TINJAUAN TEORI
A.
PENGERTIAN
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572) Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710) Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris. Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998) Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.
B.
ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. setempat. Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 6 82) antara lain: 1.
Bakteri
: Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus
: Legionella pneumoniae
3.
: Aspergillus spesies, Candida albicans
Jamur
4. Aspirasi makanan, sekresi sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru paru-paru 5.
Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)
C.
PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut: 1.
Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2.
Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. (Soeparman, 1991)
D.
MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis. (Barbara C. long, 1996 :435) Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat). (Sandra M. Nettina, 2001 : 683)
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)
C.
PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut: 1.
Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2.
Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. (Soeparman, 1991)
D.
MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis. (Barbara C. long, 1996 :435) Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat). (Sandra M. Nettina, 2001 : 683)
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara: eriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2.
Pemeriksaan Radiologi
Rontgenogram Thoraks Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001) F.
1.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)
2.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :177)
4.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)
5.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171 )
6.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170) G.
1.
FOKUS INTERVENSI
DP : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum Tujuan :
-
Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
-
Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret Hasil yang diharapkan :
-
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi naf as bersih/ jelas
-
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki. Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius b.
Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c.
Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas d.
Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara e.
Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada. f.
Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran. 2. DP : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen. Tujuan : -
Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada distres pernafasan. Hasil yang diharapkan :
-
Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
-
Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi Intervensi :
a.
kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum b.
Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia. c.
Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia. d. Awsi frekuensi jantung/ irama Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi. e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler. f.
Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi. g.
Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. 3.
DP: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli Tujuan:
-
Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih Intervensi :
a.
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas. b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius. Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil. c.
Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi. Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d.
Observasi pola batuk dan karakter sekret. Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.
e.
Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif. Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f.
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan. Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g.
Berikan humidifikasi tambahan Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
h.
Bantu fisioterapi dada, postural drainage Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus. 4.
Dp : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral. Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit Intervensi :
a.
Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi. Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
b.
Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah). Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c.
Catat lapporan mual/ muntah. Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d.
Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian e.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
5.
DP : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen. Tujuan :
-
Menunjukkan peningkatan nafsu makan
-
Mempertahankan/ meningkatkan berat badan Intervensi :
a.
Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah. Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b.
Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual c.
Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen. Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal e.
Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali f.
Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi 6.
DP : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup seharihari. Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas. Intervensi :
a.
Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi b.
Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat c.
Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
d.
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Ji lid II. Jakarta :Balai Penerbit FKUI Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC
Askep Bronchopneumonia
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak merupakan hal yang paling penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan , anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami bronchopneumonia. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 3 t ahun dengan resiko kematian yang tinggi pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (1).Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik d i negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia ad alah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, pen yakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi bronchopneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di negara itu.
Bronchopneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah d an cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara- gara ini lah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita bronchopneumonia bisa meninggal. Sebenarnya bronchopneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. B. TUJUAN Tujuan penulisan dari makalah ini un tuk memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah keperawatan a nak dan membantu mahasiswa dan pembaca untuk memahami penyakit bronchopneumonia yang terjadi pada anak dan menambah pengalaman mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan bronchopneumonia C. MANFAAT 1. Bagi Institusi Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam memahami ilmu yang telah di berikan khususnya dalam melaksanakan proses keperawatan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada anak dengan bronchopneumonia. 2. Bagi Mahasiswa Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan bronchopnemonia serta dalam melakukan pendokumentasian dan penyusunan makalah bronchopneumonia. D. METODE PENULISAN Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah: a. Memperoleh data dengan menggunakan referensi yang ada kaitannya dengan masalah yang diangkat penulis. b. Memperoleh data melalui internet. BAB II TINJAUAN TEORITIS I. KONSEP DASAR MEDIS A. PENGERTIAN Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001). Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996). Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda d an gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993). Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru -paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994). Dari beberapa penngertian tersebut dapat disimpulkan,Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru -paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur dan benda asing B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN a. Anatomi
Sistem pernapasan terdiri atas : • Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara ke dan dari pa ru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihi rupkan ke dalam paru-paru. • Faring atau tenggorokan
Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring.faring dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan laringofaring. • Laring atau pangkal ten ggorokan
Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi,melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering juga disebut sebagai ko tak suara. Dan terdiri atas : epiglotis , glotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid,kartilaago aritenoid dan pita suara. • Trakea atau batang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang dari tu lang-tulang rawan. • Bronkus atau cabang tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea terdiri dari b ronkus kiri dan kanan. • Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung alveoli. Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paru-paru kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus. b. Fisiologi Proses pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu : a. Ventilasi Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu a danya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah. b. Difusi gas Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. c. Transportasi gas Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan t ubuh ke kapiler. Transportasi gas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb. C. ETIOLOGI Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.Penyebab Bronchopneumonia yang biasa ditemukan adalah: 1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza,
Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis. 2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik. 3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing. 4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah a) Faktor predisposisi -usia /umur -genetik b) Faktor pencetus -gizi buruk/kurang -berat badan lahir rendah (BBLR) -tidak mendapatkan ASI yang memadai -imunisasi yang tidak lengkap -polusi udara -kepadatan tempat tinggal D. PATOFISIOLOGI Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan jaringan sekitarnya. . Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah i tu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan p ermeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fi brin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III/hepatisasi kelabu (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan f ibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera d an terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan l eukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler da rah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV/resolusi (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa -sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga p aru ) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. E. MANIFESTASI KLINIK • Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas • Demam (390 – 400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi • Anak sangat gelisah,dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk -tusuk, yang dicetuskan oleh bernapas dan
batuk • Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. • Kadang-kadang disertai muntah dan diare • Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing. • Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeks inya serius. • Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis absorbsi.
F. KOMPLIKASI 1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. 2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. 3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang. 4. Infeksi sistemik 5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup e ndokardial. 6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrat Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3. Hitung sel darah putih b iasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi. Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, untuk mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya. H. PENATALAKSANAAN A. Farmakologi Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin. Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita, dan dugaan kuman penyebab:
1. Umur 3 bulan-5 t ahun,bila toksis disebabkan oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza atau stafilokokus.Pada umumnya tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis dipakai : Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2 kali sehari dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau kombinasi Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau kombinasi Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sama dengan diatas). 2. Anak –anak < ASI/PASI 8 x 20cc per sonde B. Non farmakologi 1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah. 2. Simptomatik terhadap batuk. 3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif 4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator. 5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya. I. PENCEGAHAN Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal -hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: 1 . Vaksinasi Pneumokokus 2. Vaksinasi H. Influenza 3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah 4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. II. IVFD dekstrose 5 % ½ NaCl 0,225% 350cc / 24 jam 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia: o Peni silin prokain IM atau o Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/24 jam oral, 4 kali sehari o Eritromisin atau o Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari. o Oksigen 1-2 L/menit. KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN A. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan DS : polusi udara, lingkungan berdebu,adanya anggota keluarga yang pernah menderita b ronchopneumonia,tidak mendapat vaksinasi /imunisasi yang lengkap,tidak mendapaat ASI yang memadai,lingkungan yang padat penduduk. DO : demam, menggigil, berkeringat,sesak napas,batuk,jenis kelamin, gangguan sistem imun : SLE, AIDS, Penggunaan steroid atau kemoterapi, dominan pada usia > 3 tahun, rumah berdebu. B. Pola nutrisi dan metabolic DS : kehilangan nafsu makan ,mual /muntah, riwayat DM, tidak mendapat ASI yang memadai. DO : gizi buruk, BBLR,defisiensi vitamin A, distensi abdomen, hiperaksi bunyi usus, kulit kering,turgor kulit tidak elastis. C. Pola aktivitas dan latihan DS : kelelahan, kelemahan, takipnoe,insomnia, stridor DO: letargi, pernapasan cuping hidung, sianosis,sputum,ronchi, fremitus meningkat, takikardi D. Pola tidur dan istirahat DS: insomnia, batuk ,sesak, stridor DO: batuk, sesak, stridor, gelisah E. Pola kognitif DS: sakit kepala, nyeri dada DO: rewel, menangis, bingung, samnolens F. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress DO: stress ,ngompol, mengisap jari DS : menangis, melempar mainan, isap jari B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa yang dapat diangkat adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi lendir di jalan napas, inflamasi trakeabronkial, nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan. 2. Gangguan pertukaran gas b/d obstruksi saluran pernapasan 3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, mual dan muntah. 5. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum, batuk berlebihan dan dispnea. 6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi tubuh, kurangnya intake cairan. C. PERENCANAAN KEPERAWATAN DP 1: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b/d akumulasi lendir di jalan napas,inflamasi trakeabronkial,nyeri pleuritik,penurunan energi,kelemahan. HYD: -pasien menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas -pasien menunjukkan jalan napas dengan bunyi napas bersih,tidak ada dispnea dan sianosis Rencana tindakan : Kaji atau pantau pernapasan klien Rasionalnya: Mengetahui frekuensi pernapasan klien sebagai indikasi dasar gangguan pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan (ronchi,wheezing) Rasionalnya: adanya bunyi napas tambahan yang menandakan gangguan pernapasan. Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semi fowler Rasionalnya : posisi semi f owler memungkinkan ekspansi paru lebih maksimal Terapi inhalasi dan latihan napas dalam dan batuk efektif Rasionalnya : napas dalam memudahkan ekspirasi maksimum paru-paru/jalan na pas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme membersihkan jalan napas alami, membantu silia mempertahankan jalan napas paten. Memberian cairan per oral/IV sesuai usia anak,tawarkan air hangat daripada dingin. Rasionalnya : cairan khususnya yang hangat memobilisasi serta mengeluarkan lendir. Kolaborasi dengan dokter dalam pengisapan lendir sesuai indikasi Rasionalnya : merangsang batuk serta membersihkan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan pernapasan karena batuk tidak efektif atau penurunan kesadaran. DP 2 : Gangguan pertukaran g as b/dobstruksi saluran pernapasan HYD : pasien akan menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernapasan. Rencana tindakan : Monitor / kaji tanda-tanda vital, kesulitan bernapas, retraksi stomal. Rasionalnya : data dasar untuk pengkajian lebih lanjut. Observasi warna kulit,membran mukoasa dan kuku,catat adanya sianosis Rasionalnya : sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/menggigil namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik. Kaji status mental Rasionalnya : gelisah, mudah terangsang, bingung dan samnolens dapat menunjukkan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi,napas dalam dan batuk efektif. Rasionalnya :tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk
memperbaiki ventilasi. Pertahankan istirahat tidur Rasionalnya : mencegah kelelahan dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk kemudahan perbaikan infeksi. DP 3 : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi HYD : Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh Rencana tindakan : Pantau suhu pasien (perhatiakan menggigil/diaforesis) Rasional : Suhu 38,9 – 41,10 C menunjukkan proses penyakit, infeksius akut. Pola demam dapat membantu diagnosis. Pantau suhu lingkungan, batasi aktivitas. Rasional : suhu ruangan di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. Berikan kompres hangat Rasional : dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan air dingin/ es kemungkinan menyebabkan peningkatan suhu secara aktual. Berikan antipiretik misalnya parasetamol Rasional : mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, parasetamol baik untuk anak karena parasetamol memiliki efek yg minimal terutama bagi anak. DP 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, mual dan muntah. HYD : Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan dan mempertahankan berat badan Rencana tindakan : Indentifikasi factor yang menyebabkan kesulitan menelan (nyeri) Rasional : pilihan intervensi tergantung pada pe nyebaran masalah Auskultasi bunyi usus , observasi / palpasi distensi abdomen Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tak ada bila proses infeksi berat/memanjang. Berikan makan porsi kecil tapi sering Rasional : Tindakan ini dapat meningktkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali. Timbang berat badan setiap hari Rasional : Peningkatan berat badan secara bertahap menandakan adanya perbaikan status nutrisi pasien DP 5 : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum,batuk berlebihan dan dispnea. HYD : pasien menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital normal. Rencana tindakan : Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas. Rasionalnya : merencanakan intervensi yang tepat. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas. Rasionalnya : ADL-nya dapat terpenuhi. Bantu pasien perawatan diri yang diperlukan Rasionalnya: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2 Lakukan istirahat yang adekuat setelah beraktivitas. Rasionalnya : membantu mengembalikan energi. Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet. Rasionalnya : metabolisme membutuhkan energi.
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan Rasionalnya : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic,menghemat energi untuk penyembuhan. DP 6 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi tubuh, kurangnya intake cairan. HYD : kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan adekuat, tanda vital (suhu) rentang normal. Rencana tindakan : Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam Rasional : peningkatan suhu / demam meningkatkan laju metabolik Sn kehilangan cairan mel alui evaporasi . Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah) indikator langsung keadekuatan volume cairan , meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan. pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur BB sesuai indikasi. Rasional : memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian Pertahankan pemasukan cairan yang adekuat. Rasional : Pada anak volume cairan adalah 20-25 % dari BB anak. Beri obat sesuai indikasi , misalnya antipiretik Rasional : berguna menurunkan kehilangan cairan serta peningkatan suhu. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan Rasional : pada adanya penurunan masukan / banyak kehilangan penggunaan parenteral dapat memperbaiki/ mencegah kekurangan. D. DISCHARGE PLANNING Hal-hal yang perlu disampaikan kepada keluarga dan pasien sebelum pulang adalah : Memberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan di rumah sesuai dosis dan instruksi dokter Memberitahukan jadwal kontrol di dokter kepada pasien dan keluarga Mengajarkan kepada keluarga seperti : -minum air hangat -istirahat secukupnya -mencuci tangan dengan sering -membersihkan mulut dengan sering Memberitahukan keluarga pasien tentang pentingnya memberi ASI eksklusif dan nutrisi pada anak untuk mempertahankan sistem kekebalan tubuh dan mempercepat proses penyembuhannya. Memberitahukan pada keluarga pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal ,hindari merokok,polusi udara,lingkungan berdebu karena dapat menurunkan kesehatan dan melemahkan kondisi saluran napas anak. Memberitahukan pentingnya pemberian imunisasi pada anak, karena dengan imunisasi kekebalan tubuh semakin kuat dan mikroorganisme sulit masuk dalam tubuh. Mengajarkan tindakkan sederhana yang dapat d ilakukan bila anak sakit misalnya : memberikan kompres hangat untuk menurunkan demam, memberikan minuman yang cukup untuk mencegah dehidrasi, memberikan minuman hangat untuk membantu mengencerkan sekret yang kental.
DAFTAR PUSTAKA
• Somantri, Irman. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta :
Salemba medika • Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. Jaka rta: EGC • Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fak. Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 3.
Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA A.
Pengertian Bronkopneumonia Bronkho pneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian atas selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya. (Dep. Kes. 1993 : Halaman 106). Bronkopneumonia adalah Radang dinding bronkus kecil disertai atelektasis daerah percabangannya (Muda, 1999). Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001). Jadi bronkopneumonia adalah radang paru dalam satu atau lebih area dalam bronki dan meluas ke parenkim paru. B. Klasifikasi Pneumonia 1. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan an ak-anak atau kalangan orang tua 2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia. 3. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja. 4. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak. ( Reeves, 2001) C. Etiologi 1. Bakteri Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa. 2. Virus Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus. 3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos. 4. Protozoa Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001) D. Tanda dan Gejala 1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan a. Nyeri pleuritik b. Nafas dangkal dan mendengkur c. Takipnea 2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi a. Mengecil, kemudian menjadi hilang b. Krekels, ronki, 3. Gerakan dada tidak simetris 4. Menggigil dan demam 38,8 C sampai 41,1C, delirium 5. Diafoesis 6. Anoreksia 7. Malaise 8. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat 9. Gelisah 10. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan 11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati E.
Pathofisiologi Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain : 1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam) Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi) 2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya) Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan). 3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari) Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus. 4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari) Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231- 232).
F.
Pathway
TINJAUAN KASUS Kasus An.T 1 tahun dirawat diruang anak RS Gombong dengan diagnosa medik Bronkopneumonia. Hari ini adalah hari pertama perawatannya. Ibu klien mengatatakan klien batuk berdahak kurang lebih satu bulan yang lalu. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan data pasien tampak pucat, lemah, BB 8 kg, Tb 50 cm, auskultasi paru bunyi ronchi dan terdapat sekret di lobus medial dektra dan sinistra, terdapat otot bantu pernafasan. TD tdak diukur, N 90 x/menit, T 38,5 celsius, RR : 35 x/menit. Dari riwayat sebelumnya An. T serring batuk pilek di usia 1 tahun 5x batuk pilek, panas. Tanggal masuk : Tanggal pengkajian : Pengkaji : A. Biodata 1. Identitas Klien Nama : An T Umur : 1 tahun Jenis kelamin : Laki – laki Alamat : Ds. Gombong BB/TB : 8kg/50cm 2. Identitas Penanggung jawab
Nama Alamat Umur Hubungan
: Ny S : Ds Gombong : 30 tahun : Ibu Kandung
B. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama Ibu klien mengatakan klien batuk berdahak dari 1 bulan yang lalu kadang disertai sesak nafas,anak panas sejak 2 hari yang lalu
2. Riwayat Kesehatan Sekarang Ibu klien mengatakan Batuk berdahak, sesak nafas dan demam sudah dua hari 3. Riwayat Penyakit dahulu Ibu klien mengatakan an T sudah batuk berdahak sekitar satu bulan yang lalu, An.T sering batuk pilek di usia 1 tahun sudah 5x batuk pilek,panas. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Pada kasus ini tidak dijelaskan adanya riwayat keturunan, apakah salah sa tu anggota ada yang terkena penyakit infeksi saluran nafas itu perlu dit anyakan? 5. Riwayat kehamilan dan persalinan a. Pre natal : keadaan gizi Ibu sewaktu hamil, penyakit infeksi yang diderita bumil, psikologis bumil, permasalahan kehamilan, penggunaan obat/jamu-jamuan. b. Natal : keadaan klien saat lahir, kelainan-kelainan yang didapatan, keadaan trauma saat melahirkan, BB, dan TB klien. c. Post natal : menyangkut keadaan klien setelah lahir sampai usia 28 hari, kelainan yang didapatkan. 6. Riwayat Tumbuh Kembang Pertumbuhan meliputi berat badan dan tinggi badan. Perkembangan meliputi psiko sosial, psiko sexual, motorik halus dan kasar. (Erik Erekson, 1963) C. Pola Fungsional Meliputi pola persepsi dan tata laksanan hidup sehat, pola nutrisi dan metabolisme, pola aktivitas dan latihan, pola eliminasi, pola tidur dan istirahat, pola hubungan peran, pola reproduksi dan sexual, pola penanggulangan stress, pola tata nilai dan keyakinan. Adapun pola yang terganggu dan berpengaruh adalah sebagai ber ikut : 1. Pola tata laksana hidup Fasilitas rumah lengkap, lingkungan bersih, fentilas i rumah yang cukup. 2. Pola nutrisi dan metabolisme Meliputi : berapa kali klien setiap hari minum susu, botolnya ukuran, berat badan pasien. 3. Pola eliminasi Alvi : BAB encer, berapa jumlah, berapa kali dala m sehari. Urine : berapa jumlah urine dalam sehari, berapa kali BAK dalam satu hari. 4. Pola aktivitas Klien tidak dapat beraktivitas seperti bermain dan lain-lain. D. Pemeriksaan Fisik Meliputi keadaan umum, sistem respirasi, sistem kardiovasculer, sistem extremitas, sistem persyarafan, sistem eliminasi, sistem pencernaan. 1. TTV : N:90x/menit,S:38,5 ⁰C,RR:35x/menit
2. data: pasien tampak pucat, lemah, BB : 8 kg,TB : 50cm, auskultasi paru : ronkhi dan terdapat secret di lobus medial deksta dan sinistra, terdapat otot bantu pernapasan E. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium a. Ditemukan lekositosis (15.000 – 40.000/mm3). Normal lekosit 4.000 – 10.000/mm 3. b. Pembiakan sputum terdapat sel polimononuklear (pmN) diplococcus gram positif berbentuk lancet. 2. Radiologi Terdapat bayangan kesuraman yang homogen pada satu lobus/lebih dan terlihat konsolidasi pada satu lobus/lebih , serta bercak infiltrat pada satu lobus/lebih. 3. Analisa Gas Darah PH : .... (7,35 – 7,45) PO2 : .... (80 – 104 mmHg) PCO2 : .... (35 – 45 mmHg) HCO3 : ....
F. Analisa Data No
Data Ds Ibu pasien mengatakan klien batuk berdahak sejak± I bulan yang lalu. Usia 1 tahun batuk pilek sudah 5x. DO Auskultasi paru: ronkhi Terdapat secret di lobus medial dextra dan sinistra. Pasien tampak pucat dan lemah. TTV: N 90 x/menit, RR 35x/menit, S 38,5 C.
2
DS Ibu Klien mengatakan An T panas sejak 2 hari yang lalu. Ibu klien mengatakan klien sering panas DO Pasien tampak pucat dan lemah BB: 8kg TB : 50cm N 90x per menit S : 38,5 C
Etiologi
Problem
Obstruksi jalan nafas
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
Proses Inflamasi
Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi )
Ibu pasien mengatakan sesak nafas sejak ± I bulan yang lalu.
Ketidakseimbangansuplai O2 dan kebutuhan
Intoleransi Aktifitas
DO Terdapat otot bantu pernapasan. RR : 35x/mnt. Pasien tampak pucat dan lemah.
G. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan adanya penumpukan lendir pada jalan nafas, yang ditandai dengan klien batuk, pilek, sesak nafas, bunyi nafas grok-grok, pernafasan cuping hidung, terdapat suara ronchi basah, adanya retraksi intercostae, frekuensi pernafasan 52 kali/menit, pada hasil labororium pH 7,337, PCO 2 29,1, PO 2 67,2 dan HCO3 15,4, denyut nadi 138 kali/menit. 2. Peningkatan suhu tubuh ( Hiperthermia) berhubungan dengan invasi dari bakteri, yang ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh 38,5 0C, badan panas, klien rewel, denyut nadi 90 kali/menit, frekuensi pernafasan 35 kali/menit, dan terdapat sekret di lobus medial dektra dan sinistra 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay O 2 dan kebutuhan, yang ditandai dengan klien sesak nafas, rewel, tidak ada respon di saat diajak bermain, nampak malas, nampak kelemahan dan hanya tiduran di tempat tidur, terpasang O2 2 liter/menit. H. Intervensi 1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan adanya penumpukan lendir pada jalan nafas. a. Tujuan : Jalan nafas klien kembali efektif dan pernafasan normal dalam jangka waktu 1 x 1 jam. b. Kriteria hasil : 1) Ibu klien mengatakan sesak dan batuk anaknya berkurang 2) Pergerakan dada sesuai dengan tarikan nafas 3) Tidak ada retraksi intercostae 4) Secara bertahap suara abnormal pernafasan (ronchi, stidor) menghilang 5) Frekuensi pernafasan 26-30 kali/menit. c. Rencana tin dakan : 1) Lakukan pendekatan pada keluarga secara therapiutic R : Pendekatan pada keluarga secara therapiutic dapat menciptakan hubungan yang baik. 2) Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada R : Pernafasan dangkal dan cepat, gerakan dada yang tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada. 3) Berikan posisi semi fowler dan bantal yang ringan diatas abdomen untuk menambah ekspirasi. R : Dengan posisi semi fowler akan meningkatkan ekspansi paru dalam pengambilan oksigen 4) Berikan nebulizer selama 15 menit
5) 6)
7)
8)
1) 2) 3) 4) 5) 6)
1) 2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
R : Pemberian neulizer dengan uap hangat berfungsi untuk menghangatkan dan melembabkan mucosa pada jalan nafas sehingga lendir menjadi encer. Berikan oksigen (O2) sesuai advis dokter R : Oksigenasi dapat membantu pemenuhan kebutuhan jaringan. Berikan hidrasi peroral dan perenatal secara adekuat bila memungkinkan sesuai advis R : Dengan pemberian hidrasi peroral atau penenteral secara adekuat akan mempengaruhi pengenceran dari pergerakan lendir sehingga mudah untuk dikeluarkan. Observasi tanda-tanda vital (rr, nadi, suhu) R : Observasi merupakan langkah untuk mengetahui adanya perubahan dan untuk menentukan langkah perawatan selanjutnya. Kolaborasi dengan dokter terutama dalam pemberian pengobatan yaitu antibiotik (Ampicilin, Kemicetine) dan Kortokosteroid (Dexamethason). R : Kolaborasi merupakan fungsi interdependen dari perawat. Dan pemberian obat seperti antibiotika berfungsi untuk membunuh microorganisme penyebab. Obat anti inflasi untuk menyembuhkan peradangan pada organ tubuh. 2. Peningkatan suhu tubuh ( Hyperthermia ) berhubungan dengan invasi dari bakteri a. Tujuan : Suhu tubuh klien menjadi normal dalam jangka waktu 1 x 24 jam b. Kriteria hasil : Keadaan klien membaik Pada palpasi kulit teraba hangat Suhu tubuh 36 - 37,5 0C Mucosa mulut lembab Tidak ada takhikardi Resoiratori rate 20 – 30 kali/menit c. Rencana tindakan : Lakukan komunikasi secara therapiutik R ; Dengan komunikasi secara therapiutik diharapkan dapat tercipta hubungan saling percaya. Jelaskan pada keluarga tentang sebab dan akibat terjadinya peningkatan suhu tubuh. R : Dengan penjelasan sebab dan akibat terjadinya peningkatan suhu tubuh kepada keluarga akan menimbulkan rasa percaya diri dan bersikap kooperatif, sehingga bisa diajak bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan. Lakukan kompres dingin pada daerah lipatan tubuh dan didahi R : Dengan kompres dingin dapat terjadi pemindahan panas secara konduksi melalui kulit.
Berikan pakaian yang tipis dan dapat menyerap R : Dengan pakaian tipis dan menyerap diharapkan dapat terjadi proses penguapan, sehingga akan mempercepat proses penurunan temperatur tubuh. Berikan intake (cairan) baik perental maupun peroral bila tidak ada kontra indikasi R : Dengan pemberian cairan yang cukup berfungsi untuk mengganti cairan yang hilang. Dan pemberian peroral kurang diperkenankan karena klien sesak. Anjurkan klien untuk bedrest R : Aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan metabolisme, sehingga dapat menimbulkan peningkatan temperatur tubuh. Observasi vital sign tiap 4 jam sekali R : Observasi tiap 4 jam sekali bertujuan untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan dan kemungkinan terjadinya kelainan. Kolaborasi dengan tim medis dalam pengobatan, yaitu pemberian obat antipiretika, yaitu obat antipiretika (Paracetamol syrup)
R : Kolaborasi sebagai fungsi interdependent yaitu dalam pemberian obat antipireti ka.
1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay O2 dan kebutuhan. a. Tujuan : klien dapat menunjukkan adanya peningkatan aktivitas sesuai dengan kondisinya dalam jangka waktu 2 x 24 jam. b. Kriteria hasil : Keadaan umum klien membaik Tidak adanya dipsnea Anak mau berfantasi terhadap mainan Anak dapat bermain sesuai dengan kondisinya Tanda-tanda vital dalam rentang normal c. Rencana ti ndakan : Lakukan pendekatan pada keluarga secara therapiutik Evaluasi respon klien terhadap aktifitas Beri atau siapkan mainan sesuai dengan umur anak Bantu klien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat atau tidur Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut serta dorongan penggunaan manajemen stress dan pengendalian yang tepat Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan dan berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
I.
Implementasi Melakukan apa yang telah dirancanakan. Pada setiap dilakukan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi dari rencana tindakan yang telah dilakukan dan telah ditentukan dan pelaksanaan ini dapat sesuai dengan perencanaan atau dapat menyimpang dari rencana semula. Hal ini tergantung pada kondisi dari klien. (H. Lismidar. 1990. Hal 60).
J.
Evaluasi Merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dan menerapkan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja secara terus menerus dengan melibatkan klien, perawat, keluarga dan anggota tim lainnya.
Daftar Pustaka
Depatemen Kesehatan RI (1993). Asuhan Keperawatan Anak Dalam Kontek Keluarga. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI (1996). Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat , Depkes ; Jakarta. Guyton (1994). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit : EGC penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Hood Alsagaff, dkk (1995). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga Press Surabaya. Ngastiyah (1995). Perawatan Anak Sakit ; EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Soetjiningsih, dr (1995). TumbuhKembang Anak ; Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
1.
2.
3.
4.
A.Pengertian Morbili adalah Penyakit infeksi virus akut ,menular yang ditandai dengan stadium yaitu : stadium kataral, stadium erupsi, stadium konvalesensi.( Staf pengajar ilmu kesehatan anak edisi 2 fak. Kedokteran UI,1991). Morbili adalah Penyakit menular yang lazim biasanya di tandai dengan gejala –gejala utama ringan , ruam serupa dengan campak ringan atau demam,pembesaran serta nyeri limpa nadi.( Ilmu Kesehatan Anak Vol 2, Nelson,EGC,2000 ). Morbili adalah Penyait virus akut , menular yang ditandai dengan stadium yaitu stadium katar, stadium erupsi, stadium konvalensi. ( Mansjoer,Arif ,2000 ). Morbili adalah Penyakit virus akut ,menular yang ditandai 3 stadium, yaitu stadium katar, stadium erupsi, stadium konvalensi ( Ngastiyah, 2005 ). B. Etiologi Virus morbili yang terdapat pada sekret nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak – bercak merah di kulit dan selaput lendir.Cara penularan dengan droplet dan kontak. ( Ngastiyah, 2005 ) Virus morbili dapat di isolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus, perubahan sitopatik, tampak dalam 5 – 10 hari, terdiri dari sel raksasa multi nucleus dengan 1 neklusi intra nuclear.Anti bodi dalam sirkulasi dapat di deteksi bila ruam muncul. ( Richard E. Berhman, 1999 ) Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili paramyxovirus yaitu genus virus morbili.Virus ini sangat sensitive terhadap panas dan dingin dan dapat diinaktifkan pada suhu 30 derajat celcius dan – 20 derajat celcius,sinar ultraviolet, eter, tripsin dan
betapropiolakton sedang formalin dapat memusnahkan daya infeksinya tetepi tidak mengganggu aktivitas komplemen.( Rampengan,T.h.,1993 ) C. Patofisiologi Sebagai reaksi terhadap virus maka akan terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler.Kelainan ini terdapat pada kulit, bronkus , selaput lender nasofaring, dan konjungtiva.Biasanya terjadi hyperplasia jaringan limfoid,terutama pada apendiks,dimana sel raksasa multi nucleus berdiameter sampai 100 um ( sel raksasa retikuloendotelial warthinfinkeldey ) dapat ditemukan dikulit,reaksinya terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut, bercak koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak lesi pada kulit.Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal dan faring meluas kedalam jaringan limfoid dan membrane mukosa trakeobronkial .Pneumonitis intestinal akibat dari virus morbili mengambil bentuk pneumonia sel raksasa hecht.Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. D. Manifestasi klinis Manifestasi klinis menurut Ngastiyah : 2005 adalah masa tunas 10 – 20 hari.Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium yaitu : stadium kataralis, stadium erupsi, stadium konvalensi. 1. Stadium kataralis Biasanya stadium ini berlangsung selama 4 – 5 hari disertai panas tubuh, malaise ( lemah ), batuk , pilek, mata merah, fotofobia atau takut cahaya ( siiau ), konjungtivitis dan koriza ( katar hidung ),diare karena adanya peradangan saluran pernapasan dan pencernaan.pada stadium ini gejalanya mirip influenza,namun diagnosa kearah morbili bila menjelang akhir stadium kataralis dan 24 jam timbul enamtema ( ruam pada selaput lendir ),timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili tetapi jarang dijumpai.Bercak koplik berwarna putih kelabu ,sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritema.Lokasinya dimukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. 2. Stadium erupsi Koriza dan batuk- batuk bertambah Timbul enamtema atau titik merah di palatum durum dan palatum molle, kadang-kadang terlihat juga bercak koplik.Terjadinya eritema yang berbentuk macula-papula disertai meningkatnya suhu tubuh,diantara macula-papula terdapat kulit yang normal.Mula – mula macula timbul dibelakang telinga,dibagian atas lateral tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang pipi, dalam 2 hari bercak-bercak menjalar ke muka, lengan atas dan bagian dada,
punggung, perut dan tungkai bawah.Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit, ruam mencapai anggota bawah umumnya pada hari ke – 3 dan akan menghilang seperti terjadinya.Terdapat pemebesaran getah bening di sudut mandibuladan di daerah leher belakang.terdapat sedikit spenomegali serta sering pula disertai diare dan muntah.Variasi dari morbili yang biasa ini adalah black measles yaitu morbili yang disertai perdarahan paa kulit,mulut,hidung dan traktus digestivus. 3. Stadium konvalensi Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua ( hiperpigmentasi ) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri selain itu pada anak Indonesia sering pula ditemukan kulit bersisik.Hiperpigmentasi ini merupakan gejala yang patognomonik untuk morbili.Pada penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi.suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila tidak ada komplikasi.
-
E.Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul antara lain : Bronkopneumonia ( infeksi saluran napas ) Otitis media ( infeksi telinga ) Laringitis ( infeksi laring ) Diare Kejang demam ( step ) Ensefalitis ( radang otak )
F.Pemeriksaan Diagnostik ( Rampengan,T.H., 1993 ) a. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanyalekopenia.Dalam sputum , sekresi nasal, sediment urin dapat ditemukan adanya multinucleated giant cells yang khas. b. Pada pemeriksaan serologis dengan cara Hemaglutination inhibition test danComplemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya rashdan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.tes ini cukup praktis dan spesifik untuk mendiagnosis morbili atipik atau subklinik. G.Diagnosa Banding ( Rampengan,T.H, 1993 ) 1. Eksantema Subitum Penyakit ini juga disebabkan pleh virus, biasanya timbul pada bayi berumur 6 -36 bulan.Perlangsungan penyakitnya mirip morbili, beda rash timbul pada saat panas turun. 2. German Measles
Gejala lebih ringan dari morbili terdiri dari infeksi saluran napas bagian atas , demam ringan, pembesaran kelenjar regional di daerah occipital dan post aurikuler.Rash lebih halus yang mula – mula pada wajah lalu menyebar ke batang tubuh dan menghilang dalam waktu 3 hari. 3. Rash karena obat – obatan Lebih bersifat urtikaria,sehingga rashnya lebih besar , luas, menonjol dan umumnya tidak disertai panas. 4. Infeksi oleh Ricketsia Gejala prodomal lebih ringan , rash tidak dijumpai diwajah dan koplik‟s spot tidak ada. 5. Infeksi mononukleosus Dijumpai limfadenopati umum dan peningkatan jumlah monosit. H. Penatalaksanaan ( Rampengan,T.H. , 1993 ) 1. Pengobatan Morbili merupakan suatu penyakit self-limiting , sehingga pengobatanya hanya bersifat simtomatis yaitu : Memperbaikai keadaan umum Antipiretika bila suhu tinggi Sedativum Obat batuk Antibiotik diberikan bila ternyata terdapat infeksi sekunder. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan kepada penderita morbili yang mengalami ensefalitis yaitu : Hidrokortison 100 – 200 mg/hari selama 3 – 4 hari Prednison 2 mg/kg.bb/hari untuk jangka waktu 1 minggu 2. Pencegahan Morbili dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.Imunisasi yang diberikan dapat berupa pasif dan aktif. a.Imunisasi Aktif Vaksin yang diberikan adalah “Live attenuated measlesvaccine”.Mula-mula diberikan strain Edmonson B tetapi „ strain „ ini dapat menimbulkan panas tinggi dan ekhsanthem pada hari ketujuh – kesepuluh post vaksinasi, sehingga strain vaksin ini sering diberikan bersama – sama dengan gamma –globulin dilengan lain. Sekarang digunakan strin schwart dan Moraten dan tidak diberikan bersama dengan Gamma glubolin.Vaksin ini diberikan secara subkutan dan dapat menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama.Di Indonesia digunakan vaksin buatan perum Biofarma yang terdiri dari vaksin morbili hidup yang sudah dilemahkan yaitu Strain Schwarz .Tiap dosis yang sudah dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1.000 TCID50 dan neomisin B Sulfat tidak lebih dari 50 mikrogram.
1.
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan.Pada anak umur 9 bulan umumnya tidak dapat memberikan kekebalan yang baik, karena gangguan dari antibodi yang dibawa sejak lahir. Pemberian imunisasi ini akan menyebabkan anergi pada tuberculin selama 2 bulan setelah vaksinasi .Bila anak telah mendapatkan imunoglubolin atau tranfusi darah sebelumnya maka vaksinasi ini hanya ditanguhkan sekurang – kurangnya 3 bulan. Vaksinasi ini tidak boleh dilakukan bila : Menderita infeksi saluran pernapasan akut atau infeksi akut lainnya yang disertai dengan demam lebih dari 38 derajat selsius 2. Riwayat kejang demam 3. Sedang mendapat pengobatan kortikosteroid dan imonosopresif .
Efek samping : 1. HIperpireksia (5 – 15 % ) 2. Gejala infeksi saluran pernapasan bagian atas (10 -20 % ) 3. Morbili From rash (3 -15 % ) 4. Kejang demam (0,2 % ) 5. Ensefalitis (1 diantara 1,16 juta anak ) 6. Demam (13,95 % ) b.Imunisasi Pasif Tidak banyak dianjurkan, karena resiko terjadinya ensefalitis dan aktivasi tuberkulosa. I.Indikasi Masuk Rumah Sakit Dianjurkan Bila : - Morbili yang disertai komplikasi berat Morbili dengan kemungkinan terjadinya komplikasi berat yaitu bila ditemukan : 1. Bercak/exanthema merah kehitaman yang menimbulkan desquamasi dengan squama yang lebar dan tebal 2. Suara parau,terutama disertai tanda penyumbatan seperti laryngitis dan pneumonia 3. Dehidrasi berat 4. Kejang dengan kesadaran menurun 5. PEM berat
DAFTAR PUSTAKA Hidayat,Aziz Alimul .A.2006.Penyakit Ilm u K eperawatan An ak .Jakarta : EGC. Nastiyah.2005.Perawatan A nak Sakit.Jakarta : EGC. Richard,E.Behkman.1999.Ilmu Kesehatan Anak Nelson .Jakarta: EGC
Mansjoer,Arif.2000.Kapita Aeskulapius.
Se le kta
Kedokteran. Jakarta
:
Media
Rampengan,T.H.1993.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC. Ovedoff,david.2002.Kapita Selekta Kedok teran J ilid I .Batam Center : Binarupa Aksara.