INDUKSI DAN AUGMENTASI PERSALINAN
Pembimbing: dr. H. Awie Darwizar, Sp.OG
Oleh: Andi Fahripa Nur Rahma, S.Ked 2009730125
KEPANITERAAN KLINIK STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013
INDUKSI DAN AUGMENTASI PERSALINAN
I.
Induksi Persalinan
1.1
Definisi induksi persalinan
Induksi adalah upaya menstimulus kontraksi spontan uterus yang belum muncul untuk mempersiapkan kelahiran.
Induksi persalinan adalah suatu upaya agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang (stimulasi) timbulnya his.
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut untuk wanita hamil yang sudah inpartu.
Induksi persalinan mengisyaratkan stimulasi kontraksi sebelum awitan spontan persalinan dengan atau tanpa pecah ketuban.
Persalinan induksi merupakan tindakan yang banyak dilakukan untuk mempercepat proses persalinan. Persalinan induksi dengan menambah kekuatan dari luar tidak boleh merugikan ibu dan janinnya dalam usaha menuju well born baby dan well health mother, sehingga diperlukan indikasi yang tepat, waktu yang baik, dan disertai evaluasi yang cermat. Disamping itu, untuk menanggapi atau menghadapi komplikasi dan tindakan lebih lanjut, induksi persalinan harus dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas tindakan operasi.
Dalam ilmu kebidanan ada kalanya sesuatu kehamilan terpaksa diakhiri karena adanya sesuatu indikasi. Indikasi dapat datang dari sudut kepentingan hidup ibu dan atau janin. Hasil induksi partus bergantung pula
pada keadaan serviks. Sebaiknya induksi partus dilakukan pada serviks yang sudah atau mulai matang dimana serviks sudah matang, dengan effacement sekurang-kurangnya 50% dan pembukaan serviks 1 jari.
1.2
Indikasi
1.
Indikasi Ibu a.
Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsi dan eklamsi.
2.
3.
b.
Kehamilan dengan diabetes miltus.
c.
Infeksi amnionitis.
Indikasi janin a.
Kehamilan lewat waktu (postmaturitas).
b.
Ketuban pecah dini.
c.
Janin mati.
d.
Inkompatibilitas Rh.
e.
Gestasi pascamatur.
f.
Insufisiensi plasenta.
g.
IUFD.
h.
IUGR.
i.
Oligohidramnion.
Indikasi Selektif a.
Maturitas paru cukup
b.
Kontraksi uterus tak sempurna
c.
Atas permintaan yang bersangkutan
Pada usia kehamilan postmatur, di atas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin).
1.3
Kontraindikasi
1.
Disproporsi sefalo-pelvik.
2.
Ibu menderita penyakit jantung berat.
3.
Hati-hati pada bekas-bekas operasi/uterus yang cacat seperti bekas SC, miomektomi yang luas dan ekstensif.
4.
Malposisi dan malpresentasi janin.
5.
Infusiensi plasenta.
6.
Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea.
7.
Grande multipara.
8.
Gemeli.
9.
Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion.
10. Plasenta previa. 11. Makrosomi. 12. Hydrosefalus. 13. Beberapa penyakit , seperti herpes genetalis aktif.
1.4
Cara Induksi Persalinan
Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara 1.
Secara medis a.
Infuse oksitosin Kemasan yang dipakai adalah pitosin, sintosinon. Syarat-syarat pemberian infuse oksitosin 1)
Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memungkinkan penyulit baik pada ibu dan janin, maka diperlukan syarat-syarat berikutnya : a)
Kehamilan aterm
b)
Ukuran panggul normal
c)
Tidak ada CPD (disproposi antara pelvis dan janin).
d)
Janin dalam presentasi kepala
e)
Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak, mulai mendatar dan mulai membuka.
2)
Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai skor bishop, yaitu bila nilai berlebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
Teknik infuse oksitosin berencana
1)
Semalam sebelum infuse oksitosin, hendaknya klien sudah tidur dengan nyenyak.
2)
Pagi harinya penderita diberi pencahar (Kandung kemih dan rektum dikosongkan)
3)
Infuse oksitosin hedaknya dikerjakan pada pagi hari dengan observasi yang baik.
4)
Disiapkan cairan dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit oksitosin.
5)
Cairan yang sudah disiapkan mengandung 5 U oksitosin ini dialirkan secara intravena melalui saluran infuse dengan jarum no 20 G.
6)
Jarum suntik intravena dipasangkan di vena bagian volar lengan bawah
7)
Tetesan permulaan kecepatan pertama 10 tetes/menit.
8)
Timbulnya kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila dalam waktu 15 menit ini HIS tetap lemah, tetesan dapat dinaikan. Umumnya tetesan maksimal diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin 30-40 tetes/menit, maka berapapun kadar oksitosin yang dinaikan tidak akan menimbulkan tambahan kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse oksitosin dihentikan.
9)
Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda rupture uteri membakat, maupun tanda-tanda gawat janin
10) Bila kontraksi timbul secara teratur dan adekuat , maka kadar tetsan oksitosin dipertahankan. Sebaliknya bila tejadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetsan dapat dikurangi atau sementara dihentikan.
11) Infuse oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selasai yaitu sampai satu jam sesudah lahirnya plasenta. 12) Evaluasi kemajuan janin pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam bila HIS telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infuse oksitosin bila ternyata kemudian persalinan
telah
berlangsung,
maka
infuse
oksitosin
dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segera setelah kala II dimulai, maka tetesan infuse oksitosin dipertahankan dan ibu di pimpin mengejan atau dipimpin dengan persalinan buatan sesuai dengan indikasi yang ada pada waktu itu. Tetapi bila sepanjang pemberiaan infuse oksitosin timbul penyulit pada ibu maupun janin. Maka infuse oksitosin harus segera dihentikan dan kehamilan segera diselesaikan dengan seksio sesarea (3).
b.
Prostaglandin E2 Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otototot rahim. Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 Dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan prostaglandin dapat diberikan secara intravena, oral, vaginal, rectal , dan intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostaglandin cukup efektif. Pengaruh sampingan dari pemberia prostaglandin ialah mual, muntah, diare.
Tabel Skor bishop yang digunakan untuk menilai induksibilitas Skor
Faktor Pembukaan
Penipisan
cm
(%)
0
Tertutup
0-30
1
1-2
2 3
Stasion
Konsistensi
Posisi
serviks
serviks
-3
Keras
Posterior
40-50
-2
Sedang
Tengah
3-4
60-70
-1
Lunak
Anterior
≥5
≥80
+1,+2
-
-
Stasion mencermikan skala -3 hingga +3 sumber : dari bishop EH: pelvic scoring for elective induction. Obstet gynecol 24:266, 1964, dengan izin. Kemungkinan keberhasilan induksi persalinan, menurunkan insidensi persalinan lama, dan mengurangi dosis oksitosin. Pada tahun 1992, food and drug administration menyetujui pemakaian gel prostaglandin E2 (prepidil) untuk mematangkan serviks pada wanita aterm atau menjelang aterm yang memiliki indikasi untuk di induksi. Gel tersedia dalam spuit 2,5 ml yang berisi 0,5mg dinoproston. Rute intra serviks memberikan keunggulan karena tidak banyak mempengaruhi aktifitas uterus dan sangat efektif untuk wanita dengan serviksyang belum matang. Sisipan vaginal dinoproston 10 mg (cervidil) juga disetujui pada tahun 1995 untuk mematangkan serviks. Sisipan ini melepaskan obat secara lebih lambat (0,3 mg/jam) dibandingkn bentuk gel.
Pemberian
Dianjurkan preparat ini diberikan pada saat atau menjelang tiba dikamar bersalin agar dapat dilakukan pemantauan kontinu terhadap aktifitas uterus dan denyut jantung janin. Mungkin perlu dilakukan pengamatan dengan periode berkisar dari 30 menit hingga 2 jam. Jika tidak terdapat perubahan dalam aktifitas uterus atau denyut jantung janin setelah peiode ini, pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan. Jika muncul, kontraksi biasanya terjadi pada jam pertama dan memperlihatkan aktivitas puncak dalam 4 jam pertama. Jika tetap terjadi kontraksi
yang teratur, pemantauan denyut jantung janin harus dilanjutkan dan tanda-tanda vital di catat.
Interval waktu aman minimal antara pemberian prostaglandin E2
dan
permulaan pemberian oksitosin belum diketahui pasti. Menurut petunjuk pembuatannya, induksi oksitosin harus ditunda selama 6 hingga 12 jam.
Efek samping
Angka hiperstimulasi uterus dilaporkan, didefinisikan sebagai 6 kontraksi atau lebih dalam 10 menit selama total 20 menit, adalah 1 persen untuk gel intraserviks (dosis 0,5 mg) dan 5% untuk gel intravagina (dosis 2 hingga 5 mg). karena dapat terjadi hiperstimulasi serius atau gangguan janin lebih lanjut, prostaglandin
biasanya
tidak
digunakan
pada
persalinan.
Jika
terjadi,
hiperstimulasi biasanya dimulai dalam 1 jam setelah gel di sisipan dimasukan. Irigasi serviks dan vagina untuk mengeluarkan gel serviks belum terbukti bermanfaat.
Salah satu kemungkinan keunggulan gel intravagina adalah bahwa pengeluaran sisipan ini dengan menariknya biasanya meredakan efek samping tersebut. Efek sistemik berupa demam, muntah, dan diare akibat prostaglandin E2 sangat jarang terjadi. Produsen obat ini menganjurkan kehati-hatian dalam pemakaian obat ini pada pasien dengan glaucoma, gangguan hati dan ginjal yang berat/asma.
a.
Misoprostol Misoprostol (cytotec) adalah prostaglandin E1 sintenik, dan saat ini tersedia berbagai tablet 100 mcg untuk mencegah ulkus peptic. Obat ini digunakan “off -label” (diluar indikasi resmi) untuk pematangan serviks prainduksi dan induksi persalinan. Misoprostol berharga murah, stabil pada suhu kamar, dan mudah diberikan peroral atau dengan memasukannya kevagina, tetapi tidak ke serviks.
b.
Misoprostol vagina Tablet misoprostol vagina dimasukan kedalam vagina setara dan mungkin lebih 25µg. hipertensi dimulai uterus disertai perubahan denyut jantung janin perlu diperhatikan pada pemakaian obat ini. Dosis misoprostol intravagina yang lebih tinggi (50 µg atau lebih) menyebabkan peningkatan bermakna takisistol uterus, pengeluaran dan aspirasi mekonium, dan sesar atas indikasi hiperstimulasi uterus. Laporan rupture uterus pada wanita dengan riwayat pembedahan dengan menyebabkan misoprostol tidak boleh digunakan pada para wanita tersebut.
c.
Misoprostol oral Afektivitas misoprostol oral, 100 µg, serupa dengan misoprostol intravagina 25 µg.
Cairan hipertonik intrauterine 1.
Pemberian cairan hipertonik cairan amnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20%, urea dan lainlain, kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostaglandin untuk meperkuar rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat menimbulkan penyulit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi gangguan pembekuan darah.
2.
Secara manipulative dengan tindakan Inisiasi pembukaan serviks dengan dilator serviks osmotic higroskopik telah lama diterima sebagai tindakan yang efektif sebelum terminasi kehamilan untuk meningkatkan efektivitas induksi persalinan jika serviks belum matang. a.
Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan ketuban secara artificial di inggris juga disebut
sebagai
induksi
bedah,
sering
digunakan
untuk
menginduksi atau mempercepat persalinan. Indikasi umum lain untuk amniotomi antara lain adalah pematauan denyut jantung janin internal jika diantisipasi adanya gangguan janin dan penilaian intrauterus
kontraksi
Amniotomi
jika
elektif
persalinan
untuk
belum
memuaskan.
mempercepat
persalinan
spontan/mendeteksi mekonium juga dapat diterima dan sering di praktikan.
Tabel regimen oksitosin untuk stimulasi persalinan Regimen
Dosis awal
Peningkatan
Interval dosis
Dosis
(Mu/menit)
incremental
(Mu/menit)
maksimal
(Mu/menit)
Dosis rendah
0,5-1
1
30-40
20
1-2
2
15
40
6
62,3,1
15-40
42
Dosis tinggi
Peningkatan
(Mu/menit)
bertahap
dikurangi
menjadi
3
mU/mnt
jika
terdapat
hiperstimulasi rekuren.
Sumber:
dimodifikasi
dari
American
college
of
obstetrians
and
gynecologists: induction of labor. Technical bulletin No. 10, November 1999.
Hendaknya ketuban dipecahkan jika memenuhi syarat sbb:
Serviks sudah matang/skor pelviks diatas 5.
Pembukaan kira-kira 4-5 cm
Kepala sudah memasuki PAP biasanya setelah 1-2 jam pemecahan ketuban diharapkan HIS akan timbul dan menjadi lebih kuat.
1)
Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik dibagian bawah depan dengan (fore water) maupun dibagian belakang (bind
water) dengan suatu alat khusus (drewsmith catbeter – macdonald klem). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.
2)
Beberapa teori mengemukakan bahwa a) Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi dapat lebih kuat untuk membuka serviks. b) Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kirakira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi otot-otot rahim dan keadaan ini meningkatnya kepekaan otot rahim. c) Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks
dimana
didalamnya
terdapat
banyak
syaraf-syaraf
yang
merangsang kontraksi rahim.
3)
Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda pemulaan persalinan, maka harus di ikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan infuse oksitosin.
4)
Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit-penyulit sebagai berikut a) Infeksi b) Prolapsus funikuli c) Gawat janin d) Tanda-tanda solusio plasenta (bila ketuban sangat banyak dan keluarnya secara tepat).
Teknik amniotomi
a. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dimasukan kedalam jalan lahir sampai sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari berubah sedemikian rupa sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri kemudian memasukan pengait khusus
kedalam jalan lahir dengan tutunan kedua jari yang telah ada didalam. Ujung pengait diletakan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang ada didalam. Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus pengait tersebut untuk dapat masuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian dimasukan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas panggul. Stelah air ketuban mengalir keluar , pengait dikeluarkan leh tangan kiri, sedang jari tangan yang didalam memperlebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit-demi sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian-bagian kecil janin, gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik kluar dan kejalan lahir.
b. Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim (striping of the membrane). 1)
Yang dimaksud denga striping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dan dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his.
2)
Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah a) Serviks yang belm dapat dilalui oleh jari b) Bila didapatkan persangkaan plasenta letak endah, tidak boleh dilakukan c) Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul
c. Pemakaian rangsangan listrik Dengan kedua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang yang lain ditempelkan pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberkan rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam , bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat di bawa-bawa dan ibu tidak perlu tinggal dirumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien.
1.5
Tanda-Tanda Induksi Baik
1.
Respons uterus berupa aktifitas kontraksi miometrium baik
2.
Kontraksi simetris, dominasi fundus, relaksasi baik (sesuai dengan tanda-tanda his yang baik / adekuat)
3. Nilai pelvik menurut Bishop Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih dahulu pemeriksaan dalam guna memberikan kesan tentang keadaan serviks, bagian terbawah janin dan panggul. Hasil pemerikasaan dicatat dan disimpulkan dalam satu tabel nilai pelvis. Selaanjutnya dapat kita ikuti ketentuan-ketentuan sbb: a.
Apabila skor di atas 5, pertama-tama lakukanlah amniotomi. Bila 4 jam kemudian tidak ada kemajuan persalinan, berikan infus tetes oksitosin.
b.
Apabila skor dibawah 5, ketuban dibiarkan intak, berikan infus tetes oksitosin. Setelah beberapa lama berjalan, nilai kembali pelvis.
Bila skor diatas 5 lakukan amniotomi.
Bila skor dibawah 5, oksitosin tetes diulangi.
Bila setelah 2-3 kali, serviks belum juga matang segera lakukan amniotomi.
No
Skor
0
1
2
1
Pendataran serviks
Stubuler
Panjag 1
<1cm
panjang
cm
2
Pembukaan serviks
Tertutup 1 cm
2 cm
3
Konsistensi serviks
Keras
Lunak
Mulai lunak
4
Arah mulut serviks
Sakral
5
Turunnya bagian terbawah
Di atas - -1
janin
terhadap
iskhiadika/menurut
Aksial
Anterior -1 cm nol
spina 2 cm/H sampai - HIII bidang
II
2
cm/
Nilai
hodge.
HII+
Jumlah Nilai Nilai pelvis (pelvic Score)
1.6
Komplikasi
1.
Terhadap ibu a.
Kegagalan induksi
b.
Kelelahan ibu dan krisis emosional
c.
Inersia uteri dan partus lama
d.
Tetania uteri yang dapat menyebabkan solusio plasenta, ruptura uteri dan laserasi jalan lahir.
e. 2.
Infeksi intrauterin
Terhadap janin a.
Trauma pada janin oleh tindakan
b.
Prolapsus tali pusat
c.
Infeksi intrapartal pada janin.
TALAKSANA INDUKSI PERSALINAN
II.
Augmentasi Persalinan
2.1
Definisi Augmentasi Persalinan
Augmentasi adalah upaya meningkatkan kontraksi spontan uterus dalam kondisi kontraksi uterus yang kurang akibat gangguan dilatasi cerviks dan turunnya fetus.
Augmantasi persalinan adalah intervensi untuk mangatasi kemajuan persalinan yang lambat. Perbaikan kontrasksi uterus yang tidak
efektif
meliputi amniotomi, pemberian oksitosin dan amniotomi, atau pemberian oksitosin jika sebelumnya telah terjadi ketuban pecah. Augmentasi persalinan merupakan salah satu prinsip penatalaksanaan aktif persalinan dan seperti intervensi lainnya, alasan lengkapnya harus didiskusikan dan persetujuan tindakan dari ibu harus didokumentasikan. Kesejahteraan ibu dan bayinya yang belum lahir harus selalu menjadi hal yang terpenting.
Augmentasi persalinan mengacu pada penggunaan obat/intervensi lain untuk 'mempercepat' proses persalinan. Augmentasi persalinan mungkin diperlukan untuk membantu
jika terjadi
abnormal atau sulit (distosia)
untuk mempercepat persalinan normal jika kesehatan ibu atau bayi beresiko. Augmentasi persalinan biasanya melibatkan artifisial untuk meningkatkan frekuensi atau kekuatan kontraksi uterus, dengan atau tanpa memecahkan ketuban, perubahan posisi, pengiriman instrumental (forsep, vakum) dan teknik lainnya. Setelah prosedur didirikan, penilaian rutin seberapa jauh bayi menglami penurunan pada jalan lahir bayi, pelebaran leher rahim, dan kesehatan ibu dan bayi terjadi untuk memastikan augmentasi persalinan memastikan berjalan dengan baik. Setelah serviks berdilatasi untuk 4cm (tahap pertama aktif), dilatasi serviks tambahan harus terjadi pada kecepatan satu sentimeter per jam, atau lebih cepat bagi wanita yang telah memiliki anak sebelumnya. Jika ini tidak terjadi, pembesaran dapat dipertimbangkan.
Dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki masalah dengan persalinan pervaginam, perempuan yang mengalami kesulitan (distosia) yang memerlukan augmentasi lebih mungkin untuk :
a.
Membutuhkan sectio sesarea
b.
Terdapat air ketuban yang tidak jelas;
c.
Riwayat postpartum dengan perdarahan Memberikan bayi dengan skor satu menit Apgar rendah neonatal.
2.2
Penatalaksanaan Aktif Persalinan
Prinsip
dilakukannya
penatalaksanaan
aktif
adalah
penetapan
diagnosis yang tepat tentang awitan persalinan dan persalinan selesai dalam 12 jam. Amniotomi dilakukan secara rutin dan serviks diharapkan berdilatasi dengan kecepatan dilatasi 1 cm perjam setelah dilatasi 3 cm. Jika persalinan gagal maju dengan kecepatan yang telah ditentukkan, persalinan tersebut
dianggap
memanjang
dan
kontrasksi
ditingkatkan
dengan
pemberian infus oksitosin. Kemajuan persalinan dicatat pada partogram, setelah dikaji dengan pemeriksaan vagina. Pengkajian pertama dilakukan dalam 1 jam setelah hospitalisasi, dan jika didiagnosis terjadi persalinan ( mis: serviks berdilatasi 3 cm atau lebih ), selaput ketuban dapar dirobek. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan satu jam kemudian, dan jika serviks tidak cukup berdilatasi, infus oksitosin secara intravena dapat mulai diberikan.
Pengkajian kemajuan persalinan yang didasarkan pada pemeriksaan vagina dapat bersifat subjektif, karena sifat pemeriksaan itu sendiri tidak reliable, tidak dapat mengukur dilatasi serviks secara akurat atau mencegah kesalahan klinis. Kegagalan untuk memenuhi harapan medis , bukannya fisiologis
kemajuan
dideskripsikan
sebagai
persalinan abnormal.
dapat Oleh
menyebabkan karena
itu,
persalinan penggunaan
penatalaksanaan aktif dalam mencegah persalinan lama dan menurunkan angka secsio sesarea bersifat kontroversial dengan angka intervensi yang tinggi. Empat puluh lima persen primigravida yang sedang dalam persalinan menerima oksitosin untuk mengatasi kerja uterus yang tidak efisien atau persalinan lama ( o’Driscoll et al 1993 ). Hal tersebut merupakan model praktik yang sudah digunakkan secara luas.
2.3
Tahapan Augmentasi persalinan 1.
Tahap Pertama
Tahap pertama persalinan berlangsung dari saat persalinan dimulai sampai serviks sepenuhnya berdilatasi dan klien mulai mendorong bayi keluar. Pada bagian pertama dari tahap pertama (0-4 cm pelebaran leher rahim, yang dikenal sebagai fase laten), pembesaran dapat berupa istirahat terapi, atau diberikan obat yang menyebabkan rahim berkontraksi.
Tahap
pertama
berkepanjangan
selama
persalinan
dikaitkan dengan risiko lebih tinggi melahirkan caesar, dan mengurangi kesehatan bayi saat lahir (skor Apgar lebih rendah).
Sisanya melibatkan ibu menerima suntikan obat penghilang rasa sakit yang kuat agar dia bisa beristirahat atau tidur dengan ketidaknyamanan minimal sambil kemajuan persalinan. Kadang-kadang obat penenang juga diresepkan. Pilihan ini tidak tepat jika persalinan dengan tanda-tanda ibu atau bayi tidak sehat. Perempuan yang diobservasi dengan istirahat terapi, 85% akan meningkat di fase aktif persalinan (4-10 cm melebar), 10% adalah mungkin dalam persalinan palsu, dan 5% memiliki masalah yang berkelanjutan dengan kemajuan persalinan.
Obat-obatan yang merangsang rahim, seperti oksitosin, dapat digunakan untuk membantu mempercepat kerja dari laten (0-4cm melebar) ke fase aktif (4-10cm melebar) dari tahap pertama. Oksitosin diberikan ke pembuluh darah melalui infus, dengan jumlah obat meningkat atau menurun tergantung pada bagaimana wanita merespons. Oksitosin tidak mungkin untuk digunakan saat persalinan pervaginam tidak aman, rahim tidak kuat karena jaringan parut, atau keadaan lain yang tercantum di atas. Satu studi menemukan bahwa oksitosin dan sisanya terapi sama-sama efektif dan pilihan aman untuk mengelola fase laten berkepanjangan. Dalam sebuah penelitian, oksitosin mengambil rata-rata 3,4 jam untuk memindahkan tenaga kerja bersama ke fase aktif dari tahap pertama. Setelah tenaga kerja telah mencapai
fase aktif, oksitosin lebih efektif dalam mempercepat kerja dari pecah membran, berjalan-jalan, atau tindakan lainnya. Penggunaan oksitosin untuk meningkatkan kerja dikenal untuk mengurangi panjang dari tenaga kerja dengan jam, dengan tidak ada perubahan dalam kepuasan ibu, atau bahaya pada ibu atau bayi. Angka kelahiran caesar tidak terpengaruh. Akibat dari pecah selaput di sekitar bayi tidak mengurangi panjang tahap pertama persalinan. Tindakan konservatif seperti berjalan sekitar telah ditemukan untuk meningkatkan kenyamanan bekerja perempuan, tetapi tidak memiliki efek dalam hal mempercepat persalinan lama. Jika pembesaran selama tahap pertama tidak mengakibatkan
persalinan
mengalami
kemajuan
seperti
yang
diharapkan (dilatasi serviks minimal 1 cm per jam), persalinan SC mungkin diperlukan.
2.
Tahap Kedua
Tahap kedua dari saat serviks sepenuhnya berdilatasi dan wanita diperbolehkan untuk meneran, sampai bayi dilahirkan. Tahap kedua panjang dapat dikelola dengan observasi lanjutan (manajemen hamil), persalinan pervaginam operatif (forceps atau vakum), atau SC. Pilihan yang paling tepat akan tergantung pada bagaimana ibu dan bayi, tandatanda kemajuan persalinan, dan panjang tahap kedua.
Pecah buatan dari membran sekitar bayi (amniotomi) sering dilakukan selama tahap kedua jika selaput masih utuh. Episiotomi rutin (memotong tepi jalan lahir untuk membuatnya lebih luas) tidak memperpendek tahap kedua tenaga kerja dan tidak berguna untuk tujuan ini. Persalinan pervaginam yang sukses adalah hasil yang paling umum dari wanita yang mengalami tahap kedua panjang. Masalah yang paling umum dengan bayi karena tahap kedua berkepanjangan termasuk masuk perawatan intensif dan cedera pada saraf di leher yang memasok lengan. Tahap kedua lama dikaitkan dengan peningkatan bahaya pada ibu perdarahan setelah persalinan (postpartum haemorrhage)
(5)
.
Tahap kedua yang panjang akan ditambah melalui teknik-teknik berikut: a.
Pengobatan
dengan
infus
(Syntocinon)
oksitosin
yang
menyebabkan rahim berkontraksi; b.
Mengurangi mati rasa dan kelemahan yang terjadi dengan anestesi epidural atau tulang belakang, sehingga perempuan lebih mampu mendorong. Hal ini mengurangi panjang tahap kedua dan kebutuhan untuk forceps atau vakum, meskipun itu menghasilkan lebih sakit bagi ibu;
c.
Terus menerus kehadiran seseorang memberi dukungan untuk membantu ibu;
d.
Jika kepala bayi masih belum semua ke bawah panggul, wanita itu dapat menunda mendorong jika ia tidak memiliki dorongan untuk melakukannya;
e.
Mengubah posisi perempuan untuk mendorong (tegak, berlutut di posisi merangkak, posisi lateral);
f.
forceps atau vakum, teknik ini tergantung pada mengapa digunakan dan tergantung pada keterampilan dokter atau bidan;
g.
Jika ada kegagalan metode yang diuraikan di atas, dengan tandatanda bayi yang tertekan, persalinan SC diperlukan
(5)
.
Induksi
Ada indikasi mutlak untuk mendorong beberapa tenaga kerja, dan prioritas berbeda dengan ahli obstetri. Postmaturity (kehamilan memanjang di luar tanggal persalinan yang diharapkan), diikuti dengan retardasi pertumbuhan janin diduga dan ibu hipertensi. Dalam
sebuah
metaanalisis
dari
10
percobaan
terkontrol
acak
membandingkan induksi di 41-42 minggu dengan konservatif pengobatan, Crowley menunjukkan peningkatan risiko perinatal kematian yang berhubungan dengan kehamilan yang berkepanjangan. Risikonya adalah dikurangi dengan induksi pada 41 minggu (Cochrane Collaboration).
Sebuah indikasi nonmedis untuk induksi adalah keinginan wanita itu sendiri. Banyak ibu melebihi tanggal persalinan yang diharapkan. Roberts dkk menemukan bahwa sekitar 70% dari wanita mengungkapkan keinginan untuk dibujuk setelah 41 minggu. Asalkan serviks sudah matang, dokter kandungan banyak yang akan setuju dengan pilihan ini dan menggunakan metode-untuk noninvasif contoh, prostaglandin. Usia ibu dan riwayat obstetrik buruk relatif indikasi, tetapi harus diingat bahwa induksi adalah dimaksudkan untuk menghasilkan kelahiran. Jika dengan alasan untuk induksi tidak kuat, ini bisa mengarah pada operasi caesar bagian untuk indikasi yang tidak mampu.
Kontraindikasi
Kontraindikasi terhadap induksi adalah sama seperti kontraindikasi untuk melahirkan normal. Beberapa adalah mutlak (berat derajat plasenta previa atau kebohongan janin melintang); lain relatif, seperti aktif herpes genital primer infeksi, atau kepala janin tinggi dan mengambang seperti prolaps tali pusat bisa mengikuti. Kontraindikasi terhadap induksi
Disproporsi cephalopelvic Parah
Berat derajat plasenta previa
Oblique atau melintang kebohongan
Cervix x <4 pada skor * Uskup
Kontraindikasi
ini
dapat
diatasi
dengan
pematangan
prostaglandin dan kemudian melanjutkan ke induksi
serviks
dengan
Metode induksi
Kematangan janin pertama harus dinilai. Presentasi dan posisi janin harus diperiksa ulang sebelum induksi. Prosedur yang paling sederhana adalah untuk menyapu membran dengan jari bersarung dilumasi dengan krim antiseptik dan dimasukkan lembut sampai kanalis servikalis. Jika dilakukan oleh yang berpengalaman dokter atau bidan, ini tidak perlu menjadi tidak nyaman. Setelah kehamilan 40 minggu, prosedur ini dapat mengurangi separuh kebutuhan selanjutnya untuk induksi lebih lanjut, tetapi di 38> 40 minggu itu tidak signifikan meningkatkan proporsi wanita yang akan melahirkan dalam waktu 7 hari. Metode tradisional induksi adalah untuk pecah membran, melepaskan cairan ketuban. Para forewaters dapat tersangkut dengan Amnihook sederhana (EMS Medical Group), sepasang dari Kocher yang forsep, atau sepasang tang amniotomi khusus. Dalam kondisi steril instrumen dipilih dilewatkan melalui kanal serviks. Dalam pemanduan visi atau digital, forewaters yang tersangkut. Warna cairan ketuban dan volume dirilis harus dinilai. Tingkat jantung janin harus diperiksa segera setelah itu untuk memastikan tidak ada janin kompromi, tetapi tidak perlu untuk melanjutkan cardiotocography kecuali ada indikasi khusus. Tusukan dari hindwaters digunakan harus dilakukan dengan Drew Smythe kateter, kateter logam berbentuk S. Meskipun tidak sering dilakukan di Inggris hari ini, prosedur ini masih berguna di banyak bagian dunia di mana akses ke caesar bagian mungkin sulit. Kematangan serviks
Sebuah serviks matang menunjukkan bahwa rahim sudah siap untuk tenaga kerja bila:
Lunak
Diambil up
Melebar
Tengah pada bagian presentasi
oxytosin Ini oksitosin sintetis diproduksi diberikan intravena, dengan dosis titred terhadap respon miometrium. untuk keamanan alasan baik solusi yang sangat encer digunakan atau mekanik pompa adalah preset untuk menyuntikkan sejumlah kecil terkonsentrasi agen ke dalam infus dekstrosa saline. Jarang Syntocinon digunakan sendiri untuk menginduksi persalinan; bantuan yang lebih untuk meningkatkan yang ada kerja setelah pecah buatan dari membran atau stimulasi dengan gel prostaglandin.
Keberhasilan induksi
Penyisipan gel prostaglandin ke dalam vagina mungkin adalah paling sukses metode induksi secara keseluruhan, lebih efektif dalam 90% wanita. Kombinasi pecah buatan dari membran dan Syntocinon berhasil 95% perempuan yang yang diinduksi dengan serviks matang.
Risiko induksi
Induksi mungkin gagal dan menyebabkan kebutuhan untuk operasi caesar. Hiperstimulasi uterus dapat mengikuti induksi dengan Syntocinon atau prostaglandin gel dan menyebabkan gawat janin, menyebabkan kerusakan hipoksia pada bayi. Wanita multipara harus diinduksi seksama karena memiliki peningkatan risiko pecahnya rahim. Pengobatan dengan tokolitik dan, jika masalah terus berlanjut, operasi segera pengiriman. Ketuban pecah lama tanpa pengiriman dapat mengakibatkan intrauterin infeksi. Hal ini kurang mungkin jika tenaga kerja berikut dalam 12 jam. Jika bagian presentasi tidak juga bergerak, kabel prolaps mungkin terjadi dengan serbuan pertama dari cairan ketuban.
Risiko emboli cairan ketuban meningkat. Jarang, induksi mungkin mempercepat pengiriman dari tanpa diduga prematur bayi. Dengan ultrasound scanning pada awal kehamilan, ini jarang terjadi. Setelah induksi risiko kelahiran vagina operasi adalah meningkat 1,5> kali lipat dan bahwa operasi caesar meningkat 1,8> kali lipat. Ini mungkin karena kondisi yang menunjukkan induksi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Leveno Knneth J, dkk. 2009. Obstetri williams edisi 21. Jakarta : EGC.
2.
Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2010. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama, cetakan kelima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3.
Manuaba Ida Bagus Gde. 2009. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC
4.
Fraser Diane M, Cooper Margaret A. 2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta : EGC.
5.
American College of Obstetricians and Gynecologists. Induction of labor. ACOG Practice Bulletin # 10. American College of Obstetricians and Gynecologists,
Washington
DC
1999.
(di
akses
http://www.virtualmedicalcentre.com/treatment/induction-andaugmentation-of-labour/164 pada tanggal 3 maret 2012) 6.
http://www.rno.org/journal/index.php/online-journal/article/viewFile/3/170
dari