Gangguan Somatisasi Sharon Lorisa Simamora 102011354 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
[email protected]
Pendahuluan
Gangguan somatisasi termasuk dalam gangguan somatoform. Gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan Gangguan somatisasi telah dikenal sejak sejak zaman Mesir kuno. Nama awal gangguan somatisasi adalah histeria. histeria. Pada tahun 1859, Paul Briquet mengamati keragaman gejala dan sistem organ yang terkena serta menguraikan perjalanan gangguan yang biasanya kronis. Karena pengamatan klinis yang tajam, Gangguan ini disebut briquet syndorme. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali. Gangguan somatisasi bisa disebabkan oleh faktor psikososial, faktor biologis dan genetik. Diagnosis untuk menegakkan seseorang mengalami gangguan somatisasi adalah sesuai dengan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) yaitu harus memiliki keluhan sedikitnya, empat gejala nyeri, dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual, dan satu gejala pesudoneurologis, yang seluruhnya tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan fisik dan 1
laboratorium.
Anamnesis
Mulai anamnesis dengan menjelaskan tujuan dan prosedur wawancara, serta menjawab pertanyaan yang mungkin ingin ditanyakan pasien sebelumn ya. Mulai dengan dengan pertanyaan terbuka tentang masalah utama:
“Dapatkah anda bercerita sedikit tentang alas an anda datang ke sini?” “Bagaimana perasaan anda?”
Usahakan pasien bicara bebas dan tanpa interupsi selama beberapa menit. Bila ia tampak tak mengutarakan masalah spesifik atau sulit bicara, singgunglah informasi lain yang ada.
“Surat rujukan Anda menyatakan bahwa anda mengalami sedikit kesulitan tetnang… dapatkah anda bercerita sedikit mengenainya?”
Identifikasi setiap keluhan, dan catatlah dalam kata-kata pasien. Untuk setiap keluhan, 2
cobalah lakukan klarifikasi.
Waktu awitan. Tentukan sespesifik mungkin. “Kapan pertama kali anda menyadari masalah ini?” atau “kapan anda merasa sehat terakhir kali?” Hal yang mendahului dan pemicu. “Adakah “Adak ah sesuatu yang teradi atau berubah b erubah tepat sebelum masalah ini muncul?”. muncul? ”. Berikan beberapa contoh pada pasien. “Apakah anda merasa kurang sehat… apakah anda merasa sangat tertekan… adakah kesulitan di rumah atau tempat kerja?” Pastikan kesulitan tersebut terjadi sebelum atau setelah gejala psikologis
Cara gejala timbul dan perjalanannya. Tentukan cara gejala timbul, mendadak atau bertahap dan menetap. Tanyakan Tan yakan tentang masa remisi, pengurangan, atau penguatan, dan hal-hal yang terkait dengan pengurangan atau ekseserbasi keluhan.
Rentang waktu antara timbulnya berbagai gejala. Tanyakan kronologi kejadian sejak terakhir kali pasien merasa sehat untuk menentukan gejala yang muncul pertama kali dan yang muncul kemudian. Bila dijumpai sejumlah keluhan, rentang waktu antara waktu awitan setiap gejala perlu diperhatikan untuk menentukan diagnosis, misalnya gejala ansietas atau perasaan tersiksa timbul setelah gejala depresi yang lain.
Gejala terkait. Keluhan utama pasien mungkin menunjukkan bidang lain yang perlu ditanyakan. Pada kebanyakan kasus, dapat diajukan pertanyaan singkat untuk menapis
gejala ansietas, depresi, pikiran bunuh diri, rasa marah pada orang lain, atau fenomena psikotik, tetapi bergantung pula pada tiap-tiap kasus.
Efek pada fungsi. Gejala gangguan psikiatrik sering mengganggu fungsi seseorang dan menunjukkan keparahan penyakit. Pertanyaan seputar pola tidur, nafsu makan, perubahan berat badan, fungsi seksual, dan perawatan diri sering menunjukkan kelainan yang mengacu diagnosis tertentu. Bangun lebih dini, penurunan nafsu makan, berat badan, dan libido, serta variasi diurnal suasana hati menandakan adanya depresi, setidaknya derajat sedang, dan sering disebut gejala biologis. Pada mania/peningkatan mood, waktu tidur berkurang, tidak merasa lelah, dan libido meningkat.
Riwayat Pribadi Harus didapatkan kejadian-kejadian penting dari lahir sampai sekarang yang disusun secara 2
kronologis, meliputi:
Masa kanak-kanak: anamnesis mungkin dapat mengungkapkan kausa dan bukti kesulitan belajar atau masalah perilaku yang kronis
Riwayat lahir dan neonates: kesehatan, misalnya c edera/infeksi/kejang.
Pendidikan: menggambarkan intelegensi dan perkembangan social serta emosional pasien yang dapat anda bandingkan dengan fungsinya sekarang. Secara khusus, ajukan pertanyaan yang relevan mengenai pendidikan pasien di sekolah-“Apakah ada gangguan.. apakah menjalani pendidikan khusus … adakah masalah perilaku atau emosi(misalnya tidak mau sekolah)?” tanyakan hubungan pasien dengan teman dan gugu, gangguan teman di sekolah, bolos, keikutsertaan dalam aktivitas social, kesulitan spesifik-akademik, dan sikap umum terhadap sekolah. Tentukan usia pasien saat meninggalkan sekolah, kualifikasi, dan pendidikan lanjutan.
Pekerjaan: catatan pekerjaan pasien dapat menambah pemahaman kita tentang kepribadian dan kemampuan pribadi pasien, serta awitan dan keparahan masalah kesehatan mental. Pekerjaan sekarang atau menganggur dapat menjadi sumber stress yang bermakna. Pendidika yang tidak sesuai dengan riwayat pekerjaan atau adanya penurunan tanggung jawab mungkin mencerminkan gangguan fungsional yang mengisyaratkan penyakit mental kronis berulang. Informasi penting mencakup lama
bekerja dan asalan berhenti, sikap terhadap kerja, kepuasan, kinerja, serta hubungan dengan majikan dan rekan. Riwayat Psikiatrik Dahulu Tanyakan pernahkah pasien mengalami masalah kejiwaan sebelumnya dan diagnosis, atau jenis, respons, dan durasi pengobatan sebelumnya. Tentukan kemiripan dengan gejala sekarang dan tingkat pemulihan dari episode sebelumnya. Selal tanyakan riwayat melukai diri 2
sendiri.
2
Riwayat psikiatrik dahulu juga harus mencakup:
Episode saat pasien/keluarganya tidak meminta bantuan
Konsultasi ke dokter umum
Penilaian dan rawat inap di bangsal psikiatri. Cari catatan medis sebelumnya: tanyakan obat yang diminum rutin, seperti obat antipsikotik.
Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit
dan
pengobatannya
dapat
menimbulkan
gangguan
kejiwaan
dan
perlu
dipertimbangkan kemungkinan interaksi obat saat meresepkan obat psikotropik. Ajukan 2
pertanyaan tentang:
Penyakit medis akut dan kronis, misalnya epilepsy, diabetes, karsinoma
Obat resep dokter (misalnya steroid) dan obat bebas
Bedah mayor, cedera kepala
Riwayat Keluarga Tujuan anamnesis riwayat keluarga adalah mengidentifikasi factor predisposisi yang signifikan dan memperkirakan dukungan atau tekanan dalam keluarga. Sebagian penyakit jiwa mayor terbukti dipengaruhi oleh gen, dan hubungan dalam keluarga semasa kanak-kanak dapat 2
menjadi presiposisi munculnya masalah di kemudian hari. Tanyakan tentang:
Ayah dan ibu: pada tiap-tiap orang tua, tanyakan tentang usia, pekerjaan, kesehatan fisik dan jiwa (termasuk penyalahgunaan alcohol dan zat lain), temperamen, hubungan dengan pasien di masa lalu dan sekarang, dan kualitas hubungan pribadi antar orang tua.
Saudara kandung: tanyakan tentang usia, urutan lahir, pekerjaan, status perkawinan, sifat hubungan di masa lalu dan sekarang, serta kesehatan fisik dan jiwa mereka
Perpisahan atau gangguan, misalnya perceraian dan hubungan dengan orang tua tiri
Kenangan atau sikap yang menyimpang selama masa kanak-kanan
Suasana di rumah
Figur orang dewasa yang dianggap penting, misalnya guru dan dokter.
Riwayat Latar Belakang Sebelum mengajukan pertanyaan rinci, jelaskan pada pasien bahwa informasi lata belakang dapat membantu kita memahami kesulitannya saat ini. Walaupun sebagian besar pasien mampu mengungkapkan kehidupannya tanpa kesulitan yang berarti, sebagian mungkin merasa tidak nyaman pada wawancara pertama. Bidang yang dibahas sedikit berbeda dibandingkan saat anamnesis penyakit atau pembedahan, dan mencakup riwayat keluarga, seksual, forensic, rincian 2
tentang penyalahgunaan zat, dan kepribadian.
Pelecehan seksual. Mmebahasa pelecehan seksual semasa kanak-kanak mungkin sulit dan membutuhkan waktu, tetapi dapat dimulai dengan pertanyaan seperti, “Semasa kanak kanak, adakah orang yang pernah menyakiti atau melecehkan anda-apakah tindakah tersebut ber sifat fisik atau seksual?” Wanita dapat mengalami gejala psikiatrik berat salam masa prahaid, masa menopause, setelah melahirkan, atau terminasi kehamilan. Perlu ditanyakan tentang kemungkinan kehamilan sebelum kita menulis resep. Obat antipsikotik dapat menyebabkan amenorea dan galaktorea-yang tidak akan membuat pasien khawatir bila telah mendapatkan penjelasan sebelumnya. Topik lain yang dapat ditanyakan meliputi keteraturan haid, dismenoragia, haid terakhir, sindrom prahaid (gejala fisik dan psikologis dan pengobatannya), kehamilan (termasuk keguguran, terminasi, dan lahir mati) dan masalah psikiatrik yang terjadi setelahnya, gejala menopause, dan pengobatan.
Hubungan cinta, perkawinan dan anak. Perjalanan, durasi, dan kualitas hubungan cinta mencerminkan kepribadian dan member petunjuk tentang aspek-aspek yang terkena stress. Masalah kesehatan jiwa dapat disebabkan oleh atau mengganggu hubungan cinta. Perlu ditanyakan tentang anak dan permasalahnnya.
Lingkungan saat ini. Tanyakan adakah lingkungan tempat tinggal pasien yang menimbulkan stress berlebihan. Bila tidak, tanyakan tentang keuangan, perumahan, dan tetangga. Dukungan keluarga, teman, atau badan professional mungkin menggambarkan pasien membutuhkan bantuan karena stress yang signifikan.
Penyalahgunaan zat. Zat-zat memiliki kemampuan berbeda dalam menimbulkan ketergantungan, gejala putus obat, serta kecenderungan utuk memicu gejala kejiwaan. Pasien mungkin mengalami gejala yang mencerminkan intoksikasi obat, gejala putus obat, atau gangguan kejiwaan yang dipicu oleh penyalahgunaan obat. Efek akut obat dapat mencakup gejala psikotik. Mabuk alcohol berkaitan dengan delirium tremens, gangguan otak organic kronis, dan psikosis paranoid kronis. Bila dicurigai adanya penyalahgunaan obat, harus dilakukan pemeriksaan urine.
Kepribadian. Kepribadian menggambarkan pola kebiasaan perilaku pasien. Sebaiknya tidak menilai kepribadian pasien tanpa melihat lebih lanjut. Gangguan kepribadian timbul bila perilaku pasien yang konsisten menyebabkan penderitaan berulang pada diri sendiri atau orang lain. Gangguan kepribadian berbeda dari penyakit jiwa karena tidak ada awitan yang jelas, berlangsung lama, dan biasanya berawal sejak masa kanak-kanan atau remaja.
Pemeriksaan Status Mental Penampakan dan perilaku. Bagian ini dapat memberikan petunjuk penting tentang diagnosis karena banyak pengalaman mental subjektif tercermin dalam penampakan dan perilaku pasien. Aspek yang perlu dipertimbangkan mencakup penampakan fisik umum, cara berpakaian, mimic, postur, dan gerakan (cara berjalan), dan perilaku interaktif social. Sikap pasien terhadap pewawancara, keharmonisan hubungan, dan tingkat kerja sama selama wawancara sangat bervariasi. Aspek-aspek yang mencerminkan masalah psikiatrik dan bisa diamati yaitu ansietas, depresi, mania, berhalusinasi, waham, delirium, dan skizofrenia.
Bicara. Bagian ini membahas cara bicara pasien dalam kaitannya dengan nada, volume, 2
spontanitas, kecepatan, kuantitas (jumlah), dan bentuk (mencerminkan suatu bentuk pikiran).
Suasana Perasaan. Perubahan suasana perasaan menandakan gangguan afek, tetapi dapat juga terjadi pada gangguan kejiwaan yang lain. Bukti objektif gangguan suasana perasaan dapat diperoleh dari penampilan, perilaku, dan cara bicara pasien. Pasien mengungkapkan suasana 2
perasaannya dan merasakan suatu emosi.
Waham. Waham adalah kepercayaan yang tidak memiliki dasar rasional, tetapi tidak tergoyahkan walaupun ada argument atau bukti yang menyangkalnya, serta tidak sesuai dengan latar belakang budaya. Waham sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Adanya waham memastikan suatu penyakit sebagai psikosis. Waham dapat terdeteksi saat menanyai pasien tentang kekhawatiran utama, tetapi sering kali harus dengan mengajukan pertanyaan tertutup. Bila jawaban yang diberikan positif, klarifikasi dengan pertanyaan terbuka. Pastikan kepercayaan/anggapan tersebut dipegang teguh oleh pasien dan masuk akal. Tanyaakan mengenai perasaan dan rencana pasien berkenaan dengan kepercayaan abnormal tersebut. Waham dapat memotivasi perilaku sehingga perlu dilakukan penelitian terinci mengenai 2
kesehatan dan keselamatan pasien dan orang lain.
Halusinasi. Halusinasi adalah persepsi tanpa rangsangan eksternal. Halusinasi memiliki kualitas serupa dengan persepsi sejati, yaitu halusinasi dipersepsikan di dalam ruang yang benar benar ada dan bukan di dalam benak pasien. Adanya halusinasi dapat dilihat dari perilaku pasien, misalnya adanya halusinasi pendengaran dapat dilihat dari pasien yang berbicara sendiri. 2
Halusinasi dapat terjadi di kelima pancaindra. Penilaian Kognitif
Semua pasien seyogianya menjalani pemeriksaan kongnitif, yang bertujuan untuk menilai fungsi intelektual secara global. Bila selama anamnesis jawab pasien jelas dan akurat, kecil 2
kemungkinan ada gangguan kognitif.
Orientasi. Apakah pasien benar-benar sadar atau ada gangguan pemustan perhatian yang mengisyaratkan gangguan mental organic akut (delirium)?
Perhatian dan konsentrasi. Rentang angka (suatu uji registrasi atau daya ingat jangka pendek). Minta pasien mengulang rangkaian angka yang diucapkan secara perlahan, baik dari depan maupun belakang. Orang biasa dapat mengingat enam angka dari depan, dan lima angka dari belakang.
Daya ingat. Meminta pasien mengingat nama dan alamat. Pasien dapat menyebutkan dengan jelas dan tepat tanpa bantuan.
Intelegensi. Aritmetik sederhana, arti kata, dan membaca
Pemeriksaan Fisik
Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu pemeriksaan fisik lengkap. Pemeriksaan Fisik Umum 1. Suhu. 2. Tekanan darah 3. Nadi 4. Frekuensi napas 5. Kesadaran
Pemeriksaan Fisik Khusus Mata, telinga, hidung dan tenggorok Ketajaman visual, diplopia, gangguan pendengaran, tinitus, glositis, dan gangguan pengecapan termasuk dalam wilayah ini. Pasien dalam pengobatan antipsikotik yang melaporkan riwayat kedutan di sekitar mulut atau gerakan lidah yang mengganggu mungkin berada pada tahap awal diskinesia tardif dan potensial reversibel. Penglihatan terganggu dapat akibat tioridazin dosis tinggi. Adanya riwayat glaukoma merupakan kontraindikasi pemberian obat-obatan yang memiliki efek antikolinergik. Afonia dapat bersifat histerikal. Stadium akhir penyalahgunaan kokain dapat menyebabkan perforasi septum nasi dan sesak napas. Episode dipoplia mungkin
menandakan skelerosis multipel. Gangguan waham lebh sering terjadi pada orang dengan 1
gangguan pendengaran dibanding dengan orang normal. Sistem Kardiovascular
Takikardi, palpitasi dan aritmia jantung adalah tanda ansietas yang paling sering dikeluhkan pasien. Feokromostioma biasanya menimbulkan gejala yang menyerupai gangguan ansietas, seperti detak jantung yang cepat, tremor, dan pucat. Pasien dengan kecurigaan penyakit jantung sebaiknya menjalani pemeriksaan elektrokardiogram sebelum diberikan obat-obatan trisiklik dan lithium. Riwayat nyeri substernal harus diperiksa dan dokter harus senantiasa ingat bahwa nyeri substernal harus diperiksa dan ingat bahwa stress psikologik dapat memicu nyeri dada tipe 2
angina pada arteri koroner yang normal. Sistem Gastrointestinal
Penjelasan bagian ini mencakup topik seperti nafsu makan, perasaan menderita sebelum dan sesudah makan, pilihan makanan, diare, muntah, konstipasi, penggunaan pencahar, dan nyeri abdomen. Riwayat penurunan berat badan sering dijumpai pada gangguan depresif, namun depresif dapat menyertai penurunan berat badan yang disebabkan oleh kolitis ulseratif, enteritis regional, dan kanker. Anoreksia nervosa disertai dengan penurunan berat badan yang sangat banyak dengan selera makan yang normal. Penyalahgunaan pencahar dan muntah yang diinduksi lazim ditemui pada bulimia nervosa. Konstipasi dapat disebabkan oleh ketergantungan opioid serta obat psikotropika yang mempunyai efek samping antikolinergik. Penyalahgunaan kokain atau amfetamin menyebabkan hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan. Penambahan 2
berat badan dapat terjadi dalam keadaan stress atau dalam kaitannya dengan depresi atipikal. Pemeriksaan Neurologis
Selama proses anamnesis , tingkat kesadaran dan atensi pasien terhadap detil pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara bicara, postur dan cara berjalan perlu diperhatikan. Pemeriksaan neurologis dilaksanakan dengan senantiasa mengingat dua tujuan untuk memperoleh tanda yang mengarah adanya disfungsi serebri fokal yang berbatas tegas serta untuk memperoleh tanda yang mengisyaratkan adanya penyakit serebri difus bilateral. Tujuan pertama dicapai melalui pemeriksaan neurologis rutin, yang terutama dirancang untuk mengungkapkan
asimetri fungsi motorik, persepsi, dan reflex pada kedua sisi tubuh yang disbebakan oleh penyakit hemisferik fokal. Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk memperoldeh tanda yang selama ini dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau penyakit lobus frontal. Tanda ini meliputi reflek menghisap, mencucur, palmomental, dan refleks gangguan genggam serta 1
menetapnya repon terhadap ketukan di dahi. Pemeriksaan sensorik permukaan ventral dilakukan seperti biasa; jika perlu untuk menetukan persepsi sensorik dorsal, dan pada apasien dapat dicurigai mempunyai lesi medula spinalis, pasien dapat diputar ke sisinya dengan bantuan 2
asisten.
Pemeriksaan Penunjang
2
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, urin dan yang sesuai dengan keluhan pasien. Pemeriksaan darah dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat gangguan organik dan menilai komplikasi. Selain itu dapat juga dilakukan uji yang lain yaitu: Uji Fungsi Tiroid Tersedia beberapa uji fungsi tiroid tiroksin (T4) dan Tiroid Stimulating Hormon (TSH). Uji fungsi tiroid digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan hipertiroid dan hipotiroid yang dapat muncul dengan gejala depresi. Uji Fungsi Ginjal Bersihan kreatinin mendeteksi kerusakan ginjal secara dini dapat dipantau secara serial untuk mengikuti perjalanan penyakit ginjal. Uji Endokrin Lain Banyak hormon lain yang memengaruhi perilaku. Pemberian hormon secara eksogen telah terbukti memengaruhi perilaku dan penyakit endokrin yang telah dikenal menyebabkan gangguan mental. Selain hormon tiroid, hormon tersebut meliputi hormon prolaktin hipofisis anterior, hormon pertumbuhan, somatostatin, hormon pelepas gonadotropin, serta steroid seksluteinizing hormone, follicle-stimulating hormone, testosteron, estrogen. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram merupakan manifestasi gelombang depolarisasi dan repolarisasi jantung pada permukaan tubuh. Gelombang P mencerminkan aktiviras atrium; komplek QRS mencerminkan aktivitas ventrikel; dan gelombang T bertepatan dengan repolarisasi ventrikel. Endoskopi Endoskopi merupakan suatu alat yang digunakan untukmemeriksa organ di dalam tubuh manusia. Pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnsis kelainan-kelainan organ di dalam tubuh antara lain saluran pencernaan, saluran perkemihan, rongga mulut, rongga abdomen, dan lain-lain. Working Diagnosis
Gangguan Somatisasi Gangguan somatisasi, juga dikenal sebagai gangguan syndSomatization Briket itu, jika tidak diakui oleh dokter, dapat menyebabkan frustrasi bagi clinicial dan pasien, saling penolakan oleh dokter dan pasien, serta pengeluaran medis yang tidak perlu dan risiko penyakit iatrogenik. Ini adalah gangguan yang sering sulit dipahami, karena itu, dokter harus memiliki indeks kecurigaan yang tinggi. Pada sesi pertama, klinisi harus carfully mengevaluasi pasien berdasarkan pemahaman tentang evolusi penyakit pasien dan pengalaman yang berhubun gan dengan kesehatan. Pada tahap awal evaluasi, pasien menyajikan kepada dokter dengan gejala dan tanda-tanda khusus yang dokter merespon dengan pertanyaan, pemeriksaan fisik, tes 3
laboratorium, dan studi radiografi.
1
Tabel 1. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Somatisasi
A. Banyak keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 taun yang terjadi selama sutau periode beberapa tahun dan menyebabkan pencarian terapi atau hendaya fngsi sosial, pekerjaa atau area fungsi penting lain yang signifikan. B. Masing-masing kriteria berikut ini harus dipenuhi dengan setiap gejala terjadi pada waktu kapanpun dan selama perjalanan gangguan: (1) Empat gejala nyeri: riwayat nyeri berkaitan dengan sedikitnya empat tempat dan fungsi yang berbeda (contoh: kepala, abdomen, punggung, sendi, ekstreitas, dada, rektum, selama mentruasi, selama hubungan seksual, atau selama berkemih
(2) Dua gejala gastrointestinal : riwayat sedikitnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (contoh: mual, kembung, seksual muntah, selain selama hamil, diae atau intoleransi terhadap beberapa makanan berbeda) (3) Satu gejala seksual : riwayat sedikitnya satu gejala atau reproduksi selain nyeri (contoh: ketidakpedulain terhadap seks, disfungsi ereksi atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang hamil (4) Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya satu gejala atau defisit yang mengesankan keadaan neurologis tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan lokal, kesulitan menelan atau benjolan di tonggorok, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, gejala disasosiatif seperti amnesia, atau hilangnya kesadara selain pingsan) C. Baik (1) atau (2) : (1) Setelah penelitian yang sesuai, setiap gejala kriteria B tidak dapat dijelaskan secara utuh dengan keadaan medis umum yang diketahui atau efek langsung suatu zat (contoh: penyalahgunaan obat, pengobatan) (2) Jika terdapat keadaan medis umum, keluhan fisik, atau hendaya sosial atau pekerjaan yang diakibatkan jauh melebihi yang diperkirakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium D. Gejala dihasilkan tanpa disengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau malingering)
Differential Diagnosis
Gangguan Hipokondrik Pada gangguan somatisasi, penekanannya ada pada gejalanya sendiri dan dan dampaknya masing-masing, sedangkan pada gangguan hipokondrik perhatiannya lebih ditujukan pada adanya suatu proses penyakit yang serius dan progresif yang mendasari dengan berbagai akibat kecacatan. Pada gangguan hipokondrik pasien cenderung meminta pemeriksaan untuk menentukan atau memastikan adanya penyakit yang mendasari, sedangkan pasien dengan gangguan somatisasi mengharapkan pengobatan untuk menghilangkan gejala. Pada gangguan
somatisasi biasanya terjadi penggunaan obat secara berlebihan, serta ketidaktaatan untuk jangka waktu lama, sedangkan pasien dengan gangguan hipokondrik biasanya takut obat dan berbagai efek sampingnya, dan mencari dukungan dengan cara sering kali mendatangi atau mengunjungi 4
dokter yang berbeda-beda.
Ciri utama dari gangguan ini adalah adanya preokupasi yang menetap akan kemungkinan menderita satu atau lebih gangguan fisik yang serius dan progresif. Pasien menunjukkan keluhan-keluhan somatic yang menetap atau preokupasi yang menetap dengan penampilan fisiknya. Penginderaan dan penampilan yang normal sebenarnya biasa dan oleh pasien sering kali ditafsirkan sebagai abnormal dan tidak mengenakkan, dan perhatiannya biasanya hanya terfokus pada satu atau dua organ atau system tubuhnya. Pasien dapat menyebutkan penyakit atau perubahan apa yang ditakutkannya, akan tetapi intensitas keyakiknannya terhadap kelainan yang ditakutkannya tersebut bervariasi dalam beberapa konsultasi. Pasien biasanya masih juga mengajukan kemungkinaan bahwa ada gangguan fisik lain atau tambahan, di samping apa yang 4
sudah dikemukakan sebelumnya. Depresi
Gangguan depresif dan anxietas. Berbagai tingkat depresi dan anxietas lazimya menyertai gangguan somatisasi, akan tetapi tidak perlu didiagnosis tersendiri, kecuali bila cukup nyata dan menetap untuk memenuhi criteria suatu diagnosis tersendiri. Onset dari gejala somatic multiple setelah usia 40 tahun ada kemungkinan merupakan manifestasi awal dari suatu gangguan depresif primer. Depresi mungkin berhubungan dengan beberapa keluhan yang tidak dapat dijelaskan, dan dengan demikian dapat menyajikan gambaran yang mirip dengan gangguan somatisasi. Untuk memperumit masalah ini lebih lanjut, seperti disebutkan di atas, pasien dengan gangguan somatisasi sering mengalami depresi bersamaan. Kunci untuk membuat diferensial di sini terletak dalam perjalanan waktu, dalam kasus di mana keluhan sekunder untuk depresi, salah satu fungsinya timbulnya perasaan depresi dan gejala vegetatif terkait baik sebelum beberapa 1,4,5
complaints.
Gangguan depresif mayor biasanya mencakup mood sedih atau kurangnya minat dalam aktivitas kehidupan selama dua minggu atau lebih disertai minimal empat gejala lain depresi, seperti anhedonia dan perubahan berat badan, tidur, energy, konsentrasi, pembuatan keputusan,
harga diri, dan tujuan. Depresi mayor dua kali lebih sering terjadi pada wanita dan insiden pada kerabat tingkat pertama 1,5 sampai 3 kali lebih besar daripada insiden pada populasi umum. Insiden depresi menurun sejalan dengan usia pada wanita dan meningkat sejalan dengan usia 5
pada pria.
Episode depresi yang tidak ditangai dapat berlangsung selama enam sampai 24 bulan sebelum berkurang. Lima puluh sampai enam puluh persen individu yang mengalami satu kali episode depresi akan mengalami episode yang lain. Gejala depresif dapat bervariasi dari ringan sampai berat. Derajat depresi dapat disamakan dengan perasaan tidak berdaya dan putus asa yang dialami individu. Diagnosis banding keluhan medis dijelaskan mencakup sejumlah gangguan kejiwaan . Gangguan depresi mayor dapat hadir dengan kelelahan , pusing , perubahan berat badan , dan keluhan somatik lainnya . Perbedaan yang menonjol antara gangguan somatisasi dan gangguan depresi adalah bahwa ciri utama dari gangguan somatisasi adalah gejala somatik medis dijelaskan , sedangkan pada depresision perasaan depresi pasien menumbuhkan rasa tidak berdaya dan putus asa mengenai berbagai situasi , bukan hanya masalah kesehatan . Gangguan kecemasan , gangguan panik pada khususnya , dapat memiliki berbagai gejala menunjukkan hyperarousal , seperti palpitasi subjektif jantung , napas yang cepat , dan nyeri dada atau 3,5
ketegangan , yang dapat disalahartikan sebagai timbulnya infark miokard atau serangan asma .
Etiologi
Pertahanan Mekanisme / Resolusi Konflik Teori psikodinamik telah dikonsepkan somatisasi sebagai neurosis , proses bawah sadar yang mengarah ke penggunaan maladaptif dari mekanisme pertahanan , yang dapat menimbulkan gangguan fisik . Literatur penuh dengan sejarah kasus , dan pengalaman klinis menunjukkan bahwa beberapa orang menggunakan metafora tubuh sebagai ekspresi tekanan emosional . Namun, konsep ini rumit dan sulit untuk menguji secara empiris , yang mungkin menjelaskan kurangnya studi empiris . Hal ini tidak menghalangi kemungkinan bahwa mekanisme ini memainkan peran penting dalam gangguan somatisasi , setidaknya dalam 3
beberapa individu.
Studi Genetika / Keluarga
Ada tingkat peningkatan gangguan somatisasi dalam relatif tingkat pertama perempuan pasien dengan gangguan somatisasi , menunjukkan agregasi familial gangguan tersebut . Studi keluarga telah mengaitkan gangguan somatisasi gangguan kepribadian anti – sosial.
3
Teori Perilaku / Belajar Beberapa teori telah mengusulkan bahwa hasil somatisasi dari pembelajaran sosial atau model perilaku penyakit dan bahwa paparan masa kanak-kanak untuk model perilaku penyakit , 3
seperti orang tua sakit , dapat meningkatkan risiko somatisasi.
Awal Hidup Pengalaman Pengalaman hidup awal lainnya diusulkan untuk menjelaskan perilaku somatisasi termasuk sakit saat balita dan trauma masa kanak-kanak . Craig et al . ( 1993) menemukan bahwa orang dewasa dengan berbagai gangguan somatoform melaporkan penyakit saat anakanak lebih sering dan serius daripada pasien kejiwaan dan medis lainnya . Mereka menghipotesiskan bahwa perilaku somatisasi dapat dipahami sebagai bentuk unik kejiwaan interpersonal yang didorong oleh gaya lampiran cemas dan maladaptif . Kekerasan fisik dan seksual juga telah dikaitkan dengan gangguan somatisasi . Penyakit ini biasanya berhubungan 3
dengan sistem organ yang merupakan target pelecehan. Kepribadian
Seperti disebutkan sebelumnya, studi keluarga sebelumnya mengusulkan hubungan antara gangguan kepribadian antisosial dan gangguan somatisasi. Namun, penelitian yang lebih baru tidak menemukan gangguan kepribadian tertentu menjadi lebih umum di antara pasien dengan gangguan somatisasi. Gangguan kepribadian yang paling sering dilaporkan oleh Rost dan rekan dalam kelompok pasien somatisasi yang dirujuk dari pengaturan perawatan primer yang avoidant,
paranoid,
diri
sendiri,
dan
gangguan
kepribadian
obsesif-kompulsif.
Beberapa studi telah menyarankan bahwa alexithymia mungkin terkait dengan gangguan somatizaton. Istilah "alexithymia" berarti ketidakmampuan untuk verbalisasi emosi seseorang. Pasien dengan gangguan psikosomatik mengalami kesulitan mengekspresikan emosi secara verbal dan tidak memiliki fantasi atau perasaan. Dalam sebuah penelitian di Finlandia terhadap pasien perawatan kesehatan primer di perkotaan, alexithymia dikaitkan dengan sering
menggunakan
layanan
kesehatan.
Alexithymia
berkorelasi
positif
dengan
depresi, 3
hypochondriasis, dan gangguan somatisasi serta kecenderungan untuk melaporkan gejala fisik.
Epidemiologi Kurang dari 1 persen dari populasi di thr Amerika Serikat menderita sindrom somatisasi, dan sebagian besar adalah perempuan. Namun, menurut DSM, gangguan somatisasi telah diamati pada 10 sampai 20 persen dari tingkat pertama kerabat biologis perempuan perempuan dengan gangguan tersebut. Selain itu, orangtua angkat atau orang tua kandung dengan baik gangguan antisosial kepribadian, gangguan-substansi terkait, atau gangguan somatisasi meningkatkan risiko anak terkena salah satu dari gangguan. Individu dengan sindrom somatisasi memiliki tingkat lebih tinggi mengalami kekerasan fisik pad saat anak-anak dan pelecehan 6
seksual dibandingkan mereka yang tanpa gangguan.
Wanita dengan somatisasi syndome sering mengalami masalah kejiwaan, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Pria dengan gangguan somatisasi lebih mungkin dibandingkan perempuan untuk memiliki gangguan kepribadian antisosial dan untuk terlibat dalam minum 6
berlebihan dan komisi tindak pidana.
Somatisasi sebagai perilaku umum di semua budaya dan dengan demikian mungkin bukan merupakan gangguan kesehatan atau kejiwaan. Survei berbasis populasi telah menunjukkan bahwa 85% -95% dari responden masyarakat mengalami setidaknya satu gejala fisik setiap 2-4 minggu. Dalam populasi umum, gangguan somatisasi cukup langka. Para peneliti telah menyelidiki aspek epidemiologi lainnya somatisasi, seperti jenis kelamin, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan status imigran. Wanita memiliki resiko lebih dari laki-laki, dan individu dari status sosial ekonomi rendah memiliki resiko lebih dari orang-orang dari status sosial ekonomi yang lebih tinggi. Dalam studi ECA, gangguan somatisasi paling umum di kalangan wanita Amerika Afrika, diikuti oleh pria Amerika Afrika. Gangguan somatisasi tidak 3
lebih umum di kalangan orang Amerika Hispanik.
Gejala Klinis
Ciri utamanya adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam (multiple), berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung beberapa tahun sebelum pasien datang ke psikiater. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik kepelayanan kesehatan dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negative. Sindrom ini umumnya pertama kali muncul di tahun-tahun remaja, onset melampaui usia 30 sangat langka. Pasien cenderung terlalu samarsamar atau dramatis dalam berhubungan sejarah mereka, sering bergerak-gerak gelisah dari satu gejala yang lain, tidak pernah fokus cukup lama pada salah satu gejala untuk memberikan keterangan secara detail. Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa keluhan didengar, dan ini biasanya melibatkan empat sistem, yaitu saraf , urogenital, gastrointentinal, dan sistem 1,4
muskuloskeletal.
Ada tipe tertentu dari gejala yang hadir dengan gangguan somatisasi termasuk riwayat keluhan medis dan rasa sakit di setidaknya empat area tubuh atau dengan beberapa fungsi, seperti menstruasi, buang air kecil, atau hubungan seksual. Selain itu, harus ada riwayat setidaknya dua keluhan gastrointestinal selain nyeri, seperti mual dan kembung atau irritable bowel syndrome tanpa studi gastrointestinal yang mengidentifikasi masalah medis. Selanjutnya, harus ada keluhan reproduksi seksual selain rasa sakit, seperti kesulitan menstruasi pada wanita atau disfungsi ereksi pada pria. Terakhir , harus ada gejala yang menunjukkan gangguan neurologis mungkin, seperti retensi urin, penglihatan ganda, gangguan koordinasi, dan gejala 6
lainnya.
Studi menemukan bahwa wanita dengan sindrom somatisasi yang berpengaruh nyata kurang logis dan konsisten dalam respon mereka daripada para wanita dengan depresi. Mereka juga menemukan bahwa subyek dengan sindrom somatisasi memiliki lebih banyak masalah 6
psikologis / interpersonal dan gejala somatik lebih daripada wanita depresi.
Para pasien dengan gangguan somatisasi telah mengalami beberapa operasi, gejala menstruasi, dan keadaan kurang sehat umum. Para peneliti berusaha untuk menemukan hubungan antara sindrom somatisasi dan gangguan kejiwaan lainnya, seperti depresi berat, gangguan panik, atau agoraphobia. Mereka menemukan bahwa pasien dengan sindrom
somatisasi lebih mungkin untuk mengalami depresi dan gangguan panik baik atau agoraphobia, 6
daripada memiliki depresi atau gangguan panik atau agoraphobia saja.
Gejala urogenital termasuk gejala nyeri, seperti nyeri haid, disuria, dan gejala non menyakitkan, seperti ketidakteraturan menstruasi, perdarahan menstruasi yang berlebihan, muntah sepanjang hampir keseluruhan kehamilan, penurunan libido, dan baik ereksi atau disfungsi ejakulasi. Gejala gastrointestinal meliputi gejala seperti sakit perut dan nyeri dubur, dan gejala non - menyakitkan, termasuk kembung, mual, muntah, diare, atau beberapa makanan intoleransi. Keluhan muskuloskeletal semua melibatkan rasa sakit, dan sakit punggung juga 1
termasuk, arthralgia, nyeri ekstremitas, dan nyeri dada, yang biasanya menyebar.
Penatalaksanaan
Gangguan somatisasi bisa sangat sulit untuk mengobati karena pasien biasanya yakin bahwa dia benar-benar sakit secara fisik para dokter, untuk alasan yang tidak diketahui, belum menemukan penyebab sebenarnya dari penyakit. Perawatan psikiatris direkomendasikan untuk sindrom ini, tetapi pasien mungkin menolaknya. Bila mungkin, gangguan yang menyertai seperti depresi harus diobati. Dalam beberapa kasus, mengobati gangguan sekunder seperti depresi 6
tampaknya meningkatkan gangguan utama sindrom somatisasi. Pendekatan Umum
Dokter sering menghadapi kesulitan dalam mendiagnosa dan menangani pasien yang somatik. Masalah utama adalah bahwa pasien ini fokus pada masalah somatik dan cenderung menyangkal masalah psikologis dan sosial. Kecenderungan gangguan somatisasi untuk meniru 3
kondisi medis adalah kesulitan lain yang dihadapi oleh dokter.
Perlakuan umum gangguan somatisasi didasarkan pada data yang menunjukkan bahwa gangguan kronis dan bahwa intervensi medis perlu dan operasi sering dilakukan. Perhatian langsung ke kondisi komorbiditas, seperti depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan zat, juga 3
penting.
Pasien dengan gangguan somatisasi mungkin menolak intervensi kejiwaan karena intervensi tersebut dapat diartikan bahwa "itu semua di kepala saya ." Dokter perawatan primer umumnya harus mencari konsultasi
kejiwaan tapi tidak mengalihkan perawatan pasien ke
psikiater. Dokter perawatan primer harus 1) menjadwalkan janji tindak lanjut teratur panjang set, 2) mengatur agenda untuk kunjungan; 3) mengatur batas temuan obyektif, sehingga membatasi iatrogenesis; 4) menetapkan batas pada kontak luar diluar janji klinis; 5) menjelaskan bahwa stres, baik psikologis dan lingkungan, dapat menyebabkan gejala fisik, dan 6) berhati-hati 3
tentang resep beberapa obat untuk mengatasi gejala yang tidak jelas dalam banyak sistem organ. Psikoterapi
Berbagai psikoterapi telah digunakan untuk mengobati gangguan somatisasi. Strategi kognitif - perilaku yang diarahkan pada kognitif, afektif, dan komponen perilaku gejala pasien. Untuk membantu pasien memahami respon afektif mereka untuk sensasi tersebut, dokter dapat meminta mereka untuk menyimpan log perilaku mendokumentasikan ketidaknyamanan mereka, kegiatan di mana mereka mengalami ketidaknyamanan, reaksi emosional mereka, dan cara 3
mengatasi dengan sensasi.
Klinik perawatan primer telah menetapkan program terapi kelompok singkat khusus untuk pasien somatisasi. Beberapa program telah sangat efektif dalam meningkatkan fungsi dan mengurangi tekanan. Sesi menggabungkan saran umum tentang topik-topik seperti manajemen stres, pemecahan masalah, dan pelatihan keterampilan sosial. Kathol (1997 ) mengemukakan enam langkah yang diperlukan untuk secara efektif meyakinkan pasien dengan penyakit jinak gejala tidak dijelaskan oleh penyakit: 1) pertanyaan dan memeriksa pasien, 2) meyakinkan pasien bahwa penyakit serius tidak ada, 3) menunjukkan bahwa gejala dapat diselesaikan, 4) memberitahu pasien untuk kembali ke aktivitas normal, 5) mempertimbangkan pengobatan 3
spesifik, dan 6) mengikuti pasien. Pengobatan Psikotropika
Tidak ada obat yang tersedia khusus untuk pengobatan gangguan somatisasi. Namun demikian, pasien dengan gangguan somatisasi seringkali mencari obat dari berbagai dokter untuk mengobati setiap gejala. Untuk alasan ini, yang terbaik adalah untuk hanya satu dokter, biasanya 3
dokter perawatan primer, untuk meresepkan dan mengelola semua obat.
Obat psikotropik harus dipertimbangkan untuk gangguan kejiwaan komorbid, yang umum pada pasien dengan gangguan somatisasi. Namun, sangat penting bahwa diagnosis gangguan somatisasi dibentuk, karena dapat mempersulit pengobatan. Gangguan somatisasi dapat mempotensiasi perilaku mencari obat untuk gangguan komorbid. Sebelum meresepkan benzodiazepin atau narkotika, riwayat penyalahgunaan zat atau ketergantungan harus digali dan didokumentasikan. Pasien dengan gangguan kecemasan, seperti gangguan panik, mungkin memerlukan benzodiazepine, dan pasien pasca operasi mungkin perlu opiat untuk manajemen nyeri. Penggunaan selective serotonin reuptake inhibitor ( SSRI ) atau buspirone dapat diindikasikan untuk mengobati gangguan kecemasan umum komorbiditas, dan SSRI dan agen lain yang lebih baru antidepresan mungkin bermanfaat untuk sindrom depresi komorbid. Pasien somatizing sering sensitif terhadap obat oeffects samping, sehingga dokter harus mendiskusikan terlebih dahulu efek samping yang umum, menjelaskan bahwa ini adalah respon normal terhadap obat tersebut. Hal ini juga penting bagi dokter untuk menanyakan tentang obat lain , seperti persiapan herbal, bahwa pasien dapat mengambil, karena interaksi obat memiliki 3
potensi untuk menyebabkan reaksi yang merugikan.
PROGNOSIS Kedua gangguan somatisasi dan gangguan hypochondiacal cenderung memiliki program 7
episodik kronis dan gejala sering diperburuk oleh stres.
Kesimpulan Hipotesis diterima bahwa pasien dengan kelihan utama yang bermacam-macam tapi pemeriksaan fisik normal mengalami gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering membuat tak berdaya. Gejala harus mulai sebelum usia 30 tahun dan sudah beberapa tahun dan sesuai dengan DSM-TR-IV. Penatalaksanaan bersifat psikoterpeutik dan psikofarmakologi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Moore DP, Puri BK. Textbook of clinical neuropsychiatry and behavioral neuroscience. rd
3 Ed, Florida: Taylor & Francis Group; 2012.p. 342-4 2. Dacre J, Kopelman P. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: EGC; 2004.h. 265-286 3. Phillips KA. Somatoform and factitious disorders. Washington DC: American Psychiatric Publishing; 2004.p. 1-20 4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993.h. 211-2. 5. VIdebeck SL. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC; 2008.h. 393 6. Doctor RM, Shiromoto FN. Trauma and traumatic stress disorders. New York: Library of Congress Catalogin-in-Publication Data; 2009.p. 46-8 rd
7. Bourke, Castle, Cameron. Crash course psychiatry. 3 Ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008.p. 115.