2
2
MAKALAH
FARMAKOTERAPI ULKUS PEPTIKUM
Disusun sebagai salah satu tugas
matakuliah Farmakoterapi
Oleh :
Novi Maya Hendrayani A 091 0017
Shelin Pauci A 011 3094
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
BANDUNG
2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................1
I. DESKRIPSI PENYAKIT
Definisi.......................................................................................................2
Patofisiologi...............................................................................................2
Manifestasi Klinik.......................................................................................3
Diagnosa....................................................................................................4
II. TERAPI
Tujuan Terapi ............................................................................................5
Pendekatan Umum....................................................................................5
Terapi Farmakologi....................................................................................5
Terapi Non Farmakologi............................................................................5
Evaluasi Terapi........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
ULKUS PEPTIK
DESKRIPSI PENYAKIT
Definisi
Penyakit ulkus peptikus (tukak) merupakan pembentukan ulkus pada saluran pencernaan bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam dan pepsin. Tukak berbeda dari erosi mukosa supefisial dalam yang membuat luka lebih dalam pada mukosa muskularis. Tiga bentuk umum dari tukak adalah ulcer yang disebabkan oleh Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non steroid (NSAID) dan kerusakan mukosa yang berhubungan dengan stress (ulcer stress) (Sukandar E.Y, Dkk, 2009).
Patofisiologi
Patofisiologis dari tukak Duodenal (TD) dan tukak lambung (TL) merupakan faktor refleksi dari kombinasi ketidak normalan patofisiologi dan lingkungan serta faktor genetik.
Kebanyakan tukak terjadi disebabkan oleh asam dan pepsin dari H. pylori, NSAID atau kemungkinan factor lain yang menggangu petahanan mukosa normal dan mekanisme penyembuhan. Tingkat minimal dari sekresi asam lambung adalah penting untuk pembentukan tukak. Basal dan sekresi asam pada malam hari biasanya dapat memperparah pasien dengan penyakit TD.
Kebanyakan pasien dengan penyakit TD dan TL tidak mengkonsumsi NSAID untuk pengobatan infeksi H. pylori dan gastritis antral. H.pylori dapat menyebabkan penyakit ulcer dengan merusak pertahanan mukosa melalui kolaborasi racun dan enzim, dengan mengubah imunitas dan dengan meningkatkan pengeluaran antral gastrin yang dapat meningkatkan sekresi asam.
NSAID kronis (termasuk Aspirin) digunakan untuk penyakit yang berhubungan dengan erosi hemoragic gastrik, TD, dan TL.NSAID dapat menyebabkan luka pada gastroduodenal melalui dua cara yaitu :
secara langsung atau iritasi topical dari jaringan epitel dan
dengan menghambat system dari sintesis endogenous mukosa saluran cerna prostaglandin.
Hubungan antara kortikosteroid dan tukak sendiri memiliki kontroversi. Bagaimanapun yang menerima terapi Glukokortikoid dan NSAID secara bersama-sama dapat meningkatkan resiko pada TL.
Merokok dapat mengakibatkan resiko tukak dan besar resikonya adalah sebanyak rokok yang dihisap setiap harinya. Merokok dapat mengganggu proses penyembuhan penyakit ulcer dan kemungkinan penyakit tersebut dapat kambuh kembali.
Walaupun observasi klinik menyarankan agar pasien penyakit tukak menghindari stress namun saran tersebut gagal dijalankan (G.Wells, Barbara;et all, 2009).
Manifestasi klinik
Kebanyakan pasien dengan penyakit TD mengalami kesakitan pada malam hari sehingga membangunkan mereka dari tidur, itu terjadi antara jam 12 malam dan jam 3 pagi.
Kesakitan berlangsung selama 1 hingga 3 jam setelah makan dan biasanya rasa sakit akan berkurang dengan makan. Antasida dapat cepat meringankan rasa sakit pada kebanyakan pasien tukak.
Pasien dengan ulkus sering mendapatkan sindrom dispeptik seperti rasa panas dalam perut dan perut kembung, mual, muntah, anoreksia, dan turun berat badan.
Beberapa penyakit yang ditimbulkan adalah dari pasien ke pasien dan beberapa dari penyakit pasien tersebut adalah penyakit musiman biasanya terjadi pada musim semi dan hujan.
Komplikasi dari penyakit ulcer disebabkan oleh H. pylori dan NSAID termasuk pendarahan saluran cerna atas, peforasi ke dalam peritoneal, penetrasi ke dalam bagian tubuh seperti pankreas dan hati (G.Wells, Barbara;et all, 2009).
Diagnosis
Pemeriksaan fisik menunjukan rasa sakit epigastik meliputi daerah dari bawah tulang dada hingga daerah sekitar pusar, jarang melebar ke bagian belakang tubuh.
Tes laboratorium yang rutin tidak menolong menegakan diagnosis ulkus tanpa komplikasi. Hematocrit, hemoglobin dan hemoccult test (tes untuk mendeteksi darah di tinja) digunakan untuk mendeteksi perdarahan.
Diagnosis dari H. pylori dapat dengan digunakan tes invasive dan non invasive. Terapi invasive dengan melakukan endoskopi dan biopsy mukosa atas lambung untuk histologi, kultur bakteri dan mendeteksi aktivitas urease. Tes non invasive meliputi uji pernafasan urea dan tes deteksi antibody. Uji pernafasan urea, berdasarkan produksi urease oleh H. pylori. Deteksi antibody berguna untuk mendeteksi IgG yang mengatasinya H. pylori, tetapi tes tidak biasa dilakukan untuk mengetahui teratasinya H. pylori, karena titer antibody memerlukan waktu 0,5-1 tahun untuk kembali ke kisaran tidak terinfeksi.
Tes diteksi antiobodi adalah awal dari tes skrinning karena prosesnya cepat, tidak mahal, dan kurang invasive dibandingkan tes biopsy endoskopi.
Diagnosis ulkus tergantung dari visualisasi dari lubang tukak melalui radiografi saluran cerna atas. Radiografi lebih dipilih sebagai prosedur diagnosis awal pada pasien yang dicurigai menderita tukak tanpa komplikasi. Jika penyakit tukak ditemukan pada radiografi, maka keganasan harus dipastikan dengan visualisai endoskopi langsung dan histologi (Sukandar E.Y, Dkk, 2009).
TERAPI
Tujuan terapi
Sasaran terapi adalah menghilangkan nyeri tukak, mengobati tukak, mencegah kekambuhan dan mengurangi komplikasi yang beraitan dengan tukak. Pada penderita dengan H. Pylori positif, tujuan terapi adalah mengatasi mikroba dan menyembuhkan penyakit dengan obat yang efektif (Sukandar E.Y, Dkk, 2009).
Pendekatan umum
Terapi Non Farmakaologi
Pasien dengan tukak harus mengurangi stress, merokok dan penggunaan NSAID (termasuk Aspirin), Jika NSAID tidak dapat dihentikan penggunaannya, maka harus dipertimbangkan pemberian dosis yang lebih rendah atau diganti dengan Acetaminophen, COX2 inhibitor yang relatif selektif .
Walaupun tidak ada kebutuhan untuk diet khusus, pasien harus menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dispepsia atau yang dapat menyebabkan penyakit tukak seperti; makanan pedas, kafein, dan alkohol (Sukandar E.Y, Dkk, 2009).
Terapi Farmakologi
Pengobatan ulkus sangat tergantung pada penyebabnya, sehingga dibutuhkan diagnosa yang tapat (Nathan T, Dr; et all).
Meskipun demikian, untuk pertolongan pertama, umumnya pasien diberi Obat Antasid untuk menetralkan kadar asam yang berlebihan atau dengan obat PPI dan atau R2AH untuk mengurangi yang dilepaskan kedalam saluran pencernaan, sehingga dapat membantu mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh ulkus, bersama dengan mengambil beberapa langkah-langkah seperti: menghindari merokok, hindari minum alkohol, kopi, dan teh, dan menghindari penggunaan aspirin dan NSAID (Pendegraft J.S).
Terapi di atas tidak bertujuan untuk menyembuhkan tetapi untuk membantu pasien dalam mengurangi rasa perih dan tidak nyaman akibat Ulkus peptik (lebih bersifat pertolongan pertama). Oleh karana itu terapi diatas tidak dianjurkan untuk pengobatan ulkus peptik. Penanganan ulkus peptik sangat tergantung pada penyebab ulkus peptik tersebut, yang sangat umum ulkus peptik yang disebabkan oleh bakteri dalam perut (khususnya Helicobacter pylori).
Ulkus peptik yang disebabkan oleh Penggunaan obat NSAID atau aspirin terutama bila diminum dalam jangka panjang misalnya pada pasien radang sendi, yang kurang selalu tetapi sering terjadi pada orang tua, sementara ulkus peptik yang disebabkan oleh kanker perut (jarang terjadi) (Nathan T, Dr; et all).
Terapi untuk Ulkus Peptik yang disebabkan oleh Helicobacter pylori
Pengobatan ini ditujukan untuk memberantas infeksi bakteri dengan pengobatan antibiotik (dikenal sebagai "terapi eradikasi") dan mengurangi produksi asam di perut. Ulkus kemudian dapat disembuhkan dan mencegah kekambuhan karena bakteri tidak lagi di usus.
Pada terapi erakdisi ini ada beberapa protokol pengobatan berbeda yang sering digunakan, tapi NICE (National Institute for Health and Clinical Excellence) merekomendasikan 'terapi tiga regimen' sebagai baris pertama. Ini terdiri dari: sehari dua kali selama tujuh hari saja pengobatan yang terdiri dari dua antibiotik (baik metronidazol 400mg dan 250mg klaritromisin, atau amoksisilin 1g dan klaritromisin 500 mg) dan dosis penuh Pompa Proton Inhibitor (PPI) misalnya lansoprazole, pantoprazole (Nathan T, Dr; et all).
Baru-baru ini FDA juga telah menyetujui terapi tripel regimen sepuluh hari dengan kombinasi omeprazol, klaritromisin, dan amoksisilin. Ini adalah program terpendek dari setiap terapi yang disetujui oleh FDA. Dosis oral yang dianjurkan adalah omeprazol 20 mg BID, klaritromisin 500 mg BID dan amoksisilin 1 g BID selama 10 hari. Pada pasien dengan ulkus duodenum aktif, omeprazol dilanjutkan dengan dosis 20 mg sehari selama 18 hari (Anonim, Treatment Of Peptic Ulcer Disease).
Namun pada beberapa pasien pada penggunaan obat diatas tidak sepenuhnya efektif, sehingga dibutuhkan kombinasi yang berbeda dari antibiotik. Sebuah protokol pengobatan yang kurang umum digunakan melibatkan mengambil tiga atau empat jenis obat empat kali sehari selama total 14 hari (inhibitor pompa proton (PPI) + bismut subcitrate + amoksisilin + metronidazol). Perawatan ini hanya digunakan dalam keadaan khusus (Nathan T, Dr; et all).
Perbandingan regimen obat yang digunakan untuk eradikasi H.Pylori (Sukandar E.Y, Dkk, 2009)
Obat
Efektivitas
Efek Ikutan
Komplikasi
Regimen 2 Obat
Klaritromisin 500 mg 3x1 hari selama 14 hari PPId atau 2x1 hari selama 14-28 hari.
Klaritromisin 500 mg 3x1 hari selama 14 hari RBC 400 mg 2x1 hari selama 14-28 hari.
Amoksisilin 1 gr 2x1 hari sampai 3x1 hari selama 14 hari
PPId atau 2x1 hari selama 14-28 hari.
Cukup-baik
Cukup-baik
Kurang-cukup
Rendah-Sedang
Rendah-Sedang
Rendah-Sedang
Sering
Sering
Sering
Regimen 3 Obat
Klaritromisin 500 mg 2x1 hari selama 10-14 hari, Amoksisilin 1 gr 2x1 hari sampai 3x1 hari selama 10-14 hari, PPId atau 2x1 hari selama 14-28 hari.
Klaritromisin 500 mg 2x1 hari selama 10-14 hari, Metronidazol 500 mg 2x1 hari selama 10-14 hari, PPId 2x1 hari selama 10-14 hari
Amoksisilin 500 mg 2x1 hari selama 10-14 hari, Metronidazol 500 mg 2x1 hari selama 10-14 hari, PPId 2x1 hari selama 10-14 hari
Klaritromisin 500 mg 2x1 hari, RBC 400 mg 2x1 hari selama 14 hari
Klaritromisin 500 mg 2x1 hari, Metronidazol 500 mg 2x1 hari selama 14 hari, RBC 400 mg 2x1 hari selama 14 hari
Klaritromisin 500 mg 2x1 hari, Tetrasiklin 500 mg 2x1 hari selama 14 hari, RBC 400 mg 2x1 hari selama 14 ha
Baik-sangat baik
Baik-sangat baik
Baik
Baik
Baik-Sangat baik
Baik-Sangat baik
Rendah-Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sering
Sering
Sering
Sering
Sering
Sering
Regimen 4 Obat dengan Bismuth
BSS 500 mg 4x1 hari selama 14 hari
Metronidazol 250-500 mg 4x1 hari selama 14 hari, Tetrasiklin 500 mg 4x1 hari selama 14 hari
H2RA atau PPIe sebagai dosis penggunaan standar secara langsung
BSS 500 mg 4x1 hari selama 14 hari Metronidazol 250-500 mg 4x1 hari selama 14 hari, Klaritromisin 250-500 mg 4x1 hari selama 14 hari, H2RA atau PPIe sebagai dosis penggunaan standar secara langsung
BSS 500 mg 4x1 hari selama 14 hari Metronidazol 250-500 mg 4x1 hari selama 14 hari, Amoksisilin 500 mg 4x1 hari selama 14 hari, H2RA atau PPIe sebagai dosis penggunaan standar secara langsung
Baik-Sangat baik
Baik-Sangat baik
Baik-Sangat baik
Sedang-tinggi
Sedang-tinggi
Sedang-tinggi
Tidak Sering
Tidak sering
Tidak sering
Keterangan :
PPI : Proton Pump Inhibitor
H2RA : H2 Reseptor Antagonis
RBC : Ranitidin Bismuth Sitrat
BSS : Bismuth Subsalisilat
d Penggunaan omeprazol 20 mg, esomeprazol 20 mg, lansoprazol 30 mg, rabeprazol 20 mg atau pantoprazol 40 mg 2x sehari, total dosis PPI perhari (contoh: omeprazol 40 mg) dapat diberikan 4xsehari, hanya lansoprazol 30 mg diindikasikan 3xsehari.
e Dalam pengaturan ulcer aktif supresi asam ditambahkan untuk mengurangi rasa sakit. Ketika menggunakan H2RA, simetidin, ranitidin, pamotidin atau nizatidin dapat digunakan dalam dosis penyembuhan ulcer untuk durasi 4-6 minggu, ketika menggunakan PPI, omeprazol, lansoprazol, rabeprazol, atau pantoprazol dapat digunakan dalam dosis untuk durasi 2-4 minggu.
Laporan rata-rata eradikasi dalam percobaan klinis :
Sangat baik (>90%) , Baik ( >80%-90%), Cukup (>70%-80%), Kurang (<70%)
Frekuensi dari efek ikutan yang penting secara klinis :
Tinggi, Sedang, Rendah
Frekuensi dari administrasi dan efek ikutan yang penting secara klinis (komplikasi) :
Sering, Tidak sering
2. The Washington Manual of Medical Therapeutic 31st Edition (Green B.D, MD; et all, 2004)
3. TREATMENT OF PEPTIC ULCER DISEASE (Anonim, Treatment Of Peptic Ulcer Disease)
Terapi eradiksi sangat dianjurkan untuk semua pasien dengan ulkus duodenum atau ulkus peptik yang terinfeksi H. pylori. Eradiksi bakteri akan menunjukkan hasil penyembuhan tehadap lebih dari 90% pasien, sehingga pengobatan menjadi hemat biaya serta memberikan keuntungan secara klinis (Anonim, Treatment Of Peptic Ulcer Disease).
Klaritromisin dan amoksisilin adalah antibiotik pilihan untuk terapi tiga regimen (metronidazol dapt digunakan untuk menggantikan amoksisilin pada pasien dengan alergi penisilin), sedangkan metronidazol dan tetrasiklin adalah komponen terapi empat regimen. Terapi tiga adalah regimen kurang kompleks dan biasanya dipilih sebagai lini pertama pengobatan. American College of Gastroenterology merekomendasikan kedua pilihan pengobatan dilanjutkan selama 10 sampai 14 hari; Pada pemberian 7 dan 10 hari. Rejimen pengobatan sama-sama berkhasiat, tetapi pemberian selama 14 hari menunnjukkan paling efektif (Peters G.L, PharmD; et all).
Jika pasien memiliki riwayat penggunaan antibiotik makrolida, terapi empat regimen harus digunakan. Dalam pemilihan PPI, tidak ada perbedaan yang cukup untuk masing-masing kelas.
Terapi untuk ulkus peptik yang disebabkan NSAID
NSAID dan aspirin dapat mengakibatkan kerusakan mukosa di mana saja di sepanjang saluran pencernaan dan beresiko menimbulkan insiden gastritis dan ulkus peptikum (Green B.D, MD; et all, 2004).
Terapi untuk ulkus peptik yang diakibatkan oleh penggunaan NSAID, pertama-tama, jika dimungkinkan perlu untuk menghentikan penggunaan obat-obat NSAID ini. Dalam keadaan khusus, dokter mungkin merasa perlu bagi pasien untuk melanjutkan NSAID. Jika terdapat bakteri Helicobacter pylori di perut, bakteri diperlakukan seperti dijelaskan sebelumnya. Jika tidak ada tanda-tanda Helicobacter pylori, pengobatan bertujuan untuk mengurangi produksi asam agar memungkinkan untuk menyembuhkan ulkus, menggunakan antagonis reseptor histamin-2 (H2RA) atau PPI, (Nathan T, Dr; et all) atau sukralfat harus dimulai. PPI adalah pilihan optimal karena bekerjan lebih cepat terhadap penyembuhan ulkus, bila dibandingkan dengan H2RAs dan sukralfat (Green B.D, MD; et all, 2004).
Jika NSAID tidak dapat dihentikan, NSAID diberikan dalam dosis efektif terendah dan durasi terpendek, dan PPI harus diberikan untuk pengobatan pasien. Pasien dengan riwayat penggunaan NSAID dalam jangka waktu lama, berisiko tinggi untuk terjadinya luka (ulkus) oleh karena itu pemberian PPI atau misoprostol dimaksudkan untuk mengurangi risiko. Atau mengganti NSAID dengan selektif COX-2 inhibitor dimana Siklooksigenase-2 (COX-2) inhibitor toksisitasnya terhadap gastro intestal rendah, dibandingkan dengan NSAID tradisional. Pasien dengan faktor risiko PUD yang memerlukan terapi NSAID dalam jangka waktu lama dapat dianjurkan menggunaan COX-2 inhibitor bukan NSAID tradisional. Namun, penggunaan COX-2 inhibitor terbatas karena dapat mengakibatkan infark miokard dan kardiovaskuler trombotik. Jika menggunakan inhibitor COX-2, dosis serendah mungkin celecoxib dapat dianjurkan untuk membantu meminimalkan risiko efek terhadap kardiovaskular (Anand BS, MD; et All), (Green B.D, MD; et all, 2004).
Misoprostol sendiri merupakan suatu turunan prostaglandin sintetik (200 mg PO qid), dapat mencegah dan menyembuhkan kerusakan mukosa akibat penggunaan NSAID jika diberikan dalam dosis penuh, tapi efek sampingnya (sakit perut, diare) menyebabkan penggunaannya dibatasi, terutama pada orang tua (Green B.D, MD; et all, 2004).
Pencegahan primer ulkus peptik akibat NSAID :
Hindari penggunaan yang tidak perlu NSAID.
Gunakan acetaminophen atau salisilat nonacetylated bila mungkin.
Gunakan dosis efektif terendah dari NSAID dan atau beralih ke NSAID yang memiliki toksisitas rendah terhadap gastrointestinal, seperti NSAIDs yang lebih baru atau siklooksigenase-2 (COX-2) inhibitor, (tidak dianjurkan untuk pasien yang dengan riwayat penyakit jantung). Rejimen profilaksis yang telah terbukti secara dramatis mengurangi risiko dan mengobati resiko ulkus peptik akibat NSAID yaitu penggunaan analog prostaglandin atau PPI sesuai dengan rejimen berikut:
Misoprostol 100-200 mcg PO 4 kali per hari
Omeprazole 20-40 mg PO setiap hari
Lansoprazole 15-30 mg PO setiap hari (Anand BS, MD; et All).
Evaluasi Terapi
Pasien harus dipantau untuk redanya rasa sakit dan efek yang tidak diinginkan yang potensial dan interaksi obat yang berhubungan dengan terapi obat.
Rasa sakit dapat dipulihkan dalam beberapa hari bila NSAID sebagai penyebab dan dalam 7 hari pada awal terapi. Sebagian besar pasien tukak tanpa komplikasi akan bebas dari gejala setelah diterapi dengan anti tukak yang disarankan.
Gejala yang menetap atau kambuh setelah beberapa minggu pengobatan, menunjukkan kegagalan penyembuhan tukak atau adanya penyakit alternatif seperti penyakit gastroesopageal refluks.
Kebanyakan pasien dengan H.Pylori ulcer positif yang tanpa komplikasi tidak membutuhkan konfirmasi kesembuhan tukak atau radikasi H.pylori.
Pasien tukak khususnya orang tua atau pasien yang memiliki resiko tinggi NSAID yang lain harus dipantau dengan intensif terhadap gejala dan tanda perdarahan, obstruksi, penetrasi, dan perforasi.
Pelaksanaan endoskopi untuk menentukan ada tukak atau adanya H.pylori di tetapkan untuk pasien dengan kekambuhan yang sering, penyakit yang refrakter, komplikasi atau dicurigai pada kondisi hipersekresi (G.Wells, Barbara;et all, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Anand BS, MD; Julian K, MD. Peptic Ulcer Disease Treatment & Management, http://emedicine.medscape.com/article/181753-treatment#aw2aab6b6b 1aa , diakses pada tanggal 1 oktober 2012.
Anonim, Treatment Of Peptic Ulcer Disease, http://ww2.iehp.org/NR/rdonlyres/ 7B8FCC3C-5055-4472-A52F-6020C7FCFE5D/0/PepticUlcer.pdf, diakses pada tanggal 2 oktober 2012.
Green B.D, MD; et all. 2004. The Washington Manual of Medical Therapeutics 31st Ed. Washington University School of Medicine. Lippincott Williams & Wilkins Publishing , diakses pada tanggal 2 oktober 2012.
G.Wells, Barbara;et all. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7st Ed. The Mc-Graw Hill Companies,Inc. Page 314-320.
Nathan T, Dr; Brandt C.J, Dr; De Muckedell O.S, Dr, dr. Peptic Ulcers Treatment, http://www.netdoctor.co.uk/diseases/facts/pepticulcertreatment.htm, diakses pada tanggal 1 oktober 2012.
Pendegraft J.S, Peptic Ulcer Causes Symptoms and Treatments, http://www.articlesbase.com/diseases-and-conditions-articles/peptic-ulcer-causes-symptoms-and-treatments-933361.html,
diakses pada tanggal 1 oktober 2012.
Peters G.L, PharmD; et all, Overview of Peptic Ulcer Disease, http://www.medscape.com/viewarticle/734791_7 ,US Pharmacist © 2010 Jobson Publishing, diakses pada tanggal 2 oktober 2012.
Sukandar E.Y, Prof. Dr, Apt; Dkk,. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT ISFI Penerbitan. Hal.428-445.
LAMPIRAN GAMBAR