GANGGUAN KOGNITIF PADA PARKINSON PARKINSON
Oleh: dr. Putu Setiani
Pembimbing: dr. Ketut Widyatuti! S".S
#AGIAN$ S%F N&URO'OGI FAKU'TAS K&DOKT&RAN UNI(&RSITAS UDA)ANA D&NPASAR *+,-
#A# I P&NDAU'UAN
Parkinson’s disease (PD) merupakan penyakit neurodegeneratif yang berkembang lambat dan synucleinopathic. Degenerasi sistem neurotransmitter menyebabkan gejala dan tanda yang beragam. Gangguan system dopamine sentral, dikombinaskan dengan degenerasi sel dopaminergic di subtansia nigra menyebabkan defisiensi dopaminergic di striatal yang bila melewati ambang batasnya akan bermanifestasi menjadi gejala parkinsonisme motorik yaitu bradykinesia, hipokinesia, rigiditas, tremor , dan hilangnya refleks postural. elain proses degenerasi pada sel dopaminergic di subtansia nigra, sistem dopaminergic ekstranigral di area tegmentum !entral juga terganggu, seperti misalnya system kolinergik (nukleus basalis Meynert ), system noradrenergic (locus cereleus), dan system serotoninergic (nucleus raphe dorsalis). Degenerasi struktur ini bermanifestasi sebagai gejala non motorik seperti gangguan otonom, depresi, disfungsi kognitif, demensia, dan gejala psikosis. ebagai aturan, gejala ini seringkali bermakna dalam menentukan kualitas hidup pasien dan caregivers dibandingkan gejala motorik. Pada beberapa kasus, demensia dapat muncul mendahului gejala motorik Parkinson atau terjadi dalam beberapa bulan setelah munculnya gejala motorik. "eadaaan ini disebut demensia dengan Lewy Bodies (D#$). Gangguan kognitif (Cognitive impairment/CI ) merupakan kecacatan berarti bagi penderita dan beban bagi caregivers. "arakteristiknya sangat ber!ariasi baik dalam domain kognitif yang terganggu, onset kejadian serta tingkat keparahannya. Pada %&' penyakit Parkinson ( Parkinson’s isease/P) yang tidak diobati mengalami gangguan pada saat diagnosis dan berpengaruh signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas (PD*+, -%).
#A# II TIN/AUAN PUSTAKA
*., De0inii
Gangguan kognitif ini meliputi demensia !Parkinson’s isease with dementia/P) dan gangguan kognitif tanpa demensia (Cognitive Impairment "on emensia/CI"). Gangguan ini dikaitkan dengan penitipan pasien PD di panti jompo, kematian, dan peningkatan beban bagi caregi!er. (PD*+, -%).
*.* &"idemi1l1gi
Parkinson’s diasease dengan demensia (PDD) memiliki pre!alensi sekitar -' dan resiko kecacatan seumur hidup mencapai /-'. $iasanya butuh waktu yang lama dari awalnya 0+1D timbul menjadi demensia. Dilaporkan bahwa 0+1D sering ditemukan pada awal PD dengan penundaan hingga - tahun sebelum timbulnya demensia. (PD*+, -%). Pre!alensi 0+ diperkirakan sekitar -' dan ber!ariasi tergantung dimana studi dilakukan. Di 1orwegia dalam waktu / tahun terjadi demensia pada 2/,'. esiko menderita demensia pada PD 3 kali lebih tinggi dibadning pada kelompok control degan umur ynag sama. Pre!alensi demensia pada PD diperkirakan antara -4-'. Demensia berhubungan dengan umur yang lebih tua pada onset penyakit, jenis kelamin laki4laki, se!eritas, durasi yang lama, dan disabilitas berat. 5sia tua dan keparahan gejala motorik merupkan prediktor utamanya terjadinya demensia. (PD*+, -%) 6aktor resiko untuk mengalami 0+ dan demensia adalah usia lebih dari 2tahun, skor 5PD 7 8, disertai depresi, mengalami gejala mania, agitasi, disorientasi, dan psikosis ketika diterapi dengan le!odopa, #acial masking saat didiagnosis, adanya stress psikologis, adanya gangguan kardio!askular, status ekonomi, dan tingkat pendidikan yang rendah, bradykinesia, dan gangguan postural. (PD*+, -%).
*.2 %ani0etai 3lini ,. PD4related 51gniti6e im"airment
Gangguan kognitif yang sering dihubungkan dengan PD, meskipun deficit sangat ringan dan tidak bergejala, atau tidak mempengaruhi akti!itas hdup sehari4 hari. Gangguan kognitif yang sering muncul pada PD non demensia adalah gangguan eksekutif. 6ungsi
eksekutif
adalah
istilah
yang
luas,
diguinakan
untuk
mendeskripsikan sekumpulan fungsi kognitif yang terlibat dalam realisasi berdasarkan tujuan ( goal$directed ), perilaku adaptif yang merespon terhadap situasi sekeliling yang baru yang menantang. +nstrument untuk meraih tujuan ini termasuk atensi (attention), inhibisi (inhibition), manajemen tugas (task management ), perencanaan ( planning ), monitoring , dan koding (coding ). indrom diseksekuti#, menyerupai deficit kognitif pada pasien lobus frontal, merupakan inti dari disfungsi kognitif dan demensia pada PD, dan biasanya satu dari gejala kognitif yang ditemukan pada PD. Disamping disfungsi eksekutif, juga ditemukan bukti meyakinkan adanya deficit !isuospasial pada pasien PD non demensia. Disfungsi !isuospasial pada PD bisa dijelaskan melalui peran perencanaan ( planning ) dan perubahan atensi ( shi#ting o# attention) yang dibutuhkan dalam fungsi !isuospasial. is#ungsi mnemonik juga dilaporkan pada PD, terutama de#icit working memory dan e%plicit memory. &orking memory adalah kemampuan untuk menahan representasi internal pada memori jangka pendek ( short$term memory) dan
memanipulasi
informasi
menmonik
ini
dalam
rangkaian
untuk
memungkinkan perilaku adaptif yang berdasarkan representas ini dibandingkan dengan stimulus seketika. "ebanyakan studi menemukan memori jangka pendekyang masih intak pada pasien non demensia. Proses eksekutif yang bekerja dalam konten memori terkadang terganggu. Gangguan e9plicit memory pada PD dapat diulang dengan semantic cueing atau probing . :eskipun informasi baru telah tersimpan, namun tidak bisa segera diakses, sehingga mengarah adanya gangguan dalam penyimpanan informasi. "esimpulannya, analog dengan fungsi
!isuospasial,
fungsi
mnemonic
tampaknya
terganggu
sekunder
karena
ketergantungannya dengan fungsi eksekutif. $eragam studi menunjukkan adanya bradi#enia pada PD, meskipun hal ini masih menjadi kontro!ersi. Penurunan kecepatan kognitif dapat merupakan konsekuensi pasien dengan demensia ringan atau depresi.
*. PD4related dementia 7PDD dan D'#8
Pada sejumlah pasien, deficit kognitif dapat terjadi mendahului dementia. Pre!alensi dan insiden dapat ber!ariasi tergantung studi, diduga karena perbedaan dalam populasi pasien, design studi, dan kriteria diagnosis PD dan dementia. Pada studi cross sectional , pre!alensi demensia pada PD berkisar dari %-4;-'. 6aktor yang berkaitan dengan pre!alensi ini adalah usia saat ini, usia saat pertama kali didagnosis PD, derajat keparahan penyakit, depresi, dan adanya gejala Parkinson atipikal. tudi prospektif juga melaporkan insiden kumulatif %&48' (dengan periode #ollow$up ber!ariasi dalam studi ini). Pada studi prospektif dengan #ollow$ up / tahun, 2/,' pasien berkembang menjadi demensia.
memori
sering
dijumpai,
namun
tidaklah
terlalu
parah
dibandingkan
ementia with Lewy bodies !LB( berkisar %84-' dari jumlah pasien demensia. PDD dan D#$ memiliki banyak kemiripan klinis dan patologis sehingga seringkali sulit dibedakan, kecuali untuk gejala temporal pada demensia dan psikosis pada Parkinson. D#$ dimulai dengan gejala penurunan fungsi kognitif progresif dengan atensi fluktuatif dan halusinasi yang muncul setelah ataupun bersamaan dengan gejala motorik Parkinson.
%ani0etai "i31ti3 "ada PD4related dementia
Gejala psikotik merupakan temuan menetap pada PDD dan D#$. =alusinasi (adanya persepsi sensorik tanpa adanya stimulus eksternal), terutama !isual adalah keluhan yang paling sering. $erbeda dengan psikosis karena terinduksi >at ataupun psikosis pada delirium (kondisi yang sering menyertai PD), halusinasi ini bisa bersifat menetap, berfluktuasi, ataupun berulang dan tidak seperti ski>ofrenia, halusinasi ini tidak berhubungan dengan waham, bicara kacau, dengan atau gejala negati!e, dan umumnya muncul setelah usia 8- tahun. =alusinasi yang muncul biasanya berbentuk obyek yang familiar dan cenderung tidak membahayakan dan bentuknya beragam, seperti misalnya arwah keluarga yang sudah meninggal ataupun jenis binatang tertentu. Pada saat ini tilikan diri masih baik. 1amun ketika tes realita terganggu pada demensia yang progresif, halusinasi akan berkembang menjadi sifatnya yang dirasakan pasien mengancam dan membahayakan nyawanya sehingga akan merangsang kepanikan dan kecemasan sehingga tilikan dirinya terganggu. =alusinasi pada D#$ bercirikan muncul sebelum gejala motorik Parkinson, sedangkan pada PD biasanya gejala halusinasi muncul setelah bertahun4tahun sesudah gejala motorik atau selama terjadinya perburukan fungsi kognitif. Pada kasus gejala halusinasi pada PD dapat muncul di awal perjalanan alamiah bila diakibatkan oleh >at tertentu ataupun efek komorbid gangguan psikitri, dengan halusinasi yang bersifat tidak fluktuatif, disertai ketakutan, dan bentuknya seringkali halusinasi !isual. elusi (keyakinan salah yang bertentangan dengan realita) jarang dikeluhkan dibandingkan halusinasi, baisanya bersifat waham curiga pasangan selingkuh, cemburu, dibohongi, bersifat tidak bi)arre. ?erkadang delusi ini juga disertai dengan
halusinasi olfaktorik dan atau taktil. Deficit atensi dan fungsikognitif yang berfluktuasi juga ditemukan pada PDD.
*.9 Pat10ii1l1gi gangguan 31gniti0 dan demenia "ada PD
Patofisiologi disfungsi kognitif pada PD demensia dan non demensia masih merupakan teka4teki. ejumlah perubahan neuropatologi dan neurokimiawi pada PD diduga terlibat termasuk dener!asi dopaminergic sentral. Di awal tahun %&/3,
oleh
degenerasi system dopaminergik
mesokortikal , terutama yang berasal dari area tegmentum !entral. fek kognitif dari dopaminomimetik bersifat heterogen. Pada beberapa studi, terutama pada fase awal, ditemukan efek positif fungsi eksekutif, memori (working), dan atensi. edangkan di studi lainnya tidak ditemukan adanya kelainan seperti diats. 6ungsi kognitif pada PD berkorelasi dengan gejala respon4non4le!odopa (gejala aksial dan gangguan gaya berjalan@ gait diturbances), namun tidak berkorelasi dengan gejala respon4le!odopa (akinesia dan rigiditas). Dopaminomimetik kemungkinan memperbaiki ataupun mengganggu performa kognitif sesuai dengan integritas sirkuit mesokortikal dan nigrosriatal . istem dopaminergik berkontibusi terhadap progresi!itas deficit kognitif pada demensia. =al ini ditunjang dengan adanya hubungan antara demensia dan hilangnya neuron dopaminergic di medial subtansia nigra, nukelus kaudatus , area mesokortikal , area mesolimbic, dan di area tegmentum ventral , dengan proyeksi dopaminergic ascending ke mesokortikal dan mesolimbic. Defisiensi demensia.
dopamin
ystem
neuromodulator
juga
semata4mata
non4dopaminergik dipengaruhi,
tidak juga
serta terlibat.
seperti serotonin,
merta
menyebabkan
$eragam
system
noraderenalin,
dan
kolinergik . =ilangnya neuron di lokus sereleus dan atau dener!asi noradrenergic kortikal juga dihubungkan dengan P$related dementia, sedangkan hilangnya neuron sertoenrgik di nucleus dorsal raphe (D1) hanya berhubungan degan depresi, bukan dengan demensia. Perry dkk melaporkan adanya hubungan antara defisiensi kolinergik dengan demensia. ?idak hanya pada
neuropatologis subkortikal
pada PDD,
perubahan kortikal juga berperanan dalam etilogi demensia pada PD. Patologi
heimer. Dementia pada PD merupakan kombinasi perubahan patologis di tingkat subkortikal dan kortikal. :ekanisme subkortikal meliputi defisiensi dopaminergic di area nucleus kaudatus dan area mesokortikal, menyebabkan gangguan eksekutif, dan defisiensi kolinergik kortikal, terutama karena degenerasi nukleus basalis Meynert . 5ntuk lebih memahami mekanisme patofisiologi disfungsi kognitif pada PD lebih baik lagi, studi ense#alogra#imagnetik/magnetic encephalographic !M+( menunjukkan hasil perlambatan irama latar belakang saat istirahat, termasuk irama theta, gamma, beta, yang ditemukan pada pasien non demensia, namun dengan gangguan kognitif yang rinagn. Pada pasien PDD, perlambatan irama saat istirahat terutama irama delta dan al#a.
*. Diagn1i
"riteria spesifik untuk diagnosis klinis PD demensia dikeluarkan oleh Movement isorders -ociety. $ertujuan untuk identifikasi epidemiologis, klinis, penyerta, dan gambaran patologis PDD, telaah sistematis telah dilakukan oleh para anggota perkumpulan ini. PDD bercirikan adanya gangguan atensi, memori, eksekutif, dan fungsi !isuospasial, dengan kombinasi gejala apatis, perubahan afek dengan atau tanpa halusinasi, yang disebabkan oleh degenerasi Lewy$body type di korteks sererbi dan limbik.
*.; Strategi Tera"euti3 "ada PDD
+nter!ensi farmakologis terkini pada demensia adalah simptomatik dan berdasarkan pada kompensasi hilangnya akti!itas kolinergik di korteks. Pada
bermnafaat
dilaporkan
pada
penggunaan
cholinesterase
inhibitors
galantamine, rivastigmine, dan donepe)il . eperti yang diketahui, menurunnya proyeksi ascending cholinergic dari nukleus basalis Meynert yang lebih berpengaruh pada PDD dan D#$ dibandingkan
penurunan dosis antiparkinson merupakan strategi yang dapat dipertimbangkan. Pada psikosis endogen, terutama pada D#$ dan PDD, cholinesterase inhibitor dapat dipilih. Gejala pada PD seringkali hasil dari factor endogen dan eksogen, sehingga kombinasi strategi keduanya dapat digabungkan. Profil gangguan kognitif pada PD dapat dilihat dari berbagai area kognitif yaitu fungsi atensi dan eksekutif. heimer’s disease (
seperti a#asia, apraksia, atau agnosia jarang sekali ditemukan pada PDD, walaupun ditemukan halusinasi persisten atau rekuren dan delusi. .he Movement isorders -ociety telah mengusulkan kriteria spesifik untuk diagnosis klinik demensia yang berhubungan degan PD. Ditemukan PDD memiliki karakteristik gangguan atensi, memori, fungsi eksekutif dan !isuospasia yang dikombinasikan degan apatis, gangguan afektif dan atau halusinasi karena degenerasi tipe Lewy bodies di korteks serebri dan struktur limbik. (PD*+, -%).
Tabel ,. Gambaran 3lini demenia yang berhubungan dengan PD 7P&RDOSSI! *+,28
"arakterisik 5tama
"arakteristik berhubungan
"arakteristik beragam
indrom demensia yang slowly progresi#0 dalam konteks PD denganB Gangguan lebih dari satu domain kognitif • "edaan yang memburuk dibandingkan sebelum • menderita PD Deficit yang menganggu daily activities0 • yang •
Tabel *. %ani0etai Klini PD4related Dementia 7W1lter! *++<8
Tabel 2. Kriteria Diagn1i Pr1bable dan P1ible PD4related Dementia 7W1lter! *++<8
#A# III K&SI%PU'AN
$aik pada Parkinson’s disease$related dementia (PDD) dan D#$ tidak semata4mata merupakan factor yang penting dalam perawatan pasien, namun juga berhubungan dengan meningkatnya mortalitas. Gejala motorik Parkinson berpotensi dapat diobati, sehingga identifikasi gejala klinis mayor bermanfaat untuk perawatan dengan caregivers di rumah dibandingkan degan perawatan di rumah sakit yang akan mengurangi biaya perawatan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA