TINJAUAN TEORI PERSALINAN INDUKSI A. Definisi
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi
ada).
Cara
ini
dilakukan
sebagai
upaya
medis
untuk
mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal (Damayanti, 2009). Menurut Winknjosastro (2007), induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medikasi, unutk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi
persalinan.
Induksi
persalinan
berbeda
dengan
akselerasi
persalinan. B. Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena: kehamilan yang sudah memasuki bulan kelahirannya ahkan lebih dari Sembilan bulan (post term), dimana kehamilan melebihi 42 minggu karena janin akan mengalami resiko asfiksia sampai kematian janin dalam rahim. Etiologi dari induksi juga dengan alasan kesehatan ibu, misalnya ibu yang terkena penyakit infeksi serius atau menderita diabetes. Hal ini karena wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Ketoasidosis sering terjadi pada trimester kedua dan ketiga saat efek diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistansi insulin meningkat yang bisa menyebabkan kematian bayi, cacat bawaan dan mengancam kehidupan. Induksi dilakuakn juga disebabkan karen aketuban sudah pecah (KPD). Hal ini dikhawatirkan ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina masuk kedalam kantong amnion. Etiologi yang lain adalah karena ibu mempunyai riwayat hipertensi sebelumnya dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak.
C. Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu (post term, adanya penyekit penyerta, kematian janin, ketuban pecah dini.
Menjelang
persalinan
terdapat
penurunan
progestren,
peningkatan
oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot-otot rahim semakin sensitive terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan karena ketegangan
psikologis/kelainan
pada
rahim.
Kekhawatiran
dalam
menghadapi kehamilan lewat waktu/ post term meningkatkan resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncak nya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah
42
minggu dengan dibuktikan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. D. Indikasi
Indikasi dilaukan induksi adalah: 1. Indikasi janin yaitu kehamilan lewat waktu, ketuban pecah dini, kematoian janin 2. Indikasi ibu adalah kehamilan lewat waktu, kehamilan dengan penyakit penyerta 3. Indikasi
kontra
drip
induksi
adalah
disproporsi
sefalopelvik,
insufisiensi plasenta, malposisi dan malpresentasi, plasenta previa, gemelli, distensi rahim yang berlebihan, grande multipara, cacat rahim (Wiknjosastro, 2007) E. Kontraindikasi
Kontraindikasi / faktor penyulit untuk partus pervaginam pada umumnya : 1. adanya disproporsi sefalopelvik, plasenta previa, kelainan letak / presentasi janin. 2. riwayat sectio cesarea (risiko ruptura uteri lebih tinggi) 3. ada hal2 lain yang dapat memperbesar risiko jika tetap dilakukan partus pervaginam, atau jika sectio cesarea elektif merupakan pilihan yang terbaik.
F. Komplikasi
1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian akan dilakukan operasi caesar. 2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi
berlangsung,
dokter
akan
memantau
gerak
jani
melalui cardiotopografi. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi akan dihentikan. 3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang
sebelumnya
pernah
dioperasi caesar, lalu
menginginkan
kelahiran normal. 4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika. G. Penatalaksanaan 1.
Surgical Penatalaksanaan induksi secara surgical dilakukan dengan cara :
a. melepaskan / memisahkan selaput kantong ketuban dari segmen bawah uterus
(stripping),
atau
b. memecahkan selaput kantong ketuban (amniotomi) Stripping,
dapat
dengan
cara
:
a. manual (dengan jari tengah / telunjuk dimasukkan dalam kanalis servikalis) b. dengan balon kateter Foley yang dipasang di dalam segmen bawah uterus melalui kanalis servikalis, diisi cairan (dapat sampai 100 cc pada Foley no.24), diharapkan akan mendorong selaput ketuban di daerah segmen bawah uterus sampai terlepas (BUKAN untuk dilatasi serviks). Amniotomi, selaput ketuban dilukai / dirobek dengan menggunakan
separuh klem Kocher (ujung yang bergigi tajam), steril, dimasukkan ke kanalis servikalis dengan perlindungan jari-jari tangan. 2.
Obat-obatan Pada induksi persalinan biasanya digunakan oksitosin, yaitu suatu
hormon yang menyebabkan kontraksi rahim menjadi lebih kuat. hormon ini diberikan melalui infus sehingga jumlah obat yang diberikan dapat diketahui secara pasti. selama induksi berlangsung, denyut jantung janin dipantau secara ketat dengan menggunakan alat pemantau elektronik. Jika induksi tidak menyebabkan kemajuan dalam persalinan, maka dilakukan operasi sesar. Pada augmentasi persalinan diberikan oksitosin sehingga kontraksi rahim bisa secara efektif mendorong janin melewati jalan lahir. Tetapi jika persalinan masih dalam fase inisial (dimana serviks belum terlalu membuka dan kontraksi masih tidak teratur), lebih baik augmentasi ditunda dengan membiarkan ibu beristirahat dan berjalan-jalan. Kadang terjadi kontraksi yang terlalu kuat, terlalu sering atau terlalu kuat dan terlalu sering. keadaan ini disebut kontraksi disfungsional hipertonik dan sulit untuk dikendalikan. Jika hal ini terjadi akibat pemakaian oksitosin, maka pemberian oksitosin segera dihentikan. diberikan obat pereda
nyeri
atau
terbutalin
maupun
ritodrin
untuk
membantu
menghentikan maupun memperlambat kontraksi. Tahapan : 500 cc dextrose 5%, dicampurkan 5 IU oksitosin sintetik. Cairan oksitosin dialirkan melalui infus dengan dosis 0.5 mIU sampai 1.0 mIU per menit, sampai diperoleh respons berupa aktifitas kontraksi dan relaksasi uterus yang cukup baik. Dimulai dari 8 tetes dan dinaikkan 4 tetes/15 menit.. Dengan Maksimal tetesan 40 tetes. Ini semua dilakukan untuk mendapatkan Kontraksi Rahim yang adekuat sehingga menyebabkan pembukaan jalan lahir. Evaluasi Keberhasilan Induksi oleh tenaga Medis dapat dilihat dalam score Bishop. Bila, sudah di induksi dengan Infus Drip 3x tapi
tetap tidak ada kemajuan, dikatakan INDUKSI GAGAL. Dan bila kegagalan persalinan dikarenakan rahim yang tak mau berkontraksi (POWER), penanganan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara Sectio Caesarea