ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY S.N DENGAN DIAGNOSA CAD STEMI INFERIOR RIGHT VENTRIKEL ISKEMIK POSTERIOR LATERAL HIGH LATERAL + ITP + HAP MODE IDA JEAN ORLANDO
1. PENGKAJIAN (Perilaku Verbal).
Nama pasien
: Ny. S. N
Umur
: 46 tahun
Masuk rumah sakit
: 6 Mei 2017
Diagnosa medis
: CAD STEMI Inferior RV Iskemik Posterior LH + ITP+HAP +AKI
Pengkajian
: 09 Mei 2017
No. MR
: 0005146653
Agama
: Islam
Alamat
: KP. Cibodas, Bandung
Keluhan Utama : Pasien mengatakan dada terasa nyeri dan sesak
J ust usti fika fi kasi si :
Pada pasien CAD akan menunjukkan keluhan nyeri dada atau ketidaknyamanan didada, dada terasa sesak, mual dan muntah, perubahan hemodinamik, serta gangguan irama jantung (disritmia) (Chulay & Burns, 2006).
Rriwayat penyakit sekarang: Sejak 1 hari sebelum masuk rs klien mengeluh nyeri ulu hati yang dirasa tidak membaik setelah minum obat maag, keluhan nyeri dirasa makin memberat disertai penjalaran kepunggung. Klien datang dengan keluhan nyeri dada onset 20 jam
saat di RSHS, klien dirujuk dari RS Karisma Cimare dengan ACS
STEMI, klien telah mendapat terapi pengobatan: Aspilet 160 mg, CPG 300mg, Anastanin 1x40 mg, dobutamin 5 mcg/kg BB/menit, klien dirujuk karena ruangan penuh.
1
Pada saat di IGD mengeluh nyeri dada yang dirasakan seperti terhimpit beban berat dan menjalar ke punggung, mual serta keringat dingin membasahi baju, nyeri dada disertai sesak dan mudah lelah.
J ust usti fika fi kasi si :
Manifestasi klinis CAD yang mana lebih dominan sesak dan nyeri dada (manurung, 2006).
Apabila jantung bagian kanan dan kiri dalam keadaan gagal akhibat gangguan alitran darah dan bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagalnya pompan jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru, gejala yang muncul adalah nyeri, sesak nafas dan intoleransi (Aspiani, 2015)
Saat pengkajian klien mengeluh adanya sesak nafas, perawat jaga mengatakan klien sering menunjuk dadanya dan ketika ditanya apakah ia merasa terkadang sesak saat bernapas klien mengangguk, perawat juga mengatakan kien tampak mudah lelah, sesak jika dalam posisi fowler dan sering mengatur posisinya, terdapat batuk, kurang nafsu makan dan tidak bisa tidur, keluhan dirasakan sampai saat ini.
J ust usti fika fi kasi si :
Menurut Black, 2009 sesak terjadi kerena penurunan volume udara paru (vital capacity) yang digantikan oleh darah atau cairan interstitial. Kongesti pulmonal dapat menurunkan kapasitas vital paru sebesar 1500 mL atau kurang.
Nilai normal pada orang dewasa sekitar 16 – 20 x/ menit karena dipengaruhi oleh medula oblongata, kadar CO2 (Perry & Potter. 2006 ). Pernafasan klien mengalami peningkatan karena respon dari rasa takut pasien untuk melakukan ekpansi paru maksimal akibat nyeri yang dirasakan (Black.J.M, & Hawks.J.H, 2009).
Pada pengkajian TTV didapatkan TD: 110/80 mmhg, N= 80x/mnt, T = 36,7 oC, Saturasi = 95%, terpasang O2 binasal kanul 5 Lpm , RR= 26 x/mnt pola nafas cepat dan dangkal, terdapat bunyi ronki basah, klien mengeluh nyeri dada dalam
2
skala VDS diterangkan, klien mengeluh nyeri dirasakan saat posisi duduk, klien mengatkan nyeri seperti ditusuk, klien menggatkan nyeri didaerah dada, klien menggatkan skala nyeri 5, klien mengatkan nyeri hilang timbul, TB = 155cm, BB= 50 Kg, terdapat pupura dibagian ekstremitas bawah dan klien mengatakan sudah beberapa bulan mengalaminya, klien menggatakan tidak bisa memenuhi ADL, dan perawat jaga menggatakan klien terlihat lemah. Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat bengkak di kedua kaki sejak ± 1 tahun SMRS dirasakan hilang timbul. Riwayat terbangun tengah malam karena keluhan sesak yang berkurang dengan posisi duduk sering dialami klien dan klien sering tidur dengan 2 – 3 bantal. riwayat keluhan nyeri dada baru dirasakan saat ini.
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, hipertensi dan diabetes melitus.
Riwayat alergi:
Klien tidak ditemukan mengalami akergi makanan dan obat-obatan
Faktor resiko :
Klien memilki riwayat hipertensi sejak ± 10 tahun dengan tekanan darah tertinggi 170 mmhg rata-rata 140 mmhg, riwayat merokok sejak 20 thn yang lalu sebanyak 1 bungkus per hari, namun tidak ada riwayat DM dan dislipidemia.
J ust usti fika fi kasi si :
faktor risiko seseorang menderita CAD ditentukan melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko yaitu yang tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, suku/ras dan riwayat penyakit keluarga) dan faktor yang bisa dimodifikasi (merokok, aktivitas fisik, diet, displidemia, obesitas, hipertensi dan DM) (Bender et al, 2015)
Merokok dalam jangka yang lama akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner ko roner dengan den gan menurunkan level kolesterol ko lesterol HDL High (High density d ensity
3
lifid ), ), semakin banyak merokok semakin besar risiko terkena serangan jantung (Ramandika, 2016) 2016 )
Merokok dapat merubah metabolisme khususnya dengan meningkatkan kadar kolesterol darah mempunyai pengaruh yang besar terjadinya PJK (Muttaqin, arif, 2011)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh badan kesehatan korea dengan menggunakan Prosfektif Cohort study dengan jumlah 648.364 sampel didapatkan hasil penelitian bahwa semakin banyak jumlah rokok yang dihisap perhari semakin tinggi risiko terjadinya PJK dan penyakit lain (Hata dan Kiyohara, 2016)
Riwayat hipertensi akan menyebabkan peningkatan tegangan pada ventrikel kiri sehingga akan terjadi hipertropi ventrikel kiri yang pada akhirnya menurunkan kontraktilitas miokard (Silbernagl, 2007). Hal ini didukung pula dalam
Price , 2006 yaitu peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya akan terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung menjadi semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner. 1.1 Manifestasi Fisiologis (Perilaku Non Verbal).
1.1.1 Tanda- tanda Vital : (suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah, tinggi badan, dan berat badan) Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80 x/ mnt
Pernapasan
: 26 x/mnt
Suhu
: 36,7 oC
Tinggi badan
: 155 cm
Berat badan
: 50 kg
4
1.1.2 Pernapasan: Pada saat dilakukan inspeksi
terlihat pengembangan rongga dada
belum optimal, terdapat retaksi dinding dada dan penggunaan otot bantu pernafasan sternokledomasteudeus, pernafasan cepat dan dangkal, terpasang nasal canule O2 5 ltr/mnt. RR : 26 x/mnt, klien terlihat sesak dan meringis, Saat dilakukan palpasi tidak didapatkan benjolan atau massa serta krepitasi, pada saat dilakukan perkusi didaerah lapang paru di dapatkan bunyi sonor di daerah 6 lapang paru. Pada saat dilakukan auskultasi terdapat
bunyi nafas ronki
basah di daerah lobus superior pulmo sinistra, saturasi oksigen 92 %. 1.1.3 Sirkulasi/kardiovaskuler: Pada saat dilakukan inspeksi, Ictus cordis tampak JVP 5cm+4cm terlihat posisi trakea ditengah, saat dilakukan palpasi Ictus cordis teraba di ICS ICS VI (terjadi pembesaran),
denyut jantung teraba, thrill thrill
tidak teraba, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, dilakukan perkusi didapatkan bunyi redup di daerah batas kiri bawah jantung ICS VI dan saat di lakukan auskultasi didapatkan dada irama jantung tidak regular, bunyi jantung S1 dan S2, tidak terdapat bunyi jantung tambahan S3 ataupun bunyi mur-mur jantung.
Tanggal : 09-5-2017: jam 10.00 Wib Parameter
Nilai
Rujukan
nterpretasi
95%
95-99%
Normal
16 – 16 – 22 22 x/mnt
takipnea
60 – 60 – 100 100 x/mnt
Sinus
emodinamik (16.00)
Saturasi O2 Frekuensi Napas Frekuensi Nadi
26x/mnt 80 x/mnt
Rhytem Suhu perifer (T)
36,7 ºC
36 – 36 – 37,5 37,5 ºC
Normal
SV
76,3
50-110 ml/denyut
Normal
3,5 – 3,5 – 8,0 8,0 ltr/mnt
Normal
2,8 – 2,8 – 4,2 4,2 ltr/mnt
Normal
CO CI
6,2
3,7
5
Tekanan Darah (BP)
143/93 mmHg
100-125/70-85 mmHg
↑ (sistolik)
MAP
90
70 – 70 – 90 90 mmHg
normal
Nilai
Rujukan
nterpretasi
100%
95-99%
Normal
16 – 16 – 22 22 x/mnt
takipnea
60 – 60 – 100 100 x/mnt
Sinus
Tanggal : 10-5-2017: jam 08.00 Wib Parameter emodinamik (16.00)
Saturasi O2 Frekuensi Napas
25x/mnt
Frekuensi Nadi
80 x/mnt
Rhytem Suhu perifer (T)
36,1 ºC
36 – 36 – 37,5 37,5 ºC
Normal
SV
74,1
50-110 ml/denyut
Normal
3,5 – 3,5 – 8,0 8,0 ltr/mnt
Normal
6,0
CO CI
3,4
2,8 – 2,8 – 4,2 4,2 ltr/mnt
Normal
Tekanan Darah (BP)
123/87 mmHg
100-125/70-85 mmHg
Normal
MAP
99
70 – 70 – 90 90 mmHg
abnormal
J ust usti fika fi kasi: si:
Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyaknya gangguan
karena
sebagian
besar
metabolisme
memerlukan
dan
dipengaruhi elektrolit (rismawati, 2014)
1.1.4 Neurosensori Kesadaran pasien CM dengan GCS: 15, pupil isokor dengan diameter 2 mm/2 mm, status mental normal klien bisa membedakan waktu, tempat dan orang, pada saat dilakukan pengkajian syaraf kranial didapatkan kemampuan motorik baik, refleks fisiologis dan patologis normal, wajah menyeringai saat menggerakkan anggota badan baik ektermitas atas ataupun bawah. Kemampuan sensori visual, auditori, taktil, olfaktori dan gustatory dalam keadaan normal.
6
1.1.5 Eliminasi dan cairan. Eliminasi fekal: BAB lancar tidak ada masalah, Eliminasi urin: BAK terpasang kateter tanggal 6 mei 2017, diuresis 1520 ml/24 jam dengan warna kuning tua, IWL 21, balans cairan + 350cc pada tanggal 9 mei 2017 jam 10.00.
1.1.6 Pencernaan dan Nutrisi. Pada pengkajian abdomen saat dilakukan inspeksi tidak terlihat disetensi abdomen, saat dilakukan auskultasi terdengar bunyi bising usus 12x/menit, saat dilakukan palpasi tidak terdapat nyeri tekan di semua kuadran, dan tidak terdapat pembesaran hepar, saat dilakukan perkusi terdengan bunyi bun yi timpani. Pada pengkajian status nutrisi nu trisi tidak terdapat adanya mual dan muntah, klien mengalami kehilangan nafsu makan, sehingga mengalami penurunan berat badan, TB = 155cm, BB= 50 Kg IMT= 20,8 (berat badan normal) . klien mendapatkan terapi diet jantung 500 kkal : energi 1500 kkal, protein 15% dan lemak 20% dari bagian gizi, ferkuensi makan klien 3x perhari dan tidak mampu menghabiskan porsi makan yang disediakan oleh RS. Justifikasi:
Alat yang paling sederhana untuk memantau gizi khususnya berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan adalah IMT (Kavitha, 2011) pada penelitian tenteng status gizi pasien PJK didapatkan hasil bahwa penderita yang memiliki IMT>25 lebih banyak yang menderita PJK (Waspadji, 2015)
Pentingnya pola makan yang baik bagi pasien PJK untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. (Marcia, 2016)
1.1.7 Muskuloskeletal dan Aktifitas-istirahat. Pada pengkajian muskuloskeletal tidak didapatkan atropi otot ataupun defomitas tulang, Kekuatan otot baik dan tidak terjadi penurunan tonus otot, skala kekuatan otot 5555 pada pad a ekstremitas atas dan bawah destra/sinistra terpasang IV line di ektermitas kiri atas.
7
Pada pengkajian aktifitas dan istirahat klien hanya mampu melakukan mobilisasi di tempat tidur, pasien sudah dapat duduk semi fowler dengan bantuan tempat tidur yang dapat diatur sendiri, pasien belum berani miring sendiri, kebutuhan pasien semua dibantu oleh perawat Skala aktivitas dibantu total (5), skala resiko jatung /morse falls scale scale 45 (risiko sedang rendah). Pola tidur klien tidak teratur, frekuensi tidur sering namun selalu terbangun saat sesak.
1.1.8 Integumen: pengkajian kulit klien didapatkan kelembaban kulit cukup, rambut, dan kuku bersih klien diseka oleh perawat 2x sehari. Kulit tidak ada tanda- tanda (decubitus), skala skrining resiko dekubitus/norton dekubitus/norton 15 (berisiko).
1.2 Manifestasi Fisiologis Laboratorium (Perilaku Non Verbal) A. Laboratorium: Tanggal 9-5-2017 Jam: 10.00 wib: Jenis
Hasil
Nilai Rujukan
Interpretasi
Hb
12,4 gr/dl
13 – 16 16 g/dl
↓
Ht
38
40 – 40 – 48% 48%
↓
Trombosit
11.000/mm3
150-450. 103/ mm3
↓
Leukosit
14.200/mm3
4400-11300/mm3 4400-11300/mm3
↑
414 / 33,2
10-190/ 7-25
↑
Pemeriksaan
Enzim jantung:
CK/ CKMB Trop I
0,24
Kimia Darah:
Ureum
146 mg/dl
15-50 mg/dl
↑
Cr
1,63 mg/dl
0,5 -0,9 mg/dl
↑
14
7 – 18 – 18 mg/dl
BUN
Normal
8
Asam laktat GDS
164
AGD:
Arteri
80-120 mg/dl
↑
Arteri
pH
7,42
7,34 – 7,44 7,44
PCO2
28,9
35 – 45 45 mmHg
↑
PO2
98,8
69 – 116 116 mmHg
↓
HCO3
18,6
2 – 26 26
↓
BE
1,7
-2,4 – 2,3 2,3
Normal
Saturasi O2
95
95 – 99 99 %
Normal
Normal
B. Echocardiogram ( 15-10-2010) Dimensi ruang jantung LV dilatasi, Kontrasi LV global menurun, Kontraktilitas RV normal, EF 35 %, , LVH (-), MR trivial, AR trivial, E/A >2 DAN TAPSE 2cm. Kesimpulan : Fungsi sistol dan segmental LV menurun, LVEDP
meningkat, MR trivial danAR trivial
C. EKG ( 9-5-2017) Hasil EKG irama sinus, QRS rate 80x/mnt, gel P 0,08 s – 0,1 mv, PR interval 0,16, Q patologis lead II, II, aVF, V3R, V4, V5R, ST elevasi 1-4 mm di lead II, II, aVF, V3R, V5R, ST depresi 1-3mm dilead I,aVL, V5V6, V7-V9, T inversi di lead II, II, aVF, V3R, V5R, R/S di VI < 1, R V5/V6.
E. Terapi Medis No
Nama obat
Dosis obat
Indikasi obat
1
Alinamin
1x40gr/oral
Vitamin BI dan B2
2
Laxadine
1x50mg /oral
Mengatasi susah
9
BAB 3
Diazepam
1x5mg/IV
Antogonis kalsium
4
calos
3x1tab/oral
Pencegahan dan terapi untuk gangguan metabolisme atau defisiensi Ca
5
Methylprednisolone
3x1tab/oral
Immunosupresan
6
cefotaxime
3x1gr/IV
Antibiotik infeksi pernafasan
7
furosemid
1x40mg
Mengurangi edema
8
dexamethasone
40mg/drop
kortikosteroid
9
Dextrose 5%
100ml/jam
Hypotonik/ cairan masuk kedalam sel
J ust usti fika fi kasi si :
Profil terapi PJK yang sering digunakan yaitu golongan nitrat, anti platelet, antikoogulan, antikolestrol, bronkodilator dan analgesik (Wijayanti, 2015)
10
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN MODIFIKASI MODE IDA JEAN ORLANDO
Nama pasien : Ny.S Umur
: 47 tahun
No. MR
: 0005146653 Kebutuhan
Perilaku Verbal
Perilaku Non Verbal
pasien/ Diagnosa Keperawatan
Perawat jaga mengatakan
-
Klien tampak mudah lelah dan sering mengubah posisi
-
Terdapat distensi vena
Resiko
tinggi
jugularis 5+4cm
penurunan
curah
Hasil foto thorak
jantung
dalam
kardiomegali -
Ictus cordis teraba di ICS VI
mekanis kompensasi mempertahankan curah
jantung
-
TD =110/80 mmhg
-
Warna kulit pucat
-
Terdapat batuk dan gelisah
fungsi ventrikel kiri
-
STEMI inferior right
dan
ventrikel iskemik posterior
kontraktilitas
berhubungan dengan penurunan
gangguan
lateral high lateral
11
Kebutuhan Perilaku Verbal
Perilaku Non Verbal
pasien/ Diagnosa Keperawatan
Perawat
mengatakan
pasien
-
Pernafasan 26 x/mnt
sering menunjuk dadanya dan
-
Muka
tampak
Pola nafas tidak
meringis efektif
ketika ditanya apakah ia merasa
tampak
terkadang sesak saat bernapas
pernafasan
kebutuhan
pasien mengangguk.
sternokledomasteudius
oksigen
-
otot
Terpasang
O2
bantu pemenuhan
binasal berhubungan
5ltpm -
Tekanan
dalam
dengan hipertropi Darah:
110/80 ventrikel kiri
mmHg, Nadi: 80 x/mnt. - CRT < 3 dtk Parameter hemodinamik: -
Sat.O2 95%, SV 74,1 ml/denyut, CO 6,0 ltr/mnt, CI 3,4 ltr/mnt, MAP 99 mmhg
-hivopentilasi -HB = 12400/mm3 -Hasil foto thorax : Efusi pleura kanan, kardiomegali tanpa bendungan paru, arterisklerosis aorta
12
Kebutuhan Perilaku Verbal
Perilaku Non Verbal
pasien/ Diagnosa Keperawatan
Perawat jaga mengatakan klien
- Klien tampak kesakitan
Gangguan
sesak jika dalam posisi fowler
(sambil menunjuk area
pertukaran
dan klien sering mengatur
dada)
berhubungan
posisinya
gas
- Eskpresi wajah meringis meringis
dengan
- Pengembangan dada terbatas
seimbangan
- Hasil AGD (10.00 (10.00 wib):
ventilasi
pH7,4/PCO2
ketidak
dan
28,9/PO2 perfusi
98,8/HCO3 18,6/BF -4,2/Sat O2:
95%
(asidosis
respiratorik) - klien tampak pucat - Hb= 8,7 gr/dl Foto Thorax Efusi pleura kanan, kardiomegali tanpa bendungan paru, arterisklerosis aorta Hasil EKG irama sinus, QRS rate 80x/mnt, gel P 0,08 s – s – 0,1 mv, PR interval 0,16, Q patologis lead II, II, aVF, V3R, V4, V5R, ST elevasi 1-4 mm di lead II, II, aVF, V3R, V5R, ST depresi 13mm dilead I,aVL, V5-V6, V7-V9, T inversi di lead II, II, aVF, V3R, V5R, R/S di VI < 1, R V5/V6.
13
Kebutuhan Perilaku Verbal
Perilaku Non Verbal
pasien/ Diagnosa Keperawatan
Klien tidak bisa memenuhi
-
Skala aktivitas klien
Intoleransi
dibantu total (5)
aktivitas aktivitas
-
Bed rest total
fisik berhubungan
-
Terpasang kateter
dengan
-
Mudah lelah
ketidaksimbangan
-
Gambaran EKG
suplai
menunjukkan iskemia
kebutuhan
-
Imobilitas
oksigen
-
TD: 110/80 mmhg, N=
ADL, gelisah dan terlihat lemah
dan akan
80x/mnt, T = 36,7 oC, Saturasi = 95%, terpasang O2 binasal kanul 5 Lpm , RR= 26 x/mnt
Kebutuhan Perilaku Verbal
Perilaku Non Verbal
pasien/ Diagnosa Keperawatan
-
Ketika ditanya
-
tentang nyeri klien mengatakan nyeri
-
dirasakan saat posisi
klien mengeluh nyeri dada
nyeri
dalam skala 2 (sedang),
berhubungan
Skala aktivitas klien
dengan
dibantu total (5)
iskemik
duduk, nyeri seperti
-
Klien mudah lelah
ditusuk, nyeri
-
Gelisah
dirasakan didaerah
-
Sesak
dada, skala nyeri
-
STEMI inferior right
yang dirasakan 5,
ventrikel iskemik posterior
dengan nyeri hilang
lateral high lateral
adanya
timbul
14
FORMAT TUJUAN & INTERVENSI KEPERAWATAN MODIFIKASI MODE IDA JEAN ORLANDO
Nama pasien : Ny. S Umur
: 47 tahun
No. MR
: 0005146653
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Keperawatan
Intervensi Keperawatan
Resiko
tinggi
Setelah dilakukan
penurunan
curah
perawatan 2x24 jam curah
darah, adanya sianosis, status
jantung
dalam
jantung optimal ditandai
spernafasan dan status mental
mekanis
dengan
2. Pantau tanda kelebihan
kompensasi mempertahankan
Perilaku verbal:
curah
Klien
jantung
berhubungan
tidak
cairan(mislnya edema, mengeluhkan
kelemahan
dengan penurunan fungsi
ventrikel
kiri dan gangguan
Perilaku non verbal :
-
kontraktilitas
efektifitas pompa jantung,
-
status sirkulasi dan perfusi jaringan efektif
-
1. Kaji dan dokumentasi tekanan
Tanda Vital dalam batas normal
kenaikan berat badan) 3. Kaji toleransi aktivitas klien dengan memperhatikan adanya awitan nafas pendek, nyeri, palpitasi 4. Evaluasi respon klien terhadap respon oksigen 5. Kaji kerusakan kognitif 6. Pantau denyut perifer, CRT dan suhu serta warna aktivitas 7. Pantau asupan dan haluaran urine dan berat badan jika perlu 8. Pantau resistensi vaskuler sistemik dan paru jika perlu 9. Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung dan irama nadi
15
10. Ajarkan teknik napas dalam 11. Anjurkan untuk menghindari tindakan valsava manuver: mengedan 12. Lakukan elevasi tungkai (pasive leg raising) 45 0 untuk meningkatkan 6-9% curah jantung (indra, 2016)
Kolaborasi
1. konsultasikan dengan dokter menyangkut pemberian atau penghentian obat tekanan darah 2. Pantau nilai elektrolit dan pertahankan nilai elektrolit dalam batas normal 3. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan yang dapat meningkatkan kontraktilitas otot jantung (dopamin, dobutamin) kalau perlu Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor pola nafas
efektif
2. Monitor respirasi dan status
dalam keperawatan selama 1 kali 24
pemenuhan
jam masalah pola nafas teratasi
kebutuhan
ditandai dengan
oksigen
Perilaku verbal: Klien tidak mengeluh sesak
berhubungan dengan hipoventilasi
Perilaku non verbal: - RR dalam batas
-
O2 3. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 4. Pertahankan jalan nafas yang paten 5. Posisikan pasien untuk
normal 20-24 x/mnt
memaksimalkan ventilasi
Pola nafas reguler
posisi kepala 450 lebih
16
-
Tidak ada
tinggi dari pada tubuh/semi
penggunaan otot
fowler ( Jannah, 2017)
bantu nafas
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan . 7. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 8. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi 9. Monitor vital sign 10. Informasikan pada pasien tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas Kolaborasi 1. Berikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
nyeri
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan
keperawatan selama 1x 24jam
dengan iskemik
adanya nyeri berkurang ditandai dengan
1. Gunakan laporan dari klien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian
Perilaku verbal: Klien tidak mengeluh adanya nyeri/nyeri yang dirasakan klien berkurang
2. Minta klien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 gunakan skala VDS) 3. Lakukan pengkajian nyeri
Perilaku non verbal: - Penurunan tingkat
nyeri < 3 -
TD dalam batas normal
yang komperhensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus 4. Instruksikan klien untuk
17
-
HR dan RR dalam
menginformasikan kepada
batas normal
perawat jika peredaan nyeri tidak dicapai 5. Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung dan anstipasi ketidaknyamanan akhibat prosedur. 6. Posisikan pasien semi fowler atau duduk tegak atau posisi nyaman bagi klien 7. Ajarkan penggunaan tehnik farmakologis tehnik nafas dalam, kompres hangat dan relaksasi progresif (Anggriana, 2017) Kolaborasi 1. Laporkan kepada dokter jika tindakan pengendalian nyeri tidak berhasil/ perubahan bermakna dari pengalaman nyeri pasien. 2. Berikan obat anti nyeri : morfin sesuai dengan program therapi. 3. Berikan Oksigen melalui nasal canul 5 liter / menit sesuai program therapi
Gangguan pertukaran berhubungan
Setelah dilakukan tindakan gas keperawatan selama 1x 24jam pertukaran gas adekuat
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman 2. Istirahatkan pasien bed rest
18
dengan
ketidak ditandai dengan
seimbangan ventilasi perfusi
Perilaku verbal:
dan
klien tidak mengeluh sesak jika dalam posisi fowler
sampai kondisi akut teratasi dan keadaan stabil. 3. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter 4. Observasi adanya sianosis
Perilaku non verbal:
-
Status neurologis dalam rentang normal
-
Tidak ada dispnea pada saat istirahat dan aktivitas
-
Tidak ada gelisah, sianosis dan keletihan
-
PaO2, PCO2, PH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal
.
5. Atur posisi lateral kiri dengan elevasi kepala 300 ntuk meningkatkan parsial oksigen/ PCO2 (karmiza, 2014) 6. Kaji tingkat kesadaran dan adanya perubahan mental 7. Ajarkan klien tehnik nafas dalam dan relaksasi 8. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman dan produksi sputum 9. Auskultasi bunyi paru 10. Berikan nebulisasi jika perlu 11. Lakukan hiperventilasi sebelum suction Kolaborasi Kolaborasi :
1. Analisis hasil gas darah PaO2 yang rendah dan PCO2 yang meningkat 2. Pantau kadar elektrolit 3. Koreksi pemberian cairan elektrolit
19
intoleransi aktivitas
Setelah dilakukan tindakan fisik
1.
keperawatan selama 1x 24 jam
berhubungan
klien dapat mentoleransi
dengan
aktivitas yang biasa dilakukan
hari yang bisa dilakukan 2.
kebutuhan oksigen
dan penghematan energi dan
Observasi tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah
ketidaksimbangan ditunjukkan dengan suplai
Kaji aktifitas personal sehari-
melakukan aktivitas. 3.
akan perawatan diri
Bantu pasien untuk merubah posisi secara bertahap,
Perilaku verbal:
duduk, berdiri dann ambulasi
Klien tidak mengeluh sesak
sesuai toleransi
saat melakukan aktifitas
4.
pemenuhan kebutuhan kebutuha n
Perilaku non verbal:
-
sehari-hari ; nutrisi, personal
Bertoleransi terhadap
hygiene, eliminasi.
adanya aktifitas yang bisa dilakukan -
5.
(inpatient) selama perawatan di rs dan awasi over aktifitas
Tidak terjadi dispnea
selama penerapan pada fase
setelah beraktifitas -
Hilangnya keletihan
-
Kelemahan berkurang (Nanda ,2015)
Berikan medel aktivitas dan latihan intensitas ringan
Vital sign dalam batas normal
-
Bantu pasien dalam
akut (Halimuddin, 2017) 6.
Lakukan mobilisasi fisik setelah kondisi stabil
7.
Pantau saturasi oksigen sebelumnya, saat dan setelah aktivitas.
Kolaborasi :
1. Berikan terapi oksigen nasal kanul sesuai kebutuhan
20
FORMAT IMPLEMENTASI KEPERAWATAN MODIFIKASI MODE IDA JEAN ORLANDO
Nama pasien : Ny. S Umur
: 47 tahun
No. MR
: 0005146653
TGL/Jam Diagnosa
Implementasi keperawatn
9-5-2017 I 08.30
Mandiri:
1. Memonitor tekanan darah : TD100/70mmhg mengkaji adanya tanda sianosis : tanda sianosis tidak ditemukan, mengkaji status spernafasan dan status mental: klien terlihat sesak pernafasan cepat dan dangkal RR 27x/mnt, 08.45
status mental baik 2. Memantau tanda kelebihan cairan dengan menghitung intake atau input : intake 240 output 362 balance cairan -
08.45
123, tidak terdapat edema 3. Mengkaji
toleransi
aktivitas
klien
dengan
memperhatikan adanya awitan nafas pendek, nyeri, palpitasi: nyeri n yeri masih dirasakan klien, nafas sesak, tidak 10.00
terjadi palpitasi 4. mengevaluasi respon klien terhadap respon oksigen: klien tampak tenang saat diberikan oksigen
10.45
5. mengkajai denyut perifer, CRT dan suhu serta warna aktivitas 13. mengukur asupan dan haluaran urine dan berat badan jika perlu
11.00
14. mengukur frekuensi jantung dan irama nadi
11.15
15. mengajarkan klien teknik napas dalam memberikan
21
informasi kepada klien 16. mengukur asupan dan haluaran urine dan berat badan 11.25
jika perlu 17. mengukur frekuensi jantung dan irama nadi 18. mengajarkan klien teknik napas dalam
12.00
19. memberikan informasi kepada klien untuk menghindari tindakan valsava manuver: mengedan 20. meakukan elevasi tungkai 3 menit (pasive leg raising) 450 untuk meningkatkan 6-9% curah jantung (indra, 2016) (pasive leg raising) 450 untuk meningkatkan 6-9% curah jantung (indra, 2016)
12.15
Kolaborasi
21. mengkonsultasikan dengan dokter menyangkut pemberian atau penghentian obat tekanan darah 22. melihat hasil lab nilai elektrolit dan pertahankan nilai 12.30
elektrolit dalam batas normal 23. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan yang dapat meningkatkan kontraktilitas otot jantung (dopamin, dobutamin) kalau perlu
22
FORMAT EVALUASI KEPERAWATAN MODIFIKASI MODE IDA JEAN ORLANDO
Nama pasien : Ny. SN Umur
: 47 tahun
No. MR
: 0005146653
Hari/tanggal
9-5-2017
Diagnosa
Evaluasi keperawatan
keperawatan ke:
I
Jam 11.00 WIB
Prilaku verbal:
Klien mengatakan rasa lemah dirasakan mulai berkurang
Prilaku non verbal :
- Status sirkulasi dan perfusi jaringan efektif - Tanda Vital dalam batas normal TTV: TD: 136/83 mmHg, HR : 80x/menit, RR : 26x/menit - Efektifitas pompa jantung, Bunyi jantung S1-S2 normal, bunyi jantung jantun g tambahan tidak ada murmur. - Akral dingin pada ektermitas bawah - Balance cairan + 100 - Memonitor terus hemodinamik pasien, Monitoring ECG : gambaran ST
23
elevasi tidak ada, ECG 12 lead: irama sinus, HR: 80 x/mnt.
Hasil analisa :
Masalah resiko penurunan curah jantung tidak terjadi pada pasien
Analisa intervensi keperawatan:
-
Mempertahankan intervensi keperawatan yang telah dilakukan secara masimal
-
Kaji secara lengkap tanda-tanda penurunan curah jantung yang dapat terjadi pada pasien
-
Masimalkan pemberian asupan nutrisi secara oral
24
2. ANALISA DAN JUSTIFIKASI HASIL PENGKAJIAN
Pada kasus Ny. S tersebut diatas maka perawat harus segera bereaksi terhadap perilaku pasien baik secara verbal maupun non verbal, melakukan validasi, membagi bereaksi terhadap perilaku pasien dengan mempersepsikan, berfikir dan merasakan. Perawat membantu pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan baik fisik maupun psikologis, ketidakmampuan pasien dalam menolong dirinya, serta mengevaluasi tindakan perawatan yang sudah dilakukannya. Semua itu dapat diterapkan melalui pendakaan disiplin proses keperawatan Orlando sebagai berikut : 1. Fase Reaksi Perawat. Menutut George (1995) bahwa reaksi perawat dimana terjadi berbagi reaksi perawat dan perilaku pasien dalam disiplin proses keperawatan teori Orlando identik dengan fase pengkajian pada proses keperawatan. Pengkajian difokuskan terhadap data-data yang relatif menunjukan kondisi yang emergenci dan membahayakan bagi kehidupan pasien, data yang perlu dikaji pada kasus diatas selain nyeri dada yang khas terhadap adanya gangguan sirkulasi koroner, juga perlu dikaji lebih jauh adalah bagaimana kharakteristik nyeri dada meliputi apa yang menjadi faktor
pencetusnya,
bagaimana kualitasnya, lokasinya, derajat dan waktunya. Disamping itu dapatkan juga data adakah kesulitan bernafas, rasa sakit kepala, mual dan muntah yang mungkin dapat menyertai keluhan nyeri dada. Perawat perlu mengkaji perilaku pasien non verbal yang yang menunjukan bahwa pasien memerlukan pertolongan segera seperti : tanda-tanda tanda -tanda vital, pada kasus ka sus didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi 26 kali/menit. Tampak gelisah dan mengeluh sesak, banyak keluar keringat. Perlu juga dikaji bagaimana kondisi akral apakah hangat atau dingin, CRT, kekuatan denyut nadi, Selanjutnya perawat perlu mengetahui data-data lain seperti catatan dari tim kesehatan lain, hasil laboratorium dan pemeriksaan diagnostik. Pada kasus didapatkan : EKG ST elevasi, diagnosa medis CAD STEMI. Troponin T positif, CKMB meningkat.
25
2. Fase Nursing Action Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action pada disiplin proses keperawatan mencakup sharing reaction (analisa data), diagnosa keperawatan,
perencanaan dan
tindakan keperawatan atau
implementasi . Tujuannya adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien terhadap bantuan serta berhubngan dengan peningkatan perilaku pasien. Setelah mendapatkan data-data yang menunjukan perilaku pasien, menurut Orlando perawat perlu melakukan sharing reaction yang identik dengan analisa data, sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan. a. Diagnosa keperawatan 1) Resiko tinggi penurunan curah jantung dalam mekanis kompensasi mempertahankan curah jantung berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel kiri dan gangguan kontraktilitas
2) Pola nafas tidak efektif dalam pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan hipoventilasi hip oventilasi 3) Nyeri berhubungan dengan adanya iskemik 4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi 5) Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan ketidaksimbangan suplai dan kebutuhan akan oksigen
b. Rencana Keperawatan Setelah
masalah
keperawatan
pasien
ditentukan
disusun
rencana
keperawatan, fokus perencanaan pada klien Ny. S yaitu Rencana Ny. S sendiri, dengan merumuskan tujuan yang saling menguntungkan baik pasien maupun perawat sehingga terjadi peningkatan perilaku Ny. S kearah yang yang lebih baik.
Adapun tujuannya yang diharapkan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada Ny.S yaitu mampu menolong dirinya mendapatkan pola nafas yang efektif, pasien mampu menolong dirinya mendapatkan pernafasan nafas yang adekuat,
pasien mampu
menolong dirinya untuk mengatasi rasa nyeri, serta mampu melakukan pemenuhan aktivitas tanpa harus memberatkan membe ratkan kerja jantung.
26
c. Implementasi Fokus implementasi adalah efektifas tindakan untuk menanggulangi yang sifatnya mendesak, terdiri dari tindakan-tindakan
otomatis seperti
melaksanakan tindakan pengobatan atas instruksi medis dan dan tindakan terencana terencana yang dianggap sebagai peran perawat profesional sesungguhnya.
3. ANALISA
DAN
JUSTIFIKASI
DIAGNOSA
DAN
RENCANA
KEPERAWATAN 1. Hambatan saat pembuatan rencana keperawatan Pengkajian dilakukan tanggal 09/5/2017 :
Pengkajian telah dilakukan oleh mahasiswa sesuai dengan
format yang ada
berdasarkan penerapan teori Orlando (ruangan tidak memiliki format pengkajian klien) dan telah di modifikasi dengan pengkajian yang sesuai dengan kasus CAD. Mahasiswa baru pertama kali ini menerapkan teori keperawatan Orlando dalam kasus pasien jadi mungkin akan banyak kekurangan yang ditemukan. Kelemahan dan kekurangan dalam pengkajian ini akan dijadikan pengalaman untuk melakukan pengkajian pada kasus berikutnya agar dapat lebih baik lagi dalam melakukan pengkajian klien dengan penyakit CAD terutama dengan penerapan teori keperawatan Orlando. (Hasil pengkajian sudah dituangkan dalam halamam depan laporan ini berdasarkan pengembangan teori Orlando dengan beberapa modifikasi). 1)
Pengkajian perilaku verbal
Hasil pengakajian, dari keluhan sesak dan rasa nyeri di daerah dada, nyeri dengan skala 5 (sedang). Pada pasien yang menderita CAD akan menunjukkan keluhan nyeri dada atau ketidak-nyamanan didada, dada terasa sesak, mual dan muntah, perubahan hemodinamik, serta gangguan irama jantung (disritmia) (Chulay & Burns, 2006). Riwayat penyakit pasien menyatakan nyeri dada, keluhan saat masuk RSHS nyeri dada dan sesak. Dan pasien ada riwayat hipertensi akan menyebabkan peningkatan tegangan pada ventrikel kiri sehingga akan 27
terjadi hipertropi ventrikel kiri yang pada akhirnya menurunkan kontraktilitas miokard (Silbernagl, 2007). Hal ini didukung pula dalam Price , 2006 yaitu peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya akan terjadi hipertrofi ventrikel
untuk
meningkatkan
kekuatan
kontraksi.
Akan
tetapi
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung menjadi semakin terancam oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner.
Kondisi ini
sesuai dengan manifestasi klinis CAD yang yang mana lebih
dominan sesak dan nyeri dada (manurung, 2006). Apabila jantung bagian kanan dan kiri dalam keadaan gagal akhibat gangguan alitran darah dan bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagalnya pompan jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru, gejala yang muncul adalah nyeri, sesak nafas dan intoleransi (Aspiani, 2015) Keadaan ini menunjukkan bahwa pasien mengalami CAD dan terjadi akibat adanya iskemik, ini sesuai dengan teori yang mana iskemik diakibatkan adanya CAD. Keadaan ini sesuai dengan teori dimana pasien ditemukan keadaan yang mengarah pada CAD setelah di bawa ke RSHS. CAD merupakan penyakit pembuluh darah koroner yang terbanyak akibat dari arterosklerosis, dimana faktor pencetus terbanyak antaralain hiperlipoproteinemia, tinggi kolesterol, perokok, dan atau diabetis mellitus (Alwi, 2009). Tindakan medis yang diberikan pada pasien Ny.SN adalah PCI. Pengobatan tersebut tentunya harus menghilangkan atau meminimalis penyebab utama atau faktor resikonya (manurung, 2013). Pasien Ny.SN mengalami CAD yang bisa dipastikan bahwa keadaan tersebut diderita akibat adanya infark kronik akibat penyempitan pembuluh darah jantung. Keluhan pasien adalah manifestasi dari adanya kelainan anatomi tersebut yaitu CAD. Kelainan ini sangat beresiko terjadinya henti jantung tibatiba, sebagian besar pasien henti jantung tiba- tiba akibat adanya CAD
28
(Manurung, 2013). Pencegahan henti jantung dengan tiba- tiba perlu dilakukan terapi adalah menghilangkan penyebab utamanya yaitu Justifikasi hasil pengkajian dengan penerapan teori orlando
Pengkajian keperawatan : Orlando mengidentifikasi bahwa pengkajian keperawatan merupakan reaksi perawat untuk mengetahui tingkah laku pasien secara verbal meliputi semua penggunaan bahasa (keluhan, permintaan, pertanyaan, penolakan, tuntutan dan komentar atau pernyataan). Nonverbal meliputi manifestasi fisiologis seperti: nadi, pernafasan, tekanan darah, gambaran ECG dan sebagainya, Orlando dalam Alligod & Tomey (2016). Orlando mengindikasikan bahwa keperawatan adalah membantu individu yang memerlukan bantuan kapan saja, kesegeraan (immediacy) situasi keperawatan,
Orlando
tidak
memasukkan
pengkajian
individu
dipengaruhi lingkungan, keluarga atau kelompok Orlando dalam Alligod & Tomey (2016). Keadaan ini mengharuskan perawat untuk melakukan pengkajian secara cepat, tepat sesuai perilaku pasien, dimana pemeriksaan fisik mengacu pada sistem tubuh. Situasi ini juga diperkuat bahwasanya pengkajian keperawatan kritis lebih berfokus pada lima sistem yaitu breath, blood, brain, bowel, and bone. Pengkajian perilaku non verbal. Pengkajian tanda-tanda vital yang dilakukan :
Tekanan darah adalah tekanan yang mendesak dinding arteri selama sistolik dan diastolik
dari ventrikel, (Smeltzer, 2000).
Pada Ny S tekanan darah 110/80 mmhg, keadaan ini merupakan masa pemulihan pasca tindakan dan reaksi dari terapi obat yang juga diberikan pada pasien.
Nadi : Digunakan untuk mengidentifikadi adanya perubahan fungsi / daya pompa jantung, (Priharjo, Robert. 2007). Nadi klien Ny.S 80 x/menit masih dalam batas nilai normal yang menandakan jantung mampu memenuhi sirkulasi tubuh.
29
Pola nafas : Adapun dyspnea terjadi karena adanya kegagalan ventrikel kiri yang menyebabkan kongesti pulmonal atau gangguan dalam mekanisme control pernapasan. Menurut Black, 2005 Dyspnea terjadi kerena penurunan volume udara paru (vital capacity) yang digantikan oleh darah atau cairan interstitial. Kongesti pulmonal dapat menurunkan kapasitas vital paru sebesar 1500 mL atau kurang. Nilai normal pada orang dewasa sekitar 16 – 16 – 20 20 x/ menit karena dipengaruhi oleh medula oblongata, kadar CO2 (Perry & Potter. 2006 ). Pernafasan klien mengalami peningkatan karena respon dari rasa takut pasien untuk melakukan ekpansi paru maksimal akibat nyeri yang dirasakan (Black.J.M, & Hawks.J.H, 2005). Kondisi tersebut mengakibatkan penumpukan sekret pada pasien Ny.S
di
paru
dan
bronkus.
Sedangkan
suhu
tubuh
menggambarkan fungsi metabolik tubuh secara umum, tetapi juga dipengaruhi reseptor yang ada di otak.( Perry & Potter. 2006 ). Suhu tubuh klien dalam batas normal yang menandakan tidak adanya keadaan infeksi pada daerah luka.
Sistem pernapasan :Pembedahan jantung yang dilakukan pada pasien juga dapat mengakibatkan meng akibatkan produksi produk si sekret yang meningkat dan dimungkinkan adanya penumpukan darah ke paru sehingga mengurangi kapasitas volume paru dan gangguan pertukaran gas yang juga dapat ditandai dengan suara nafas ronkhi yang pernapasan pasienjelas pada (Black.J.M, & Hawks.J.H, 2005) kondisi tersebut sesuai dengan kondisi pasien Ny.S saat dilakukan pengkajian dimana ditemukannya suara ronkhi + dan sekret/ produksi sputum +.
Ronchi adalah suara nafas yang kasar yang berderik-derik seperti snoring biasanya diakibatkan oleh secret pada jalan nafas bronchial. Ronchi adalah suara nafas abnormal yang terdengar saat bernafas yang terjadi ketika jalan nafas mengalami obstruksi secara parsial oleh secret, odema mukosa, atau tumor yang
30
menekan jalan nafas. Suara dapat diakibatkan oleh udara yang melewati sekresi mukosa yang tebal pada jalan nafas besar seperti bronkhiolus tetapi juga dapat berhubungan dengan struktur yang kecil
seperti
alveoli
(http://en.wikipedia.org/wiki/Rhonchi,
diperoleh tanggal 10 Mei 2017).
Pemeriksan fisik kardiovaskuler: Bertujuan untuk memperoleh data tentang efektifitas kerja jantung melalui pengamatan tentang HR, irama jantung, curah jantung
(Priharjo, Robert. 2007).
Murmur terjadi akibat adanya turbulensi aliran darah pada jantung atau pada pembuluh darah besar. Murmur dapat disebabkan peningkatan denyut nadi atau peningkatan velocity aliran darah, incompetent atau stenosis katub, masuknya aliran darah ke ronnga yang lebih lebar (Woods.S.L.et al, 2005). Pada klien Ny.S tidak memiliki bunyi murmur saat dilakukan pemeriksaan dengan auskultasi.
Pemeriksaan fisik neurosensori: Pasien Ny.S dalam kondisi sadar, dengan GCS 15, klien juga mengalami nyeri saat meenggerakkan anggota badannya baik ektermitas atas atau bawah, sehingga pasien kurang mau melakukan aktifitas meski fungsi motorik bagus.
Pemeriksaan fisik eliminasi dan cairan :Yang perlu dikaji pada sistem ini terutama pada pola, frekwensi, karakteristik, keluhan nyeri saat BAB/ BAK, penggunaan obat. (Perry & Potter : 2007). Klien Ny.S pada saat pengkajian memiliki balance +350 cc sedangkan untuk eliminasi urin klien sedang terpasang kateter.
Pemeriksaan
fisik
pencernaan
dan
nutrisi
:Dalam
sistim
pencernaan dan pemenuhan nutrisi klien dengan jantung ada klasifikasi diet yang diberikan ( DJ I-IV) (Perry & Potter : 2007). Sistem ini masih dalam kondisi baik karena masih ditemukan bising usus + 12 x/menit, dan pasien klien Ny.S mendapat diet jantung .
31
Pemeriksaan
fisik
musculoskeletal
aktivitas
dan
istirahat:
Kemampuan bergerak klien Ny.S untuk memenuhi kebutuhan ADLnya setelah dirawat di rumah sakit, secara fisik tidak ditemukan
Analisa hambatan dalam pembuatan diagnosa dan rencana keperawatan dengan penerapan teori orlando :
Hambatan saat pembuatan diagnosa dan rencana keperawatan : Secara umum tidak ada hambatan dalam pembuatan rencana keperawatan, mahasiswa menggunakan standar asuhan keperawatan yang telah ada dengan penerapan teori Orlando O rlando dan memodifikasinya dengan rencana keperawatan keperawata n yang lain. Mahasiswa menggunakan format lembar rencana keperawatan yang sudah ada yang telah di modifikasi dari ruangan tempat mahasiswa praktik. Justifikasi
diagnosa
dan
rencana
keperawatan
serta
evaluasi
dengan
penerapan teori orlando :
Diagnosa keperawatan : Penetapan diagnosa keperawatan menurut Orlando merupakan penentuan kebutuhan pasien akan bantuan yang memerlukan bantuan. Penentuan kebutuhan didasarkan dari exsplorasi reaksi perawat dengan pasien (pengkajian perilaku verbal dan nonverbal) Orlando dalam Alligod & Tomey (2016). Penentuan diagnosa keperawatan pada pasien berdasarkan kebutuhan pasien akan bantuan di modifikasi dengan penetapan diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA International ( 2015 ). Diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan tersebut berdasarkan pada pengkajian prilaku verbal dan nonverbal sebelumnya yang telah dilakukan pada saat pengkajian. Diagnosa keperawatan yang ada pada pasien Ny. S adalah : 1) Resiko tinggi penurunan curah jantung dalam mekanis kompensasi mempertahankan curah jantung berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel kiri dan gangguan kontraktilitas
2) Pola nafas tidak efektif dalam pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan hipoventilasi hip oventilasi 3) Nyeri berhubungan dengan adanya iskemik
32
4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi 5) Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan ketidaksimbangan suplai dan kebutuhan akan oksigen
Tujuan Asuhan keperawatan pada pasien ini juga telah menetapkan beberapa
tujuan keperawatan yang disesuaikan dengan diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan. Penetapan tujuan keperawatan dalam proses Orlando merupakan pemenuhan kebutuhan
pasien untuk dibantu
yang berhubungan
dengan
peningkatan tingkah laku pasien p asien (Orlando dalam Alligood & Tomey, 2016 ). Konsep orlando menekankan pada penetapan tujuan mempunyai target yang jelas pencapaiannya pada setiap intervensi keperawatan yang akan diberikan pada pasien. Target ini menjadi acuan dalam evaluasi keperawatan. Target harus dicapai secepatnya untuk dievaluasi secepatnya.
Tujuan keperawatan pada diagnosa 1 adalah Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam curah jantung optimal, sehingga resiko penurunan kardiac Out put sangat kecil.
33
DAFTAR PUSTAKA
George Julia B. (1995). Nursing (1995). Nursing theories: the base for professional nursing practice. practice. th Ed 4 . Appleton & Lange: Connecticut Marriner Tomey, Alligood Raile Martha. 2016. Nursing 2016. Nursing theorists and their work . Ed th 6 . Mosby Inc: St Louis Missiouri. Orlando Ida Jean. 1962 Dalam Relationship .Relationship nurse-patient . http://www.journalofadvancednursing.com Diakses tanggal 10 Mei 2017 jam 15.30 wib. Kamiza, muharriza, 2014, Kemampuan lateral kiri dengan kesehatan kepala meningkatkan tekanan partial oksigen pada pasien denngan ventilasi mekanik, http://dx.doi.org/10.20473/jn.2979e-journal.unair.ac.id http://dx.doi.org/10.20473/jn.2979e-journal.unair.ac.id:: ISSN 18583598 Diakses tanggal 10 Mei 2017 jam 17.00 wib Hamimuddin, 2017, Analisis fraksi ejeksi klien gagal jantung pre dan post penerapan model aktivitas dan latihan intensitas ringan, Indra Bani, 2016, Perbandingan insiden hipotensi saat induksi intravena profol 2Mg/Kg Bb pada posisi supine dengan perlakuan dan tanpa perlakuan elevasi tungkai, http://jurnal.fk.unand.ac.id Diakses tanggal 10 Mei 2017 jam 17.20 wib Ardianta, dicky, 2017, Upaya peningkatan intoleransi aktifitas pada pasien congestive heart failure, http://jurnal.ui.ac.id Diakses tanggal 10 Mei 2017 jam 17.10 wib Rahim, Ahmad Taufik, 2016. Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit jantung kororner di instalasi CVBC RSUP Prof DR.R.D Kandau Manado, http://e-journal keperawatan (e-Kp) volume (e-Kp) volume 4 nomor 2, juli 2016 Wahyuni, tri, 2017, Gambaran diet pada penderita penyakit jantung koroner di poli jantungRSUP Dr. soedarji Titronegoro klaten, http://jurnal.ui.ac.id Diakses tanggal 10 Mei 2017 jam 17.40 wib Wijayanti, 2015. Evaluasi penggunaan obat pada pasien jantung koroner dengan komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap RSD dr. Soebandi tahun 2014, http://digital respiratory universitas jember Diakses Diakses tanggal 11 Mei 2017 jam 12.00 wib Jannah, 2017, Intervensi keperawatan dalam upaya peningkatan keefektifan opla nafas pada pasien CHF, http://eprints.ums.ac.id Diakses tanggal 10 Mei 2017 jam 17.10 wib
34
Ardianta dicky, 2017,Upaya penatalaksanaan intoleransi aktifitas pada pasien gagal jantung kongestif, http://eprint.ums.ac.id Diakses tanggal 10 Mei 2017 jam 17.20 wib
35