*$1**8$1620$7,6$6,
I.
PENDAHULUAN
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Gangguan Gangguan
somatisasi somatisa si dibedakan dari gangguan gangguan somatoform lainnya karena karena banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang multipel (sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun) dan disertai dengan penderitaan penderitaan psik ologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku perilaku
mencari bantuan medis yang
berlebihan. (1) Gangguan ini merupakan pasien -pasien yang terutama menunjukkan keluhan somatis yang tidak dapat dijelaskan dijelaskan dengan dengan adanya adanya gangguan gangguan depresif, a nxietas atau penyakit medis. Ada dua gangguan yang termasuk dalam kelompok gangguan somatoform: pertama, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran bahwa gejala yang ada merupakan bukti adanya penyakit (hipokondriasis) atau deformitas (dismorfofobia), dan kedua, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran tentang gejala somatik itu sendiri (antara lain gangguan somatisasi, disfungsi autonomikk persisten, dan gangguan nyeri somatoform somatoform persisten). persisten) .(2) Gambaran Gambaran somatisasi telah dikenal dikenal sejak zaman mesir kuno. Na ma awal untuk gangguan somatisasi adalah histeria, suatu kedaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya mengenai wanita. Kata ³histeria´ didapatkan dari bahasa yunani untuk rahim,
hystera.(1.2)
II. DEFINISI
Somatisasi
adalah suatu proses seseorang mengalami dan mengungkapkan mengungkapkan rasa
ketidaknyamanan ketidaknyamanan emosional emosional atau stres psikososial dengan menggunakan menggunakan gejala gejala -gejala -gejala fisik.(2.3)
III. EPIDEMIOLOGI EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup menderita gangguan pada populasi umum diperkirakan adalah 0,1 sampai dengan dengan 0,2 persen, wal wal aupun beberapa beberapa kelompok penelitian percaya
bahwa angka sesungguhnya mungkin mendekati 0,5 persen. Wanita dengan gangguan somatisasi melebihi jumlah laki -laki sebesar 5-20 kali, walaupun perkiraan tertinggi mungkin karena kecendrungan awal yang tidak mendia gnosis gangguan somatisasi pada laki -laki. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa gangguan somatisasi sering kali bersama-sama dengan gangguan mental lainnya. Kira -kira dua pertiga dari semua pasien dengan gangguan somatisasi memiliki gejala psikiatrik yang dapat di identifikasi. (1)
IV. ETIOLOGI
Penyebab gangguan somatisasi belum diketahui dengan pasti tetapi Banyak teori telah diajukan untuk menjelaskan penyebab somatisasi yaitu: 1. Neorologis Pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk menyebabkan gangguan pada pemrosesan atensi onal. 2. Psikodinamak Somatisasi
merupakan suatu mekanisme pertahanan.
3. Perilaku Somatisasi
merupakan suatu perilaku yang dipelajari sehingga pendorong -
pendorong lingkungan melestarikan perilaku sa kit yang abnormal. 4.
Sosiokultural
Cara-cara ³benar´ menghadapi emosi dan perasaan -perasaan ditetapkan oleh budaya. Teori-teori ini satu sama lain tidak eksklusif , dan kemungkinan somatisasi
merupakan
suatu fenomena komplek dengan banyak faktor resiko yang memainkan penyebabnya. Pada seorang pasien tertentu, tiga kesatuan atau kelompok faktor berikut dapat ditemukan: a. Faktor predisposisi Termasuk karakteristik biologi, perkembangan, kepribadian, dan sosiokultural pasien. Teori bahwa soamtisasi disebabkan ole h pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk (inhibisi kortikufugal). b. Faktor pencetus Termasuk peristiwa -peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres (misal: penyakit) dan konflik antar pribadi. c. Faktor penunjang
Termasuk interaksi-interaksi antar pasien, keluarga dan dokter dan sistem sosial. Keuntungan finansial dan bentuk -bentuk lain keuntungan sekunder memperkuat somatisasi, demikian pula faktor -faktor iantrogenik seperti pengujian yang tidak perlu , efek samping obat, dan komplikasi pemeriksaan pemeriksaan invasif.
(4)
V. GAMBARAN KLINIS
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan -keluhan gejala fisik yang berulang ulang disertai dengan permintaan pe meriksaan medik, meskipun sudah berkali -kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialamin ya, bahkan meskipun didapatkan gejala -gejala anxietas dan deprasi.
(5)
VI. DIAGNOSIS
1.
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
a. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
(3)
b. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahkan tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan -keluhannya. c. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan -keluhannya dan dampak dari perilakunya. 2.
(5)
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi
a.
Satu
atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain. b. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain. c. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat -buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura -pura).
d. Gejala atau defis it tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural. e. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang berm akna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis. f.
Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisa si, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
(3.5)
3. Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis a. Keyakinan yang menetap adanya sekurang -kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan -keluhannya, meskipun pemerik saan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas
atau
perubahan bentuk penampilan fisiknya (tidak sampai waham). b. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan
dari beberapa
dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya. (5) c. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
4.
(3)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform Tidak Terinci a.
Keluhan-keluhan fisik yang bersifat multipel, berfariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi.
b.
Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan -keluhanya. (5)
5. Kriteria diagnostik disfungsi otonomik somatoform.
a. Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas/ flushing, yang menetap atau menganggu. b. Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas). c. Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius ( sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan-penjelasan dari para dokter.
d. Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem atau organ yang dimaksud. (5)
6.
Kriteria diagnostik gangguan nyeri somatoform menetap
a. Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik. b. Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut. c. Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis, untuk yang bersangkutan.
(5)
7. Kriteria diagnostik gangguan somatoform lainnya.
a. Pada gangguan ini keluhannya
tidak melalui sistem saraf otonom,
dan
terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Ini sangat berbeda dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform yang tak terinci yang menunjukkan keluhan yang banyak dan berganti -ganti. b. Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan ja ringan. (5)
VII.
TERAPI
1. Farmakoterapi Tidak ada percobaan klinis terapi obat yang adekuat untuk somatisasi primer. Obat obat yang yang efektif dalam situasi -situasi sebagai berikut : a. Gejala-gejal spesifik yang sulit disembuhkan seperti nyeri kepala, mialgia, dan bentuk-bentuk penyakit kronik lainnya dapat hilang dengan antidepresan trisiklik. Demikian pula pasien -pasien cemas dengan terapi aprazolam, benzodiazepin, atau beta-bloker. Walaupun pasien -pasien tersebut tidak memnuhi kriteria gangguan panik atau kecemasan. b. Obat-obat simtomatik murni (misal: analgetik, antasida) 2. Konsultasi psiatrik Kita harus merujuk pasien pada suatu pelayanan hubungan konsultasi atau kepada seorang dokter ahli jiwa.konsultasi mengakibatkan intervensi
psikiatrik jangka
pendek selain strategi -strategi penatalaksanaan yang dianjurkan oleh dokter di perawatan primer . Pasien dengan somatisasi kronik berat mungkin mendapatkan perbaikan dengan program-program terapi rawat inap.
(4)
3.
Strategi
penatalaksanaan
Terapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy) akan bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan somatisasi utama. Pasien mugkin perlu dibantu untuk mengenali dan mengatasi stresor sosial yang dialami.
VIII.
1.
(2)
PROGNOSIS
Sebagian
besar pasien dengan gejala-gejala somatik fungsional sembuh tanpa
intervensi khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang akut dan durasi gejala yang singkat, usia muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak ada penyakit organik, dan tidak ada gangguan kepri badian. 2. Prognosa jangka panjang untuk pasien gangguan somatisasi dubia ad malam , dan biasanya diperlukan terapi sepanjang hidup. Bila somatisasi merupakan sebuah ³topeng´
atau gangguan psikiatrik lain, prognosanya tergantung pada prognosis
masalah primernya. 3. Gejala-gejala konversi yang diskret mempunyai prognosis yang lebih baik. Gejala gejala ini meungkin dapat hilang secara spontan bila sudah tidak diperlukan lagi atau berespons baik terhadap psikoterapi spesifik.
IX.
(4)
KESIMPULAN y
Gangguan psikosomatis merupakan gangguan yang melibatkan antara pikiran dan tubuh. Hal ini berarti bahwa adanya faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.
y
Komponen emosional memainkan penanan penting pada gangguan psikosomatis.
y
Manifestasi penyakit fisik juga sering dit urunkan dan kepnibadian seseorang.
y
Gangguan psikosomatis dapat rnelibatkan berbagai sistem organ di dalam tubuh sehingga memerlukan penanganan secara terintegrasi dari ahli medis dan ahli psikiatri.
y
Pengobatan gangguan psikosomatik dani sudut pandang psiki atrik adalah tugas yang sulit.
y
Tujuan terapi haruslah mengerti motivasi dan mekanisme gangguan fungsi dan untuk membantu pasien mengerti sifat penyakitnya.
y
Tilikan tersebut harus menghasilkan pola perilaku yang berubah dan lebih sehat.
y
Terapi kombinasi sangat bermanfaat untuk mencapai resolusi gangguan struktural dan reorganisasi gangguan kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan HI,
Sadock
Bj, sinopsis psikiatri jilit II, edisi ketujuh, binarupa aksara, Jakarta:
1997, hal 84 -90 2. Maramis FM, Albert AM, catata n Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi kedua, Airlangga University Press, Jakarta: hal 315 -316 3. Perdamean Engelberta, hari
kesehatan
Jiwa
Sinopsis Sehari Sedunia,
kesehatan Jiwa dalam Rangka Menyambut
Update
27
oktober
2007,
Availible
from
http://www.idijakbar.com/prosiding/gangguan -somatoform.htm 4. Mangel MB. Dkk, Referensi Manual Kedokteran Keluarga, Editor edisi bahasa Indonesia, perpustakaan Nasional, jakarta:2001 hal 701-709 5. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan jiwa, Rujukan Ringkasan dari PPDGJ III, jakarta: 2001, hal 84 -86