Hubungan kerangka kerja Driving kerja Driving Force-Pressur Force-Pressure-Statee-State Exposure-Effect-Action Exposure-Effect-Action (DPSEEA), (DPSEEA), Human Human Development Index (HDI) dan Environmental dan Environmental Burden Burden of Disease (EBD) Disease (EBD) dalam konteks Health konteks Health Impact Assessment (HIA) (HIA)
Oleh: Mohammad Wicaksono Sulistomo - 1706100491 Ronny Andreas - 1706100453
Dosen Pengajar: dr. Handoyo Kun Hendrawan, MS, SpOk
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KEDOKTERAN OKUPASI JAKARTA, JAKARTA, 2015
I.Health Impact Assessment (HIA) HIA dimaksudkan untuk menghasilkan seperangkat rekomendasi berbasis bukti untuk menginformasikan pengambilan keputusan. HIA berusaha memaksimalkan dampak positif kesehatan dan meminimalkan dampak negatif dari kebijakan, program atau proyek yang diusulkan. (1) Prosedur HIA serupa dengan yang digunakan dalam bentuk penilaian dampak lainnya, seperti penilaian dampak lingkungan atau penilaian dampak sosial. HIA biasanya mengikuti langkah-langkah tersebut, meskipun banyak praktisi memecahnya menjadi sub-langkah atau memberi labelnya secara berbeda: 1 Skrining - menentukan apakah HIA diperlukan / diperlukan 2 Scoping - menentukan dampak yang akan dipertimbangkan dan rencana untuk HIA 3 Identifikasi dan penilaian dampak - menentukan besarnya, sifat, luas dan kemungkinan dampak kesehatan potensial, dengan menggunakan berbagai metode dan jenis informasi yang berbeda. 4 Pengambilan keputusan dan rekomendasi - membuat eksplisit trade-off dibuat dalam pengambilan keputusan dan merumuskan rekomendasi yang mendapat informasi dari bukti 5 Evaluasi, pemantauan dan tindak lanjut - proses dan evaluasi dampak HIA dan pemantauan dan pengelolaan dampak kesehatan. (1)
Tujuan utama HIA adalah menerapkan pengetahuan dan bukti yang ada tentang dampak kesehatan, konteks sosial dan komunitas yang spesifik, untuk mengembangkan rekomendasi berbasis bukti yang menginformasikan pengambilan keputusan untuk melindungi dan memperbaiki kesehatan masyarakat dan kesejahteraan. Karena kendala finansial dan waktu, HIA umumnya tidak melibatkan penelitian baru atau generasi pengetahuan ilmiah asli. Namun, temuan HIA, terutama di mana ini telah dipantau dan dievaluasi dari waktu ke waktu, dapat digunakan untuk menginformasikan HIA lain dalam konteks yang serupa. Rekomendasi HIA dapat berfokus pada aspek desain dan operasional sebuah proposal. HIA juga telah diidentifikasi sebagai mekanisme dimana potensi ketidaksetaraan kesehatan dapat diidentifikasi dan diperbaiki sebelum penerapan kebijakan, program atau proyek yang diusulkan (2)
II. Frame Work
DPSEEA (Driving force-Pressure-State-
Exposure-Effect-Action)
Kerangka kerja DPSEEA ditinjau dari sisi epidemiologi merupakan kombinasi dari faktor fisik, kimia, biologi, sosial, budaya, dan kondisi ekonomi yang mengacu geografi lokal, infrastruktur, musim, dan aktivitas manusia di dalamnya. Ancaman terhadap
kesehatan
lingkungan dapat dibagi menjadi;
kurangnya
bahaya tradisional yang dihubungkan dengan
pembangunan, dan bahaya modern yang dihubungkan dengan pembangunan tidak berkelanjutan Kurangnya pembangunan
yang menjadi bahaya tradisional
ini
meliputi faktor-faktor:
kemiskinan, kurangnya pertumbuhan, termasuk kurangnya akses terhadap air minum yang aman, sanitasi dasar yang tidak memadai dalam rumah tangga dan masyarakat, makanan mengandung patogen, kontaminasi dari polusi udara dalam ruangan, pemanasan lingkungan yang disebabkan penggunaan bahan bakar / batu bara yang tidak memadai, pembuangan limbah padat, bahaya cedera kerja di bidang pertanian dan industri, bencana alam, termasuk banjir, musim kemarau, gempa bumi, dan vektor penyakit, terutama serangga dan tikus. (3) Bahaya modern yang dihubungkan dengan pembangunan tidak berkelanjutan ini terkait dengan perkembangan pesat yang tidak memiliki perlindungan kesehatan dan lingkungan yang baik dan konsumsi sumber daya alam secara berlebihan. Bahaya yang ditimbulkam adalah: bahaya pencemaran air dari daerah padat, industri, pertanian,
polusi udara dari kendaraan
bermotor, pembangkit listrik tenaga batu bara, industri, akumulasi limbah padat berbahaya berbahan kimia, bahaya radiasi akibat adanya teknologi industri dan pertanian yang baru muncul, penyakit infeksi berbahaya, penggundulan hutan, terjadi degradasi lahan dan lingkungan maupun perubahan besar lainnya di tingkat lokal dan regional, perubahan iklim serta penipisan ozon. (3)
Intervensi kesehatan seharusnya tidak terbatas untuk pengobatan kasus dan pengurangan pajanan terhadap manusia secara langsung. Perlu tingkatan dan
juga
dibahas tindakan terpadu di semua
fokus pada tindakan jangka panjang yang bertujuan mengurangi ancaman
kesehatan lingkungan. Dengan pendekatan ini diharapkan bisa meningkatkan manfaat kesehatan dan perlindungan lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan tanpa merusak keseimbangan ekologi. (3) Sebagai bentuk kepedulian mencegah dan mengatasi dampak yang mungkin bisa timbul, maka WHO mengambil pendekatan yang lebih luas untuk memasukkan dampak kekuatan pendorong makro dan tekanan pada kesehatan dan lingkungan. Framework itu dikenal dengan Driving Force-Pressure-State-Exposure-Effect-Action (DPSEEA) / Kerangka kerja untuk mencegah terjadinya 6 macam penyakit pada Environmental Burden Diseases (4)
Frame work DPSEEA ini terdiri dari faktor-faktor yang merupakan upaya preventif / pencegahan terhadap terjadinya Environmental Burden Diseases, dimana di dalamnya mencakup spektrum yang lengkap mulai dari hubungan sebab- akibat potensi kekuatan dan dibutuhkan tindakan dan menyatukan para profesional, praktisi dari kedua lingkungan dan kesehatan masyarakat untuk membantu mengarahkan mereka pada scoop yang lebih besar. Frame work DPSEEA ini juga berguna untuk tekanan
pada
memahami perubahan lingkungan berupa teknologi dan
penduduk seperti: produksi, konsumsi dan limbah,
kelestarian lingkungan
hidup, perubahan pada lingkungan seperti tingkat polusi berupa paparan dari luar, dan efek kesehatan secara menyeluruh. (4) DPSEEA merupakan singkatan dari: Driving Force, Pressure, State, Exposure, Effect, Action. !
Driving Force (anthropogenic) memasukkan faktor yang menyebabkan lingkungan menjadi rusak. Contoh: kebutuhan energi, pertumbuhan ekonomi, isu-isu kesehatan dan safety, persamaan sosial, teknologi, dan kebutuhan edukasi.
!
Pressure ditunjukkan dengan pekerjaan manusia atau eksploitasi dari lingkungan/ faktorfaktor yang merusak
lingkungan Contoh: kebutuhan konsumsi, produksi gas karbon,
emisi limbah, hak asasi manusia, dan biaya pendidikan. !
State menyatakan faktor-faktor lingkungan yang dirusak / keadaan lingkungan saat ini. Contoh: ketersediaan sumber daya, perubahan iklim, kualitas dan kebutuhan air bersih, dan kondisi keamanan dan kesehatan saat ini.
!
Exposure hal-hal yang terjadi ketika manusia dihadapkan kepada kondisi lingkungan / factor dosis dari perusak. Contoh: perubahan kondisi lingkungan, efek terhadap sosial masyarakat, proporsi masyarakat yang terpapar level kebisingan, kondisi udara, kondisi air bersih.
!
Effect merupakan
efek bahaya yang ditimbulkan pada lingkungan akibat paparan.
Contoh: risiko ekologi, angka kesakitan atau kematian pada manusia.
!
Action merupakan intervensi kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi dampak / menghindari efek yang terjadi pada lingkungan Contoh: kebijakan-kebijakan ekonomi, preventif, proteksi, dan kuratif. Pada akhirnya disini dapat disimpulkan bahwa adanya kerangka kerja DPSEEA ditinjau
dari sisi epidemiologi
bertujuan sebagai upaya preventif terjadinya Environmental Burden
Diseases secara langsung melalui indikator- indikator di dalamnya yang dapat dianalisa dan dievaluasi, dimana jika terjadi ketidaksesuaian / keabnormalan pada kerangka kerja DPSEEA ini, maka dibutuhkan PDCA ( Plan Do Check Action) dalam mengatasi keabnormalan ini sehingga tidak terjadi Environmental Burden Diseases. (4)
III. Human Development Index (HDI) Human Development Index (HDI) adalah merupakan salah satu alat ukur yang dapat merefleksikan status pembangunan manusia. United Nations Programme (UNDP) sejak tahun 1990 menggunakan HDI untuk mengukur upaya pencapaian pembangunan manusia suatu negara dan mempublikasikannya dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR). HDI merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar, yang digunakan sebagai indikator yaitu (i) bidang kesehatan : usia hidup (logetivity) ; (ii) bidang pendidikan : pengetahuan (knowledge) ; dan (iii) bidang ekonomi : standar hidup layak (decent living). (5)
1. Usia Hidup Pembangunan Manusia , atau upaya untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, harus terlebih mengupayakan agar penduduk dapat mencapai usia hidup yang panjang dan sehat. Sebenarnya banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur usia hidup, tetapi dengan pertimbangan ketersediaan data secara global dipilih indikator angka harapan hidup waktu lahir (life expantancy at birth) yang bisa dinotasikan dengan eo.
Angka kematian bayi (IMR) tidak digunakan untuk keperluan itu karena indikator itu dinilai tidak peka bagi negara-negara industri yang telah maju. Seperti halnya IMR, eo sebenarnya mereflesikan seluruh tingkat pembangunan dan bukan hanya bidang kesehatan. Dalam suatu negara yang tidak memiliki sistem vital registrasi yang baik seperti Indonesia eo dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup dan rata-rata anak yang dilahirkan masih hidup. Prosedur perhitungan eo dengan metode itu hanya efesien jika dilakukan dengan dengan menggunakan Mortpak Lite atau software lainnya. Sebagai catatan, eo yang diperoleh dengan metodetidak langsung merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei. Sejauh ini ada tiga macam data yang dapat digunakan untuk memperoleh dua macam data dasar tersebut yaitu Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (Supas), dan Ssurvei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Periodisasi SP dan Supas adalah 10 tahunan, sedangkan periodisasi adalah tahunan. Sebagai catatan hasil perhitungan eo untuk tingkat kabupaten/kodya dari sumber-sumber data tersebut (khususnya Susenas) selalu harus dievaluasi secara cermat sebelum digunakan. (5)
2. Pengetahuan Selain usia hidup, pengetahuan juga diakui secara luas sebagai unsur mendasar dari pembangunan manusia. Dengan pertimbangan ke tersediaan data, pengetahuan diukur dengan du a indikator yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Sebagai catatan UNDP dalam publikasi tahunan HDR sejak 1995 mengganti rata-rata lama sekolah denga partisipasi sekolah dasar, menengah dan tinggi sekalipun diakui bahwa indicator yang kedua diakui kurang sesuai sebagai indikator dampak. Penggantian diakui semata-mata karena sulit memperoleh data ratarata lama sekolah secara global, suatu kesulitan yang bagi keperluan internal Indonesia dapat diatasi dengan tersedianya data Susenas Kor. Indikator angka melek huruf dapat diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis. Pengolahannya dapat dilakuakan dengan menjumlahkan kasus berkode 1 (dapat membaca dan menulis) dan berkode 2 (dapat membaca dan menulis huruf lainnya), kemudian membandingkannya dengan jumlah seluruh kasus. Seperti halnya angka melek huruf, rata-rata
lama sekolah dihitung dengan pengolahan tagulasi data Susenas Kor. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data variabel secara simultan, yaitu: tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Perhitungan rata-rata lama sekolah dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal dihitung lama sekolah untuk masing-masing individu dengan menggunakan pola hubungan antar variabelvariabel tersebut. Pada tahap berikutnya dihitung rata-rata lama sekolah aggregat.
3. Standar Hidup Layak Selain manusia hidup, dan pengetahuan unsur dasar pembangunan manusia yang diakui secara luas adalah standar hidup layak. Banyak indikator alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur unsur ini. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara internasional UNDP memilih GDP per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup layak. Berbeda dengan indikator untuk kedua unsur HDI lainnya, indikator standar hidup layak diakui sebagai indikator input, bukan indikator dampak, sehingga sebenarnya kurang sesuai sebagai unsur HDI. Walaupun demikian UNDP tetap mempertahankannya karena indikator lain yang sesuai tidak tersedia secara global. Selain itu dipertahankannya indikator inipun juga merupakan argumen bahwa selain usia hidup dan mengetahui masih banyak variabel input yang pantas diperhitungkan dalam perhitungan HDI. (5)
IV. Environmental Burden Disease (EBD) Untuk mengembangkan langkah-langkah kebijakan yang efektif dan memfokuskan upaya penelitian, penting untuk memprioritaskan faktor risiko lingkungan berdasarkan dampak kesehatan mereka. Ukuran beban lingkungan untuk penyakit (EBD) dapat digunakan untuk mengekspresikan efek kesehatan divergen dalam satu unit, seperti tahun-tahun awal penyesuaian kecacatan (DALYs). DALY memberi indikasi jumlah yang setara dengan usia sehat yang hilang dalam populasi karena kematian dan morbiditas dini. (6)
Penilaian kuantitatif dampak kesehatan timbal pada tingkat populasi didasarkan pada tiga komponen: 1. Menilai paparan dari distribusi kadar timbal dalam da rah pada populasi umum. 2. Pemetaan distribusi paparan terhadap efek kesehatan bagi populasi penelitian. 3. Kuantifikasi efek kesehatan terpilih berikut ini: • Hilangnya poin IQ pada anak-anak (yang berakibat pada keterbelakangan mental ringan (MMR) saat kehilangan ini menyebabkan nilai IQ di bawah 70 poin), dengan menggunakan tingkat penyakit yang absolut. • Meningkatnya tekanan darah pada orang dewasa (yang berakibat pada penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular, penyakit hipertensi dan penyakit jantung lainnya). (6) Tujuan utama dari EBD adalah untuk memberi informasi dalam mengambil kebijakan, menilai faktor risiko yang paling relevan terhadap kebijakan yang akan diambil. Representasi dari faktor risiko yang mempengaruhi pilihan kebijakan, seperti pengambilan kebijakan energi, kebijakan transportasi, atau kebijakan pengurangan emisi dimana bukti umumnya disusun di sekitar media dan agen (misalnya kualitas udara, makanan), dan penilaian Penyakit Beban Lingkungan (EBD) fokus pada kategori ini karena data dapat diakses. (9) Berikut ini adalah faktor-faktor EBD: (6)
V. Hubungan Antara EBD, HDI, DPSEEA dalam konteks HIA HIA dan DPSEEA sama-sama mempunyai tujuan untuk mengetahui risiko apa yang ada pada lingkungan, serta menganalisa dan memberikan jalan keluar terhadap dampak pada kesehatan. HIA mempunyai enam langkah untuk dilakukan, namun langkah-langkah tersebut tidak selalu harus dilaksanakan secara berutrurutan, tetapi dilakukan secara simultan melalui langkah kerja DPSEEA.
Peran EBD dalam HIA adalah sebagai parameter penilaian untuk mendapatkan data dasar terhadap kondisi kesehatan manusia dan lingkungan sebelum dilakukan suatu proyek, pengambilan kebijakan atau pelaksanaan suatu rencana. Hasil penilaian parameter tersebut kemudian digunakan sebagai hulu dari kerangka kerja DPSEEA.
HDI dibutuhkan jika sebagai data dasar yang akan diambil untuk masuk ke dalam kerangka DPSEEA, merupakan Health’s Area of Concern (HAOC). HAOC sendiri merupakan parameter kombinasi antara HDI dengan EBD.
DAFTAR PUSTAKA
1. Evaluation as a Key Part of Health Impact Assessment: the English Experience Robert J. Quigley1 & Lorraine C. Taylor2, 2-4 2.
Acheson, D. (1998) Independent Report into Inequalities in Health. The Stationery Office, London, UK.
3. Health Impact Assessment. Available at http://www.cdc.gov/healthyplaces/hia.htm . Accessed on April 8, 2015 4. Health Impact Assessment. Available at http://www.who.int/hia/en/ . Accessed on April 8, 2015 5. Australian Institute of Health & Welfare (1996) Lead in Australian children: summary of the National Survey of Lead. Canberra, Australia, Environment Protection Agency. 6. Mindell, J., Ison, E., & Joffe, M. (2003). A glossary for health impact assessment. Journal of Epidemiology and Community Health, 57 (9), 647-51.