Septy Aulia Rahmy 0810710103
Hypertension A 40-year-old man presents with nausea and vomiting. He has suffered from that since 1 month ago. He also has decreased of apetite, feel weekness and fatique. On physical examination, conjunctiva was pallor, heart rate was 100 beats/min, respirations were 24/ min, blood pressure was 180/100 mmHg, and enlargement of cardiac. Results of urinalysis were erythrosituria 10-15 per hpf (high power field) and proteinuria +2. Laboratory test results were as follows: hemoglobin, 8.4 g/dL; creatinine, 3.26 mg/dL; BUN 65 mg/dl. 1. What are the patient’s problems? Laki-laki 40 tahun dengan keluhan Nausea dan vomiting sejak 1 bulan yang lalu Menurun nafsu makan Merasa weakness dan fatique Pemeriksaan fisik didapat: Konjungtiva pucat tanda anemia HR 100x/min takikardi RR 24x/min takipneu BP 180/100 mmHg Hipertensi stage II Pembesaran jantung kardiomegali dekompensasi kordis Pemeriksaan laboratorium: Urinalisis didapat eritrosituria 10-15/hpf (normal 0-2 sel/hpf) hematuria kerusakan pada membrane glomerulus atau adanya injury vascular dalam genitourinary tract Proteinuria +2 Hb 8,4 g/dL rendah/anemia (normal value: 14 – 18 g/dL) Kreatinin 3,26 mg/dL meningkat (Normal value: 0.6 – 1.2 mg/dL) penurunan fungsi (filtrasi) ginjal >50% indikasi gagal ginjal BUN 65 mg/dL meningkat (Normal value: 8 – 23 mg/dL) indikasi gagal ginjal Problem pasien: hipertensi dengan target organ damage (TOD) karena kerusakan ginjal 2. What is your planning? Additional tests may be indicated in certain settings:
Limited echocardiography is a more sensitive method to detect LV hypertrophy than the ECG and is considerably less expensive than a complete echocardiographic examination. The main indication for echocardiography is to detect possible end-organ damage in a patient with borderline BP values
Testing for renovascular hypertension — Renovascular hypertension is likely the most common correctable cause of secondary hypertension. Radiographic testing for renovascular disease is indicated only in patients in whom the history is suggestive and in whom a corrective procedure will be recommended if significant renal artery stenosis is detected.
The following are settings in which renovascular hypertension or another cause of secondary hypertension should be suspected: o
severe hypertensi dengan gejala retina hemorrhage atau papiledema. pada dasarnya bilateral renovascular disorder bisa diketahui bila kadar plasma kreatinin >1,5 mg/dL
o
peningkatan BP akut di atas stable baseline, meliputi renovascular disease
o
usia yang di atas 50 thn
o
elevasi akut plasma kreatinin
o
moderate ke severe hypertension pada pasien dengan aterosklerosis atau renal disease yang asimetri. besar renal yang unilateral berbeda juga berkorelasi dengan penyakit oklusi pembuluh darah besar.
Mengetes apakah ada penyebab hypertensi lain yang dapat diidentifikasi selain renovascular disorder
Terapi hipertensi pasien o
control BP
o
modifikasi lifestyle
o
drug: ACE inh, ARB, beta blocker, diuretic, CCB, dan terapi kombinasi
o
The recommended tests will vary based upon renal function and the clinical suspicion of renovascular disease.
3. What is the cause of hypertension of this patient and how the pathophysiology of hypertension in renal diseasea patients (renal/kidney hypertension)! Penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi sekunder yaitu hipertensi renal. Penyebab penting hipertensi renal adalah penyempitan (stenosis) arteri renalis yang mensuplai ginjal. Pada individu yang lebih tua, penyempitan ini biasanya disebabkan oleh adanya plak keras yang berisi lemak (atherosclerotic) yang menutup arteri renal. Penyempitan arteri ini merusak/mengganggu sirkulasi darah ke ginjal yang dipengaruhinya. Kehilangan darah ini menstimulasi ginjal untuk memproduksi hormon-hormon, renin dan angiotensin. Hormonhormon ini, bersama-sama dengan aldosterone dari kelenjar adrenal menyebabkan suatu penyempitan dan meningkatkan kekakuan (resisten) pada arteri-arteri sekeliling (peripheral arteries) seluruh tubuh hipertensi. Tipe-tipe lain apapun dari penyakit kronik ginjal yang mengurangi fungsi ginjal dapat juga menyebabkan hipertensi yang disebabkan oleh gangguan hormonal dan atau retensi garam Patogenesis hipertensi renal adalah dengan merubah hemodinamik renal, pemicuan JGA menyebabkan peningkatan sekresi renin aktivitas vasopressor. Jumlah pembuluh darah besar, mikrovaskular, dan parenkim ginjal berperan dalam proses ini. 4. What kind of antihypertensive drugs will you give and what is your reasoning?
ACE inh dipikirkan menjadi lini pertama pada semua HF atau asimtomatis LV dysfungsi, semua px dengan ST elevasi, non ST elevasi, diabetes atau systolic dysfungsi, dan px dengan proteinuria chronic renal failure
ARB diberikan pada px yang tidak toleran terhadap ACE inh
Beta blocker diberikan pada px dengan aktivitas sympatomimetik intrinsic setelah AMI atau pasien stabil dengan HF atau asimtomatis LV dysfungsi
Diuretik dosis rendah thiazid (12,5 – 25 mg) member efek cardioprotektif yang lebih bagus daripada ACE inh pada px dengan CAD, LV hypertrophy, DM type 2, MI. Bisa diberikan juga pada px dengan HF atau syndrome nephrotik
5. What is the target of blood pressure in general population, diabetic patients and chronic kidney disease patients
Criteria JNC BP goal: o
≤140/90mmHg pada pasien tanpa komplikasi
o
≤130/85mmHg pada pasien dengan diabetes dan penyakit renal dengan proteinuria <1gram/24 jam
o
<125/75mmHg pada pasien renal disease dengan proteinuria >1gram/24 jam
WHO–ISH targets o
<130/85 mmHg in young, middle-aged and diabetic patients
o
<140/90 mmHg in elderly patients
Menurut British Hypertension Guidelines (2004) o
DM tipe I:
Bila tidak ada bukti nephropathy maka batas ambang intervensi untuk antihypertensi yaitu BP ≥140/90 mmHg dan optimal BP < 130/<80 mmHg, audit standard <140/<80 mmHg
bila ada nephropathy target blood pressure < 130/80 mmHg atau di bawahnya (<125/75 mmHg) ketika proteinuria ≥1g/24h
reduksi BP dan ACE inhibitors mengarah pada reduksi kecepatan renal. Jika ACE inhibitor harus diberhentikan maka akan terjadi batuk yang persisten kemudian ada alternative yang direkomendasi berupa angiotensin receptor blocker (ARB)
DM type I dengan persistent microalbuminuria atau proteinuria dan semua level HTN sepertinya berespon terhadap ACE inh atau ARB dengan dinaikkan menurut dosis yang direkomendasi sampai dosis max
o
DM tipe II:
Bila tidak ada bukti nephropathy maka batas ambang intervensi untuk antihypertensi yaitu BP ≥140/90 mmHg dan optimal BP < 130/<80 mmHg
Pada trial klinis, mayoritas telah mengalami kegagalan sampai pada target BP < 130/<80 mmHg (terutama sulit untuk mengurangi SBP di bawah 140 mmHg)
Bila nephropathy target blood pressure < 130/80 mmHg atau di bawah (<125/75 mmHg) ketika terjadi proteinuria ≥1g/24h
General populasi: target BP yaitu 130/80 mmHg
Hypertensive Crises A 45 year old man previously well presented with gradual blurring of vision in both eyes over a period of one week. This was preceded by four weeks of intermittent occipital headaches which were aggravated by eye straining to focus when reading. There was no nausea or vomiting. He denied any limb weakness or numbness. On examination, visual acuity was decreased. Dilated fundus examination showed bilateral papilloedema. His blood pressure was recorded as 230/130 mmHg with a pulse rate of 84 beats per minute. Neurological and cardiovascular assessments were normal. The rest of the systemic examination was unremarkable. 1. What are the patient’s problems? Laki-laki 45 tahun dengan: o Penurunan ketajaman penglihatan secara bertahap dalam 1 minggu o Empat minggu sebelumnya ada headache di occipital yang intermittent, yang diperberat saat memfokuskan mata waktu membaca o Tidak ada nausea, vomiting, limb weakness, dan paresthesi Pemeriksaan fisik: o
Penurunan ketajaman penglihatan
o
Bilateral papilloedema
o
BP 230/130 mmHg
o
Pulse rate 84x/min
Problem pasien (Dx sementara) : krisis hipertensi (hypertensive emergency) dengan encephalopathy (gejala headache dan focal neurological sign yaitu retinopathy dan papiledema) 2. What is the initial therapy for this patient and what is your planing? Seperti keadaan klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis hipertensi sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif Pengobatan krisis hipertensi dapat dibagi :
Penurunan tekanan darah pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ.
Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD diastolik > 120mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/ kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat diruangan ibntensive care unit atau (ICU). Merupakan kedaan yang jarang dijumpai, yang memerlukan penurunan tekanan darah sesegera mungkin untuk membatasi atau menghindari kerusakan organ target lebih lanjut.
Hipertensi urgensi (mendesak) TD diastolik> 120mmHg dan dengan tanpa kerusakan/ klomplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. Merupakan peningkatan tekanan tekanan darah yang berat, tanpa gejala-gejala dan disfungsi organ target.
Pengobatan target organ meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki fungsi target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu. Misalnya, pada krisis hipertensi dengan payah jantung kiri akut,
diperlukan pengelolaan khusus termasuk pemberian diuretic, pemakaian obat-obatan yang menurunkan preload dan afterload. Pada krisis hipertensi yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan pengelolaan khusus untuk ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan hemodialisis.
Pengelolaan khusus beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus, terutama yang berhubungan dengan etiologinya, missal eklampsia gravidarum.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_KrisisHipertensi.pdf/12_KrisisHipertensi.html
Pemeriksaan Laboratorium lanjutan untuk pasien juga perlu dilakukan untuk membantu menentukan penyebab pasti hipertensinya. Urinalisis dengan pemeriksaan mikroskopis dari sediment urinary, immediate chemistry panel, dan ECG. Urinalisis mungkin menunjukkan signifikan proteinuria, RBC, dan/atau cast seluler. Cast seluler menunjukkan penyakit parenkim renal Abnormalitas elektrolit, terutama hipokalemia atau hipomagnesemia, meningkatkan resiko cardiac arritmia Chemistry panel juga menyediakan kejadian disfungsi renal atau hepatic ECG dapat mengidentifikasi kejadian iskemia koroner, left ventricular hypertrophy, atau keduanya, dan mungkin menampakkan deficit nadi, peningkatan pertanyaan diseksi aorta http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/nephrology/hypertensive-crises/ 3. What is the choice of drug therapy will you give and what is your reasoning? Agen farmakologi yang ideal untuk manajemen krisis hipertensi harus beraksi cepat, cepat reversible, dan dapat dinaikkan tanpa efek samping yang signifikan. Meskipun tidak ada agen single yang termasuk, sejumlah obat dapat digunakan untuk manajemen krisis hipertensi. Pilihan agen disesuaikan dengan presentasi klinis pasien.
Labetalol Labetalol merupakan (kombinasi selective α1- dan nonselective β-adrenergic receptor blocker) dengan perbandingan α : β blocking ratio =1: 7 . Karena efek β-blockingnya, denyut jantung menjadi terjaga atau menurun sedikit. Tidak seperti agen β blocker lainnya yang menurunkan cardiac output, labetalol menjaga cardiac output. Labetalol menurunkan tahanan vascular sistemik tanpa menurunkan aliran darah perifer total. Aliran darah koroner, serebral, dan renal tetap terjaga.
Nicardipine Adalah generasi kedua dihydropyridine, yaitu Calcium channel blocker dengan selektivitas vascular tinggi dan mempunyai aktivitas vasodilatasi serebral dan koroner. 100 X lebih larut daripada nifedipin, dapat diberikan secara intravena. Saat pertama dibelikan secara intravena, melewati BBB dan mencapai jaringan saraf, lalu beraksi di hippocampus. Intravenous nicardipine dapat menurunkan iskemi serebral dan cardiac.
Fenoldopam ( DA1 agonist) Merupakan agen yang short acting, mempunyai kelebihan meningkatkan RBF dan ekskresi sodium. Walaupun struktur fenoldopam mirip dopamine, fenoldopam mempunyai spesifik tinggi untuk reseptor DA1 dan 10 X lebih poten daripada dopamine sebagai vasodilator renal. Tidak terbukti ada efek samping. Fenoldopam telah terbukti meningkatkan klirens kreatinin, rata – rata aliran urin, dan ekskresi sodium pada hipertensi berat saat kondisi gangguan fungsi ginjal, atau kondisi normal. http://www.biomedcentral.com/content/pdf/cc2351.pdf
4. What are the dangers of nifedipine in hypertensive crises and what is your reasoning? Nifedipine dapat menyebabkan ischemia pada cerebral, renal, dan myocard outcome fatal karena nifedipine dapat menurunkan tekanan darah dengan sangat signifikan dan tidak terkontrol (5 – 10 menit setelah administrasi; puncak 30 – 60 menit; durasi 6 – 8 jam) Orang tua dengan kerusakan organ dan penyakit structural pada vascular lebih rentan