BAB 2 FASIES PENGENDAPAN II. Konsep dan Istilah dalam Fasies Pengendapan
Istilah fasies pertama kali dicetus kan oleh Amanz Gressly (1838 dalam Nichols, 1999) yaitu unit unit dari batuan yang memiliki kesamaan litologi dan krateria krateria paleotologinya. Secara luas kemudian dicetuskan oleh Krumbein dan Sloss (1959 dalam Nichols, 1999) menjadi lithofasies, Biofasies dan Tektono fasies. Variasi yang mengungkapan tentang aspek litologi disebut Litofasies dan variasi yang mengungkapkan tentang aspek biologi disebut biofasies (Krumbein dan Sloss 1959 p.268 dalam Nichols, 1999). Tektono fasies didefinisikan sebagai macam – macam macam hubungan lateral aspek tektonik dari unit stratigrafi. Konsep fasies ini disempurnakan oleh Selley (1970, p.1 dalam Selley, 2000) sebagai unit startigrafi yang karakter pencirinya berbeda antar unit batuan yang satu dengan unit batuan yang lainnya. Parameter pembeda fasies anatar lain adalah : Geometri, Litologi, paleontologi, struktur sedimen dan paleocurrent dan paleocurrent . II.1. Litologi
Batuan sedimen adalah material lepas yang mengalami litifikasi, litifikasi sendiri adalah proses material lepas l epas untuk menjadi batuan (Nichols,1999).
Gambar 2.1 Proses litifikasi pada batuan sedimen klastik
Gambar menunjukkan terbentuknya batuan Sedimen yang berasal dari material lepas yang mengendapakan di daratan (Surface) dan (Surface) dan kemudian terkubur (Burial) sehingga (Burial) sehingga mengalami tekanan (T), inilah yang disebut kompaksi. Setelah mengalami kompaksi , pori – pori pori pada batuan sedimen mengalami yang disebut
3
dengan sementasi yaitu pori – pori batuan terisi dengan fluida kemudian fluida melepaskan ion – ion ion yang mengisi pori. (Nichols, 1999) Material pembentuk endapan sedimen dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu material yang tertransport secara fisik dalam bentuk padatan sebelum terendapkan (partikel) dan material yang berasal dari suatu larutan yang terpresipitasi i nsitu tidak tertransport secara fisik sebagai s ebagai objek padatan (Friedman dan Sanders, 1978 dalam Nichols, 1999) (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Asal Usul dari batuan sedimen sedimen (Nichols, 1999).
II.1.1 Tektur Batuan Sedimen
Tekstur pada batuan sedimen meliputi ukuran butir dan bentuk bentuk butir serta kemas dari batuan sedimen. Ukuran butir
Partikel dari material sedimen dan batun sedimen yang ukurannya dari mikron sampai yang berukuran meter. Skala ukuran butir biasanya digunakan klasifikasi Udden-wentworth, ini merupakan skala dari nilai ukuran butir dari 1/256 mm –
4
>256 mm dan terbagi dalam empat kelompok besar besa r yaitu lempung, lanau, pasir, dan bongkah (Tabel 2.2)
Tabel 2.2 Skala ukuran butir Udden-Wentworth (1922)
a. Bongkah dan konglomerat
Pecahan batuan berukuran diameter lebih dari 2 mm yang didalamnya terbagi menjadi kerikil, kerakal, berangkal dan bongkah (granules, pebbles, cobbles dan boulders)(Tabel boulders)(Tabel 2.2 ). Jika dimeter pecahan batuan (clast) berukuran (clast) berukuran 64 mm – 256 256 mm dan bentuk butirnya membola batuan ini dise but dengan cobble conglomerate namun conglomerate namun jika bentuknya tajam atau angular batuanya batuanya konglomerat ini disebut breksi (Gambar 2.2 ) (Boggs, 2006)
5
Gambar 2.2 Konglomerat dengan bnetuk butir pebbles yang pebbles yang membola
Tekstur konglomerat sendiri tersusun atas matrik dan fragmen. Fragmen berukuran kerikil, kerakal, berangkal dan bongkah (granules, pebbles, cobbles dan boulders), sedangkan matriknya berisi lapisan yang lebih halus dari pasir hingga lumpur (Nichols, 1999) (Gambar 2.3)
Gambar 2.3 Klasifikasi untuk percampuran gravel percampuran gravel , pasir dan lumpur (Nichols, 1999)
6
b. Pasir dan Batupasir
Pasir adalah material lepas dengan ukuran 0,063 mm – 2 2 mm dan batupasir adalah bauan sedimen dengan ukuran 0,063 mm – 2 2 mm. (Nichols, 1999) (Tabel 2.2 ). Intervalnya dibagi menjadi; sangat baik, baik, sedang dan kasar (Tabel 2.2 ). Pasir dan batupasir berisi material hasil pelapukan dan erosi yang berisi mineral dan litik batuan (Nichols, 1999). Batupasir sendiri dapat berasosiasi dengan ukuran butir yang lebih halus dan mempunyai nama yang berbeda tergantung dari banyak kandungan matrik yang terkandung didalamnya, jika matriknya 0 - <15% disebut arenit, 15 - >75 disebut wacke dan wacke dan jika >75% matrik disebut batulumpur (Petthijohn, 1975) (Gambar 2.4)
Gambar 2.4 Klasifikasi Batupasir (Petthijohn, 1975)
Klasifikasi ini sendiri menggunakan plot kedalam segitiga dengan komponen Q,F,L (Quartz, ( Quartz, Feldspar, Feldspar, dan Lithic). Lithic). Ploting yang dilakukan kedalam segitiga merupakan persentasi dari kandungan mineral dan lithik yang ada pada batupasir sehingga jika dmasukan (Plotting) akan menghasilkan nama dari batupasir tersebut.
7
c. Lempung, Lanau dan Batulumpur
Lumpur adalah sebutan yang digunakan untuk material lepas yang berisi ukuran butir dengan porsi lanau dan porsi lempung (Tabel 2.2), sedangkan batulumpur adalah batuan sedimen yang tersusun atas porsi dari ukuran lempung l empung dan lanau yang telah mengalami litifikasi (Nichols, 1999). Kandungan yang ada pada lempung adalah mineral – mineral mineral lempung (kandite dan smectit) sedangkan lanau berisi mineral kuarsa , mika dan feldspar yang hanya dapat dilihat dibawah mikroskop (Nichols, 1999) Bentuk Butir
Merupakan keseluruhan kenampakan partikel secara tiga dimensi yang berkaitan dengan perbandingan atara ata ra ukuran panjang, sumbu panjang, menengah dan pendeknya. Cara untuk mendefinisikan dikenalkan oleh Zingg, 1935 yaitu dengan cara menggunakan perbandingan b/a dan c/b , a adalah sumbu terpanjang ,b adalah sumbu menengah dan c adalah sumbu tebal atau tinggi ti nggi sehingga kemudian di cocokan pada gambar gambar (Gambar 2.5). bentuk butir sendiri berisi informasi tentang tentang karakter dari batuan asal dan sedikit informasi tentang lingkungan pengendapannya sekarang
Gambar 2.5 klasifikasi bentuk butir ( Zingg, 1935 dalam Nichols, 1999)
8
Sphericity
Sphericity didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana suatu butiran mendekati bentuk bola (Nichols, 1999). Dengan demikian semakin butiran membentuk bola maka nilai sphericity nilai sphericitynya nya semakin tinggi. Bentukan dari fragmen batuan berasal dari proses pelapukan, kemudian akan terjadi proses pengikisan sehingga akan lebih membola dari awalnya pada saat transportasi. (Gambar 2.6). ini bisa menjadi dasar jika semakin jauh material sedimen terendapakan maka nilai sphericity semakin sphericity semakin tinggi juga dikarenakan terjadi proses pengikisan bagian pinggir dari butiran sehingga membentuk seperti bola.
Gambar 2.6 Komperasi Komperasi derajat kebundaran dan sphericity dan sphericity,, (Petthijohn et al, 1987)
Roundness
Roundness Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan ketajaman pinggir dan sudut suatu partikel sedimen klastik (Nichols, 1999). Ini menunjukkan sejarah transportasi dari materia tersebut. (Gambar 2.6), jika nilai ketajaman pada bagian pinggir pinggir material masih tajam maka transportasi sedimen ini dapat dipastikan masih dekat dengan sumbernya, namun jika telah hilang maka menunjukkan trasportasi yang jauh dari sumbernya. Sortasi
Sortasi adalah distribusi dari kehadiran pecahan sedimen sesuai dengan ukuran butirnya ; sortasi baik berkomposisi dari satu ukuran sedimen misalnya medium sand, sedangkan sortasi buruk terisi oleh banyak ukuran butir (Gambar 2.7). sortasi sendiri menjelaskan tentang sejarah transportasi. Jika batuan memiliki
9
kandungan ukuran butir yang beragam ini menunjukkan terjadi berubahan kekuatan transportasi.
Gambar 2.7 Ilustrasi dari sortasi pada sedimen klastik (Nichols, 1999)
Fabric atau kemas
Kemas adalah dimana ketika batuan memiliki kecendrungan pada satu ukuran atau memiliki sebuah ukuran yang lebih banyak dari yang lain. Contohnya batulumpur adalah batuan dengan ukuran lempung dan lanau yang mendominasi (Nichols, 1999) Kedewasaan Tektur
Tektur sedimen atau batuan sedimen dapat digunakan sebagai indikasi tentang erosi, transportasi dan sejarah pengendapan. Kedewasaan tektur dibagi atau disimpulkan berdasarkan kandungan lumpur, sortasi dan bentuk butir (Nichols, 199) (Tabel 2.3). Jika batupasir arenit lumpur kuran dari 15%, sortasinya sangat baik dan bentuk butirnya butirnya adalah membola maka hasilnya supermature hasilnya supermature..
10
Tabel 2.3 Ilustrasi dalam penamaan tektur kedewasaan kedewasaan dari batupasir ( Nichols, 1999)
II.1.2 Struktur Sedimen
Struktur sedimen merupakan kenampakan batuan sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan tranportasi oleh media air, es dan angin (Boggs, 2006). Transportasi oleh air terdapat 3 cara yaitu rolling sedimen sedimen bergerak secara berputar pada bagian dasar, Saltation Saltation butiran sedimen bergerak secara melonjat – loncat diatas dasar air, dan suspensi, butiran bergerak melayang atau terbang didalam air (Gambar 2.8)
Gambar 2.8 Transportasi butir sedimen oleh Fluida (Nichols, 1999)
11
Dalam sistem teransportasi oleh media air , angin dan es, media – media tersebut haruslah memiliki kecepaatan arus untuk bisa membawa material – meterial sedimen tersebut. Dikarenakan kecepatan arus ini sangat berhubungan dengan kapasitas dan kuantitas dari ukuran material sedimen yang dapat ditransportasikan ( Tabel 2.4)
Tabel 2.4 diagram yang menunjukkan hubungan antara kecepatan arus dan ukuran butir batuan (Press dan Slever, 1986 dalam Nichols, Nichols, 1999)
Dalam diagram ini digambarkan bentuk kurva erosional dan transportasi dan pengendapan. Erosinal dan transportasi membutuhkan kecepatan yang sangat besar untuk mengerosi ukuran butir seperti ukuran lumpur dan gravel . Gravel berdasarkan ukuran adalah butiran dengan ukuran yang paling besar, sehingga massanya juga akan lebih berat dan membutuhkan arus yang cepat, namun lumpur memiliki ukuran yang halus dan massa yang ringan dan membutuhkan arus yang cepat pula. Ini dikarenakan bentuk butir lumpur yang memanjang dan lonjong yang membuat ukuran ini susah untuk dierosi oleh kecepatan arus yang lemah. Dalam diagram ini juga menunjukkan kurva pengendapan. Pengendapan butir yang kasar akan lebih mudah terendpakan jika terjadi penurunan kecepatan arus, namun lumpur membutuhkan kecepatan arus yang sangat kecil untuk
12
mengendap ini dikarenakan massa lumpur lebih kecil dari ukuran yang lebih besar dari lumpur (Nichols, 1999) Menurut Tucker, 1991 klasifikasi struktur sedimen terbagi menjadi 4 yaitu struktur erosi , struktur pengendapan, struktur pasca pengendapan dan struktur biogenik. Struktur sedimen penting penting untuk diketahui karena dengan struktur sedimen sedimen dapat menentukan lingkungan pengendapannya.(Tabel 2.5)
Tabel 2.5 Klasifikasi dari Struktur Sedimen (Selley 2000, p 131)
II.1.2.1 Struktur Erosi
Struktur sedimen pada klasifikasi ini terbentuk karena proses erosi oleh aliran Fluida dan aliran sedimen sebelum pengendapan diatas bidang perlapis an dan oleh partikel yang menggerus permukaan sedimen. a. Struktur Sole atau Sole mark Merupakan struktur sedimen yang terdapat pada bagian atas atau dasar suatu laisan (Boggs, 1992). Struktur ini biasanya ditunjukkan dengan adanya relief positif pada lapisan yang lebih kasar biasanya batupasir yang menindih batuan yang lebih halus biasanya batulanau atau batulempung. Struktur ini terbentuk karena lapisan batuan yang lebih halus mengalami erosi oleh material yang lebih kasar dan kemudian lapisan yang lebih kasar mengendapap pada lapisan butir halus yang telah mengalami erosi b. Flute Cast (cetakan Seruling)
13
Merupakan bentuk yang menyerupai cekungan memanjang yang melebar pada bagian ujungnya seperti jilatan api c. Groove cast ( Cetakan Gerusan ) Merupakan bentukan parit yang memanjang pada lapisan batupasir akibat dari pengisian hasil gerusan pada lapisan batulumpur yang ada dibawahnya. Sehingga ini dapat digunakan untuk menentukan arah arus purba. d. Channel dan scours. dan scours. Merupakan hasil dari proses erosi yang memotong lapisan batuan. Struktur channel berukuran lebih besar dari Scours. Scours Scours sifatnya sementara namun Channel sifatnya berjalan lama. Channel dan scours scours terisi oleh butiran sedimen yang lebih kasar dari lapisan disekitarnya Pada reservoir laut dalam struktur yang lebih dominan adalah channel dikarenakan sistem arus yang bekerja adalah sistem arus gravitasi yang mempunyai sistem pengendapan cepat dan mengerosi unit batuan disekitar. II.1.2.2 Struktur Pengendapan
Struktur pengendapan ini terbentuk karena proses pengendapan sedimen dipengaruhi oleh arus dan ukuran butir. a. Perlapisan dan laminasi Kedua struktur ini terbentuk karena adanya erubahan pada pola sedimentai yang meliputi komposisi, ukuran butir, bentuk orientasi dan kemas sedimen. Perlapisan sendiri adalah lapisan sedimen (layer) yang (layer) yang ukurannya melebihi 1 cm sedangkan laminasi adalah adalah lapisan sedimen yang lebih kecil dari perlapisan. b. Cross-startification Merupakan perlapisan yang menunjukkan adanya sudut yang jelas antara layer – layer internal dengan bidang batas perlapisan ( Boggs, 1992). Apabila yang bersilang tersebut berupa perlapisan perlapisan disebut Cross-bedding dan apabila yang berukuran laminasi disebut Cross-laminasi. Cross-laminasi. Menurut Tucker (1991) struktur ini terbentuk akibat migrasi dune atau dune atau ripple karena ripple karena sedimentasi bertambah. Ada dua jenis perlapisan silang ini yaitu plannar Cross-startification dan Trough
14
Cross-startification, Cross-startification,
secara
sederhana
perlapisan
ini
dibedakan
berdasarkan bentuk lapisan yang bersilang dengan lapisan dasar (Tucker, 1991). c. Perlapisan bergradasi (Graded (Graded Bedding ) Merupakan perlapisan yang dicirikan dengan perubahan vertikal ukuran butir secara gradasi akibat bertambahnya kekuatan arus atau berkurangnya kekeuatan arus. d. Perlapisan Masif Merupakan perlapisan yang tidak menunjukkan adanya struktur dalam tubuh perlapisan. Menurut Tucker (1991), perlapisan ini akibat dari pngedapan yang cepat, gelontoran endapan dengan densitas tinggi atau endapan hasil gravitasi. Struktur pengendapan laut dalam lebih didominasi oleh lapisan yang amalgamasi dan masif serta bergradasi (Bouma 1962, dalam Slatt 2006) seperti reservoir channel pasir channel pasir amalgamasi dan channel pasir pasir berlapis. II.1.2.3 Struktur Pasca Pengendapan
Struktur ini terbentuk segera setelah atau pasca adari proses pengendapan, terutama proses deformasi sebelum terjadinya proses konsolidasi dan pembatuan secara sempurna. a. Slide dan Slump Terjadi akibat adanya pergerakan masa pada bidang gelincir yang terjadi pada lereng yang mengakibatkan sedikit deformasi pada tubuh sedimennya (Tucker , 1991) b. Load dan cast dan cast Merupakan struktur sole mark yang sering terjadi akibat adanya beda densitas anatara lapisan yang atas dan lapisan bagian bawah. Lapisan dengan densitas tinggi akan menekan lapisan dengan densitas yang rendah sehingga lapisan densitas tinggi dapan menyusup kedalam lapisan dengan densitas rendah (Boggs, 1994). c. Dish dan Dish dan Pillar Pillar
15
Struktur ini terbentuk dari fluida dalam tubuh batuan lepas akibat dari pengendapan yang cepat. Bentuknya seperti mangkuk pada lapisan yang lebih halus dan berbentuk pillar pada lapisan yang kasar. II.1.2.4 Struktur Biogenik
Struktur biogenik pada dasaranya adalah studi hasil gangguan makhluk hidup atau organisme hidup pada sedimen atau dengan nama lain studi tentang fosil jejak (ichnology) (Collinson dan Thompson, 1982). Compton (1985) mengemukan mengemukan bahwa binatang dapat meninggalkan jejak dengan cara menyentuh men yentuh atau menapak, bergerak melintas, makan pada permukaan sedimen, melubangi untuk mencari makan, menggali untuk tempat hidup dan membuat satu bentukkan untuk keluar dari lapisan sedimen. (Gambar 2.9)
Gambar 2.9 Pembagian kedalan laut dan h ubungannya dengan fosil jejak (Pemberton,1992 dalam dalam Koutsoukos, 2005 ).
Dari gambar dapat dilihat semakin menambah kedalaman (abysall ( abysall dan dan bathyal zone). Makhuk hidup akan lebih memilih melakukan gerakan kearah horizontal dan membentuk trail , sedangkan ketika lingkunganya kearah yang lebih dangkal
16
organisme akan lebih bergerak, makan dan melindungi diri dengan membentuk burrow yang vertikal. Ini didasari oleh perbedaan kuat tekan air laut di dangkal dangkal dan dalam. II.1.3 Fosil
Menurut Leonardo Da Vinci (1452 – 1519, 1519, dalam Koutsoukos, 2005) fosil adalah sisa dari organisme yang pernah hidup. Fosil merupakan indikator dari lingkungan (Steno, 1638 – 1687 dalam Koutsoukos, Koutsoukos, 2005) 2005) dan indikator indikator dari paleobatimetri (harlton, 1988 dalam Koutsoukos, 2005). Fosil digunakan untuk menentukkan umur dari lapisan (smith, 1769 – 1839 1839 dalam Koutsoukos, Koutsoukos, 2005) 2005) dan melakukan korelasi (Darwin, 1859 dalam Koutsoukos, 2005) serta sebagai tanda iklim masa lampau (Wegener, 1960 Koutsoukos, 2005)
Gambar 2.10 Contoh fosil plankton yang hidup di lingkungan laut (Slatt, 2 006)
17
II.1.4 Arus Purba
Arus purba adalah arah dari aliran pada saat sedimen terendapkan (Nichols, 1999). Interpretasi yang dapat dihasilkan dari arus purba adlah arah Paleoslope, Paleoslope, arah/pola penyebaran sedimen, hubungan arus purba dengan geometri datuan batuan dan lokasi daerah sumber sedimen. Interpretasi itu memiliki nilai ekonomis misalnya untuk mengetahui penyebaran placer penyebaran placer deposite (Graham, deposite (Graham, 1988). Sebelum menentukan arah arus pembentuk struktur, harus diperhatikan struktur apakah yang ditinjau dan bagaimana cara pembentukkannya. Untuk menentukan arah arus, singkapan struktur sedimen harus bisa diamati dalam bentuk 3 dimensi sehingga dapat diukur jueus aray arah ( strike strike dan direction) direction) dan kemiringan sesungguhnya. Apabila semua telah diukur maka, akan dilakukan koreksi dengan streographic dengan streographic net . Struktur sedimen yang yang bersifat planar ( treutama struktur silang siur) dapat diukur strike diukur strike dan dan dipnya dipnya dan pada prisnsipnya aruspurba adalah tegak lurus dengan strike. Arah strike. Arah rus purba pada struktur yang bersifat liniar (groove marks, gutter cost, flute, casts) ditunjukkan oleh plunge/pitch plunge/pitch struktur sedimen tersebut jika pada lapisan yang miring atau sama dengan arah struktur pada bidang horizontal. Cara yang paling sederhana untuk mempresentasikan data adalah dengan menggunakan diagram rose. rose. Pada diagram ini terdapat empat tipe dasar pola arus purba yaitu unimodal, bimodal-bipolar, bimodal-oblique dan polimodal seperti pada (gambar 2.11 ), selain itu variasi arah arus purba dapat mengindikasikan lingkungan pengendapan seperti tabel 2.6
Gambar 2.11 Pola arus purba (Tucker,1991 dalam Salley, 2000)
18
Lingkungan
Struktur
sedimen Pola Penyebaran
direksional
Eolian
Lapisan silang siur skala Jika dibentuk oleh dune barchan akan besar
berpola unimodal dan menunjukkan arah angin purba; berpola bimodal oleh dune tipe seif dan polimodal jika tipe sief yang komplek
Fluvial
Silang parting ,
Siur,
lineasi Arah
arus
purba
menunjukkan
ripple,scour, paleoslope dan paleoslope dan arah provenance; arah provenance; pola pola
imbrikasi
unimodal dengan penyebaran yang kecil
jika
dibentuk
oleh
sungai
dengan low-sinousity, low-sinousity, polaunimodal dengan penyebaran yang besar jika dibentuk oleh sungai dengan high sinousity atau sinousity atau kipas aluvial
Delta
Lapisan
silang
siur, Umumnya berpola unimodal dengan
channel, lineasi parting lineasi parting , , arah kebarat meskipun prose laut ripple
dapat membuat arus komplek
Paparan laut Silang Siur, ripple,scour Arus dapat memiliki pola yang dangkal
komplek
dan
sulit
untuk
diinterpretasi; pola bimodal dapat terbentuk oleh arus pasang-surut meskipun arus pasang-surut dapat paralel atau tegak lurus terhadap garis pantai; dapat unimodal jika salah satu raus pasang/surut mendominasi; bisa polimodal ataupun tidak beraturan
19
terutama
bila
terdapat
efek
gelombang dan badai
Cekungan
Struktur
sole, Pola unimodal umum ditemukan pada
turbidit
khususnya flute, lineasi turbidit, dapat berarah downslope parting , laminasi,
ripple, atau searah sumbu cekungan, atau silang
siur, radial jika pada kipas bawah laut.
orientasi butir, slump Pada countourit, arah arus purbanya fold
paralel terhadap lereng
Tabel 2.6 Lingkungan pengendapan, struktur sedimen d ireksional dan pola penyebaran (Tucker, 1991 dengan modifikasi)
20
II.2. Facies Model Pengendapan Laut Dalam
Fasies model adalah sebuah norma, kerangka, sebagai prediksi dasar untuk meninterpretasi (Walker,1992 dalam Shanmugam, 2000). Berdasarkan dari fasies model laut dalam pertama oleh Bouma (1962 dalam Shanmugam, 2000), fasies model terbagi menjadi lima divisi (Ta,Tb,Tc,Td,Te). Dari dari hasil realisasi oleh (Stow dan Shanmugam, 1980 dalam Shanmugam, 2000) menghasil fasies model vertikal yang baru namun hanya untuk fine-grained untuk fine-grained turbidit turbidit dengan sembilan divisi (T0, T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8). Lowe (1980 dalam Shanmugam, 2000) memperkenalkan fasies model vertikal yang baru untuk coarse-grained turbidit dengan enam divisi (R 1, 1, R 2, 2, R 3, 3, S 1,S2, S 3). (Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam, 2000) (Gambar 2.12)
21
Gambar 2.12. Hubungan antara arah aliran dengan ketebalan lapisan turbidit yang dihasilkan (Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam, 2000)
Aliran turbidit dengan densitas tinggi atau cepat dapat menghasilkan endapan dengan model Lowe (1982) yang material sedimennya berisi butir – butir butir dengan ukuran yang besar atau kasar ( bongkah – pasir pasir ) dan menghasilkan tebal lapisan yang besar. Aliran turbidit yang lemah menghasilkan menghasilkan facies model yang di publikasikan oleh Bouma (1962) dan Stow dan Shanmugam (1980) yaitu facies model yang berisi butiran kerikil – lumpur dengan struktur bergradasi serta ketebalan antar lapisan yang relatif lebih kecil dari facies model Lowe (1982) Model facies ini digunakan sebagai acuan pada sistem pengendapan yang terjadi pada laut dalam dan sebagai acuan dalam interpretasi unit batuan, hubungan unit batuan dan penentuan lingkungan laut dalamnya. Dari facies model diatas didapati litologi adalah gravel, pasir gravel, pasir dan lumpur ini dikarenakan dilakukan dengan media air dan memiliki kecepatan arus yang sangat tinggi (turbulen).(Tabel 2.4) Namun yang paling dominan adalah lapisan pasir. Lapisan pasir laut dalam memiliki ukuran butir yang seragam, dengan grain dengan grain fabric, fabric, dan sortasi yang yang baik (Slatt, 2006). Hasil Hasil interpretasi menunjukkan bahwa batupasir ini mengalami transportasi secara jauh dari batuan sumber s umber dikarenakan terendapakan pada lingkungan laut dalam, sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk butir, spherecity, spherecity, dan roundnessnya memiliki tingkat kedewasaan yang cukup tinggi (Gambar 2.13)
22
Gambar 2.13. Klasifikasi Kedewasaan Tekstur (Folk, 1951, dalam Boogs, 2006)
Dari data struktur sedimen yang terdapat dalam facies model turbidit, struktur sedimen yang sering dijumpai pada sistem pengendapan turbidit adalah struktur masif ( pada pasir), parallel laminasi (pasir dan lumpur), ripple wavy laminasi (lumpur dan pasir) dan laminasi (lumpur) (Bouma, 1962 dalam Shanmugam, 2000). Dapat disimpukan bahwa struktur sedimen ini masuk pada struktur pengendapan yang dipengaruhi oleh arus dan ukuran butir, dikarenakan proses arus gravitasi memiliki kapasitas yang tinggi sehingga ada kalanya terdapat struktur channel pada bagian bawah yang berlitologi pasir kasar – gravel gravel .
23
Tabel 2.7 Struktur sedimen pada pengendapan Laut dalam, modifikasi dari Selley, 2000)
Dari fasies model juga terlihat adanya struktur sedimen yang dapat digunakan sebagai tolak ukur arus purba, struktur sedimen itu berupa struktur sedimen sole, sedimen sole, khususnya flute, khususnya flute, lineasi parting lineasi parting , ripple, laminasi, silang siur, orientasi butir, slump butir, slump fold (Tucker, (Tucker, 1991). Sehingga dapat diperkirakan asal material sedimen yang tersebut dan darimana arahnya.(Tabel 2.8)
Tabel 2.8 Lingkungan pengendapan, struktur sedimen d ireksional dan pola penyebaran (Tucker, 1991 dengan modifikasi)
24
Selain terdapat litologi, geometri dan struktur sedimen, di laut dalam sendiri terdapat makhluk hidup yang beraktivitas pada material sedimen laut dalam, sehingga terkadang membentuk fosil – fosil fosil jejak laut dalam. Perbedaan salinitas, tekanan dan jumlah oksigen (Boggs, 2006) membuat keunikan bentukan dari hasil sisa – sisa makhluk hidup ini yang membedakan dengan lingkungan yang lebih dangkal. Jejak fosil tersebut terdapat pada zona sublitoral – zona zona abisal (Gambar 2.14) antara lain skolithos, lain skolithos, cruziana, zoophycos, dan nereites (Koutsoukos, 2005)
Gambar 2.14 Pembagian kedalan laut dan hubungannya dengan fosil jejak (Pemberton,1992 dalam dalam Koutsoukos, 2005 ).
Semua
jenis
jejak
fosil
tersebut
penanda
bahwa
lingkungan
pengendapannya adalah laut dalam, jadi fosil jejak merupakan suatu informasi yang penting dalam memperkuat data yang lainnya.
25