BAB 1. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penyakit hipertensi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tidak hanya
di Indonesia, namun juga di dunia. Sebanyak 1 milliar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit hipertensi. Bahkan diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milliar menjelang tahun 2025. 1 Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2012, hipertensi merupakan salah satu penyebab tingginya kematian pada pasien rawat inap di seluruh rumah sakit Indonesia pada tahun 2010 setelah penyakit jantung, kanker, diabetes mellitus dan stroke.2 Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu nilai sistolik ≥140 mmHg dan atau diastolik ≥90 mmHg.3 Data tahun 2010 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menderita hipertensi dan sekitar 59 juta orang menderita pre-hipertensi.4 Data Global Status Report on Noncommunicable Disesases tahun 2010 dari WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Di kawasan Asia Tenggara, 36% orang dewasa menderita hipertensi. 6 Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 25,8% pada 2013 dengan jumlah penderita terbanyak di Bangka Belitung (30,9%) dan terendah Papua Barat (16,8%). 5 Menurut data dinas kesehatan kota Palembang, proporsi penderita hipertensi pada tahun 2008 berjumlah 17.278, tahun 2009 penderita hipertensi berjumlah 20.994, tahun 2010 penderita hipertensi berjumlah 21.616 dan tahun 2011 sebanyak 352 kasus baru.7 Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus bertambah tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Berbagai komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah penyakit jantung koroner (PJK), gagal ginjal dan stroke yang merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. 5 Salah satu upaya penurunan angka mortalitas dan morbiditas hipertensi adalah penurunan atau mengontrol tekanan darah. Berdasarkan anjuran Joint National Committee 7, upaya yang dapat dilakukan adalah modifikasi gaya hidup mulai dari pengaturan pola makan, peningkatan aktivitas fisik, pengurangan asupan garam dan penurunan berat badan. Apabila langkah tersebut tidak berhasil, maka dapat diberikan obat antihipertensi. 3 Namun, di dunia sendiri masih sedikit penderita hipertensi yang melakukan pengobatan secara teratur untuk mengontrol tekanan darah. Menurut American Heart Association, hanya 61% penderita hipertensi di Amerika yang menjalankan pengobatan dan sepertiganya mencapai target tekanan darah yang diharapkan. Kepatuhan pasien merupakan faktor utama penentu
keberhasilan terapi. Kepatuhan dalam menjalankan pengobatan hipertensi mempangaruhi tekanan darah dan mencegah terjadinya komplikasi. 8 Kepatuhan pengobatan yang merupakan perilaku kesehatan dipengaruhi banyak faktor yang dapat menjadi hambatan dalam menjalankan pengobatan yang pada akhirnya berdampak pada terjadinya komplikasi klinis. Penelitian mengenai determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhi, hambatan, dan dampak klinis akibat ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan yang dilakukan dengan follow up secara prospektif masih belum banyak dilakukan. Padahal data tersebut diperlukan guna membuat langkah strategi yang dapat membatu meningkatkan target tekanan darah terkontrol yang diharapkan pada pasien hipertensi.
1.2
Perumusan Masalah Determinan dan hambatan apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan konsumsi
obat antihipertensi pada penderita hipertensi di Kota Palembang, dan bagaimana model prediksi dan dampak klinis yang timbul akibat ketidakpatuhan tersebut, berapa nilai survival rate dan hazard ratio dari studi prospektif ini.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Menemukan model prediksi kepatuhan berobat pasien hipertensi dan mendapatkan survival rate dan hazard ratio dampak klinis pasien hipertensi akibat ketidakpatuhan berobat. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Deskripsi karakteristik, sosial, ekonomi, dan demografi, hambatan, kepatuhan berobat pada pasien hipertensi. b. Asosiasi karakteristik, sosial, ekonomi, dan demografi, hambatan, kepatuhan berobat terhadap dampak klinis pada pasien hipertensi. c. Merumuskan model prediksi kepatuhan berobat pasien hipertensi. d. Mendapatkan survival rate dan hazard ratio dampak klinis pasien hipertensi akibat ketidakpatuhan berobat.
1.4. Urgensi Penelitian Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus bertambah tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan dampak klinis berupa komplikasi. Berbagai komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah penyakit jantung koroner (PJK), gagal ginjal dan stroke yang merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Salah satu upaya penurunan angka mortalitas dan morbiditas hipertensi adalah penurunan atau mengontrol tekanan darah dengan farmakoterapi. Penderita hipertensi yang menjalankan pengobatan dan sepertiganya mencapai target tekanan darah yang diharapkan sedangkan duapertiganya tidak mencapai target. Kepatuhan pasien merupakan faktor utama penentu keberhasilan terapi. Kepatuhan pengobatan yang merupakan perilaku kesehatan dipengaruhi banyak faktor yang dapat menjadi hambatan dalam menjalankan pengobatan yang pada akhirnya berdampak pada terjadinya komplikasi klinis.
Sehubungan dengan itu, maka penelitian ini penting dilakukan guna mengetahui determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhi, hambatan, dan dampak klinis akibat ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan yang dilakukan dengan follow up secara prospektif. Diharapkan, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi stake holder bidang kesehatan untuk membuat langkah strategi yang dapat membatu meningkatkan target tekanan darah terkontrol yang diharapkan pada pasien hipertensi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Hipertensi
2.1.1. Definisi Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Penderita hipertensi mengalami peningkatan tekanan darah melebihi batas normal, di mana tekanan darah normal sebesar 110/90 mmHg. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung, tahanan perifer pada pembuluh darah, dan volume atau isi darah yang bersirkulasi. Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi seperti penyakit jantung koroner, left ventricle hypertrophy, dan stroke yang merupakan pembawa kematian tinggi. 4 Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur, serta faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh. Hipertensi yang tidak terkontrol akan meningkatkan angka mortalitas dan menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital seperti jantung (infark miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif), otak (stroke, enselopati hipertensif), ginjal (gagal ginjal kronis), mata (retinopati hipertensif).10 2.1.2. Epidemiologi Prevalensi hipertensi pada penduduk dewasa secara umum di dunia sebesar 26,4% pada tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025. Di Indonesia, jumlah penderita hipertensi terus meningkat. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 dilaporkan 27,8% pada penduduk usia ≥ 25 tahun (pengukuran dengan air raksa). Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, 2002 persentase lebih tinggi ditemukan pada wanita (29%) dibanding pria (27%) dan SKRT 2004 melaporkan 14% pada kelompok usia ≥ 15 tahun.5 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi 31,7% (pengukuran dengan digital Tensi meter). Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan penurunan prevalensi hipertensi menjadi 25,8% pada kelompok usia yang sama. Penurunan ini mungkin disebabkan kesadaran masyarakat yang semakin membaik pada tahun 2013 atau perbedaan alat ukur yang digunakan pada responden. 12
2.1.3. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau hipertensi esensial terjadi karena peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopatik. Hipertensi ini mencakup sekitar 95% kasus. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus-kasus hipertensi. Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan dengan ganggaun sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab spesifik hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldesteronisme primer, sindroma Cushing, feokromositoma, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Umumnya hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan penyebabnya secara tepat.11 Klasifikasi hipertensi menurut perjalanan penyakitnya dibagi menjadi hipertensi benigna dan maligna. Bila timbulnya berangsur disebut benigna, dan bila tekanannya naik secara progresif dan cepat disebut hipertensi maligna dengan banyak komplikasi seperti gagal ginjal, CVA, hemoragi retina, dan ensefalopati. 13 Hipertensi benigna merupakan keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan saat penderita kontrol. Hipertensi maligna merupakan keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai keadaan kegawatan sebagai akibat komplikasi pada organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal.14,15 Hipertensi juga sering digolongkan sebagai ringan, sedang, atau berat, berdasarkan tekanan diastole. Hipertensi ringan bila tekanan darah diastole 95-104, hipertensi sedang tekanan diastolenya 105-114, sedangkan hipertensi berat tekanan diastolenya >115.42 Berdasarkan pedoman The Seventh Joint National Comittee (JNC7), tekanan darah dan hipertensi dikelompokkan sesuai tabel dibawah ini 21: Kategori Sistolik Optimal ≤115 Normal ≤120 Prehipertensi 120-139 Hipertensi derajat 1 140-159 Hipertensi derajat 2 >160 Tabel 1. Pengelompokan hipertensi berdasarkan JNC 7.21
Diastolik ≤75 ≤80 80-89 90-99 >100
2.1.4. Patofisiologi Hipertensi Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan, inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktifitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom. Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan darah ke normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ yang penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyaklit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.16, 17
2.1.5. Manifestasi Klinik Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat dan telinga berdengung.
Gejala klinis yang di alami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan. Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun, gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi, atau gangguan tajam pengelihatan. Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial. Pada pemeriksaan fisik, tidak di jumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain. 18
2.1.6. Komplikasi Stroke dapat dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang dialirinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, linglung, atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklorosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Pada hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, kebutuhan oksigen di miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi
ventrikel dapat menyebabkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan darah. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik. Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain disebut edema. Cairan di paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak. Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat, menyebabkan neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma.16
2.1.7. Faktor Risiko Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti, hipertensi primer tidak disebabkan faktor tunggal dan khusus, melainkan disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor penyebab hipertensi ada yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain umur, jenis kelamin, suku, keluarga memiliki riwayat hipertensi. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi antara lain asupan garam, stress, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan konsumsi kafein.18,25 a. Usia Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya disebabkan oleb berbagai faktor. Dengan bertambahnya usia, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah usia 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Peningkatan uia akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis yaitu terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktifitas simpatik. Pada usia lanjut peran ginjal sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.19,23
b. Jenis kelamin Pada usia dini tidak terdapat bukti perbedaan tekanan darah antara. Pria dan wanita. Mulai pada masa remaja, pria cenderung menunjukkan angka tekanan darah yang lebih tinggi dari pada wanita. Perbedaan ini semakin tampak seiring dengan bertambahnya umur. Tetapi pada wanita yang sudah terjadi menopause akan terjadi peningkatan tekanan darah bahkan melebihi tekanan darah pria seumurannya. 19 c. Keluarga memiliki riwayat hipertensi Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua. Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.18 d. Aktitifitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat.18 Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. 18 e. Pola Makan
Peningkatan konsumsi sayur dan buah serta penurunan konsumsi lemak pangan, disertai dengan penurunan konsumsi lemak total dan lemak jenuh, dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan risiko jantung koroner dan stroke berhubungan dengan tingginya pola konsumsi buah, sayur, kacangkacangan, ikan, dan padi-padian tumbuk.18,19 Konsumsi buah dan sayur >400 gram per hari dapat menurunkan risiko hipertensi dengan semakin bertambahnya umur. Hal ini tidak saja disebabkan oleh aktivitas
antioksidan dalam buah dan sayur, tetapi juga karena adanya komponen lain seperti serat, mineral kalium, dan magnesium. Orang yang mengkonsumsi buah dan sayur biasanya memiliki kebiasaan yang lebih sehat, seperti: melakukan aktivitas fisik lebih banyak, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol; yang secara keseluruhan dapat menurunkan risiko hipertensi.19 Pasien hipertensi dianjurkan mengkonsumsi sayur dan buah yang mengandung serat pangan minimal 30 mg/hari. Tingginya konsumsi biji-bijian dengan kulit berhubungan dengan penurunan hipertensi pada orang dewasa dan lansia wanita.20 f. Pola Asupan Garam Dalam Diet World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi, karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium.20 g. Obesitas Berat badan merupakan faktor determinan tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA, prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional). 13,26 h. Konsumsi Alkohol Kebiasaan konsumsi alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat maupun tepi, apabila saraf simpatis terganggu, maka pengaturan tekanan darah akan mengalami gangguan dan cenderung semakin meningkat.8 i.
Merokok Merokok merupakan salah satu penyebab meningkatnya tekanan darah, dalam penelitian
kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari. 22
2.1.8. Tatalaksana Hipertensi a.
Kontrol Tekanan Darah Pada mayoritas pasien, menurunkan tekanan sistolik lebih sulit dibandingkan
dengan menurunkan tekanan diastole. Walaupun kontrol tekanan darah yang efektif dapat dicapai pada penderita hipertensi, mayoritas membutuhkan dua obat antihipertensi atau lebih. Kegagalan melakukan modifikasi gaya hidup, dosis obat antihipertensi yang adekuat, atau kombinasi obat yang tidak sesuai menyebabkan kontrol tekanan darah tidak adekuat.21 b.
Tujuan Terapi Tujuan dari terapi menggunakan obat antihipertensi adalah untuk mengurangi
risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan ginjal. Target tekanan darah adalah < 140/90 mmHg disertai dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal, target tekanan darah adalah <130/80 mmHg. Keuntungan dari obat antihipertensi ini berhubungan dengan penurunan dari (1) insiden stroke, skitar 35-40 %; (2) MCI, sekitar 20-25%; dan gagal jantung, sekitar > dari 50 %. Estimasi ini dlakukan pada hipertensi derajat 1 dengan tekanan sistolik 140-159 mmHg dan atau tekanan diastolik 90-99 mmHg.21
c. Perubahan Gaya Hidup Gaya hidup yang sehat merupakan prevensi terhadap peningkatan tekanan darah dan termasuk dalam pengobatan hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat menurunkan atau menunda insiden dari hipertensi, dan meningkatkan efek dari obat antihipertensi, dan penurunan risiko kardiovaskular.21 Modifikasi Penurunan berat badan
Rekomendasi Jaga berat badan ideal (BMI: 18,5-24,9 kg/m2) Dietary approaches to Diet kaya buah, sayuran, stop hypertension produk rendah lemak dengan (DASH) jumlah lemak total dan lemak jenuh rendah Pembatasan intake Kurangi hingga <100 mmol natrium perhari (2 gr natrium atau 6,5 natrium klorida atau 1 sendok teh garam perhari) Aktivitas fisik aerobic Aktivitas fisik aerobik yang teratur (mis. Jalan cepat) 30 menit sehari, hampir setiaphari dalam seminggu Pembatasan konsumsi Laki-laki dibatasi hingga <2
Rerata Penurunan TDS 5-20mmHg/10kg 8-14 mmHg
2-8 mmHg
2-9 mmHg
2-4 mmHg
alkohol
gelas dalam sehari Wanita dan orang yang lebih kurus dibatasi <1 gelas per hari Tabel 2. Modifikasi gaya hidup berdasarkan PERMENKES No, 5 Tahun 2014.27
d. Obat-obat Anti Hipertensi Penanggulangan hipertensi dengan obat dilakukan bila dengan perubahan gaya hidup tekanan darah belum mencapai target (>140/90 mmHg) atau > 130/80 mmHg pada diabetes atau penyakit ginjal kronik. Pemilihan berdasarkan ada/tidaknya indikasi khusus. Bla tidak ada indikasi khusus pilihan obat juga tergantung pada derajat hipertensi. Sesudah pemakaian obat antihipertensi, pasien harus melakukan follow-up dan pengaturan dosis obat setiap bulannya atau sesudah target tekanan darah tercapai. Serum kalium dan kreatinin harus di monitor setidaknya satu sampai dua kali per tahun. Sesudah target tekanan darah tercapai, follow-up dapat 3-6 bulan sekali.21
Obat hipertensi inisial
Dengan indikasi khusus Obat-obatan untuk indikasi khusus tersebut ditambah obat antihipertensi (diuretic, ACEI, BB, CCB)
Tanpa indikasi khusus
Hipertensi tingkat I
Hipertensi tingkat II
(sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99 mHg)
(sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 100 mmHg)
Diuretik golongan tiazid. Dapat dipertimbangkan pemberian ACEI, BB, CCB atau kombinasi
Kombinasi dua obat. Biasanya diuretic dengan ACEI atau BB atau CCB
Target tekanan darah terpenuhi
Optimalkan dosis obat atau berikan tambahan obat antihipertensi lain. Perimbangkan untuk konsultasi dengan dokter spesialis
Gambar 1. Algoritma Penanggulangan Hipertensi21
2.2.
Kepatuhan Berobat
2.2.1.
Definisi
Kepatuhan adalah sebagai perilaku untuk menaati saran-saran dokter atau prosedur dari dokter tentang penggunaan obat, yang sebelumnya didahului oleh proses
konsultasi antara pasien (dan keluarga pasien sebagai orang kunci dalam
kehidupan pasien) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis. Kepatuhan terapi pada pasien hipertensi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan mengingat hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan. Kepatuhan seorang pasien yang menderita hipertensi tidak hanya dilihat berdasarkan kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi tetapi juga dituntut peran aktif pasien dan kesediaanya untuk memeriksakan ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Ada dua faktor yang berhubungan dengan kepatuhan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal meliputi karakter si penderita seperti usia, sikap, nilai sosial, dan emosi yang disebabkan oleh penyakit. Adapun faktor eksternal yaitu dampak dari pendidikan kesehatan, interaksi penderita dengan petugas kesehatan (hubungan diantara keduanya) dan tentunya dukungan dari keluarga, petugas kesehatan dan teman. 28 2.2.2.
Pengukuran Tingkat Kepatuhan
Keberhasilan pengobatan pada pasien hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu peran aktif pasien dan kesediaanya untuk memeriksakan ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat dapat diukur menggunakan berbagai metode, salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Adherence
MMAS-8
(Modifed Morisky
Scale). Morisky secara khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan
dalam mengkonsumsi obat dengan delapan item yang berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukan frekuensi kelupaan dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat.29
2.2.3. Faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan pengobatan penderita hipertensi a.
Usia
Usia merupakan salah faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan hipertensi. Penderita lansia cenderung tidak patuh dikarenakan menurunnya daya ingat, gangguan penglihatan, berkurangnya kekuatan tangan. Penderita hipertensi yang masih muda juga cenderung tidak patuh karena penyangkalan bahwa mereka menderita hipertensi. Alasan lain yang mungkin mendasari ketidakpatuhan penderita hipertensi yang lebih muda adalah mereka kurang memperhatikan kesehatan mereka dibanding penderita lansia.30
Penelitian di Cina melaporkan terdapat tiga komorbiditas hipertensi, yaitu diabetes mellitus, hiperlipidemia, dan penyakit jantung koroner. Keadaan komorbiditas ini lebih berisiko dialami oleh laki-laki dan berusia diatas 45 tahun. Adanya komorbiditas tentunya memengaruhi kepatuhan berobat dikarenakan gejala-gejala yang muncul lebih berat.31
b. Jenis Kelamin
Sebuah studi melaporkan bahwa perempuan lebih patuh dalam pengobatan dibandingkan laki-laki, namun studi lain melaporkan sebaliknya.30 Jenis kelamin berhubungan dengan tingkat kepatuhan pengobatan hipertensi. Dalam menjaga kesehatan, perempuan lebih memerhatikan kesehatannya dibandingkan laki-laki dan lebih sering melakukan pengobatan.41 c. Tingkat Pendidikan
Studi melaporkan bahwa wanita yang berpendidikan tinggi memiliki kepatuhan yang tinggi dalam melaksanakan pengobatan. Penderita hipertensi yang berpendidikan tinggi lebih paruh daripada penderita hipertensi dengan pendidikan rendah. Hal ini dikarenakan penderita hipertensi dengan pendidikan tinggi lebih mengerti tujuan mengontrol tekanan darah, akibat ketidakpatuhan, dan efek samping yang berhubungan dengan konsumsi obat antihipertensi. Studi lain melaporkan bahwa tingkat pendidikan seorang pasien hipertensi tidak berhubungan dengan tingkat kepatuhan pengobatan. Penelitian lain menemukan bahwa penderita hipertensi yang bersekolah lebih tidak patuh daripada yang tidak sekolah.31,33
d. Pekerjaan
Beberapa penelitian melaporkan bahwa penderita hipertensi yang bekerja dengan keterampilan tinggi lebih patuh dibandingkan dengan penderita hipertensi yang bekerja dengan keterampilan rendah.30 Namun lain halnya dengan penelitian yang dilakukan SuJin Cho yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani pengobatan. Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu untuk mengunjungi fasilitas kesehatan. 42 e. Keiikutsertaan Asuransi Kesehatan
Pada beberapa penelitian akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan. Sebuah studi melaporkan akses terhadap pelayanan kesehatan tidak mempengaruhi kepatuhan pengobatan pasien hipertensi. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kepatuhan
pengobatan
hipertensi. 32,33 Akses
asuransi
kesehatan
berhubungan signifikan dengan kepatuhan pengobatan. Penderita hipertensi yang memiliki asuransi kesehatan memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang tidak memiliki asuransi kesehatan. Hal ini dapat disebabkan oleh sistem operasi asuransi kesehatan tersebut.31 f.
Lama Menderita Hipertensi
Tingkat kepatuhan penderita hipertensi di Indonesia untuk berobat dan kontrol cukup rendah. Semakin lama seseorang menderita hipertensi maka tingkat kepatuhanya makin rendah, hal ini disebabkan kebanyakan penderita akan merasa bosan untuk berobat.34 Penelitian lainnya menunjukan ada hubungan yang signifikan antara lama menderita hipertensi dengan ketidakpatuhan pasien penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan (p=0,040). Dimana semakin lama seseorang menderita hipertensi maka cenderung untuk tidak patuh karena merasa jenuh menjalani pengobatan atau meminum obat sedangkan tingkat kesembuhan yang telah dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan.35 g. Riwayat Keluarga Dengan Hipertensi
Salah satu penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit India Selatan menunjukkan bahwa kepatuhan pengobatan hipertensi yang diukur dengan Morisky Adherence Scale menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi dan kepatuhan pengobatan hipertensi.40
h. Lama Waktu Pengobatan
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukan bahwa lamanya program pengobatan
memicu terjadinya ketidakpatuhan pengobatan sebesar 75%, sedangkan
penelitian lain menyatakan bahwa lamanya program pengobatan dan keparahan penyakit berperan dalam kepatuhan pasien hipertensi dalam minum obat. 37 Penelitian lain menunjukkan dalam waktu 6 bulan hingga 1 tahun, kurang lebih 25-50% pasien menghentikan pengobatan dan di akhir tahun kedua, tingkat ketidakpatuhannya mencapai 75%.39 i.
Jumlah Obat Yang Dikonsumsi
Jumlah obat yang dikonsumsi sering menjadi alasan munculnya ketidak patuhan pengobatan pada penyakit kronik. Semakin banyaknya obat yang harus diminum, besar juga kemungkinan pasien untuk tidak patuh dengan pengobatannya. Menurut JNC 8, penggunaan obat anti hipertensi lebih dari satu jenis obat mulai dipertimbangkan jika seseorang tidak mencapai tekanan darah target dengan menggunakan satu jenis obat. Sedangkan pada JNC 7, penggunaan lebih dari satu obat mulai digunakan jika tekanan darah pasien telah tergolong hipertensi stage II. Hal ini menunjukkan semakin sulitnya kontrol tekanan darah pasien maka akan berdampak pada semakin banyaknya pengobatan. Tekanan darah yang tidak terkontrol akan mempermudah munculnya komplikasi pada pasien hipertensi.36 Namun hal ini kontradiktif dengan penelitian yang dilakukan Pratama et al, ditemukan bahwa tingkat kepatuhan pasien yang menggunakan lebih dari satu obat antihipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang hanya menggunakan satu jenis obat. Penyebab dari temuan tersebut adalah pada pasien dengan obat antihipertensi lebih dari satu jenis biasanya ada pada tahapan penyakit yang lebih parah dibandingkan dengan pasien yang hanya menggunakan satu jenis obat, sehingga kesadaran untuk berobatpun lebih tinggi. Selain itu juga dikatakan pasien dengan satu jenis obat lebih sering lupa untuk mengkonsumsi obat dibandingkan dengan pasien dengan lebih dari satu jenis obat. 33 j.
Pengobatan Alternatif
Hasil penelitian menunjukkan penderita hipertensi yang menggunakan obat herbal sebagai pengobatan hipertensi cenderung tidak patuh minum obat antihipertensi. Penelitian pada penderita hipertensi di sub-Saharan Afrika juga menunjukkan hubungan penggunaan obat herbal terhadap ketidakpatuhan minum obat antihipertensi. Berpindahpindahnya seorang pasien dalam melakukan pengobatan dapat menjadi suatu indikasi
bahwa pasien tersebut tidak patuh. Kesembuhan akan sulit dicapai jika pasien menggunakan pengobatan alternatif lain diluar pengobatan medis yang sedang dijalaninya. Hal ini disebabkan, jika pasien mencoba pengobatan alternatif lain, maka secara otomatis pengobatannya yang sekarang akan dihentikannya yang akibatnya terapi pada obat pertama tadi tidak akan dicapai karena instruksi dokter untuk meminum obat yang diresepkan tidak dijalani sepenuhnya. Tukar-menukar pengobatan atau tidak fokusnya pasien menjalani pengobatan akan berdampak buruk bagi pasien yang bersangkutan, lebih berbahaya lagi jika pasien tersebut mengkombinasi kan semua obat-obatan dari semua tempat pelayanan kesehatan yang dikunjunginya. Disini peran seluruh tenaga kesehatan sangat berguna untuk mencegah tindakan pasien tersebut terjadi. Edukasi tentang penggunaan obat atau menjalani pengobatan yang seharusnya sangat penting diketahui oleh pasien dengan tujuan meminimalisir efek samping yang merugikan akibat salahnya penggunaan obat atau lebih jauh lagi dapat menimbulkan komplikasi penyakit yang pada akhirnya berdampak sangat buruk bagi pasien. Selain pasien yang bersangkutan, keluarga pasien juga hendaknya dilibatkan dalam proses edukasi tersebut sehingga kemungkinan untuk terjadinya tukar-menukar pengobatan akan semakin berkurang akibat adanya pengawasan dari keluarga.31 k. Efek samping pengobatan
Penderita hipertensi yang mempertimbangkan pengobatan lebih tidak patuh terhadap pengobatan, dimana penderita hipertensi mempertimbangkan efek samping konsumsi obat antihipertensi jangka panjang atau merasa bahwa mengonsumsi obat antihipertensi setiap hari
mengganggu
gaya
hidup
mereka,
selain
itu
penderita
mempertimbangkan bahwa mereka akan ketergantungan obat.
hipertensi
juga
Penelitian lain
mengidentifikasi efek samping obat antihipertensi adalah alasan dari ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi. Edukasi mengenai obat natihipertensi, termasuk efek samping. Selain itu memberikan obat yang tidak menganggu kehidupan sehari-hari penderita hipertensi akan meningkatkan kepatuhan pengobatan. 31
BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian kohort retrospektif. Outcome (+) (Dampak Klinis bertambah) Patuh (Risk Factor +) Outcome (-) (Survive) Pasien Hipertensi Outcome (+) (Dampak Klinis bertambah)
(Sampel) Tidak Patuh (Risk Factor -)
Outcome (-) (Survive)
Retrospektif
B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Kota Palembang. Penelitian akan dilakukan pada bulan Juni- Januari 2017.
5.3 Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita hipertensi di Kota Palembang. Sampel pada penelitian ini adalah pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas Kota Palembang. Sampel penelitian akan diambil secara simple random sampling. Besar sampel dihitung dengan formula sebagai berikut:
z n
1α/2
2λ 2
λ
1
z 1β
λ2
λ 2 λ 2 2 1
2
2
2 2 2 1,96 2(0,371 ) 1,64 0,542 0,20 n 2 0,542 0,20
2 34
Diketahui: α
=
5% = z1
1- 1
= =
2
`
90% = 1,64 insidensi populasi terpajan (insiden ketidakpatuhan berobat pasien hipertensi). Data menggunakan penelitian Lulebo, et al (2015) =54,2% insidensi populasi tidak terpajan (insiden kepatuhan berobat pasien hipertensi). Data menggunakan penelitian Lulebo, et al (2015) =20%
̅
=
/2 =
1,96
λ λ 1 λ 2 / 2
= (0,542+0,20)/2=0,371
Maka, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 34 responden untuk masingmasing kelompok, untuk dua kelompok sampel yang dibutuhkan adalah sebesar 68 responden ditambah 30% antisipasi loss to follow up, sehingga total sampel adalah 90 responden.
5.4
Kriteria Sampel
5.4.1 Kriteria Inklusi 1. Pasien hipertensi yang berdomisili dan berobat di wiliyah kerja Puskesmas Kota Palembang dan bersedia menjadi responden. 2. Pasien hipertensi dengan usia >18 tahun. 3. Pasien hipertensi dalam terapi minimal 1 bulan. 5.4.2 Kriteria Ekslusi 1. Pasien hipertensi yang baru terdiagnosis pertama kali. 2. Ibu hamil dengan hipertensi.
5.5
Cara kerja Kuesioner digunakan untuk menghimpun data responden penelitian, data
sosiodemografi ekonomi, determinan dan hambatan pengobatan dihimpun melalui proses wawancara. Tingkat kepatuhan diukur dengan instrumen Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) yang berisi 8 pertanyaan untuk mengukur tingkat kepatuhan subjek dalam mengkonsumsi obat. Data berat badan, tinggi badan, dan lingkar pinggang dilakukan dengan pengukuran langsung, sedangkan dampak klinis yang terjadi selama masa follow up diukur dengan menggunakan diagnosa yang dilakukan oleh dokter.
5.6 Definisi Variabel Operasional No
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara
Skala
Hasil
Ukur 1
Tekanan
Kekuatan
darah
Darah
melawan tekanan dinding
tekanan
bivariat, variabel
arteri ketika darah tersebut
darah secara
tekanan
melewatinya.
langsung
dikelompokkan
Klasifikasi JNC VII
untuk
Tensimeter
Pemeriksaan
Nominal
21
Normal: <140/90
Hipertensi
Pada
1.
stage
Hipertensi
darah
menjadi 2. Hipertensi (≥140/≥90
I:
atau ≥130/≥80
(140-159)/(90-99)
analisis
stage
II:
dengan
≥160/100
komorbid) 2.
Normal (<140/<90)
2
Usia
Lama hidup penderita
Kartu
hipertensi yang dihitung
tanda
sejak tanggal lahir
pengenal
Wawancara
Ordinal
1.
≥45 tahun
2.
<45 tahun (Boima, 2015).31
penderita. 3
Jenis kelamin
Jenis kelamin penderita
Kartu
hipertensi
Tanda
Wawancara
Nominal
1. Laki-laki 2. perempuan
Pengenal 4
Tingkat
Tingkat pendidikan
Kuisioner
Pendidikan
terakhir yang telah dilalui
Wawancara
Ordinal
1.
Tidak Bersekolah
oleh subjek penelitian
2.
SD
3.
SMP
4.
SMA
5.
Diploma/Sa rjana
5
Pekerjaan
Jenis Pekerjaan yang
Kuisioner
Wawancara
Nominal
dilakukan oleh subjek 6
Keikutsertaan
Jenis
asuransi
asuransi
membantu
kesehatan
dana
yang
ketersediaan
jika
terkena penyakit
responden
Kuisioner
Wawancara
Nominal
1.
Bekerja
2.
Tidak Bekerja
1. Ya (BPJS, jamkesmas, dll) 2. Tidak
7
Lama
Lama
waktu
menderita
menderita
hipertensi
hipertensi
pertama kali terdiagnosis
mulai
Kuisioner
Wawancara
Ordinal
dari
3. ≤ 5 tahun 4. > 5 tahun
hingga sekarang 8
Lama
waktu
pengobatan
Lama waktu dimulainya
Kuisioner
Wawancara
Ordinal
pengobatan pertama kali
1. ≤ 2 tahun 2. > 2 tahun
hingga sekarang
9
10
Riwayat
Perkembangan
penyakit
keluarga
atau ada yang menderita
dengan
penyakit hipertensi dalam
hipertensi
keluarga
Jumlah obat
Jumlah
obat
yang
Kuisioner
Wawancara
Nominal
1. Ya 2. Tidak
Kuisioner
Wawancara
Nominal
dikonsumsi oleh penderita
1. Monoterapi 2 .Kombinasi
hipertensi untuk merawat penyakit, gejala
membebaskan atau
mengubah
proses kimia dalam tubuh
11
Pengobatan
Tatalaksana penyakit
alternatif
diluar pengobatan standar
Kuisioner
Wawancara
Nominal
1.
Ya
2.
Tidak
1.
Ada
2.
Tidak ada
yang dianjurkan 12
Efek
samping Dampak atau atau
pengobatan
pengaruh yang merugikan dan tidak diinginkan, yang timbul dari hasil suatu pengobatan atau intervensi lain.
Kuisioner
Wawancara
Nominal
13
Kepatuhan
Seberapa jauh perilaku
pengobatan
seseorang dalam meminum
Kuisioner
Wawancara
Ordinal
1. Patuh 2. Tidak Patuh
obat, mengikuti diet dan atau melaksanakan perubahan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi yang disepakati penyedia layanan kesehatan (Diukur dengan Morisky Medication Adherence Scale/MMAS-8) 14
Dampak
Terjadi atau tidak, dan atau
Kuesioner
Status pasien
Klinis
bertambah atau tidaknya
(diagnosa
komplikasi akibat
dokter)
Nominal
1. Ya 2. Tidak
hipertensi.
5.7
Rencana Analisa Data Data yang telah terkumpul dilakukan pengkodean, rekapitulasi, dan tabulasi data.
Kemudian setelah proses pengolahan data dilakukan, data dianalisis dengan menggunakan STATA versi 14.0. a.
Analisis univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakterisitik setiap variabel penelitian dalam bentuk nilai rata-rata, median, standar deviasi, distribusi frekuensi, dan persentase dari tiap variabel mulai dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, status pekerjaan, keikutsertaan asuransi kesehatan, lama menderita hipertensi, riwayat keluarga dengan hipertensi, lama waktu pengobatan, jumlah pengobatan, pengobatan alternative, efek samping pengobatan, kepatuhan pengobatan dan dampak klinis.
b.
Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi yaitu antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, status pekerjaan, keikutsertaan asuransi kesehatan, lama menderita
hipertensi, riwayat keluarga dengan hipertensi, lama waktu pengobatan, jumlah pengobatan, pengobatan alternative, efek samping pengobatan, dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan. Analisis untuk membuktikan kebenaran hipotesis dengan mengggunakan uji statistik chi square, Kaplan Meier, dan Confidence Interval (CI) digunakan taraf signifikansi
95% dengan nilai
kesalahan 5%.
c.
Analisis Multivariat Analisis
multivariat
dilakukan
terhadap
semua
variabel
independen
menggunakan uji regresi logistik untuk mendapatkan model prediksi, serta survival analisis dengan cox regression untuk mendapatkan model prediksi, survival rate, serta hazard ratio.