Tugas PGD dr.NELVIRINA GAGAL HATI FULMINAN Definisi Gagal hati fulminan adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh nekrosis sel hati yang luas, diikuti kegagalan fungsi hati secara mendadak, yang ditandai dengan ensefalopati yang timbul dalam waktu kurang dari 8 minggu setelah gejala pertama penyakit hati. Etiologi Gagal hati fulminan paling sering merupakan komplikasi hepatitis virus (A,B,D,E, mungkin C dan lain-lain). Risiko tinggi gagal hati fulminan yang tidakbiasa terjadi pada orang muda yang menderita infeksi campuran dengan hepatitis virus B (HBV) dan hepatitis D.Mutasi pada daerah precore DNA hepatitis virus B dihubungkan dengan hepatitis berat dan fulminan. Hepatitis B juga menyebabkan beberapa kasus gagal hati fulminan yang tanpa petanda serologis infeksi HBV tetapi dengan DNA HBV yang ditemukan dalam hati. Hepatitis C dan E jarang menyebabkan gagal hati fulminan di Amerika Serikat. Hepatitis fulminan non A non B merupakan penyebab yang paling sering dari gagal hati fulminan pada anak. Penyakit ini biasanya terjadi sporadis dan tanpa faktor risiko parenteral hepatitis B atau C. infeksi virus Epstein Barr, herpes simpleks, adenovirus, enterovirus, sitomegalovirus dan varisela zoster bisa menyebabkan gagal hati fulminan. Berbagai
obat
dan
bahan
kimia
hepatotoksik
juga
dapat
menyebabkan gagal hati fuminan. Seperti karbon tetra klorida, jamur Ammanita
phalloides,
atau
dosis
asetaminofen
yang
berlebihan.
Kerusakan idiosinkrasi bisa pasca pemakaian obat-obat seperti halotan atau natrium valproat. Iskemia dan hipoksia akibat oklusi vaskuler hepatik, gagal jantung kongestif, penyakit jantung bawaan sianotik atau syok sirkulasi bisa menyebabkan gagal hati. Gangguan metabolik yang berhubungan dengan gagal hati adalah penyakit Wilson, perlemakan hati akut kehamilan, galaktosemia, tirosinemia
herediter,
intoleransi
fruktosa
herediter,
penyakit
penyimpanan besi neonatus, defek pada β-oksidasi asam lemak, dan defisiensi pengangkutan elektron mitokondria. Patogenesis Mekanisme yang menyebabkan gagal hati fulminan masih kurang dimengerti. Belum diketahui mengapa hanya sekitar 1-2% penderita dengan hepatitis virus mengalami gagal hati. Destruksi masif hepatosit bisa menggambarkan efek sitotoksik virus langsung dan respon imun terhadap antigen virus. Sepertiga sampai setengah penderita dengan gagal hati akibat HBV menjadi negatif untuk HbsAg serum dalam beberapa hari penyajian dan sering tidak dapat mendeteksi HbeAg atau DNA HBV dalam serum. Penemuan ini mengesankan suatu respon hiperimun
terhadap
virus
yang
mendasari
nekrosis
hati
masif.
Pembentukan metabolit hepatotoksisk yang melekat secara kovalen pada unsur pokok sel makromolekul dilibatkan dalam jejas hati yang disebabkan oleh obat-obatan seperti asetaminofen, dan isoniazid. Gagal hati fulminan bisa pasca pengosongan substrat intraseluler yang terlibat pada
detoksifikasi,
terutama
glutation.
Apapun
penyebab
jejas
hepatosit, berbagai faktor bisa turut berperan pada patogenesis gagal hati, termasuk gangguan regenerasi hepatosit, perubahan perfusi parenkim, endotoksemia, dan penurunan fungsi retikuloendotelial. Klasifikasi Berdasarkan interval waktu antara timbulnya ikterus dan ensefalopati, gagal hati dibagi menjadi 3 kategori: (1) gagal hati hiperakut yaitu bila ensefalopati timbul dalam 1 minggu sejak timbulnya ikterus; (2) gagal hati akut bila ensefalopati timbul 18-28 hari sejak terjadinya ikterus; dan (3) gagal hati sub akut bila ensefalopati timbul dalam minggu ke 5-12 sejak terjadinya ikterus. Tabel 1. Klasifikasi Gagal Hati Akut Interval jaundiceEdema Otak Prognosis Ensefalopati
Penyebab
Hiperakut
<7 hari
Sering
Sedang
Virus A,B Acetaminophen
Akut
8-28 hari
Sering
Jelek
Non-A/B/C;obat
Sub-akut
29 hari - 12 mg
Sering
Jelek
Non-A/B/C;obat
Gejala klinis Gejala klinis sangat bervariasi, merupakan gabungan antara gejala kelainan hati dan ensefalopati, mulai yang ringan sampai koma. Pada bayi perjalanan penyakit progresif dan bayi meninggal sebelum ikterus tampak. Gejala hepatitis diantaranya lemah, panas, anoreksia, muntah, nyeri perut, ikterus, kencing keruh, tinja akolis. Gejala neurologis berupa gangguan tingkah laku, pusing, sakit kepala, perubahan irama tidur, gangguan koordinasi dengan flapping tremor, refleks tendon yang meningkat, dan refleks Babinsky positif, hingga fase akhir terjadi hipotoni dan refleks-refleks menghilang.
Diagnosis Selain
anamnesis,
pemeriksaan
pemeriksaan penunjang
juga
fisik
dan
neurologis,
beberapa
diperlukan dalam menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan laboratorium Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan diantaranya ialah peningkatan serum transaminase sebanyak 70-100x nilai normal, peningkatan bilirubin direk dan total dimana bila bilirubin direk >4 mg/dl menunjukkan prognosis yang buruk, nilai alkali fosfatase dapat normal atau meningkat, terdapat
faal hemostasis yang memanjang, kadar
albumin serum pada fase awal dapat normal dan menurun pada fase lanjut. Kadar albumin rendah menunjukkan prognosis buruk. Selain itu didapatkan adanya hipoglikemia khususnya pada bayi, peningkatan kadar serum kreatinin signifikan yang mengarah pada hepatorenal sindrom, adanya hiponatremia dan hipokalemia, kadar fosfat yang rendah, kadar serum amonia meningkat secara drastis, peningkatan serum laktat sebagai akibat gangguan perfusi jaringan dan penurunan klirens oleh hati. Pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik sebagai akibat hepatopulmonari sindrom dan dapat dilakukan pemeriksaan serologi terhadap etiologi gagal hati fulminan.
Pemeriksaaan penunjang lain, diantaranya : • EEG • USG hati (Doppler) • CT scan atau MRI abdomen • CT scan kepala • Biopsi hati Tatalaksana Tujuan
pengobatan
adalah
mempertahankan
fungsi
otak,
ginjal,
pernafasan sampai terjadi regenerasi hati serta mencegah terjadi komplikasi, dengan pengawasan yang intensif dan berkesinambungan, meliputi : a. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui pemberian cairan intravena dan mempertahankan kadar Natrium dan Kalium darah.
b. Diet yang berupa tinggi kalori, tinggi karbohidrat dan cukup lemak. Protein diberikan 0,5-1 g/kgBB/hari. c. Pengobatan terhadap perdarahan Timbulnya perdarahan merupakan akibat defisiensi faktor-faktor pembekuan, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), dan trombositopenia, dapat diberikan Vitamin K, plasma segar beku
(FFP),
faktor pembekuan diberikan bila waktu protrombin
memanjang lebih dari 10 detik, antasid dan antagonis reseptorH2 sebanyak 20 mg/kgBB/hari dan bila terjadi perdarahan diberikan darah segar. d. Pengobatan terhadap ensefalopati, dapat diberikan Neomisin 25 mg/kgBB tiap 8 jam, Laktulose enema 150cc dalam 500cc air 4 kali sehari, Laktulose oral 1 ml/kgBB 4 kali sehari
e. Pemberian sedatif harus dicegah, biila kejang diberi flumazenil (benzodiazepine-receptor antagonist) dan tidak boleh diberikan diazepam karena dapat menekan pusat pernapasan f. Antibiotik Jika diduga infeksi, sesuai hasil kultur.
g. Edema
serebri,
untuk
mengurangi
peningkatan
tekanan
intracranial dapat diberikan Manitol 0.5-1 g/kgBB iv bila tekanan intrakranial lebih dari 30 mmHg, dosis pemeliharaan 0.25-0.5 g/kgBB
iv
4
kali
sehari.
Pemberian
Kortikosteroid
masih
kontroversi dintara beberapa ahli. h. Gangguan ginjal Peritoneal dialisis atau hemodialisis bila terjadi gagal ginjal. i.
Gangguan pernafasan dapat dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik bila terjadi gagal nafas. Asidosis metabolik diberikan
Natrium
Bicarbonat
karena
dapat
memperbaiki
kesadaran dan meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak.
j. Usaha untuk menunjang fungsi hati, dilakukan tranfusi tukar (exchange transfusion), Dialisis peritoneal pada penyakit Wilson untuk membuang tembaga dengan menambah D-penicillamine ke dalam dialysate,
plasmapheresis pada gagal hati fulminan yang
menunggu transplantasi, Charcoal haemoperfusion dengan infus prostacyclin dan dipertimbangkan dilakukan transplantasi hati. Pemantauan Tekanan darah, nadi, suhu tubuh, produksi urin dan jika memungkinkan dengan tekanan vena
sentral. Pemeriksaan
laboratorium: darah
lengkap, fungsi ginjal dan fungsi hati, serum elektrolit, albumin, analisis gas darah dan urine lengkap.
Prognosis Mortalitas pada anak-anak sebesar 80-90% disebabkan edema serebri, sepsis, dan kerusakan multi organ. Angka keberhasilan hidup adalah sebesar 10-20%. Dipengaruhi oleh derajat koma, macam pengobatan, umur penderita, dan tergantung pada kemampuan regenerasi hati serta komplikasi yang terjadi. GAGAL HATI FULMINAN Gagal hati fulminan didefenisikan sebagai sindrom klinis akibat nekrosis hepatosit masif atau gangguan fungsional hepatosit berat pada penderita yang sebelumnya tidakmenderita penyakit hati. Gangguan ini biasanya berkembang setelah masa kurang dari 8minggu. Fungsi sintesis, ekskretori dan detoksikasi hati semuanya terganggu berat, dengan ensefalopati hepatik suatu kriteria diagnostik yang penting. Etiologi Gagal hati fulminan paling sering merupakan komplikasi hepatitis virus (A,B,D,E, mungkin C dan lain-lain). Risiko tinggi gagal hati fulminan yang tidakbiasa terjadi pada orang muda yang menderita infeksi campuran dengan hepatitis virus B (HBV) dan hepatitis D.Mutasi pada daerah precore DNA hepatitis virus B dihubungkan dengan hepatitis berat dan fulminan. Hepatitis B juga menyebabkan beberapa kasus gagal hati fulminan yang tanpa petanda serologis infeksi HBV tetapi dengan DNA HBV yang ditemukan dalam hati. Hepatitis C dan E jarang menyebabkan gagal hati fulminan di Amerika Serikat. Hepatitis fulminan non A non B merupakan penyebab yang paling sering dari gagal hati fulminan pada anak. Penyakit ini biasanya terjadi sporadis dan tanpa faktor risiko parenteral hepatitis B atau C. infeksi virus Epstein Barr, herpes simpleks, adenovirus, enterovirus, sitomegalovirus dan varisela zoster bisa menyebabkan gagal hati fulminan. Berbagai
obat
dan
bahan
kimia
hepatotoksik
juga
dapat
menyebabkan gagal hati fuminan. Seperti karbon tetra klorida, jamur Ammanita
phalloides,
atau
dosis
asetaminofen
yang
berlebihan.
Kerusakan idiosinkrasi bisa pasca pemakaian obat-obat seperti halotan
atau natrium valproat. Iskemia dan hipoksia akibat oklusi vaskuler hepatik, gagal jantung kongestif, penyakit jantung bawaan sianotik atau syok sirkulasi bisa menyebabkan gagal hati. Gangguan metabolik yang berhubungan dengan gagal hati adalah penyakit Wilson, perlemakan hati akut kehamilan, galaktosemia, tirosinemia
herediter,
intoleransi
fruktosa
herediter,
penyakit
penyimpanan besi neonatus, defek pada β-oksidasi asam lemak, dan defisiensi pengangkutan elektron mitokondria. Patogenesis Mekanisme yang menyebabkan gagal hati fulminan masih kurang dimengerti. Belum diketahui mengapa hanya sekitar 1-2% penderita dengan hepatitis virus mengalami gagal hati. Destruksi masif hepatosit bisa menggambarkan efek sitotoksik virus langsung dan respon imun terhadap antigen virus. Sepertiga sampai setengah penderita dengan gagal hati akibat HBV menjadi negatif untuk HbsAg serum dalam beberapa hari penyajian dan sering tidak dapat mendeteksi HbeAg atau DNA HBV dalam serum. Penemuan ini mengesankan suatu respon hiperimun
terhadap
virus
yang
mendasari
nekrosis
hati
masif.
Pembentukan metabolit hepatotoksisk yang melekat secara kovalen pada unsur pokok sel makromolekul dilibatkan dalam jejas hati yang disebabkan oleh obat-obatan seperti asetaminofen, dan isoniazid. Gagal hati fulminan bisa pasca pengosongan substrat intraseluler yang terlibat pada
detoksifikasi,
terutama
glutation.
Apapun
penyebab
jejas
hepatosit, berbagai faktor bisa turut berperan pada patogenesis gagal hati, termasuk gangguan regenerasi hepatosit, perubahan perfusi parenkim, endotoksemia, dan penurunan fungsi retikuloendotelial. Manifestasi klinis Anak dengan gagal hati fulminan biasanya sebelumnya sehat dan paling sering tidak mempunyai faktor resiko terhadap penyakit hati seperti hepatitis atau pajanan produk darah. Ikterus progresif, fetor hepatikus, demam, nafsu makan turun, muntah dan nyeri abdomen sering ada. Penurunan yang cepat ukuran hati tanpa perbaikan klinis merupakan tanda yang kurang menyenangkan. Diatesis hemoragis dan asites bisa timbul. Penderita harus diawasi dengan ketat terhadap ensefalopati hepatik, yang pada awalnya ditandai dengan gangguan
minor kesadaran atau fungsi motorik. Iritabilitas, makan sulit dan perubahan pada irama tidur mungkin merupakan satu-satunya temuan pada bayi. Asteriksis bisa ditunjukkan pada anak yang ebih besar. Penderita sering somnolen atau bingung atau bangun mendadak dan akhirnya hanya respon dengan rangsangan nyeri. Laboratorium Kadar bilirubin direk dan indirek serta aktivitas aminotransferase serum sangat meningkat. Namun, aktivitas aminotransferase serum tidak berkorelasi baik dengan keparahan sakit. Kadar amonia darah biasanya meningkat. Waktu protrombin selalu memanjang dan sering tidak membaik setelah pemberian vitamin K parenteral. Hipoglikemia bisa terjadi, terutama pada bayi. Hipokalemia, hiponatremia, asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik bisa terjadi. Pengobatan Manajemen gagal hati fulminan hanya suportif. Tidak ada terapi yang
diketahui
dapat
mengembalikan
jejas
hepatosist
atau
meningkatkan regenerasi hepar. Jika terjadi koma hepatikum harus ditangani dalam unit perawatan intensif. Mekanisme ventilasi dan pemberian oksigen sering dibutuhkan pada koma yang lanjut. Larutan glukosa
dan
elektrolit
mempertahankan
harus
diberikan
secara
intravena
untuk
output urine, mencegah hipoglikemia dan untuk
mempertahankan kadar kalium serum. Hiponatremi sering terjadi karena dilusi. Penambahan kalsium, fosfor dan magnesium parenteral mungkin dibutuhkan. Koagulopati harus diobati dengan pemberian vitamin K parenteral dan mungkin memerlukan plasma beku segar. Pemakaian antasid atau penyekat reseptor H2 profilaksis atau keduanya harus dipertimbangkan karena risiko tinggi terjadi perdarahan saluran cerna. Penderita harus diawasi dengan ketat terhadap infeksi. Sedikitnya 50% penderita mengalami infeksi serius. Edema serebral adalah komplikasi yang sangat serius yang berespon jelek terhadap pemberian kortikosteroid dan diuresis osmotik. Pemantauan tekanan intrakranial berguna dalam mencegah edema serebral berat. Masukan protein harus dibatasi atau dihentikan. Usus harus dibersihkan dengan enema. Laktulosa harus diberikan setiap 2-4 jam
oral atau melalui pipa nasogastrik dengan dosis (10-50 ml) cukup untuk menyebabkan diare.
Laktulosa adalah disakarida yang tidak bisa
diabsorbsi, dimetabolisasi menjadi asam organik oleh bakteri kolon, bahan ini menurunkan kadar amonia darah dengan menurunkan produksi amonia mikroba dan melalui penjeratan amonia dalam kandungan asam usus. Pemberian antibiotik neomisin bisa mengurangi produksi amonia yang dihasilkan bakteri usus. Flumazenil, suatu antagonis benzodiazepin, bisa menyembuhkan ensefalopati hepatik awal. Transplantasi hati dapat menyelamatkan hidup penderita yang mencapai stadium koma hepatikum lanjut. Prognosis Prognosis sangat bervariasi tergantung pada penyebab gagal hati dan derajat ensefalopati hepatik. Dengan dukungan medis yang intensif angka ketahanan hidup 50-60% terjadi pada gagal hati akibat kelebihan dosis asetaminofen dan pada infeksi virus hepatitis A dan B. Sebaliknya, penyembuhan dapat diharapkan hanya 10-20% penderita dengan gagal hati yang disebabkan oleh hepatitis non A, non-B, non-C atau penyakit Wilson yang mulai akut. Komplikasi utama seperti sepsis, perdarahan hebat, atau gagal ginjal meningkatkan mortalitas.