama agak kehitaman. Jika timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak enak. Ukuran tiap kutil biasanya 1-2 mm, namun bila berkumpul sampai berdiameter 10 cm dan bertangkai.2 Salah satu cara yang paling praktis untuk menghindari penyakit menular seksual adalah dengan melakukan hubungan seksual dengan satu orang yang telah diketahui kesehatannya atau dengan kata lain melakukan hubungan seksual yang lebih aman. Kondom tidak dapat melindungi dari infeksi HPV karena HPV dapat ditularkan melalui kontak kulit ke kulit pada area tubuh yang terinfeksi HPV, seperti kulit genitalia atau anus yang tidak tertutup kondom 2.2
EPIDEMIOLOGI Penyakit ini termasuk Penyakit akibat Hubungan Seksual (PHS). Frekuensinya
pada pria dan wanita sama. Tersebar kosmopolit dan transmisi melalui kontak kulit langsung.1 United States Annual Incidence dari kondiloma akuminata adalah 1%. Kondiloma akuminata merupakan Sexually Transmitted Disease (STD) yang paling umum. Prevalensi telah dilaporkan melebihi 50%. Prevalensi dan risiko tertinggi adalah pada kalangan dewasa muda pada usia dekade ketiga dan pada remaja. Peningkatan 4 kali lipat atau lebih dalam prevalensi telah dilaporkan dalam 2 dekade terakhir.2 Prevalensi
Internasional
telah dilaporkan bervariasi. Data yang tersedia dari Inggris, Panama, Italia, Belanda, negara-negara berkembang melaporkan infeksi HPV kurang lebih sama dengan yang ada di Amerika Serikat.2 Mortalitas/Morbiditas
3
Mortalitas adalah sekunder dari transformasi maligna pada karsinoma baik pada laki-laki maupun wanita. Hal ini merupakan potensial onkogenik yang telah dilaporkan 3 kali lipat risiko kanker genitourinaria pada pria yang terinfeksi. Namun ini jarang terjadi pada HPV tipe 6 dan 11.2 Fase laten seringkali menjadi aktif selama kehamilan. Vulva kondiloma akuminata dapat mengganggu masa nifas. Dapat menghasilkan krusta atau eritema. Perdarahan dapat terjadi pada lesi yang besar selama kehamilan.2 Pada laki-laki, perdarahan telah dilaporkan karena flat wartspada meatus uretra penis, biasanya dihubungkan dengan HPV tipe 16. Obstruksi uretra yang akut dapat juga terjadi pada wanita.2 Jenis Kelamin Baik laki-laki maupun perempuan rentan untuk terjadi infeksi. Tetapi penyakit yang jelas lebih sering terjadi pada pria (dilaporkan pada 75% dari pasien); namun infeksi pada wanita juga dapat terjadi.2 Usia Prevalensi terbesar adalah pada usia 17-33 tahun, dengan insiden yang memuncak pada usia 20-24 tahun.2 2.3
ETIOLOGI Virus penyebabnya adalah Human Papilloma Virus (HPV), ialah virus DNA yang
tergolong dalam family virus Papova. Sampai saat ini telah dikenal sekitar 60 tipe VPH , namun tidak seluruhnya dapat menyebabkan kondiloma akuminata. Tipe yang pernah ditemui pada kondiloma akuminata adalah tipe 6, 11, 16,18, 30,31, 33,35, 39, 41, 42, 44, 51, 52, dan 56.1 Pada referensi lain menyebutkan, lebih dari 120 subtipe yang berbeda dari HPV yang telah diidentifikasi, dengan 40 subtipe yang mampu menginfeksi traktus anogenital. Jenis ini dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu low risk, intermediate risk, dan high risk. HPV tipe 6 dan 11 jarang menimbulkan kanker serviks sehingga disebut subtipe low risk. Infeksi dari genotif ini bertanggung jawab sekitar 90% pada formasi genital warts. Sebaliknya tipe 16 dan 18 sangat berhubungan dengan displasia serviks sehingga dianggap high risk, subtipe onkogenik. Penelitian menunjukkan infeksi pada genotif ini adalah sampai 70% terjadi Squamous Cell Carcinoma (SCC) dari serviks. HPV tipe 31, 33, 45, 51, 52, 56, 58, dan 59 adalah tipe intermediate risk, sering ditemukan pada neoplasma skuamosa, tetapi jarang dihubungkan dengan SCC serviks.
4
Pasien dengan kondiloma akuminata dapat terinfeksi stimultan oleh beberapa jenis HPV.4
Beberapa tipe HPV tertentu mempunyai potensi onkogenik yang tinggi, yaitu tipe 16 dan 18. Tipe ini merupakan jenis virus yang paling sering dijumpai pada kanker serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering ditemui pada kondiloma akuminata dan neoplasia intraepitelial serviks derajat ringan.1kondiloma juga dapat menjadi koinfeksi yang “high risk” HPV seperti HPV tipe 16. Merupakan penyakit menular seksual, dengan transmisi rata-rata 60% diantara partner seksual.3 HPV adalah virus yang sangat menular dan dapat ditularkan melalui kontak seksual genital, anal dan oral. Kontak seksual yang terinfeksi HPV pada individu mempunyai peluang 75% untuk terjadi kondiloma akuminata.4 VIROLOGY HPV adalah sekelompok unenveloped, virus DNA, family Papovaviridae. Replikasi virus terbatas pada jaringan permukaan lapisan sel basal. Virus akan 5
menembus epitelium mukosa dan kutaneus untuk mencari selular dari host. Lalu kemudian menyerang dan menginfeksi keratinosit basal epidermis. Mukosa dapat terinfeksi di mana saja di sepanjang traktus genital, termasuk vulva, vagina, serviks, regio perianal pada wanita, serta penil shaft, skrotum, periuretra dan regio perianal pada pria. Daerah yang terinfeksi in akan ditandai dengan proliferasi DNA dan terbentuknya warty papule atau plaque.4 Genom virus terdiri dari 6 early-open reading frames (E1, E2, E4, E5, E6, E7) dan 2 late-open reading frames (L1, L2). Early-open E gen adalah penting untuk regulasi fungsi dan enkode protein yang terlibat pada replikasi virus dan transformasi sel. Sebaliknya late-open L gen mengkode protein kapsid virus. Perbedaan genotip L1 menyebabkan pola yang sedikit berubah dari virus replikasi DNA, yang diperkirakan dapat menjelaskan berbagai subtipe HPV. Secara khusus, HPV subtipe low risk akan terpisah dari DNA sel host dan menjalani replikasi yang independen. Sebaliknya HPV high risk akan menggabungkan DNA mereka langsung ke material genetik sel host. Integrasi virus dan DNA sel host seringkali menghasilkan disregulasi dan aktivasi tak terkontrol dari gen E6 dan E7, dimana mempromosikan transkripsi onkoprotein. Ini akan mengikat dan menonaktifkan tumor supressor genes p53 dan Rb, menyebabkan proliferasi sel meningkat dan risiko lebih besar untuk terjadinya keganasan.4 DERMATOPATOLOGI Secara hisptopatologi, ciri khas sel yang terinfeksi oleh HPV adalah berkembangnya morfologi keratinosit atipikal yang disebut koilosit. Secara umum, epidermis
akan
menunjukkan
acanthosis
ditandai
dengan
berbagai
tingkat
papilomatosis, hiperkeratosis dan parakeratosis.4 2.4. PATOGENESIS Sel-sel dari lapisan basal epidermis diserang oleh Human Papilloma Virus (HPV). Penetrasi virus ini menembus kulit dan menyebabkan mikroabrasi mukosa. Awalnya fase laten dari virus dengan tidak adanya tanda atau gejala dan dapat berlangsung dari satu bulan sampai beberapa tahun. Setelah fase laten, produksi dari DNA virus, capsid dan partikel dimulai. Sel host terinfeksi dan berkembang morfologi koilocytosis atipikal dari kondiloma akuminata.2 Penularan HPV genital hampir semata-mata melalui hubungan kelamin, walaupun autoinokulasi dan penularan melalui fomite juga dapat terjadi. Infeksi dapat ditularkan 6
kepada neonatus saat persalinan per vaginam. Para bayi ini kemudian dapat mengalami papiloma saluran napas atas yang rekuren dan berpotensi mengancam nyawa. Faktor risiko terbesar untuk timbulnya HPV adalah jumlah pasangan seks, merokok, pemakaian kontrasepsi oral, dan kehamilan tampaknya meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HPV.6,7 Penularannya melalui kontak seksual, baik genital-genital, oral-genital, maupun genital oral. Permukaan mukosa yang lebih tipis lebih susceptible untuk inokulasi virus daripada kulit berkeratin yang lebih tebal sehingga mikroabrasi pada permukaan epitel memungkinkan virion dari pasangan seksual yang terinfeksi masuk ke dalam lapisan sel basal pasangan yang tidak terinfeksi. Selain itu penularannya dapat melalui transmisi perinatal, dari ibu dengan kondiloma akuminata ke neonatus sehingga mengakibatkan external genital wart atau kondiloma akuminata dan papillomatosis laring.2 Sel basal merupakan tempat pertama infeksi HPV sehingga setelah inokulasi melalui trauma kecil, virion HPV akan masuk sampai lapisan sel basal epitel. Agar dapat menimbulkan infeksi, HPV harus mencapai epitel yang berdiferensiasi sedangkan sel basal relatif undifferentiated, mereka hanya terstimulasi untuk membelah secara cepat sehingga disini hanya terjadi ekspresi gen HPV. Sesuai dengan pembelahan sel basal, virion HPV akan bergerak ke lapisan epidermis yang lebih atas. Dan hanya lapisan epidermis di atas lapisan basal yang berdiferensiasi pada tahap lanjut, yang dapat mendukung replikasi virus. Ekspresi gen virus pada lapisan ini diperlukan untuk menghasilkan kapsid protein dan kumpulan partikel virus. Sesudah itu terjadi pelepasan virus bersama dengan sel epitel yang deskuamasi, kemudian virus baru akan menginfeksi lapisan basal lain. Waktu yang dibutuhkan mulai dari infeksi HPV sampai pelepasan virus baru adalah 3 minggu (masa inkubasi kondiloma akuminata 3 minggu sampai 8 bulan).2,7,8 Pada infeksi virus pertahanan tubuh diperankan oleh T helper dan T sitotoksik. Antigen yang dipresentasikan sel dendritik, akan dikenali oleh T helper melalui MHC II dan dikenali oleh T sitotoksik melalui MHC I, kemudian T helper membantu aktivasi T sitotoksik yang akan melisiskan protein virus pada sel terinfeksi. Pada infeksi HPV, karena virus non litik maka antigen akan dilepaskan dengan lambat dan sel dendritik tidak diaktifkan. Ada yang berpendapat bahwa kemungkinan respons tidak berperan pada infeksi HPV, tetapi penelitian menunjukkan lesi yang berhubungan dengan HPV lebih lama, mudah kambuh, dan lebih lebar pada penderita imunodefisiensi terutama imunitas seluler. Selain itu pada infeksi HPV yang berperan adalah respon Th1 dengan 7
adanya IL-12, yang menginduksi IFN membantu aktivasi T sitotoksik dan meningkatkan aktivitas NK cell sitotidal. Ada penemuan yang tidak diduga, dengan dihasilkannya IL-12 mungkin memiliki efek antivirus, selain itu didapatkan infiltrasi limfosit terutama makrofag dan CD4, dengan demikian terdapat aktivitas sistem imun pada infeksi HPV terutama respons Th1.2,7,8 2.5 GEJALA KLINIS Setelah terinfeksi oleh HPV, virus biasanya membutuhkan masa inkubasi 3 minggu sampai 8 bulan sebelum manifestasi klinis. Rata-rata gejala fisik dimulai sekitar 2-3 bulan setelah kontak awal. Virus dapat juga sebagai dormant pada sel epitelial dalam jangka waktu yang lama. Infeksi ini dapat bertahan lama dan dapat tidak terdeteksi sehingga dapat menimbulkan manifestasi klinis asimptomatik.4 Setelah manifestasi awal, kondiloma akuminata dapat meningkatkan dalam hal ukuran dan jumlah. Kondiloma dapat mengalami rekuren dalam waktu 3 bulan setelah terinfeksi bahkan setelah menjalani pengobatan. Faktor risiko yang signifikan untuk kondiloma yang persisten jangka panjang adalah imunosupresi host, infeksi dengan HPV yang high risk. Timbulnya limfosit CD4+ dalam dermis dan epidermis dianggap dapat meningkatkan regresi spontan, yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh dalam menentukan perjalanan infeksi virus.4 Kondiloma biasanya pada jaringan yang lembab pada area anogenital, meskipun kadang-kadang dapat berkembang di mulut atau tenggorokam setelah kontak seksual secara oral yang terinfeksi dari partnernya. Kondiloma akuminata memiliki bentuk yang sangat bervariasi , mungkin flat (datar), dome-shaped (seperti kubah), cauliflower-shape (kembang kol) atau pedunculated. Kondiloma dapat bermanifestasi sebagai soliter keratotik papul atau plak. Awalnya dalam bentuk kecil, ukuran 1-2 mm flesh-colored papule dari kulit dan bentuk ini dapat bertahan selama infeksi. Kondiloma juga dapat tumbuh dalam ukuran besar dengan diameter beberapa inci, dimana dapat mengganggu hubungan seksual dan persalinan normal. Warna dapat bervariasi mulai dari putih menjadi merah muda, ungu, merah atau coklat dan bentuknya dari flat sampai cerebriform atau verukosa.4 Lesi dapat menimbulkan ketidaknyamanan, rasa panas, dan pruritus. Lesi yang besar dapat berdarah dan iritasi bila kontak dengan pakaian atau selama hubungan seksual.4 Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya daerah genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya di perineum dan sekitar anus, sulkus 8
koronarius, glands penis, muara uretra eksterna, korpus dan pangkal penis. Pada wanita di daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadang-kadang pada porsio uteri. Pada wanita yang banyak mengeluarkan flour albus atau wanita hamil pertumbuhan penyakitnya lebih cepat.1 Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan kalau masih baru, jika telah lama agak kehitaman. Permukaannya berjonjot (papilomatosa) sehingga pada vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan sondase. Jika timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak enak Kondiloma akuminata pada umumnya asimtomatis, tetapi dapat menimbulkan ketidaknyamanan karena mengakibatkan gatal, lembab, perdarahan, dispareunia, rasa terbakar, dan menimbulkan discharge.2 Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya di daerah genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya di perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, muara uretra eksterna, korpus, dan pangkal penis, dengan bentuk bervariasi dari lesi kecil tak bertangkai hingga proliferasi papilaris besar yang garis tengahnya beberapa sentimeter. Pada wanita di daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadang-kadang pada porsio uteri. Pada wanita yang banyak mengeluarkan fluor albus atau wanita yang hamil pertumbuhan penyakit lebih cepat.1 Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan kalau masih baru, jika telah lama agak kehitaman. Permukaannya berjonjot (papilomatosa) sehingga pada vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan sondase. Jika timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak enak. Ukuran tiap kutil biasanya 1-2 mm, namun bila berkumpul sampai berdiameter 10 cm dan bertangkai. Dan biasanya ada yang sangat kecil sampai tidak diperhatikan. Kutil biasanya muncul dalam waktu 1-8 bulan setelah terinfeksi, dimulai sebagai pembengkakan kecil yang lembut, lembab, berwarna merah atau pink. Mereka tumbuh dengan cepat dan bisa memiliki tangkai.1,9 Manifestasi infeksi HPV pada kelamin dapat berupa kondisi berikut:2 a. Infeksi Klinis Morfologinya dapat berbentuk: 1. Kondiloma akuminatum, bentuk klasik dari genital wart seperti bunga kol yang menonjol.
9
2. Papula halus (smooth popular form/sessile), papul kecil, berwarna seperti daging atau papul hiperpigmentasi yang mungkin bergabung membentuk plaque. 3. Papula keratotik atau seperti veruka vulgaris. 4. Veruka plana Pada laki-laki berupa papul verrucous tetapi kadang juga didapatkan flat wart. Pada wanita, di vulva bentuk verrucous sedangkan di vagina bentuk flat.2 b. Infeksi Subklinis Hanya tampak dengan alat bantu misal asam asetat 3-5%, lensa pembesar, dan kolposkopi, namun secara histopatologis menunjukkan adanya infeksi HPV.2 c.
Infeksi Laten Tidak tampak infeksi HPV baik secara klinis, dengan alat bantu, maupun secara histopatologis. DNA HPV dapat dideteksi pada epitel yang tampak normal dengan teknik biologi molekuler.2 Daerah predileksinya sulkus koronarius, glans penis, muara uretra eksterna, korpus, pangkal penis, perineum (pria), labia, klitoris, vagina, serviks (wanita), perianal, anal, rektum dan orofaring (kedua jenis kelamin). Di daerah vagina dan serviks, kondiloma akuminata bebentuk flat (datar).2 Jika terjadi infeksi sekunder, warna kemerahan pada kondiloma akuminata akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak enak.2 Gambar 1. Kondiloma akuminata di daerah glans penis dan sulkus koronarium. Tampak vegetasi yang bertangkai maupun tidak bertangkai. Sumber: Murtiastutik D, Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.h.165-79.
Untuk kepentingan klinis kondiloma akuminata dibagi dalam 3 bentuk yaitu: a.
Bentuk akuminata
10
Terutama dijumpai pada lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi bertangkai dengan permukaan yang berjonjot-jonjot seperti jari. Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar sehingga tampak seperti kembang kol. Lesi yang besar ini sering dijumpai pada wanita yang mengalami fluor albus, pada wanita hamil, dan pada keadaan imunitas terganggu. b. Bentuk papul Lesi bentuk papul biasanya didapati pada daerah dengan keratinisasi sempurna, seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal dan perineum. Kelainannya berupa papul dengan permukaan yang halus dan licin, multipel dan tersebar secara diskret. c.
Bentuk datar Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau bahkan sama sekali tidak tampak dengan mata telanjang (infeksi subklinis), dan baru terlihat setelah dilakukan tes asam asetat. Dalam hal ini penggunaan kolposkopi sangat menolong.
Gambar 2. Kondiloma akuminata: vegetasi eritematosa menutupi genitalia eksterna, bertangkai, permukaannya berbintil-bintil. Sumber: Handoko R. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.112-4.
Meskipun demikian perlu diingat bahwa tidak ada batasan yang jelas antara ketiga bentuk tadi dan sering pula dijumpai bentuk-bentuk peralihan. Selain ketiga bentuk klinis diatas, dijumpai juga bentuk klinis yang lain yang telah diketahui berhubungan dengan keganasan pada genitalia, yaitu: 11
a. Giant condyloma Buschke-Lowenstein Bentuk ini diklasifikasikan sebagai karsinoma sel skuamosa dengan keganasan derajat rendah. Hubungan antara kondiloma akuminata dengan giant condyloma diketahui dengan ditemukannya HPV tipe 6 dan tipe 11. Lokalisasi lesi yang paling sering adalah pada penis dan kadang-kadang pada vulva dan anus. Klinis tampak sebagai kondiloma yang besar, bersifat invasif lokal dan tidak bermetastasis. Secara histologis giant condyloma tidak berbeda dengan kondiloma akuminata. Giant condyloma ini umumnya refrakter terhadap pengobatan.4
Gambar 3. Giant condyloma Sumber: Murtiastutik D, Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.h.165-79.
b. Papulosis Bowenoid Secara klinis berupa papul likenoid berwarna coklat kemerahan dan dapat berkonfluens menjadi plakat. Ada pula lesi yang berbentuk makula eritematosa dan lesi yang mirip leukoplakia atau lesi subklinis. Umumnya lesi multipel dan kadangkadang berpigmentasi. Berbeda dengan kondiloma akuminata, permukaan lesi papulosis Bowenoid biasanya halus atau hanya sedikit papilomatosa. Gambaran histopatologik mirip penyakit bowen dengan inti yang berkelompok, sel raksasa diskeratotik dan sebagai mitotik atipik. Dalam perjalanan penyakitnya, papulosis Bowenoid jarang menjadi ganas dan cenderung untuk regresi spontan.4
12
Gambar 4. Papulosis Bowenoid pada anus. Sumber: Kirnbauer R, Lenz P, Okun MM. Human papillomavirus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd edition. United State of America: Mosby Elsevier; 2008.p.1183-97.
2.6 DIAGNOSIS a.
b.
Anamnesis
Partner seksual multipel dan usia coitus yang lebih muda merupakan faktor
risiko kondiloma akuminata.2 Umumnya, 2/3 dari individu yang memiliki pasangan kontak seksual dengan
kondiloma akuminata, lesi dapat berkembang dalam waktu 3 bulan.2 Keluhan utama biasanya salah satu benjolan nyeri, pruritus atau discharge.
Terlibatnya lebih dari satu area sering terjadi. Riwayat lesi multipel.2 Lesi pada mukosa oral, laring atau trakea (tapi jarang) mungkin terjadi karena
kontak oral-genital.2 Riwayat hubungan seksual anal baik pada lak-laki maupun perempuan dapat
menyebabkan lesi pada perianal.2 Perdarahan uretra atau obstruksi uretra meskipun jarang dapat terjadi, dapat
disebabkan oleh kondiloma yang terdapat di meatus.2 Riwayat pasien dengan PMS sebelumnya atau sedang terjadi.2 Perdarahan saat koitus dapat terjadi. Perdarahan vagina selama kehamilan
terjadi karena erupsi dari kondiloma.2 Lesi dapat regresi, spontan atau progres.2 Pruritus dapat terjadi.2 Keluhan discharge mungkin ada.2
Pemeriksaan Fisik 13
Erupsi papular single atau multipel dapat diobservasi. Erupsi mungkin muncul mutiara, filiform, kembang kol (caulifowler) atau plaquelike. Semuanya ini dapat secara halus (terutama pada penis), verukosa atau lobular. Erupsi ini
mungkin tidak berbahaya atau dapat mengganggu penampilan.2 Warna erupsi mungkin sama dengan warna kulit atau dapat juga eritema atau hiperpigmentasi.
Periksa
ketidakteraturan
dalam
bentuk,warna
yang
mensugesti melanoma atau keganasan.2 Kecenderungan pada glands penis pada pria dan daerah vulvovagina dan
serviks pada perempuan. 2 Lesi meatus uretra dan mukosa dapat terjadi.2 Mencari adanya klinis dari PMS lainnya (misalnya ulserasi, adenopati,
vesikelm discharge). Melihat lesi perianal, terutama pada pasien dengan riwayat atau risiko dari imunosupresi atau hubungan seksual secara anal.
c.
Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
membantu menegakkan diagnosis, antara lain sebagai berikut: a. Tes asam asetat (acetowhitening) Tes ini menggunakan larutan asam asetat 3-5% dalam akuades, dapat menolong mendeteksi infeksi HPV subklinis atau untuk menentukan batas pada lesi datar. Pemeriksaan ini menolong dalam membatasi infeksi HPV ke serviks dan anus. Sensitivitas acetowhitening pada infeksi HPV cukup baik dan untuk beberapa lesi hasil pemeriksaan tersebut lebih baik dibandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologi pada biopsi rutin. Acetowhitening pada lesi genital eksterna tidak spesifik untuk kondiloma.2 Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi yang dicurigai. Dalam 1-5 menit lesi akan berubah warna menjadi putih (acetowhite). Perubahan warna pada lesi di daerah perianal perlu waktu lebih lama (sekitar 15 menit).3 b. Kolposkopi Merupakan tindakan yang rutin dilakukan di bagian kebidanan, namun belum digunakan secara luas di bagian penyakit kulit. Pemeriksaan ini terutama berguna untuk melihat lesi kondiloma akuminata yang subklinis, dan kadang-kadang dilakukan bersama dengan tes asam asetat. Kolposkopi menggunakan sumber 14
cahaya yang kuat dan lensa binokular sehingga lesi dari infeksi HPV dapat diidentifikasi. Biasanya kolposkopi digunakan bersama asam asetat untuk membantu visualisasi dari jaringan yang terkena. Walaupun awalnya kolposkopi didisain untuk memeriksa alat kelamin wanita, aplikasi dari kolposkopi sudah dikembangkan untuk memeriksa penis dan anus. Servikal kolposkopi dan anoskopi resolusi tinggi biasanya dilakukan setelah tes sitologi yang abnormal pada skrining dari kanker serviks dan anus.8,9 c.
Pap Smear Seluruh wanita seharusnya dimotivasi untuk melakukan pap smear setiap tahun karena HPV merupakan penyebab utama pada patogenesis kanker serviks. Anal pap smear test dengan cervical brush dan larutan fiksasi membantu dalam mendeteksi kelainan pada anus. Oleh karena itu, setiap wanita dengan kondiloma akuminata atau yang merupakan pasangan seksual pria penderita kondiloma akuminata sebaiknya dilakukan pap smear.2
d. Pemeriksaan Histopatologi Gambaran mikroskopiknya adalah proliferasi berlebihan epitel skuamosa berlapis yang ditopang oleh papilla fibrovaskular. Sel epitel yang terletak di permukaan memiliki nukleus hiperkromatik ireguler yang dikelilingi oleh halo jernih perinukleus, suatu perubahan yang disebut sebagai koilositosis.1
Gambar 5. Histopatologi kondiloma akuminata (akantosis, hyperkeratosis, dan vakuolisasi sitoplasma) Sumber: Crum CP, Lester SC, Cotran RS. Sistem genitalia perempuan dan payudara. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins Sl, editor. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2007.h.762.
Pemeriksaan ini juga diindikasikan untuk mengkonfirmasikan SCCIS atau squamous cell carcinoma invasive. Pada kondiloma akuminata didapatkan akantosis 15
dan papillomatosis pada lapisan Malpighi, dengan penebalan dan elongasi rete ridge. Pada lapisan Malpighi bagian atas didapatkan banyak sel vakuolisasi, tetapi distribusinya terbatas dan tidak ditemukan pada seluruh bagian, pembuluh darah kapiler berliku-liku dan meningkat. Lapisan tanduk mengalami parakeratosis, terutama pada lesi di permukaan mukosa. Stratum korneum tidak terlalu tebal. Dapat pula diperoleh gambaran mitosis, koilositosis nukleus, dobel nukleus dan apoptosis keratinosit.2 e.
Deteksi DNA HPV Adanya DNA HPV dan tipe HPV yang spesifik dapat ditentukan dengan hibridisasi pada hapusan dan spesimen biopsi. Ada beberapa teknik hibridisasi, antara lain hibridisasi insitu, Southern blot, Northern blot, dot blot, filter insitu hybridization, dan polymerase chain reaction. Ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan metode hibridisasi, antara lain: bahan klinis yang dianalisis, kondisi bahan klinis, ukuran sampel klinis atau hasil DNA selular, sensitivitas, spesifisitas tipe HPV serta kepraktisan tes.2 Salah satu metode yang dipertimbangkan untuk standar baku emas deteksi DNA HPV adalah “Southern blot hybridization”. DNA total diekstraksi dari bahan biopsi atau dari sel yang terlepas dan didigesti dengan endonuklease resriksi. DNA kemudian dipisahkan dalam fragmen menggunakan elektroforesis gel dan didenaturasi dalam gel dengan alkalin menjadi DNA serat tunggal, yang kemudian ditransfer ke filter nitroselulosa menggunakan teknik Southern blot”. Filter kemudian dihibridisasi dengan probe DNA HPV tipe spesifik yang dilabel dengan radioaktif atau nonradioaktif. Penggunaan meode polymerase chain reaction (PCR) dengan amplifikasi target sekuens DNA yang spesifik merupakan metode yang menjajikan untuk diagnosis infeksi HPV.
f. Serologi Kejadian kondiloma akuminata merupakan pertanda kegiatan seksual yang tidak aman sehingga tes serologis untuk sifilis dilakukan pada seluruh pasien untuk menyingkirkan koinfeksi dengan Treponema pallidum, dan seluruh pasien dilakukan tes HIV.2 2.7 DIAGNOSIS BANDING 16
a. Veruka vulgaris Veruka vulgaris merupakan kelainan kulit berupa hiperplasi epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus tipe tertentu. Virus ini bereplikasi pada sel-sel epidermis dan ditularkan dari orang-orang. Penyakit ini juga menular dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh pasien yang sama dengan cara autoinokulasi. Virus ini akan menular pada orang tertentu yang tidak memiliki imunitas spesifik terhadap virus ini pada kulitnya. Veruka vulgaris dengan klinis lesi hiperkeratotik, eksotipik dan berbentuk kubah, papula atau nodul terutama terletak pada jari, tangan, lutut, siku atau lainnya pada situs trauma. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya hiperplasia epidermis yang sering bergelombang, yang cenderung mengenai lapisan epidermis yang lebih superfisial, menimbulkan halo kepucatan di sekitar nukleus yang terinfeksi.8 Kutil ini terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa dan orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian ekstensor, walaupun demikian penyebarannya dapat ke bagian lain tubuh termasuk mukosa mulut dan hidung.1
Gambar 6. Veruka vulgaris: papul-papul datar, keras, dengan permukaan kasar, sebagian berkonfluensi. Sumber: Handoko R. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.112-4.
Kutil ini bentuknya bulat berwarna abu-abu, dasarnya lentikular atau kalau berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa). Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomen Köbner). Dikenal pula induk kutil yang pada suatu saat akan menimbulkan anak-anak kutil dalam jumlah
17
yang banyak. Veruka biasanya swasirna, mereda secara spontan dalam 6 bulan hingga 2 tahun.1 b. Kondiloma lata Merupakan salah satu bentuk sifilis stadium II. Lesi berupa papul-papul dengan permukaan yang lebih halus, bentuknya lebih bulat daripada kondiloma akuminata, besar, berwarna putih atau abu-abu, lembab, lesi datar, plakat yang erosif, ditemukan banyak spirochaeta pallidum. Terdapat pada daerah lipatan yang lembab seperti anus dan vulva. Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, sifilis sekunder dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.15 Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada sifilis sekunder sangat menular. Gejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai penyakit kulit yang lain ialah: kelainan kulit pada sifilis sekunder umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada sifilis sekunder dini kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki. Lesi dapat berbentuk roseola, papul, dan pustule, atau bentuk lain.15 Roseola ialah eritema macular, berbintik-bintik, atau berbercak-bercak, warnanya merah tembaga, bentuknya bulat atau lonjong. Roseola akan menghilang dalam beberapa hari atau minggu, dapat pula bertahan hingga beberapa bulan. Bentuk lain ialah terdiri atas papul-papul lentikular, permukaannya datar, sebagian berkonfluensi, terletak pada daerah lipatan kulit; akibat gesekan antar-kulit permukaannya menjadi erosif, eksudatif, sangat menular.15
Gambar 7. Sifilis stadium 2 bentuk kondiloma lata di daerah penis, skrotum, dan inguinalis
18
Sumber: Murtiastutik D, Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.h.165-79.
Bentuk pustul lebih sering tampak pada kulit berwarna dan jika daya tahan tubuh menurun. Timbulnya banyak pustul ini sering disertai demam yang intermiten dan penderita tampak sakit, lamanya dapat berminggu-minggu.15 c.
Karsinoma sel skuamosa Karsinoma sel skuamosa adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan pertumbuhan karsinoma sel skuamosa pada kulit yaitu faktor sinar matahari, arsen, hidrokarbon, suhu, radiasi kronis, virus. Faktor predisposisi karsinoma sel skuamosa antara lain radiasi sinar ultraviolet, bahan karsinogen, arsenik dan lain-lain.16,17 Vegetasi yang seperti kembang kol, mudah berdarah, dan berbau. Kadangkadang sulit dibedakan dengan kondiloma akuminata. Pada lesi yang tidak memberikan respon pada pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi. Umur yang paling sering ialah 40-50 tahun dengan lokalisasi yang tersering di tungkai bawah dan secara umum ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada wanita.17
Gambar 8. Karsinoma sel skuamosa: vegetasi papilomatosa seperti bunga kol. Sumber: Rata IG. Tumor kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.236-7.
Tumor ini dapat tumbuh lambat, merusak jaringan setempat dengan kecil kemungkinan bermetastasis. Sebaliknya tumor ini dapat pula tumbuh cepat, merusak jaringan disekitarnya dan bermetastasis jauh, umumnya melalui saluran getah bening. Tumor 19
yang terletak di daerah bibir, anus, vulva, penis lebih cepat mengadakan invasi dan bermetastasis dibandingkan dengan daerah lainnya.1 Secara histopatologi karsinoma sel skuamosa terdiri dari massa yang iregular dari sel-sel epidermis yang berproliferasi dan menginvasi ke dermis. Karsinoma sel skuamosa yang berdiferensiasi baik menunjukkan keratinisasi yang cepat dari lapisan sel skuamosa. Sel-sel tumor tersusun secara fokal dan konsentris disertai massa keratin, sehingga terbentuklah mutiara tanduk (horn pearls). Pada karsinoma sel skuamosa diferensiasi buruk menunjukkan keratinisasi yang terbatas atau kurang sel-sel atipik dengan gambaran mitosis yang abnormal. Tidak dijumpai interseluler bridge.
2.8
PENATALAKSANAAN Podophyllotoxin 0,05% solution atau gel dan 0,15% cream Podophyllotoxin adalah ekstrak dari tanaman podophyllum, dimana dapat mengikat mikrotubulus selular, menghambat pembelahan mitosis dan menginduksi dari nekrosis warts dimana maksimal 3-5 hari setelah pemberian. Erosi yang dangkal dapat terjadi sebagai lesi nekrotik dimana dapat sembuh dalam beberapa hari. Ini merupakan pilihan pengobatan yang dianggap aman.4 Podophyllotoxin tersedia dalam bentuk solutio, krim atau gel dan digunakan 2 kali sehari selama 3 hari berturut dalam seminggu, maksimal sampai 4 minggu. Untuk jenis solutio pada lesi di penis, sedangkan krim atau gel pada lesi di anal atau vaginal. Efek sampingnya adalah sakit, inflamasi, erosi, rasa panas, gatal. Hal ini terjadi bila penggunaan pengobatan berlebihan. Meskipun profil obat ini secara signifikan aman, tapi podophyllotoxin belum dievaluasi secara menyeluruh untuk teratogenik dan tidak direkomendasikan pada kehamilan.
Imiquimod 5% cream Krim Imiquimod (imidazoquinolinamine) 5% adalah agen topikal imunomodulator, dimana pertama kali digunakan pada kondiloma tahun 1997. Meskipun mekanisme 20
kerjanya masih belum jelas, tapi dapat mengaktifkan kekebalan sel dengan mengikat membranous toll-like receptor. Ini menyebabkan sekresi sitokin multipe, seperti interferon-α, interleukin-6, TNF-α yang sangat penting dalam induksi respon inflamasi. Selain itu, telah terbukti memiliki penurunan viral-load yang diukur dengan HPV DNA, penurunan mesengger RNA (mRNA) ekspresi untuk penanda proliferasi keratinosit dan peningkatan mRNA untuk penanda supresi tumor.4 Pemberiannya sebelum tidur, 3 kali dalam seminggu sampai 16 minggu. Efek samping adalah inflamasi lokal seperti gatal, eritema, panas, iritasi, nyeri, ulserasi. Kadang-kadang pasien mengalami efek samping sistemuk seperti sakit kepala, nyeri otot, kelelahan dan malaise. Tingkat kekambuhan kecil yaitu sekitar 13%.
Sinecatechins 15% ointment Adalah ekstrak botani yang telah disetujui tahun 2006 di USA oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk penatalaksanaan genital warts. Bahan aktifnya adalah ekstrak teh hijau, yang diduga memiliki antioksidan, antivirus dan efek antitumor. Meskipun mekanisme yang tepat masih belum jelas, obat ini diperkirakan memodulasi respon inflamasi melalui penghambatan faktor transkripsi AP-1 dan NF-kB, yang keduanya disebabkan oleh spesies oksigen reaktif. Dapat diberikan 3 kali sehari sampai 4 bulan. Biasanya, jika perbaikan tidak terlihat dalam beberapa minggu, pengobatan dihentikan.4 Efek sampingnya adalah kemerahan, panas, gatal dan nyeri. Efek samping yang berat adalah limfadenitis, vulvovaginitis, balanitis, tetapi ini sangat jarang.4
Podofilin Yang digunakan ialah tingtur podofilin 25%. Kulit di sekitarnya dilindungi dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi, setelah 4-6 jam dicuci. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari. Setiap kali pemberian jangan melebihi 0,3 cc karena akan diserap dan bersifat toksik. Gejala toksisitas ialah mual, muntah, nyeri abdomen, gangguan alat napas, dan keringat yang disertai kulit dingin. Dapat pula terjadi supresi sumsum tulang yang disertai trombositopenia dan leukopenia. Pada wanita hamil sebaiknya jangan diberikan karena dapat terjadi kematian fetus. 21
Cara pengobatan dengan podofilin ini sering dipakai. Hasilnya baik pada lesi yang baru, tapi kurang memuaskan pada lesi yang lama atau yang berbentuk pipih.1podofilindianggap kurang efektif daripada podophyllotoxin, cryotheraphy atau electrosurgery.4
Asam triklorasetat (Trichloracetic acid/ TCA) Digunakan
larutan
dengan
konsentrasi
50%,
dioleskan
setiap
minggu.
Pemberiannya harus berhati-hati. Karena dapat menimbulkan ulkus yang dalam. Dapat diberikan pada wanita hamil.1 Agen ini dapar secara cepat menembus dan membakar kulit, keratin dan jaringan lainnya. Pengobatan ini menyebabkan toksisitas sistemik. Biaya sangat rendah.2selain itu, TCA bersifat korosif dan penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan jaringan parut. Efek sampinGg: Toksisitas kulit (luka bakar berat, inflamasi) Kontraindikasi: Hipersensitivitas,
lesi
maligna
atau
premaligna
Farmakologi:Keratolitik,
menginduksi deskuamasi2
5-fluorourasil Konsentrasinya antara 1-5 % dalam krim, dipakai terutama pada lesi di meatus uretra. Pemberiannya setiap hari sampai lesi hilang. Sebaiknya penderita tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan.1 Tidak lagi direkomendasikan untuk pengobatan rutin. Memiliki aktifitas antimetabolik dan/atau antineoplastik dan imunostimulatif. Penggunaannya untuk mencegah kekambuhan setelah ablasi kondiloma, jika dimulai dalam waktu 4 minggu, khususnya pada pasien dengan immunocompromised.
Bedah listrik(electrosurgery) Melibatkan penggunaan arus listrik frekuensi tinggi dalam bentuk termal koagulasi atau elektrokauter untuk membakar dan menghancurkan lesi. Jaringan yang kering kemudian dilakukan kuretase. Teknik ini berkhasiat bila digunakan dalam pengobatan wart yang kecil terletak pada shaft of penis, rektum atau vulva. Namun tidak dianjurkan pada lesi yang besar karena mungkin dapat menyebabkan formasi scar yang permanen. Efek sampingnya adalah minimal, biasanya terbatas pada nyeri post prosedural.
Cryotheraphy 22
Cryotheraphy dapat dilakukan dengan menggunakan open spray atau aplikator cotton-tipped selama 10-15 detik dan dapat diulang sesuai dengan kebutuhan. Cryotheraphy untuk pengobatan lini pertama sangat baik, terutama untuk lesi perianal.2 Efek sampingnya adalah nyeri saat treatment, erosi, ulserasi, dan hipopigmentasi post inflamasi dari kulit. Cryotheraphy aman selama kehamilan.2 Cryotheraphy juga memiliki keuntungan yaitu sederhana, murah dan jarang menyebabkan jaringan parut. Pada penelitian dilaporkan tingkat kekambuhan adalah 21%-42% pada 1-3 bulan. Cryotheraphy adalah proses dimana jaringan abnormal beku melalui penggunaan Cooling agent seperti nitrous oxide atau liquid nitrogen. Suhu harus dingin sehingga menyebabkan permanen dermal dan kerusakan pembuluh darah. Umumnya, pengobatan ini paling efektif bila digunakan untuk multiple small warts pada penile shaft atau vulva.4 Cryotheraphy dianggap cukup murah dan lebih berkhasiat dibandingkan dengan TCA. Tingkat kekambuhan sekitar 25-40%. Efek sampingnya adalah destruksi jaringan lokal, seperti nyeri, ulserasi, infeksi, risiko jaringan parut.4
Bedah Eksisi Selama bertahun-tahun bedah eksisi dianggap menjadi pilihan utama.4bedah eksisi untuk kondilomata anal yang ekstensif dapat menyebabkan deformitas kosmetik pada anus dan/atau kanalis anal. Stenosis anal merupakan komplikasi serius dari surgery anorektal. Dikarenakan risiko striktur dan scar menyebabkan deformitas pada regio anorektal, beberapa dokter menyarankan setelah bedah eksisi pada kondiloma anal ekstensif rekonstruksi operasi menggunakan rotasional bilateral Sflaps atau metode lain seperti V-Y flaps, musculocutaneus flaps, free flaps dan skin grafting. Komplikasi setelah metode ini seperti nekrosis flap, infeksi, inkotinensia fekal.7
Laser karbondioksida Terapi laser kabrbondioksida bergantung pada penggunaan konsentrasi sinar energi cahaya infrared, yang akan memanaskan dan akhirnya akan menguapkan daerah target. Kemanjuran terapi ini untuk kondiloma masih diperdebatkan. Terapi laser biasanya dianggap kurang efektif dibandingkan terapi bedah lainnya. Tingkat 23
kekambuhannya juga cenderung meningkat antara 23-52%. Terapi ini sangat mahal.4 Luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit jaringan parut, bila dibandingkan elektrokauterisasi.1 Penggunaan karbondioksida untuk treatment laser untuk kondiloma akuminata yang ekstensiv atau rekurent.Berpotensi untuk mendeteksi infeksi HPV tipe 6. Anestesi lokal, regional atau general diperlukan. 2
Interferon Dapat diberikan dalam bentuk suntikan (i.m atau intralesi) dan topikal (krim). Interferon alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU. i.m 3 kali seminggu selama 6 minggu atau dengan dosis 1-5 mU i.m selama 6 minggu. Interferon beta diberikan dengan dosis 2x106 unit i.m selama 10 hari berturut-turut.1 Interferon tidak direkomendasikan sebagai modalitas pengobatan utama. Diproduksi secara alami oleh protein dengan antivirus, antitumor dan immunomodulatory actions. 2.9 VAKSINASI Vaksin human papilloma virus sekarang tersedia untuk mencegahHPV terkait dengan displasia dan neoplasia termasuk kanker serviks, genital warts (kondiloma akuminata) dan lesi genital prakanker. Imunisasi seri harus diselesaikan pada anak lakilaki dan perempuan, maupun usia muda, dan perempuan usia 9-26 tahun.2 Vaksin Papiloma Virus (Gardasil) (HPV4) Merupakan vaksin rekombinan HPV kuadrivalen. Vaksin pertama diindikasikan untuk mencegah kanker serviks, genital warts (kondiloma akuminata) dan lesi genital prakanker (misalnya adenokarsinoma serviks in situ, neoplasia intraepitelial serviks grades 1, 2 dan 3, neoplasia intraepitelial vulva grade 2 dan 3, neoplasia intraepitelial vagina grade 2 dan 3) disebabkan oleh HPV tipe 6, 11, 16 da 18. Efikasi vaksin dimediasi oleh respon imun humoral mengikuti imunisasi seri. Diindikasi untuk mencegah kondiloma akuminata yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11 pada anak laki-laki dan perempuan, dan wanita usia 9-26 tahun.2 Dosis Form & Strength Mencegah Penyakit yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11, 16 dan 18
Usia 9-26 tahun: 0,5 ml IM, 3x dosis diberikan pada bulan 0, 2 dan 6.2 24
Jika usia telah mencapai 26 tahun, tapi imunisasi seri belum selesai, dosis yang tersisa dapat diberikan setelah usia 26 tahun (CDC Guidelines)2 Indikasi untuk mencegah pada perempuan (9-26 tahun):
Kanker serviks, vulva dan vagina yang disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18.2 Genital Warts (kondiloma akuminata) yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11.2 Lesi prekanker atau displastik pada perempuan (9-26 tahun) yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11,16 dan 18:2 Cervical Intra epithelial Neoplasia (CIN) grade 2/3 Cervical adenocarcinoma in situ CIN grade 1 Vulvar Intraepitheliasl Neoplasia (VIN) grade 2/3 VIN grade 2/3 Indikasi untuk mencegah pada laki-laki (9-26 tahun):2 Genital warts (kondiloma akuminata) yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11 CDC APIP guidelines merekomendasikan imunisasi rutin pada anak laki-laki usia 1112 tahun Direkomendasikan untuk laki-laki yang sebelumnya belum divaksinasi usia 22-26 tahun yang immunocompromised, test positif untuk infeksiHIV. Anal Cancer Diindikasi untuk mencegah kanker anal yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11, 16 dan 18 pada usia 9-26 tahun.2 Pemberian: Pada regio deltoid atau lengan atas.2 Efek Samping: Efek samping yang didapat dapat dilaporkan ke Vaccine Adverse Events Reporting System (VAERS).2 >10%:2 Nyeri saat injeksi, eritema, pembengkakan dan demam Farmakologi: Vaksinasi ini menimbulkan kekebalan aktif melalui stimulasi produksi antibodi yang diproduksi secara endogen. Timbulnya perlindungan terhadap penyakit relatif lama, tetapi durasi bisa bertahan lama (tahunan).2 25
Cervarix (HPV2)4 Pada tahub 2009, FDA berlisensi, rekombinan vaksin HPV bivalen (HPV2) untuk digunakan pada usia 10-25 tahun. Cervarix ditujukan untuk dua jenis onkogenik, yaitu HPV tipe 16 dan 18, yang berhubungan dengan kanker serviks, CIN grade 1, dan adenocarcinoma insitu. Secara keseluruhan, American Cancer Society ad Advisory Committe on Immunization Practice merekomendasikan vaksinasi rutin pada wanita usia 11 atau 12 tahun dengan 3 dosis baik HPV2 atau HPV4. Vaksinasi serial dapat dimulai pada usia 9 tahun. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan setelah dosis awal, dan dosis ketiga 6 bulan setelah dosis awal. 2.10 PROGNOSIS Walaupun sering mengalami residif, prognosisnya baik. Faktor predisposisinya dicari, misalnya higiene, adanya flour albus, atau kelembaban pada pria akibat tidak disirkumsisi.1 Banyak pasien baik itu gagal untuk merespon pengobatan atau rekuren. Tingkat kekambuhan lebih dari 50% setelah 1 tahun dihubungkan dengan:2
Infeksi berulang dari kontak seksual Masa inkubasi yang panjang dari HPV Lokasi virus pada lapisan kulit superfisial Virus yang persisten di kulit, folikel rambut Lesi yang dalam Lesi subklinik An underlying immunosuppression Edukasi Pasien: Mengindentifikasi dan mengedukasi individu yang berisiko untuk terjadi kondiloma akuminata2
2.11 Komplikasi
Transformasi untuk keganasan genitourinaria pada laki-laki maupun perempuan2 Penularan pada neonatus2 Kondiloma akuminata yang berulang2 Pre-cancer dan cancer Pre-malignant (vulva, anal, penile intra-epithelial neoplasia) atau lesi invasif (vulva, anal dan kanker penis) dapat muncul bersamaan dengan kondiloma. Bowenoid papulosis (BP) adalah lesi coklat kemerahan yang dihubungkan dengan tipe HPV yang onkogenik dan merupakan bagian dari spektrum klinis neoplasia 26
intraepithelial anogenital. Biopsi dapat dilakukan. Varian lain yang jarang adalah HPV tipe 6/11 yaitu penyakit kondiloma raksasa atau Buschke-Lowenstein tumor. Ini merupakan karsinoma verukosa, ditandai dengan infiltrasi lokal yang agresig sampai ke struktur dermal.3
2.12 Pencegahan
Tidak ada medikasi yang efektif 100%. Vaksin HPV dapat dilakukan dan telah disetejui oleh FDA. The Advisory Committee on Immunization Practice (ACIP) merekomendasikan vaksinasi rutin untuk perempuan usia 11-12 tahun dan
vaksinasi catch-up untuk perempuan usia 13-26 tahun.2 Sexual abstinence2 Kondom dapat mencegah terjadinya penularan2
BAB III PENUTUP 3.1
KESIMPULAN Kondiloma akuminata merupakan penyakit menular seksual yang umum
terdapat dimasyarakat. Penyebabnya adala human papilloma virus (HPV). Sekitar 90% kondiloma akuminata berhubungan denga subtipe HPV 6 dan 11, yang memiliki potensial yang rendah menimbulkan keganasan. Namun, apabila terkait dengan HPV tipe 16 dan 18 cenderung untuk transformasi onkogenik. Terapi yang diberikan terdapat beberapa macam yaitu terapi lokal (podophyllin, podophyllotoxin, dan asam trikloroasetat) terapi imununomulator (bedah eksisi, electrosurgery, cryotheraphy dan laser theraphy).7 Pemilihan pengobatan tergantung dari lokasi ukuran lesi. Vaksinasi HPV mungkin secara signifikan dapat mengurangi beban penyakit dengan mencegah infeksi dan penularan virus.4 3.2
SARAN Tidak ada medikasi yang efektif 100%. Vaksin HPV dapat dilakukan dan telah
disetujui oleh FDA. The Advisory Committee on Immunization Practice (ACIP) merekomendasikan vaksinasi rutin untuk perempuan usia 11-12 tahun dan vaksinasi 27
catch-up untuk perempuan usia 13-26 tahun.Selain itu hindari hubungan seksual sebelum menikah dan jangan berganti-ganti pasangan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Djuanda A. Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke enam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009. 2. Ghadishah,Delaram.Reference:Condyloma-Acuminata. http://emedicine.medscape.com/article/781735-overview. 3. Lacey, Woodhall, Wikstrom, Ross. European Guideline for the Management of Anogenital Warts. 2011: 130911. 4. Valarie, Yanofsky, Patel, & Goldenberg. Genital Warts: A Comprehensive Review. The Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. June 2012: Vol 5:61. 5. Gearhart,Peter.Reference:Human-Papilloma-Virus. http://emedicine.medscape.com/article/219110-overview 6. Braga, Stiepcich, Muller, Nadal, Valeria. Buschke-Loewenstein tumor: Identification of HPV type 6 and 11. Anais Brasileiros de Dermatologia. 2012;87(1):131-134. 7. Wronski, Bocian. Surgical Excision of Extensive Anal condylomata is a Safe Operation Without Risk of Anal Stenosis. Departement of General and Vascular Surgery. 2012;66:153-157. 8. Murtiastutik D, Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.h.165-79.
28
9. Rosana Y. Pemeriksaan laboratorium mikrobiologi infeksi menular seksual. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, editor. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.53-5. 10. Murphy G. Kulit. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins Sl, editor. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2007.h.893-4.
29