20
BAB II
TINJAUAN TEORI OSTEOMALACIA
Definisi
Osteomalasia, sering kali dikenal sebagai rakitis dewasa, merupakan gangguan metabolik tulang yang ditandai dengan ketidakadekuatan atau hambatan mineralisasi matriks tulang pada tulang padat dan tulang spons matur, menyebabkan pelunakan tulang (Praptiani:2012). Osteomalasia (osteomalacia), adalah kelainan tulang dimana tulang menjadi lunak, lemah dan rapuh, sehingga sangat mudah menjadi fraktur tulang (fragility fracture) (Tandra :2009).
Osteomalasia "tulang yang lunak" merupakan akibat gangguan pada mineralisasi matriks osteoid. Hal ini menyebabkan deformitas tulang pada usia muda dan timbulnya nyeri pada tulang (Rahmalia : 2005). Osteomalsia (tulang menjadi lunak) merupakan penyakit yang terdapat mineralisasi tulang yang tidak adekuat (Asih :2000).
Sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa osteomalasia adalah suatu penyakit akibat kekurangan vitamin D yang menghasilkan terjadinya kekurangan atau kehilangan garam kalsium, yang menyebabkan tulang menjadi semkain lembut, fleksibel, rapuh dan cacat. Hal ini ditandai dengan mineralisasi cacat tulang, nyeri tulang, peningkatan kerapuhan tulang dan patah tulang.
Anatomi dan Fisiologi
Anatomi yang berkaitan dengan penyakit osteomalacia adalah tulang dan kelenjar paratiroid. Tulang berlaku seperti bank kimia yang menyimpan elemen-elemen untuk penggunaan selanjutnya oleh tubuh. Tubuh dapat mengambil bahan kimia ini sesuai kebutuhan. Sebagai contoh, tingkat minimum kalsium yang dibutuhkan dalam darah; bila tingkatnya turun terlalu rendah, sensor kalsium menyebabkan kelenjar paratiroid melepaskan sebagian parathormone ke darah, dan hal ini menyebabkan tulang melepaskan kalsium yang dibutuhkan. Tulang mengandung sekitar 97% kalsium yang terdapat di dalam tubuh. Kalsium tersebut berupa senyawa anorganik maupun garam-garam, terutama kalsium fosfat. Kalsium akan dilepaskan ke darah bila dibutuhkan.
Bentuk tulang
Berdasarkan bentuk dan ukurannya tulang yang menyusun rangka tubuh manusiadibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu tulang pipa, tuulang pendek,tulang pipih, dan tulang tidak beraturan
Tulang pipa (tulang panjang)
Tulang pipah merupakan tulang yang berbentuk seperti pipa atau silindris (diafise). Diafise merupakan bagian tengah tulang yang memanjang dan di tengahnya terdapat rongga sedangkan epifise merupakan bagian ujung tulang yang tersusun dari tulang rawan. Diantara epifise dan diafise terdapat metafise. Metafise tersusun dari tulang rawan. Pada metafise ini terdapat cakra epifise, yaitu bagian tulang pipa yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh memanjang bagian tengah tulang pipa memiliki rongga yang didalamnya berisi sumsum tulang.
Sumsum tulang merupakan kumpulan pembuluh darah dan pembuluh saraf, sumsum tulang pipa berupa sumsum tulang merah dan kuning sumsum tulang merah merupakan tempat pembentukan sel-sel darah merah, sedangkan sumsumsumsum tulang kuning merupakan tempat pembentukan sel-sel lemak.tulang seperti ini umumnyaditemukan pada tulang alat gerak , seperti tulang paha, tulang betis, dan tulang kasta.
Tulang pendek
Tulang pendek merupakan tulang-tulang yang lebih kecil dan tidak ada perbedaan yang nyata antara ukuran panjang dan lebarnya. Bentuk tulang pendek seperti kubus, paku atau berbentuk bulat. Tulang pendek dapat bergerak bebas. Tulang seperti ini ditemukan pada tulang telapak tangan dan kaki.
Tulang pipih
Tulang pipih merupakan tulang-tulang yang berbentuk lempengan-lempengan pipih yang lebar. Tulang pipih berfungsi untuk melindungi struktur tubuh dibagian bawahnya dan dapat ditemukan pada tulang pingul, belikat, dan tempurung kepala.
Tulang tidak beraturan
Tulang tidak beraturan merupakan tulang dengan bentuk kompleks yang berhubungan dengan fungsi khusus. Tulang tidak beraturan ditemukan pada tulang rahang, tulang-tulang kepala, dan ruas-ruas tulang belakang.
Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
Mendukung jarinagn tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hematopoiesis).
Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
Kelenjar Paratiroid
Paratiroid adalah 4 kelenjar kecil yang biasanya berada dibelakang tiroid. Kelenjar paratiroid mensekresikan hormon paratiroid (PTH) yang mengatur kadar kalsium dalam darah. Penurunan kalsium serum merangsang pelepasan PTH, PTH meningkatkan kadar kalsium dengan metabolisme kalsium dari tulang, meningkatkan arbsobsi kalsium dari usus, mempercepat reabsorpsi kalsium dari tubulus renalis. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyakit oseomalacia ini dapat terjadi karena penurunan asupan vitamin D, kalsium dan fosfat pada tulang, yang menyebabkan tulang menjadi lunak dan rapuh sehingga tulang mudah mengalami pata tulang.
Kelenjar paratiroid ada 4 berada di belakang kelenjar tiroid, yang berfungsi untuk menjaga tingkat normal kalsium (komponen struktural utama dari tulang yang memberi kekakuan pada tulang). Hormon paratiroid memiliki pengaruh yang sangat kuat pada sel-sel tulang.
Etiologi
Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat defisiensi vitamin D adalah kadar kalsium serum rendah atau normal, hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkalin fosfatase, kadar osteokalsin serum normal, meningkatnya kadar hormon paratiroid serum (jika hipokalsemia ada) dan rendahnya kadar 1,25 dihidroksi vitamin D (1,25-(OH)2D) di dalam serum. Pada osteomalasia akibat defisiensi kalsium ekskresi kalsium urin menurun, kadar hormon paratiroid meningkat, kadar 1,25 (OH)2 D normal dan kadar fosfor serum bisa rendah atau normal. Osteomalasia akibat hipofosfatemia biasanya terjadi akibat hiperfosfaturia, dimana didapatkan kadar osteokalsin, hormon paratiroid dan 25 hidroksi vitamin D (25-OH vitamin D) adalah normal; kadar alkalin fosfatase biasanya meningkat, kadar fosfor serum dan 1,25 (OH)2 vitamin D adalah rendah dan ekskresi fosfor urin sangat tinggi. Pasien dengan asidosis tubular renal tipe II memiliki gangguan reabsorpsi bikarbonat dan bermanifestasi asidosis hipokalemia hiperkloremia dengan hipofosfatemia yang disebabkan oleh bertambahnya fosfaturia. Rendahnya kadar 1,25 (OH)2 vitamin D pada beberapa pasien menjadi konsekuensi dari abnormalitas metabolisme tubular proksimal. Pasien dengan asidosis tubular renal dan sindrom Fanconi juga mengeksresikan banyak kalsium, magnesium, kalium, asam urat, glukosa, asam amino dan sitrat. Osteomalasia akibat penggunaan aluminium pada pasien dengan gagal ginjal kronik saat ini sudah jarang terjadi karena pembatasan penggunaan pengikat fosfat yang mengandung aluminium untuk mengendalikan hiperfosfatemia dan perbaikan metode untuk mempersiapkan larutan dialisat.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa osteomalasia dapat terjadi dari beberapa penyebab, yaitu : defisiensi vitamin D yang didalamnya terjadi ketidakadekuatan asupan diet, kurang pajanan sinar matahari, malabsorpsi : (bypass lambung, gangguan usus kecil, penyakit kandung empedu, insifisiensi pankreatik kronik), gangguan ginjal atau hati, efek obat : (isoniazid, rifampin, antikonvulsan). Deplesi fosfat yang didalamnya terjadi asupan tidak adekuat, gangguan absorpsi akibat penggunaan antasid kronik, gangguan reabsorpsi tubular ginjal akibat gangguan didapat atau genetik. Asidosis sistemik yang didalamnya terjadi asidosis tubular ginjal, ureterosigmoidostomi, sindorm fanconi. Inhibitor mineralisasi tulang yang didalamnya terjadi hipofasfatasia, natrium florida atau disodium etidronate (didronel) intoksikasi aluminium. Serta gagal ginjal kronik dan malabsorpsi kalsium.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari osteomalasia terjadi keletihan dan kelemahan otot yang mungkin menjadi tanda awal defisiensi vitamin D. Selain itu manifestasi klinis dari osteomalasia juga menyerupai gangguan reumatik, meliputi nyeri tulang yang mungkin samar dan general pada pertama, menjadi lebih intens dengan aktivitas seiring dnegan perkembangan penyakit; terjadi paling sering pada panggul; tulang panjang pada ekstremitas, spina, dan iga. Kesulitan berganti posisi dari posisi berbaring ke posisi duduk dan dari posisi duduk ke posisi berdiri, gaya berjalan bergoyang yang mungkin akibat nyeri dan kelemahan otot, kifosis dorsal yang dapat terjadi pada kasus berat, fraktur patologis, mudah lelah, kelemahan proksimal dan pelunakan periartikuler. Simptom ini membaik dengan terapi untuk mengoreksi gangguan mineralisasi. Beberapa pasien dengan osteomalasia menunjukkan garis radiolusen kortikal tipis (stress fracture) yang tegak lurus dengan tulang dan seringkali simetris. Pasien lain memiliki fraktur lama pada kosta yang multipel dengan pembentukan kalus yang buruk.
Patofisiologis
Dua penyebab utama osteomalasia adalah, yang pertama ketidakcukupan absorpsi kalsium di usus karena kurangnya asupan kalsium atau defisiensi vitamin D, dan kedua peningkatan kehilangan fosfor melalui urine (Porth & Matfin, 2009). Pada bentuk alaminya, vitamin D didapat dari makanan tertentu dan radiasi ultraviolet matahari. Vitamin D mempertahankan kadar serum kalsium dan fosfat normal untuk mineralisasi normal tulang. Defisiensi vitamin D atau resistensi terhadap kerja mengganggu mineralisasi normal tulang, menyebabkan peunakan tulang. Vitamin D tidak aktif ketika diapsorbsi dari usus atau disintesis dari pajanan terhadap terhadap sinar ultraviolet. Agar vitamin D menjadi aktif, proses dua langkah harus terjadi. Vitamin D (dan metabolitnya) dipindahkan dari darah ke hati, tempat vitamin D diubah menjadi kalsidiol. Kalsidiol kemudian ditransportasikan ke ginjal dan diubah menjadi bentuk aktif, kalsitriol.
Bentuk aktif vitamin D diperlukan untuk absorpsi kalsium dan fosfor yang optimal dari usus. Kalsium dan fosfor dipindahkan dari darah ke tulang untuk mineralisasi normal. Jika terdapat kekurangan vitamin D, kalsium dan fosfor tidak diabsorpsi dari usus dan kadar kalsium dan fosfor serum turun. Defisiensi mineral ini pada gilirannya mengaktivasi kelenjar paratiroid, dengan kehilangan kalsium dan fosfor dari tulang. Kehilangan kalsium dan fosfat yang berlebihan dalam tulang mengganggu mineralisasi kalsium. Gangguan mineralisasi tulang menyebaban abnormalitas ditulang spons dan tulang padat. Osteoid (bagian matriks yang lunak dan tidak terkalsifikasi) terus menghasilkan terapi tidak mineralisasi. Penumpukan abnormal tulang demineralisasi menyebabkan deformitas besar pada tulang panjang, spina, panggul, dan tengkorak, menyebabkan tulang lunak dan tidak mampu menyangga beban dan menekan atau membebani gerakan tubuh.
Penatalaksanaan Medis
2.6.1 Penatalaksanaan Medik
Jika penyebabnya kekurangan vitamin D, maka dapat disuntikkan vitamin D 200.000 IU per minggu selama 4-6 minggu, yang kemudian dilanjutkan dengan 1600 IU setiap hari atau 200.000 IU setiap 4-6 bulan. Jika terjadi kekurangan fosfat (hipofosfatemia), maka dapat diobati dengan mengkonsumsi 1,25 dihydroxy vitamin D.
2.6.1 Penatalaksanaan Non Medik
Jika kekurangan kalsium maka yang harus dilakukan adalah memperbanyak konsumsi unsur kalsium. Agar sel osteoblas (pembentuk tulang) bisa bekerja lebih keras lagi. Selain mengkonsumsi sayur-sayuran, buah, tahu, tempe, ikan teri, daging, dan yogurt mengkonsumsi suplemen kalsium sangatlah disarankan. Jika kekurangan vitamin D, sangat dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi makanan seperti ikan salmon, kuning telur, minyak ikan, dan susu. Untuk membantu pembentukan vitamin D dalam tubuh cobalah sering berjemur di bawah sinar matahari pagi antara pukul 07.00 - 09.00 pagi dan sore pada pukul 16.00 - 17.00. Selain itu diperlukan diet vitamin D disertai suplemen kalsium, apabila osteomalasia atau rakitis disebabkan oleh penyakit lain, maka penyakit tersebut akan memerlukan penanganan terlebih dahulu, Pemajanan sinar matahari dianjurkan, serta jika terjadi deformitas ortopedik persisten perlu penggunaan brace atau korset atau dengan pembedahan.
Komplikasi
1) Kesemutan ditangan dan kaki
2) Cocok (kejang)
3) Kram
4) Rasa berkedut dalam tubuh
BAB III
KONSEP ASKEP
Pengkajian
Riwayat kesehatan meliputi infomasi tentang aktivitas hidup sehari-hari,pola ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda,tongkat, walker), dan nyeri (jika ada nyei tetapkan lokasi,derajat nyeri,lama, faktor yang memperberat dan fakto pencetus) kram atau kelemahan.
Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis,teliti dan terarah. Data yang dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diasnotik.
Anamnesis
Data demografi : data ini meliputi nama,usia, jenis kelamin, tempat tinggal orang yang dekat dengan klien.
Riwayat perkembangan : data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada neonatus,bayi,prasekolah,remaja,dewasa,tua.
Riwayat sosial : data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Sseorang yang terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaan status kesehatan dapat dipengaruhi.
Riwayat penyakit keturunan : riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes melitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif,TBC,artritis,riketsia,osteomielitis dll).
Riwayat diet : identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat mengakibatkan stes pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadi instabilitas ligamen,khsu pada punggung bagian bawah, kurangnya asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya delkasifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A,D, kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi muskuloskeletal.
Aktivitas kegiatan sehari-hari : identifikasi pkerjaan pasien dan aktivitas sehari-hari. Kebiasaan membawah benda-benda berat yang dapat menimbulkan regangan otot dan trauma lainya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapt timbul pada olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tengan dapat timbul akibat olahraga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi. Perlu di kaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda,tongkat ataupun walker).
Riwayat ksehatan masa lalu : data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap muskulokeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan, riwaya artritis osteomielitis.
Riwayar kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau berlahan. Timbulnya untuk pertamakalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada tidak gangguan pada sistem lainnya kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien emeriksa diri atau mengunjungi fasilitas kesehatan, keluhan utama pasien dan ganngguan muskuloskeletal meliputi :
Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah,sendi,fasia atau periosteum. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan. Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri makin meningkat pada pagi atau malam hari. Inflamasi pada bursa dan tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyeri bisa diatasi dengan obat tersebut.
Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya kekakuan tersebut dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari. Pada penyakit degenerasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat pada pagi setelah bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasmen otot.
Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal serangan, tetepi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan bagian tubuh,ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada padas atau kemerahan karen tanda tersebut menunjukan adanya inflamasi,infeksi atau cedera.
Derformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin memburuk dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin memburuk. Apakah klien menggunakan alat bantu (kruk,tongkat dll).
Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh tertentu. Apakah menurutnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak,tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi.
Pemeriksaan fisik
Pengkajian skeletal tubuh
Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh,yaitu :
Adanya derformitas dan ketidak sejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit sendi
Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor tulang
Pendekatan eksteremitas, aputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar dengan anatomis
Angulasi abnormal pada tulang panjang. Gerakan pada titik buka sendi teraba krepitus pada titik gerakan abnormal. Manunjukan adanya patah tulang
Pengkajian tulang belakang
Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :
Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)
Bahu tidak sama tinggi
Garis pinggang yang tidak simetris
Skapula yang menonjol
Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik),kelainan kongenital, atau akibat kerusakan otat para-spinal,seperti poliomielitis
Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi pada lansia dengan osteoporosis atau penyakit neuromuskular.
Lordosis (membbek, kurvantura tulang bagian pinggang yang berlebihan lordosis biasa di temukan pada wanita hamil
Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepaskan untuk melihat seluruh punggung,bkng dan tungkai. Pemeriksaan kurvantura tulang belakang dan kesimetrisan batang tubuh dilakukan dari pandangan anterior,posterior,dan lateral. Dengan berdiri dibelakang pasien,perhatikan setiab perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Kesimetrisan bahu,pinggul dan kelurusan tulang belakang diperiksa pada posisi pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
Pengkajian sistem persendian
Pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik aktif maupun pasif,deformitas ,stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan sendi menggunakan alat goniometer. Yaitu busur derajat yang yang dirancang khusus untuk evakuasi gerak sendi.
Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas grakan ini dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas skeletal, patologi sendi, kontraktur otot dan tendon sekitar.
Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus dipaksa adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi) pembengkakan dan inflamasi. Tempat yang sering terjadi efusi adalah pada lutut.
Palapasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi mengenai inegritas sendi. Suara "gemeletuk" dapat menunjukan adanya ligamen yang tergelncir di antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena permukaan sendi yang tidak rata di temukan pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat benjolan yang khas di temukan pada pasien :
Artritis reumatoid,benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon
Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
Osteoatritis,benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhantulang akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang kapsul sendi, biasanya ditemukan pada lansia.
Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan distal sendi sering terlihat pada artritis reumatoid sendi lutut.
Pengkajian sistem otot
Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah pasisi, kekuatan dan koordianasi otot,serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati,gangguan elektrolit,miastenia grafis,poliomielitis dan distrofi otot.
Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitasi rileks dan di gerakkan secara pasif. Perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat dapat diukur dengan minta pasien menggerakkan ekstremitasdengan atau tanpa tahanan. Musalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien mluruskan dengan sepenuhnya kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh perawat. Tonis otot (konteksi ritmk otot)dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki dengan dorso-fleksi kaki mendadak dan kuat,dan tangan dengan ekstensi pergelangan tangan.
Lingkaran ekstremitas harus diukur untuk membantu pertambhan ukuran akibat edema atau perdarahan, penurunan akibat atrofi dan dibandingkan ekstremitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar ektremitas pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam keadaan istirahat.
Gradasi Ukuran Kekuatan Otot
0 (zero)
Tidak ada kontraksi saat palpasi
1 (trace)
Terasas adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
2 (poor)
Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan sendi (range of motion, ROM) secara penuh
3 (fair)
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan
4 (good)
Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan tingkat sedang
5 (normal)
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat melawan gravitasi dan tahanan
Pengkajian Cara Berjalan
Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut :
Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak
Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek
Keterbatassan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan
Abnormalitas neourologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya, pasien hemiparesis – stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan penyakit parkinson nmenunjukkan cara berjalan bergetar.
Masalah Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf spinal
Resiko cedera berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan peran
Intervensi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NURSING CARE PLAN)
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Nyeri b/d proses pelunakan tulang
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
-Skala nyeri 0 – 4
-Tidak adanya Grimace
-Tidak adanya Gerakan melokalisir nyeri
Pantau tingkat dan intensitas nyeri
Lakukan imobilisasi
Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi
Tingkat dan intensitas nyeri merupakan data besar yang dibutuhkan perawat sebagai pedoman pengambilan intervensi, sehingga setiap perubahan hqarus terus dipantau.
Imobilisasi dapat membantu meringankan tugas tulang dalam mempertahankan postur tubuh sehingga tidak terjadi kekakuan daerah sekitar yang menyebabkan nyeri.
Teknik relaksasi (nafas dalam) dapat membantu menurunkan tingkat ketegangan sehingga diharapkan tekanan otot – otot sekitar daerah cedera menurun
Analgesik berfungsi untuk melakukan hambatan pada sensor nyeri sehingga sensasi nyeri pada klien berkurang.
2
Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan cara berjalan
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan, klien dapat melakukan mobilisasi dengan atau tanpa bantuan perawat
Kriteria hasil :
-Klien dapat melakukan ROM aktif
-Klien dapat berpindah dengan bantuan alat
1. Lakukan imobilisasi
2. Ajarkan penggunaan alat bantu berpindah
3. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya pembatasan aktivitas
4. Latihan ROM aktif dan perpindahan maksimal 2 kali dalam sehari
5. Anjurkan partisipasi aktif sesuai kemampuan dalam kegiatan sehari - hari
1. Imobilisasi dapat mengurangi pergerakan daerah cedera sehingga tidak terjadi kerusakan yang berlanjut, hal ini juga dapat membantu menopang berat tubuh.
2. Klien mungkin baru mengenal dan tidak dapat menggunakan alat bantu mobilitas seperti kruk atau walker sehingga peran perawat adalah memberikan pendidikan tentang cara penggunaannya.
3. Klien mungkin tidak mengerti mengenai tujuan pembatasan gerak, sehingga perawat harus memberikan penyuluhan tentang pentingnya pembatasan aktivitas pada pasien cedera. Pemahaman klien memungkinkan peningkatan daya kooperatif.
4. Latihan ROM dapat mencegah penurunan masa otot, kontraktur dan peningkatan vaskularisasi. Sehingga tidak timbul komplikasi yang tidak diharapkan.
5. Partisipasi aktif dapat membantu pemulihan kesehatan dan melatih kekuatan otot, sehingga diharapkan klien dapat mempertahankan kekuatannya.
3
Resiko cedera berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan, diagnosa keperawatan tidak menjadi aktual
Kriteria hasil :
-Klien tidak mengalami cedera
-Stabilisasi tubuh dapat dipertahankan
1. Ajarkan klien untuk mempergunakan alat bantu mobilisasi.
2. Sarankan untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan dan batasi aktivitas yang berlebihan
1. Klien dimungkinkan tidak mengerti cara penggunaan alat bantu mobilisasi, sehingga perawat dapat mengajarkan klien agar kllien dapat mengkompensasi ketidakmampuannya.
2. Pembatasan aktivitas diperlukan agar tulang tidak bekerja terlalu berat. Kerja berat dapat meningkatkan kontraksi otot sehingga dimungkinkan memperparah deformitas.
4
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan peran.
Tujuan :
Kriteria hasil :
-Klien menunjukkan perilaku adaptasi
-Klien menyatakan penerimaan pada situasi ini.
1. Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negatif dan kehilangan bagian tubuh.
2. Berikan lingkungan yang terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah yang dialami.
3. Dorong partisipasi dalam aktivitas sehari – hari.
4. Kaji dan tingkatkan derajat dan dukungan yang ada untuk pasien.
1. Ekspresi emosi membantu klien mulai menerima kenyataan dan realita, dalam hal ini perawat membantu mempercepat proses berduka.
2. Penerimaan terbuka perawat dapat memberikan lingkungan psikologis yang nyaman bagi pasien sehingga kepercayaan pasien pada perawat meningkat dan berdampak pada tingkat kooperatif klien.
3. Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri. Diharapkan klien memiliki presepsi positif terhadap dirinya dengan kemandirian yang klien lakukan.
4. Dukungan keluarga, kerabat ataupun sahabat terhadap klien sangat diperlukan sehingga perawat harus dapat mengkaji dan melakukan intervensi agar dukungan terhadap klien dapat meningkat.
LAMPIRAN
Lab skill
Rongen : menunjukkan kardiomegali dan kongesti pulmonal
Pemeriksaan Lab : memperlihatkan kadar kalsium dan fosfat
Pemindaian tulang
X-ray
Drug skill
Disuntikan vitamin D
Jika terjadi kekurangan Fosfat , maka diobati dengan 1,25- dihydroxy vitamin D
Kalsitonin
Diuretic tiazid : untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium
DAFTAR PUSTAKA
Asmin Yasih.2000.Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku Dari Brunner & Suddarth.Jakarta : EGC
Jurnal Mulyana Ardi (20 juli 2016) (Farmakologi penerbit ECG halaman 568)
Lawler W,dkk. Buku pintar Patologi untuk kedokteran gig. Jakarta : ECG (halaman 177) oleh
Patrick Davey.2006.At a Glance Medicine.Jakarta : Erlangga
Priscilla LeMone,dkk.2016.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC
Risnanto & Uswatun.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Muskulokeletal.Yogyakarta :Deepublish
Suratun,dkk.2008.Klien Gangguan Muskulokeletal : Seri Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC
Tandra Hans.2009.Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama