UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
REFLEKSI KASUS “ Induksi dan Stimulasi pada Persalinan”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
Diajukan Kepada : Pembimbing :dr. Adi Rahmawan, Sp.OG
Disusun Oleh : Azmi Yunita H2A012006
Kepaniteraan Kepaniteraan Klinik Departemen Departemen Obstetri dan Ginekologi FAKULTAS KEDOKTERAN – KEDOKTERAN – UNIVERSITAS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
Presentasi refleksi kasus: “ Induksi dan Stimulasi pada Persalinan”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Disusun Oleh:
Azmi Yunita H2A012006
Telah disetujui oleh Pembimbing:
Nama pembimbing
Tanda Tangan
dr. Adi Rahmawan, Sp.OG
.............................
BAB I PENDAHULUAN
Persalinan adalah suatu proses dimana janin berpindah dari intrauterin ke lingkungan ekstra uterin. Ini merupakan diagnosis klinik yang didefinisikan sebagai permulaan dan menetapnya kontraksi yang bertujuan untuk menghasilkan pendatarandan dilatasi serviks yang berkesinambungan. Induksi persalinan merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara medis maupun bedah sebelum terjadinya partus spontan. Berdasarkan studistudi terkini, rasionya bervariasi dari 9,5 – 33,7% dari semua kehamilan setiap tahun. Pada keadaan serviks yang tidak matang, jarang terjadi keberhasilan partus pervaginam. Dengan demikian, pematangan serviks atau persiapan induksi harus dinilai sebelum pemilihan terapi. Menurut British Menurut British Columbia Reproductive Care Program Pro gram,, ada beberapa indikasi induksi persalinan, antara lain kehamilan posterm, penyakit ibu (diabetes, hipertensi), pecah ketuban sebelum waktunya (PROM), kematian janin. Induksi persalinan ini merupakan suatu intervensi aktif dengan potensi risiko baik pada ibu maupun janin. Risikonya meliputi peningkatan risiko persalinan seksio sesaria, denyut jantung janin yang abnormal, hiperstimulasi uterus, ruptur uteri, prolaps tali pusat, intoksikasi ibu, dan medikolegal (oksitosin sering dipertimbangkan oleh pengadilan sebagai kofaktor yang berhubungan dengan kondisi janin maupun neonatus yang abnormal). Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial). Luthy dkk
(2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar.
BAB II LAPORAN KASUS I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. N
Umur
: 27 th
Agama
: Islam
Alamat
: Mangunharjo RT 03/V Tugu, Semarang
Pendidikan terakhir
: SMP
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tannga
Status
: Menikah
No. RM
: 211257
Tgl masuk RS
: 22 Maret 2017
DAFTAR MASALAH
No
Masalah aktif
Masalah pasif
1.
G3P1A1, 27 tahun, hamil 41 minggu, Janin I hidup intra
uteri,
kepala,
presentasi
punggung
kiri,
Belum inpartu, Serotinus, Oligohidramnion
III.
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 22 Maret 2017, Pukul : 20.55 WIB Keluhan utama
: Hamil lebih bulan.
RPS
Seorang wanita 27 tahun G3P1A1 hamil 41 minggu datang ke IGD RSUD Tugurejo tanggal 22 Maret 2017 pukul 20.45 WIB dengan keluhan hamil lebih bulan. Sebelumnya pasien sudah memeriksakan kehamilannya di bidan, dan dari bidan tersebut pasien dirujuk karena umur kehamilanya melewati hari taksiran persalinan. Kenceng-kenceng belum dirasakan. Keluar lendir darah dari jalan lahir (-) dan gerak janin (+) masih dirasakan. RIWAYAT HAID
Menarche
: 12 tahun.
Lama haid
: 7 hari, siklus haid 28 hari.
HPHT
: 9 Juni 2016
HPL
: 15 Maret 2017
RIWAYAT MENIKAH
Pernikahan pertama, lama pernikahan 8 tahun. RIWAYAT OBSTETRI
G3P1A1 1. Anak 1 : Abortus usia kehamilan 8 minggu 2. Anak 2 : Laki-laki, lahir pada tahun 2010 di Bidan, UK 39 minggu, Lahir Spontan, BB lahir 3200 gram, keadaan saat ini sehat 3. Anak 3 : hamil ini RIWAYAT ANC
Di Bidan 4x
RIWAYAT KB :
Pasien menggunakan KB suntik 1 bulanan selama 2 tahun
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
Riwayat penyakit jantung
: Disangkal
Riwayat alergi obat/makanan
: Disangkal
Riwayat melahirkan bayi kembar
: Disangkal
Riwayat Asma
: Disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit jantung
: Disangkal
Riwayat DM
: Disangkal
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
Riwayat Asma
: Disangkal
Riwayat Alergi
: Disangkal
Riwayat melahirkan bayi kembar
: Disangkal
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien seorang ibu rumah tangga, dan suami bekerja sebagai pegawai swasta. Biaya pengobatan menggunakan BPJS. RIWAYAT PRIBADI
IV.
Merokok
: Disangkal
Alkohol
: Disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Baik b. Kesadaran : Kompos mentis c. Vital sign
:
-
TD
: 110/70 mmHg
-
Nadi
: 80 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
-
RR
: 20 x/ menit
-
Suhu
: 36, 8 0C
Status gizi : -
BB
: 65 kg
-
TB
: 160 cm
-
BMI
: 25.39 kg/m2
-
Kesan
: Normoweight
d. Status generalis : -
Kepala
: Kesan mesosefal
-
Mata
: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+), pupil bulat isokor (3 mm / 3 mm).
-
Telinga
: discharge (-/-), massa (-/-)
-
Hidung
: Simetris, napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
-
Mulut
: Sianosis (-), bibir pucat (-).
-
Leher
: Pembesaran kelenjar thyroid (-), kelenjar getah bening membesar (-), penggunaan otot bantu nafas (-)
-
Thoraks
:
Cor : Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi
: konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi
: normal, tidak ada suara tambahan
Pulmo : Inspeksi
: simetris, statis, dinamis, retraksi (-)
Palpasi
: stem fremitus kanan = kiri
Perkusi
: sonor seluruh lapang paru
Auskultasi
: suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-
-
Abdomen
-
Ekstremitas
: sesuai status obstetrikus
Superior
Inferior
Edema
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Refleks fisiologis
+N/+N
Refleks patologis
-/-
+N/+N -/-
e. Status obstetrikus :
-
Pemeriksaan luar : Inspeksi :
Perut membuncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+). Palpasi :
Pemeriksaan leopold Leopold I
:
teraba bagian atas janin besar, lunak, ballotement ( ), kesan bokong, TFU 30 cm, TBJ 2790 gram Leopold II
:
teraba tahanan memanjang disebelah kiri, kesan punggung. Leopold III
:
bagian terbawah janin teraba besar, bulat, keras, ballotement ( + ), kesan kepala. Leopold IV
: konvergen.
Auskultasi :
DJJ
: 136x/menit
PemeriksaanDalam
VT : ϕ belum ada, kulit ketuban (+), efficement 10%, portio medial, konsistensi padat, bagian bawah kepala belum masuk PAP, Lendir darah (-). V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium Hematologi Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Darah rutin (WB EDTA)
Leukosit
H 11,34 103/ul
Eritrosit
3,77 106/uL
3,6- 11 103/ul 3,8 -5.2 10 6/uL
Hemoglobin
11,7g/dL
11.7 – 15.5 g/dL
Hematokrit
29,30 %
35-47%
MCV
81,40 fl
80-100 fl
MCH
26,90 pg
26-34 pg
MCHC
33 g/dl
32-36 g/dl
Trombosit
333 103/uL
150 – 440 10 3/uL
HbsAg
Non reaktif (-)
Non reaktif (-)
GDS
74
Kimia darah
VI.
Resume
Seorang wanita 27 tahun G3P1A1 hamil 41 minggu datang ke IGD RSUD Tugurejo tanggal 22 Maret 2017 pukul 20.55 WIB dengan keluhan hamil lebih bulan. Sebelumnya pasien sudah memeriksakan kehamilannya di bidan, dan dari bidan tersebut pasien dirujuk karena umur kehamilanya melewati hari taksiran persalinan. Kenceng-kenceng belum dirasakan. Keluar lendir darah dari jalan lahir (-) dan gerak janin (+) masih dirasakan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah ibu 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit isi dan tegangan cukup, RR 20 x/menit, suhu 36,8 0C, status internus dalam batas normal. Pemeriksaan leopold Leopold I
:
teraba bagian atas janin besar, lunak, ballotement (-), kesan bokong, TFU 30 cm ,TBJ 2790 gr
Leopold II
:
teraba tahanan memanjang disebelah kiri, kesan punggung. Leopold III
:
bagian terbawah janin teraba besar, bulat, keras, ballotement ( + ), kesan kepala. Leopold IV
: konvergen.
PemeriksaanDalam
ϕ belum ada, kulit ketuban (+), efficement 10%, portio medial, konsistensi padat, bagian bawah kepala belum masuk PAP, Lendir darah (-).
VII. DIAGNOSIS
G3P1A1, 27 tahun, hamil 41 minggu Janin I hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kiri, Belum inpartu Serotinus, Oligohidramnion VIII. INITIAL PLAN
Ip Dx : G3P1A1, 27 tahun, hamil 41 minggu Janin I hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kiri, Belum inpartu Serotinus, Oligohidramnion
Ip Tx :Penatalaksanaan Awal Akhiri kehamilan dengan induksi persalinan dengan oksitosin 5iu+500 cc RL mulai 8 tpm naik 4 tpm/30 menit sampai his adekuat atau max 20 tpm
Ip Mx : pengawasan 10 ( KU, Tekanan darah, Nadi, Suhu, Pernafasann, DJJ, his, PPV, Bandle ring, tanda – tanda inpartu).
Ip Ex :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang keadaan kehamilan pasien dan proses persalinan yang akan direncanakan.
IX.
X.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad sanam
: ad bonam
Quo ad fungsionam
: ad bonam
LAPORANPERSALINAN
Tgl
Vital sign
His
DJJ
Keterangan
06.00
T :110/70
jarang
144x/m
Keluhan : -
mmHg
VT :
ϕ belum ada, kulit
P : 80 x/menit
ketuban (+), efficement 10%,
R : 20 x/ menit
portio
S : 37 o C
padat, bagian bawah kepala
medial,
konsistensi
belum masuk PAP, Lendir darah (-).
Diagnosis: G3P1A1, 27 tahun, hamil 41 minggu Janin I hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kiri Belum inpartu Serotinus, Oligohidramnion Sikap : Induksi oksitosin 5 IU drip dalam infus RL 500 cc, 8 tpm. Evaluasi 30 menit.
Tidak ada reaksi , tetesan dinaikkan mjd 12 tpm
16
tpm20 tpm. Tunggu dan evaluasi 6 jam. Pengawasan 10 12.00
T : 138/80
2x dalam
140x/m
P : 80 x/menit
10’selama
VT : Ø 5cm, KK (+), eff 50 %,
R : 20 x/ menit
30”
kepala turun di H I
S : 37o C
Keluhan : -
Portio medial, lunak Diagnosis: G3P1A1, 27 tahun, hamil 41 minggu Janin I hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kiri, Serotinus, Oligohidramnion Sikap : Induksi oksitosin 5 IU drip dalam infus RL 500 cc, 20 tpm Tunggu dan evaluasi 4 jam. Pengawasan 10
14.30
T : 110/70
4x dalam
mmHg
10’
VT : Ø lengkap, KK (-),kepala
P : 80 x/menit
selama
turun di H III
R : 20 x/ menit
40’’
Portio medial, lunak
S : 37o C
144x/m
Keluhan : Ingin BAB
Diagnosis: G3P1A1, 27 tahun, hamil 41 minggu Janin I hidup intra uterin, presentasi kepala, punggung kiri Serotinus, Oligohidramnion
Sikap : Pimpin mengejan 14.45
T : 100/70
Lahir bayi laki-laki, berat janin
mmHg
2940 gram, panjang badan 48
P : 86 x/menit
cm, AS 8-9-10.
R : 20 x/ menit
Injeksi Oksitosin 10 IU
S : 37o C
Plasenta lahir 5 menit setelah bayi
lahir,
134
kotiledon
lengkap, infark (-), hematom (-) Eksplorasi : kontraksi uterus kuat perineum episiotomi hecting jelujur perdarahan ± 250 cc
BAB III PEMBAHASAN
1.
Apakah perbedaan induksi dan stimulasi? Induksi: memacu timbulnya kontraksi sebelum ada tanda persalinan Stimulasi: memperbaiki kontraksi yang inadekuat (dalam persalinan) Induksi atau stimulasi bertujuan menimbulkan his yang adekuat sehingga menyebabkan dilatasi serviks dan penurunan kepala
2.
Berapa lamakah waktu dilakukan induksi dan stimulasi? a. Pelaksanaan infus oksitosin dimulai pada pagi dini hari b. Pengawasan induksi harus dilaksanakan dengan cermat terutama mengawasi akan kemungkinan terjadinya ruptur uteri dan gawat janin c. Masukan oksitosin 5 iu dalam 500 cc RL dan dialirkan mulai dari 8 tetes/menit d. Percepat tetesan infus dengan 4 tetes/30 menit (evaluasi timbulnya kontraksi uterus) sampai timbul his yang adekuat. Umumnya maksimal tetesan adalah 20 tetes/menit e. Bila his timbul secara teratur dan adekuat , tetesan oksitosin dipertahankan tetapi bila terjadi his yang sangat kuat, jumlah tetesan dikurangi atau sementara dihentikan. His yang terlalu kuat juga dapat menyebabkan emboli air ketuban serta tetania uteri f. Infus oksitosin hendaknya dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu sampai 2 jam setelah lahirnya plasenta g. Evaluasi pembukaan serviks dilakukan dengan dengsn periksa dalam vagina. Bila persalinan telah berlangsung dengan his adekuat, tetesan oksitosin dipertahankan sampai pembukaan lengkap. Pada keadaan ini periksa dalam vagina dilakukan sesuai dengan indikasi yang ada
h. Infus oksitosin dihentikan bila ibu tampak kelelahan dan atau bila dengan 2 botol infus tidak memberikan respons induksi i.
Bila selama pemberian infus oksitosin terjadi penyulit/komplikasi baik pada ibu maupun janin, maka infus oksitosin harus segera dihentikan dan kehamilan atau pesalinan dikelola sesuai dengan penyulit/komplikasi yang terjadi
3.
Bagaimanakah bila terjadi hiperstimulasi? Pada hiperstimulasi ( lama kontraksi lebih dari 60 detik hingga 90 detik atau lebih dari 5 kali kontraksi dalam 10 menit atau 7 kali dalam periode 15 menit), penghentian segera oksitosin hampir selalu mengurangi kontraksi uterus. Jika oksitosin dihentikan, konsentrasinya dalam plasma cepat turun karena rerata waktu paruhnya adalah sekitar 5 menit. Hiperstimulasi uterus yang di induksi PGE2 (tablet vagina, gel dan gel intraserviks), pemberian tokolitik dengan obat ß- adrenergik ( heksoprenalin pada 0,3 mikogram/menit atau satu dosis terbutalin 250mikogram secara IV/SC) berhasil dalam menormalisasi kontraksi uteus, perbaikan biasanya dimulai dalam waktu 5 menit tanpa memperhatikan pola hiperstimulasi.
4.
Macam induksi? Induksi persalinan terbagi atas: 1. Secara Medis a.
Infus oksitosin
Syarat – syarat pemberian infuse oksitosin : Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat – syarat sebagai berikut : 1) Kehamilan aterm 2) Ukuran panggul normal 3) Tidak ada CPD
4) Janin dalam presentasi kepala 5) Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka) b. Prostaglandin Pemberian Prostaglandin Prostagladin dapat merangsang otok – otot polos termsuk juga otot-otot rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan dapat diberikan secara intravena, oral. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif. c.
Cairan hipertonik intra uteri Pemberian cairan hipertonik intrauterine Pemberian
cairan
hipertonik
intramnnion
dipakai
untuk
merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20, urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan pembekuan darah. 2.
Secara manipulative a.
Amniotomi Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian bawah depan ( fore water ) maupun dibagian belakang ( hind water ) dengan suatu alat khusus ( drewsmith catheter ). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti
bagaimana
pengaruh
amniotomi
dalam
merangsang
timbulnya kontraksi rahim. Beberapa teori mengemukakan bahwa : 1)
Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.
2)
Amniotomi
menyebabkan
berkurangnya
aliran
darah
didalam rahim kira – kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnnya oksigenesi otot – otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim. 3)
Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana didalamnya terdapat banyak syaraf – syaraf yang merangsang kontraksi rahim Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum
ada tanda – tanda permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara – cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan inpus oksitosin. b.
Rangsangan pada puting susu.
c.
Pemaikaian rangsangan listrik.
d.
Melepaskan selaput ketuban dari bawah rahim (Stripping of the membrane)
5.
Bagaimanakah pengelolaan pada kasus ? Pengelolaan kehamilan serotinus dibagi menjadi 2, yaitu: a. Pengelolaan ekspektatif Pengelolaan ekspektatif adalah kehamilan dibiarkan berlangsung sampai berusia 42 minggu dan seterusnya hingga terjadi persalinan spontan selama hasil pengujian kesejahteraan janin masih baik. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang atau terdapat indikasi obstetri untuk mengakhiri kehamilan, antara lain bila hasil tes tanpa tekanan abnormal. Uji kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan profil biofisik secara cepat (rapid biophysic profile) yang terdiri atas pemeriksaan gerakan janin yang terprovokasi suara ( sound-provoked fetal movement ) dan pengukuran indeks air ketuban ( amniotic fluid index/AFI ), keduanya dilakukan dengan menggunakan USG. Rapid biophysic profile memiliki kelebihan yaitu sederhana, murah,
interpretasi hasil lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih pendek, dan bila dibandingkan dengan profil biofisik yang lengkap ( Non stress test/NST dan AFI serta 3 komponen gerakan spontan janin yaitu gerak nafas, gerak janin dan tonus janin) maupun profil biofisik yang telah dimodifikasi (hanya NST dan AFI) memiliki ketepatan yang hampir sama. b. Pengelolaan aktif Pengelolaan aktif merupakan upaya untuk menimbulkan persalinan pada setiap kehamilan sebelum terjadi kehamilan serotinus. Sehingga terdapat
perbedaan
mengenai
waktu
untuk
dilakukan
induksi
persalinan yaitu pada usia kehamilan 41 minggu atau 42 minggu. Beberapa
penulis
menganjurkan
suatu
tindakan
aktif
dengan
melakukan induksi persalinan pada usia kehamilan 41 minggu untuk menghindari kemungkinan komplikasi dari kehamilan serotinus. Pada usia kehamilan 41 minggu dengan serviks belum matang, maka dilakukan uji kesejahteraan janin dan dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu. Rekomendasi
The
American
College
of
Obstetricians
and
Gynecologists (ACOG) untuk penatalaksanaan untuk kehamilan 42 minggu atau lebih adalah sebagai berikut: a. Rekomendasi berikut didasarkan pada bukti ilmiah yang baik dan konsisten (Tingkat A): (1)
Wanita dengan kehamilan serotinus yang memiliki serviks belum matang dapat menjalani induksi persalinan atau dilakukan pengelolaan secara ekspektatif.
(2)
Prostaglandin dapat digunakan pada kehamilan serotinus untuk pematangan serviks dan menginduksi persalinan.
(3)
Persalinan harus dilakukan jika ada bukti gawat janin atau oligohidramnion.
b. Rekomendasi-rekomendasi
berikut
terutama
didasarkan
pada
pemantauan
dapat
konsensus dan pendapat pakar (Tingkat C): (1)
Meskipun
kurangnya
bukti
bahwa
meningkatkan hasil perinatal, sebaiknya memulai pemantauan antenatal kehamilan serotinus dimulai antara usia kehamilan 41 minggu (287 hari; tanggal taksiran +7 hari) dan 42 minggu (294 hari; tanggal taksiran +14 hari) karena ada bukti bahwa morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. (2)
Banyak praktisi melakukan tes dua kali seminggu dengan evaluasi volume cairan amnion dimulai pada usia kehamilan 41 minggu. Tes tanpa tekanan dan penilaian volume cairan ketuban (profil biofisik yang dimodifikasi) harus memadai.
(3)
Banyak penulis merekomendasikan persalinan yang cepat pada pasien serotinus dengan serviks yang baik dan tidak ada komplikasi lain. Usia kehamilan ≥ 42 minggu
Serviks matang
Serviks belum matang
Pematangan serviks
Pengawasan janin
Tes kesejahteraan dan gerakan janin normal
Induksi persalinan
Pengelolaan ekspektatif
Gambar 2.1 Skema pengelolaan kehamilan serotinus menurut The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
INDUKSI PERSALINAN
A. DEFINISI Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. Induksi persalinan adalah tindakan terhadap ibu hamil untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim agar terjadi persalinan. Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his. B. ETIOLOGI Induksi persalinan dilakukan karena: 1.
Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan
nutrisi
dan
pertukaran
CO2/O2
sehingga
janin
mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunya
sirkulasi
darah
menuju
sirkulasi
plasenta
dapat
mengakibatkan : a.
Pertumbuhan janin makin melambat.
b. Terjadi perubahan metabolisme janin. c.
Air ketuban berkurang dan makin kental.
d. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia. 2.
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput
posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu mendapatkan perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well health mother dapat tercapai. 3.
Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau menderita diabetes.
4.
Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi: a. Aborsi spontan(berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada saat konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan). b. Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan eklamsi. Hidramnion. c. Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis. d. Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistansi insulin meningkat. e. Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan cacat bawaan.
5.
Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan
diduga
akan
beresiko/membahayakan
hidup
janin/kematian janin. 6.
Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini infeksi setelah ketuban ruptur. Mempunyai riwayat hipertensi.
7.
Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai ke adaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam
kehamilan,
sering
disebut
dengan
pregnancy-induced
hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil. a.
Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu
penyakit
vasospastik,
yang
ditandai
dengan
hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Kira-kira 85% preeklamsia
ini
terjadi
pada
kehamilan
yang
pertama.
Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah
otak,
gangguan
penglihatan
(skotoma),
perubahan
kesadaran mental dan tingkat kesadaran. b.
Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan neurologis.
c.
Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24 jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya.
d.
Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.
C. PATOFISIOLOGI Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran
dalam
menghadapi
kehamilan
lewat
waktu
adalah
meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. D. INDIKASI 1. Indikasi Janin a.
Kehamilan lewat waktu
b. Ketuban pecah dini c.
Janin mati
2. Indikasi ibu a.
Kehamilan lewat waktu
b. Kehamilan dengan hipertensi 3. Indikasi kontra drip induksi a.
Disproporsi sefalopelvik
b. Insufisiensi plasenta c.
Malposisi dan malpresentasi
d. Plasenta previa e.
Gemelli
f.
Distensi rahim yang berlebihan
g. Grande multipara h. Cacat rahim
Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi ekstrauterin akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi intrauterin tidak lebih baik atau mungkin membahayakan. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi rasa sakit atau masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas), inkompatibilitas Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin). Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia berat. E. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar. F.
KOMPLIKASI Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena jika perlu memecahkan ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat – syarat di penuhi. Kematian perinatal agak lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini mungkin dipengaruhi pula oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal dan perlu dilakukan seksio sesarea, harus selalu diperhitungkan.
G. PENATALAKSANAAN INDUKSI PERSALINAN Induksi persalinan terbagi atas: 1. Secara Medis a.
Infus oksitosin
Syarat – syarat pemberian infuse oksitosin : Agar infuse oksitosin berhasil dalm menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat – syarat sebagai berikut : 1) Kehamilan aterm 2) Ukuran panggul normal 3) Tidak ada CPD 4) Janin dalam presentasi kepala 5) Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka) Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil. SKOR PELVIK MENURUT BISHOP
SKOR
0
1
2
3
Pembukaan serviks
0
1-2
3-4
5-6
Pendataran serviks
0-30 %
40-50 %
60-70 %
80 %
Penurunan kepala
-3
-2
-1,0
+1, +2
diukur dari Hodge III (cm) Konsistensi serviks
Keras
Sedang
Lunak
Posisi serviks
Ke belakang
Searah sumbu
Ke arah depan
jalan lahir
Teknik teknik infus oksitosin berencana: 1)
Semalam sebelum drip oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur pulas .
2)
Pagi harinya penderita diberi pencahar.
3)
Infus oksitosin hendaknya dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik.
4)
Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan sintosinon 5 IU .
5)
Cairan yang sudah mengandung 5 IU sintosinon dialirkan secara intravena melalui aliran infuse.
6)
Jarum abocath dipasang pada vena dibagian volar bawah.
7)
Tetesan dimulai dengan 8 mU permenit dinaikan 4 mU setiap 30 menit. Tetesan maksimal diperbolehkan sampai kadar oksitosin 30-40 mU. Bila sudah mencapai kadar ini kontraksi rahim tidak muncul juga, maka berapapun kadar oksitosin yang diberikan tidak akan menimbulkan kekuatan kontraksi. Sebaiknya infus oksitosin dihentikan.
8)
Pederita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda – tanda ruptur uteri membakat, maupun tanda – tanda gawat janin.
9)
Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat maka kadar tetesan oksitosin dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan dapat dikurangi atau sementara dihentikan.
10)
Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta.
11)
Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam bila his telah kuat dan adekuat.
b. Prostaglandin Pemberian Prostaladin Prostagladin dapat merangsang otok – otot polos termsuk juga otot-otot rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan dapat diberikan secara intravena, oral. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif. c.
Cairan hipertonik intra uteri Pemberian cairan hipertonik intrauterine
Pemberian
cairan
hipertonik
intramnnion
dipakai
untuk
merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20, urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan pembekuan darah. 3.
Secara manipulative e.
Amniotomi Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian bawah depan ( fore water ) maupun dibagian belakang ( hind water ) dengan suatu alat khusus ( drewsmith catheter ). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti
bagaimana
pengaruh
amniotomi
dalam
merangsang
timbulnya kontraksi rahim. Beberapa teori mengemukakan bahwa : 4)
Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.
5)
Amniotomi
menyebabkan
berkurangnya
aliran
darah
didalam rahim kira – kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnnya oksigenesi otot – otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim. 6)
Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana didalamnya terdapat banyak syaraf – syaraf yang merangsang kontraksi rahim Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum
ada tanda – tanda permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara – cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan inpus oksitosin. f.
Rangsangan pada puting susu.
g.
Pemaikaian rangsangan listrik.
h.
Melepaskan selaput ketuban dari bawah rahim (Stripping of the membrane)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan yang dilakukan: 1.
X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas.
2.
Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ.
3.
Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa.
4.
Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia.
5.
Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia).
6.
Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.