TUGAS MATAKULIAH FARMAKOTERAPI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015/2016
FARMAKOTERAPI HIIPERTENSI
Disusun oleh:
Nama
NPM
JIMMY CHAN WEI KIT
260110132003
VIKNESWARAN A/L MUTAYAH
260110132004
ROSHINI MARIAPPAN
260110132006
TARRSINEY MARIAPPAN
260110132007
NISHANTINI SOMALU
260110132008
Dosen: Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, kami ingin mengambil kesempatan ini untuk berterima kasih kepada mereka yang telah membantu kami dalam berhasil menyelesaikan makalah kami. Kata-kata tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terima kasih kami atas bantuan dan dukungan yang datang tanpa harapan apapun selama selama penyelesaian makalah. Keduanya, kami ingin berterima kasih kepada Tuhan yang memberi kami kekuatan dan energi untuk pergi melalui proyek makalah ini dan menyelesaikannya dengan sukses. Kami ingin mengambil kesempatan ini untuk menyampaikan penghargaan saya kepada Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt untuk memberikan kami kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan baru dengan memungkinkan kita untuk melakukan proyek makalah ini. Terima kasih tulus kami kepada semua teman-teman kita dan rekan-rekan untuk keceriaan dan menyenangkan. Terima kasih untuk saat-saat besar yang kita telah berbagi bersama-sama.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….....i KATA PENGANTAR…………………………………………………….……….....ii DAFTAR ISI……………………………………………………………….……...…iii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………………….…...….....1 1.2 Identifikas Masalah……………………………….……………….……....2 1.3 Metode Penulisan…………………………………………………….…....2 1.4 Tujuan……………………………………………………………………..3 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hipertensi………………………………………...…………….4 2.2 Patofisiologi Hipertensi …………………….………………………..……5 2.3 Manifestasi klinik terhadap Hipertensi …………………………………...7 2.4 Diagnosa terhadap Hipertensi ………..……..……...……………………...9 2.5 Hasil terapi yang diinginkan terhadap H ipertensi ……………………….10 2.6 Penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap Hipertensi …………………..……………..…………...............................14 2.7 Contoh kasus dan solusinya…………………………………………..…21 BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan………………..…………....……………………………..…24 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….….……25
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang serius, tingkat keganasannya mengakinatkan kecacatan permanen atau bahkan kematian. Pengobatannya yang mahal dan berjangka waktu lama akan menjadika seseorang yang menderitanya akan terbebani. Penyakit ini cenderung mengalami peningkatan dimasa yang akan datang. Dalam beberapa penelitian, hipertensi dapat menyebabkan berbagai penyakit lain seperti penyakit stroke, gangguan jantung dan ginjal. Disebut juga sebagai “Pembunuh diam-diam” sebab penyakit hiertensi tidak menimbulkan gejala yang spesifik (Brunner & Suddarth, 2002 : 896).[14] Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah lebih dari batas normal yaitu 140/90 mmHg. Lebih dari 50% pasien yang menderita hipertensi tidak menyadari dirinya sebagai penderita hipertensi. Terdiri dari 70 % adalah hipertensi ringan dan 90% hipertensi esensial, hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan penyebab [8]
kematian ketiga setelah stroke dan tuberkulosis (Gunawan, Lany, dr., 2008).
Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok [9]
normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Kaplan N.M., 2006).
1
Antihipertensi adalah obat – obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi. Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan berolahraga (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
[6]
Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah sistolik ≥ 140/90 mmHg . Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan [2]
segera dengan antihipertensi (Benowitz, Neal L, MD. 1998). 1.2 Identifikasi Masalah.
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka penulis menarik suatu identifikasi masalah sebagai berikut: 1.2.1
Apa pengertian hipertensi?
1.2.2
Apa patofisiologi hipertensi?
1.2.3
Apa manifestasi klinik terhadap hipertensi?
1.2.4
Apa diagnosa terhadap hipertensi?
1.2.5
Apa hasil terapi yang diinginkan terhadap hipertensi?
1.2.6
Apa penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap hipertensi?
1.2.7
Apakah contoh kasus terhadap hipertensi dan solusinya?
1.3 Metode Penulisan
Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini ialah melalui metode studi internetan dan buku. Kita telah mendapat informasi dating dari sumber-sumber seperti: 1) Jurnal 2) Artikel 2
3) Buku 1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuat makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas kuliah juga agar kita mengetahui apa saja yang berhubungan dengan Hipertensi, serta bagaimana cara mencegah, diagnose, hasil yang diinginkan dan penanganan terapi secara non farmakologi dan farmakologi. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari -hari dalam bidang farmasi.
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hipertensi 2.1.1 Definisi Hipertensi
Gambar 1: Sumbatan plak dari kolesterol jahat (LDL) menyebabkan hipertensi Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006). [12] Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok,
4
pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006 ).
[12]
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular) (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006). [12]
2.2 Patofisiologi Hipertensi
Renin adalah suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turunsangat rendah.kemudian, enzim ini meningkatkan tekanan arteri melalui beberapa cara,jadimembantu mengoreksi penurunan awal tekanan.Renin di sintesis dan di simpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin didalam sel-sel jukstoglomerular (sel JG) Di ginjal.sel JG merupakan modifikasi dari sel otot polos yangterletak di dinding arteriol aferen,tepat di proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri turun, reaksiintrinsic didalam ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul prorenin didalam sel JG teruraidan melepaskan renin. Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma
5
lain,yaitu suatu globulin yangdisebut substrat renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I.Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi. Renin menetapdalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin Iselama waktu tersebut (Tambayong, 2000).
[16]
Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II peptida asamamino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting E nzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah danjaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinaseSelama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruhutama yang dapat meningkatkan
tekanan
arteri.
Pengaruh
yang
pertama,
yaitu
vasokontriksi,timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah padavena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkantekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah venake jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan (Katzung, 2001).
[10]
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah denganbekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air.Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu 6
organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja padatubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium(Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah (Priyanto,2010).
[13]
Mekanisme ADH berperan penting dalam regulasi metabolisme air dan mempertahankanosmolalitas darah normal dengan merangsang rasa haus dan mengatur ekskresi air melalui ginjal dan osmolalitas urine,volume ECF menurun dan pe meningkat osmoraritas ECF merangsang sekresi ADH (hipofisisposterior).ADH
aliran
darah
ke
medulla
ginjal
menurun
hipertonisitas interstitial medulla meningkat kemampuan memekatkan urine meningkat dan urine menurun dan ADH akan permeabilitas duktus koligen thd air meningkat (Priyanto, 2010).
serta konsentrasi urine meningkat dan urine menurun
[13]
2.3 Manifestasi Klinik terhadap Hipertensi 2.3.1
Gejala Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler,
dengan
manifestasi
yang
khas
sesuai
sistem
organ
yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma, 2000).
7
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa: Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo, 2002). [19] 2.3.2
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada pasien hipertensi meliputi: 1. Pemeriksaan ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi ginjal. 2. Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan kemungkinan aldosteronisme primer pada pasien hipertensi. 3. Pemeriksaan kalsium penting untuk pasien hiperparatiroidisme primer dan dilakukan sebelum memberikan diuretik karena efek samping diuretik adalah peningkatan kadar kalsium darah. 4. Pemeriksaan glukosa dilakukan karena hipertensi sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus. 5. Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu menegakan diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria ditemukan pada hamper separuh pasien. sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada urine segar. 6. Pemeriksaan elektrokardiogram dan foto pada yang bermanfaat untuk mengetahui apakah hipertensi telah berlangsung lama. Pembesaran
8
ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini (Suyono, 2001:461-462).
[15]
2.4 Diagnosa terhadap Hipertensi 2.4.1. Diagnosis Hipertensi
Tekanan darah yang normal adalah di bawah 120/80 mmHg. Tetapi,hasil pengukuran di bawah 130/90 mmHg masih termasuk dalam batas normal. Hasil pengukuran yang tinggi dalam sekali pemeriksaan tidak berarti Anda otomatis mengidap hipertensi.Orang dewasa sehat yang berusia di atas 40 tahun harus memeriksa tekanan darah setidaknya sekali dalam lima tahun. Tetapi jika mereka yang lebih berisiko mengalami hipertensi, Mereka dianjurkan untuk memeriksa tekanan darah lebih sering, dianjurkan setahun sekali.Tekanan darah biasanya diukur memakai sfigmomanometer manual maupun digital. Kebanyakan dokter kini memakai sfigmomanometer digital, yang merupakan salah satu alat pengukur tekanan darah yang memakai sensor elektronik dalam mendeteksi denyut Anda. Selain itu bisa juga melakukan pemeriksaan di rumah jika memiliki perlengkapan sendiri. Hal ini dimaksudkan agar bisa memantau ukuran tekanan darah secara berkala dalam jeda sehari. Ini dilakukan guna memastikan konsistensi tekanan darah mereka.Tes darah dan urine mungkin akan dianjurkan untuk memeriksa apakah ada kondisi atau penyakit tertentu yang menjadi pemicu di balik peningkatan tekanan darah. (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006) [12] Diagnosis hipertensi terbagi kepada 3 yaitu anamnesis,pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis adalah keluhan yang sering dialami, lama hipertensi,ukuran tekanan darah selama ini,riwayat pengobatan dan kepatuhan berobat,gaya hidup,riwayat penyakitpenyerta dan riwayat keluarga. Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah ,pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus organ serta funduskopi. Seterusnya, pemeriksaan
penunjang
meliputi 9
laboratorium
rutin,
kimia
darah
(ureum,kreatinin,gula darah,kolesterol,elektrolit) dan elektrokardiografi, serta radiologi dada (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2006).
[12]
[12]
(The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2006) 2.5 Hasil Terapi Yang Diinginkan ( Desir ed Outcome ) Terhadap Hipertensi 2.5.1
Tujuan Keseluruhan Terapi ( Overal l Goal of T herapy )
Tujuan
keseluruhan
dari
mengobati
hipertensi
adalah
untuk
mengurangi hipertensi yang terkait dengan morbiditas dan mortalitas. Morbiditas ini dan kematian terkait dengan kerusakan target-organ (misalnya kejadian kardiovaskular, kejadian serebrovaskular, gagal jantung, dan
10
penyakit ginjal). Walaupun mengurangi risiko itu tetap tujuan utama pada terapi hipertensi, namun pilihan terapi obat juga dipengaruhi secara signifikan dengan bukti menunjukkan pengurangan risiko tersebut (Dipiro, 2008). 2.5.2
[7]
Tujuan Pengganti Terapi ( Surr ogate Goal of T herapy )
Merawat pasien hipertensi untuk mencapai target yang diinginkan pada nilai BP ( Blood Pressure) hanyalah suatu tujuan pengganti terapi. Mengurangi nilai BP untuk menargetkan tidak menjamin bahwa kerusakan target organ tidak akan terjadi. Namun, pencapaian sasaran nilai BP dikaitkan dengan rendahnya risiko penyakit kardiovaskular dan kerusakan target organ. Untuk menargetkan tujuan nilai BP merupakan parameter yang digunakan oleh dokter dengan mudah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi dan metode utama yang digunakan untuk menentukan kebutuhan titrasi dan rejimen modifikasi (Dipiro, 2008).
[7]
Kebanyakan pasien memiliki tujuan BP kurang dari 140/90 mm Hg. Namun, tujuan ini diturunkan menjadi kurang dari 130/80 mm Hg untuk [7]
pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis (Dipiro, 2008).
[11]
(Michael, 2005)
Beberapa dokter menganjurkan mencapai nilai sasaran BP yang lebih rendah dari apa yang direkomendasikan sebagai modalitas untuk mengurangi kardiovaskular risiko berikut mitos bahwa "lebih rendah lebih baik." Namun, data ini didasarkan pada studi observasional dan tidak dapat membangun hubungan sebab-akibat karena variabel pengganggu (Michael, 2005). [11]
11
[11]
[Gambar 13-2] (Michael, 2005)
Tujuan nilai BP yang lebih rendah telah dievaluasikan secara prospektif di Hypertension Optimal Treatment trial (HOT). Dalam studi ini , lebih dari 18,700 pasien diacak untuk menargetkan nilai DBP (diastolic blood pressure) dari 90, 85, atau 80 mm Hg atau kurang. Meskipun nilai-nilai DBP aktual yang dicapai adalah 85.2, 83.2, dan 81.1 mmHg masing-masing, risiko kejadian kardiovaskular utama yang terendah dengan BP dari 139/83 mm Hg, dan risiko stroke terendah adalah dengan BP dari 142/80 mm Hg. Risiko kejadian di subyek dengan diabetes atau iskemik penyakit jantung didapti terendah di nilai DBP kurang dari 80 mmHg. Tidak ada hubungan J-kurva terlihat. Hasil uji coba HOT memberikan bukti yang mendukung JNC direkomendasikan dengan nilai sasaran kurang dari 140/90 mm Hg untuk sebagian besar pasien dan buat tujuan lebih agresif kurang dari 130/80 mm Hg [11]
pada pasien dengan diabetes (Michael, 2005).
12
2.5.3
Pendekatan Umum Pengobatan ( General Approach to T reatment )
Meskipun hipertensi merupakan salah satu kondisi masalah kesehatan yang paling umum dan tarif kontrol BP masih kurang. Banyak pasien hipertensi berada pada margin tujuan nilai DBP namun terus mengalami peningkatan nilai SBP ( systolic blood pressure). Diperkirakan bahwa masyarakat dengan hipertensi yang dirawat tetapi tetap tidak dikendalikan, 76.9 % memiliki SBP lebih besar dari atau sama dengan 140 mm Hg dengan DBP nilai kurang dari 90 mm Hg. Bagi kebanyakan pasien hipertensi, mencapai tujuan SBP hampir selalu menjamin pencapaian dari tujuan DBP. Bila digabungkan dengan fakta bahwa SBP adalah lebih baik prediktor risiko kardiovaskular dari DBP, SBP harus digunakan sebagai penanda klinis utama pengendalian penyakit hipertensi (Michael, 2005) Setelah
diagnosis
[11]
definitive hipertensi
dibuat,
pasien
harus
ditempatkan pada kedua-dua gaya hidup modifikasi dan terapi obat secara bersamaan. Gaya hidup modifikasi saja dianggap terapi yang tepat untuk pasien dengan pre-hipertensi. Namun, gaya hidup modifikasi sendirian tidak dianggap memadai untuk pasien dengan hipertensi atau pasien dengan tujuan BP kurang dari 130/80 mm Hg (paisen dengan diabetes dan penyakit ginjal kronis) yang memiliki nilai-nilai BP atas sasaran mereka (Michael, 2005).
[11]
Pilihan terapi obat awal tergantung pada derajat elevasi BP dan adanya indikasi kuat. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tahap 1 harus diperlakukan awalnya dengan a thiazide jenis diuretik. Bagi sebagian besar pasien dengan elevasi BP lebih parah (Tahap 2 hipertensi), dianjurkan terapi obat kombinasi dengan salah satu agen sebaiknya menjadi thiazide jenisdiuretik. Pendekatan umum ini diuraikan dalam [Gambar. 13-2]. Ada enam indikasi di mana golongan obat spesifik antihipertensi memiliki bukti menunjukkan dari manfaat yang unik [Gambar. 13-3] dibawah (Michael, 2005).
[11]
13
[11]
[Gambar 13-3] (Michael, 2005)
2.6 Penanganan Terapi Non Farmakologi dan Terapi Farmakologi Terhadap Hipertensi 2.6.1
Terapi Non Farmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan
hipertensi,
modifikasi
gaya
hidup
juga
dapat
mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.(National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006)
[12]
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;
14
mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi
alkohol
sedikit
saja.
Pada
sejumlah
pasien
dengan
pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.10 Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.(National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006) [12] Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet: a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan ideal b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight) c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular. e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi. f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium. (National Institute for Health and Clinical Excellence, 20 06)
[12]
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan 15
lemak jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.(National Institute for Health and Clinical Excellence, 200 6)
[12]
Tabel 1: Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi(National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006) 2.6.2
Terapi Farmakologi
16
[12]
Ada 9 kelas obat antihipertensi, iaitu; Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Golongan Obat Antihipertensi: 1. DIURETIK Mekanisme: Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Misalnya: Thiazide, Diuretik hemat kalium, Antagonis aldosterone(The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2006)
[12]
2. INHIBITOR ACE Mekanisme: Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II merupakan vaso‐konstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin iI ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensin‐renin‐aldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Misalnya: Captopril, Benazepril, delapril, analapril maleat, fosinopril, lisinopril, perindopril, kuinapril, ramipril, silazapril(Wright JT, 2005) [20]
17
3. Penghambat Resptor Angiotensin II ( ARB ) Mekanisme: Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1
memperantarai
respon
farmakologis
angiotensin
II,
seperti
vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok sistem renin‐angitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberianantagonis reseptor angiotensin II
mungkin
bermanfaat.
Antagonis
reseptor
angiotensin
II
(AIIRA)mempunyai banyak kemiripan dengan ACEi, tetapi AIIRA tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal, ACEi dan AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan pada stenosis arteri yang berat yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu. Misalnya: Losartan, Valsartan(The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2006)
[17]
4. Β bloker Mekanisme:
Beta
blocker
memblok
beta‐adrenoseptor.
Reseptor
ini
diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta‐2 banyak ditemukan di paru‐ paru, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta‐1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta ‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system rennin‐ angiotensin‐aldosteron. Efek
18
akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan beta‐ blocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Misalnya: Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol, Acebutolol, carteolol, penbutolol, pindolol, propranolol. (Dahlof B, 2002)
[5]
5. Penghambat saluran kalsium ( CCB ) Mekanisme: Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel‐ sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐ sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Misalnya: Verapamil, Diltiazem, Nifedipin (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2006)
[17]
6. Penghambat reseptor α1 Mekanisme: Alpha‐ blocker (penghambat adreno‐septor alfa‐1) memblok adrenoseptor
alfa‐1
perifer,
mengakibatkan
efek
vasodilatasi
karena
merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten. Misalnya: Prasozin, terasozin, doxazosin (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2006)
[17]
Pemilihan terapi:
19
Tabel 2: Target tekanan darah untuk terapi farmakologis (British National Formulary, 2006)
[1]
Tabel 3: Pedoman NICE untuk penanganan hipertensi (British National Formulary, [1]
2006)
20
2.7 Contoh Kasus
Kasus:
Lanjut usia (lansia) adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 45 tahun keatas. Seorang manusia yang mengalami proses ini akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang umum diderita lansia salah satunya adalah hipertensi. Salah satu komplikasi dari hipertensi adalah stroke. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 21
kadar asam urat pada wanita lanjut usia akan meningkat, khususnya pada wanita yang sudah mengalami menopause. Menurunnya kadar hormon estrogen pada masa menopause diduga menjadi faktor utama peningkatan kadar asam urat. Laporan kasus ini memaparkan penatalaksanaan secara holistik dan komprehensif pada seorang pasien wanita berusia 83 tahun, dengan riwayat ypenyakit hipertensi, artritis gout, dan stroke. Pasien memiliki pola berobat kuratif dan pengetahuan yang kurang tentang hipertensi, stroke, dan artitis gout. Perempuan lanjut usia yang telah mengalami menopause dan memiliki masalah penyakit degeneratif seperti hipertensi dan gout merupakan sebuah masalah yang kompleks. Oleh karena itu, dibutuhkan partisipasi dan dukungan pelaku rawat dan keluarga yang optimal dalam memotivasi, mengingatkan, serta memperhatikan pasien dalam penatalaksanaan penyakitnya. Dokter tidak hanya berperan menyelesaikan masalah klinis pasien, tetapi juga mencari dan member solusi atas permasalahan-permasalahan dalam lingkungan yang mempengaruhi kesehatan pasien dan keluarga. Mengklaim control glikemik yang baik.
Diskusi profil:
Kehadiran trigliserida yang tinggi dan kolesterol total, bersama dengan LDL yang rendah dan HDL di profil lipid dikonfirmasi
mempunyai penyakit
seperti hiperlipidemia.
Tetapi, pasien tidak mengambil terapi penggantian hormone, tidak memiliki obesitas, hipertensi atau penyakit tiroid dan tidak ada tendon xanthoma atau tendinitis.
Hiperlipidemia mungkin karena: (i) pasien yang tengah umur, diabetes dengan kontrol diabetes yang buruk, (ii) tidak ada riwayat keluarga setiap acara aterosklerosis dini.
22
Pasien merespon baik terhadap terapi anti-lipid dengan resolusi arthritis dan normalisasi parameter inflamasi.
Diabetes melitus yang biasa ditemui sebagai penyebab dyslipoproteinemia sekunder.
Hiperlipidemia menyebabkan hipotiroidisme, gagal ginjal, sindrom nefrotik, penggunaan alkohol, dan obat-obatan seperti diuretik, beta blocker, dan estrogens. Namun, kondisi hiperlipidemia tidak hadir dalam kasus saat ini.
Menunjukkan bahwa lipid dapat memiliki efek modulating langsung pada peradangan. Contoh: Hiperkolesterolemia menginduksi peradangan dengan meningkatkan sirkulasi inflamasi cells.
Studi telah menunjukkan hubungan antara:8 teroksidasi LDL kolesterol dan proinflamasi sitokin seperti interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor alpha (TNFα).
Dalam kasus ini, penyakit demam bisa memicu sebuah episode inflamasi. kemudian potensial oleh hiperlipidemia, bisa memicu respons peradangan ditingkatkan.
23
BAB III PENUTUP
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output. Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium.
24
DAFTAR PUSAKA 1
British Medical Association and Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, 2006. British National Formulary (52). London. British
2
Benowitz, Neal L, MD. 1998. Obat – obat Anti Hipertensi. In :Katzung, Bertam G. eds. Farmakologi Dasar dan Klinik . Edisi keempat. Jakarta: EGC. 158 – 181.
3
Corwin, Elizabeth J.2000. Buku Saku Patofisiologi.EGC: Jakarta.
4
Dahlof B, Devereux RB, Kjeldsen SE, Julius S, Beevers G, Faire U et al. 2002. Cardiovascular morbidity and mortality in the Losaetan Intervention for Endpoint reduction in hypertension study (LIFE): a randomized controlled trial against atenolol. Lancet; 359:995‐1003.
5
Dahlof B, Server PS, Poulter N, Wedel H, Beevers DG, Caulfield M. 2002. Prevention of cardiovascular events with an antihypertensive regimen of amlodipine
adding
perindopril
as
required
versus
atenolol
adding
bendroflumethiazide as required, in the Anglo‐ Scandinavian Cardiac Outcomes Trial ‐ Blood Pressure Lowering Arm (ASCOT ‐ BPLA): a multicentre randomized controlled trial. Lancet ;366: 895‐906. 6
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Hipertensi dan obesitas. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/download/Hipertensi obesitas.com. [accesed 6 Maret 2016]
7
Dipiro J. 2008. Pharmacotherapy. New York: McGraw-Hill Medical
8
Gunawan, Lany, dr., 2008. Hipertensi . Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
9
Kaplan N.M., 2006. Primary Hypertension: Pathogenesis, Mechanism. Of Hypertension with Obesity in: Kaplan’s Clinical Hypertension ninth edition. Philadelphia, USA: Lippincott W.
10
Katzung G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 1. Salemba Medika: Jakarta.
25
11
Michael Brown, Andrew Hall, Karen G. Edmonson, and Peter J. Boyle. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
12
National Institute for Health and Clinical Excellence. 2006. Hypertension. Management of hypertension in adults in primary care. London:NICE
13
Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar . Penerbit Lenskof\i: Depok, Jawa Barat.
14
Smeltezer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
15
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3, Balai Penerbit FKUI. Jakarta
16
Tambayong Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
17
The
National
Collaborating
Centre
for
Chronic
Conditions.
2006.
Hypertension. Management of hypertension in adults in primary care: partial update. London;Royal College of Physician. 18
Wijayakusuma,H.M. 2000. Ramuan Tradisional untuk pengobatan Darah Tinggi. Jakarta: Swadaya.
19
Wiryowidagdo, S. 2002. Tanaman Obatr untuk Penyakit Jantung, Darah Tinggi, dan Kolesterol. Cetakan ketiga. Jakarta: Penerbit PT. Agromedia Pustaka. Halaman 35 – 38
20
Wright JT, Dunn JK, Cutler JA, Davis BR, Cushman WC, Ford CE. 2005. Outcomes in hypertensive black and nonblack patients treated with chlortalidone, amlodipine and lisinopril . JAMA ; 293:1595‐1608.
26