Presentasi Kasus
RUPTUR BULBI
Oleh:
M. Arief Syaifuddin
(G9911112090)
Gila Gilarr Riz Rizk ki Aji Aji Prad Pradan anaa
(G99 (G9911 1111 1120 2072 72))
Yohana Endrasari
(G9911112146)
Agatha Dinar
(G9911112006)
Pembimbing : dr. Rita Hendrawati, Hendrawati, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
2012 STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. W
Umur
: 70 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pencari kayu
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 24 Oktober 2012
Tan Tanggal ggal Pem Pemerik eriksa saan an
: 28 Okto Oktob ber 2012 2012
ANAMNESIS A. Ke Kelu luha han n Utam Utama a
Mata nyeri karena terkena kayu
B. Riwayat Riwayat Penyak Penyakit it Sekar Sekarang ang
Pasi Pasien en meng mengel eluh uh mata mata nyeri nyeri kare karena na terk terken enaa kay kayu pada pada mata mata kanann kanannya ya.. Kurang Kurang lebih 1 hari hari SMRS SMRS pasien pasien terkena terkena kayu kayu pada pada mata mata kana kanann nny ya. Dari Dari mata mata kana kanan n kelu keluar ar caira cairan n berc bercam ampu purr dara darah, h, hany hanyaa sebentar, dalam jumlah sedikit kemudian berhenti. Pasien merasakan nyeri pada mata kanannya. Pasien juga merasa pandangannya kabur, pusing (-), ceko cekott-ce ceko kott (-), (-), mata mata merah erah (+). (+). Pasi Pasien en meras erasaa ada ada sesu sesuat atu u yang ang mengganjal dan menusuk pada mata kanannya. Setela Setelah h terkena terkena kayu, kayu, pasien pasien dibawa dibawa ke Puskes Puskesmas mas,, kemudi kemudian an diberi obat minum, kemudian dirujuk ke RSDM.
C. Riwayat Riwayat Penyak Penyakit it Dahul Dahulu u:
1.
Riwayat hipertensi
: (+ (+) se sejak 1 tahun ya yang la lalu, ti tidak terkontrol
2.
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
2
D.
3.
Riwayat diabetes mellitus
: disangkal
4.
Riwayat mondok
: disangkal
5.
Riwayat asma
: disangkal
6.
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat Pe Penyakit Ke Keluarga
1.
Riwayat Asma
: (-) Disangkal
2.
Riwayat Alergi
: (-) Disangkal
3.
Riwayat OAT
: (-) Disangkal
4.
Riwayat Hipertensi
: (-) Disangkal
5.
Riwayat Jantung
: (-) Disangkal
6.
Riwayat DM
: (-) Disangkal
E. Riwayat Riwayat Sosial Sosial dan Ekonom Ekonomii
Pasien adalah seorang perempuan berusia 70 tahun yang bekerja seba sebaga gaii penc pencar arii kay kayu. Pasi Pasien en dira dirawa watt di RSDM RSDM deng dengan an fasi fasili lita tass jamkesmas.
F. Ke Kesi simpu mpula lan n Anamne Anamnesi siss
OD
III.
Proses
Trauma
Lokalisasi
Kornea
Sebab
Trauma
Perjalanan
Akut
Komplikasi
Belum ditemukan
PEMERIKSAAN FISIK A. Ke Kead adaa aan n Umum Umum
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Derajat jat ke kesada adaran ran
: Ko Kompos me menti ntis
3
Status gizi
: Gizi kesan kurang
B. Tanda Vital Keadaan umum : Kompos mentis, sakit sedang, gizi kesan kurang Status gizi
: kesan gizi kurang
Tensi
: 140/70 mmHg
Nadi
: 96 x/menit, reguler, isi tegangan cukup, simetris
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6oC (per axiler)
Pemeriksaan subyektif
OD
1/300
Visus sentralis jauh
OS
>3/60
Pinhole
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Koreksi
non koreksi
non koreksi
Refraksi
non refraksi
non refraksi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Tanda radang
ada
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
Hiperemis
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
Kulit
sawo matang
sawo matang
Geraknya
dalam batas normal
dalam batas normal
Visus Perifer
Konfrontasi test
Pemeriksaan Obyektif Sekitar mata
Supercilium
Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Heteroforia
tidak ada
tidak ada
4
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Anopthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Ptisis bulbi
tidak ada
tidak ada
Atrofi bulbi
tidak ada
tidak ada
Buftalmus
tidak ada
tidak ada
Megalokornea
tidak ada
tidak ada
Temporal superior
normal
normal
Temporal inferior
normal
normal
Temporal
normal
normal
Nasal
normal
normal
Nasal superior
normal
normal
Nasal inferior
normal
normal
Gerakannya
dalam batas normal
dalam batas normal
Lebar rima
10 mm
10 mm
Blefarokalasis
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Margo intermarginalis
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
tidak ada
Ukuran bola mata
Gerakan Bola Mata
Kelopak Mata
Tepi kelopak mata
Entropion
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Sekitar saccus lakrimalis
Oedem
5
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Odem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Palpasi
menurun
normal
Tonometer Schiotz
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Pterigium
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Injeksi siliar
tidak ada
tidak ada
Sekitar Glandula lakrimalis
Tekanan Intra Okuler
Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
Konjungtiva Fornix
Konjungtiva Bulbi
Caruncula dan Plika Semilunaris
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Warna
merah
putih
Penonjolan
tidak ada
tidak ada
Sklera
Cornea
Ukuran
12 mm
12 mm
6
Limbus
keruh
keruh
Permukaan
tampak korpal
rata, mengkilap
tampak robekan 2/3 inferior tidak rata, mengkilap Sensibilitas
normal
normal
Medium
dalam batas normal
dalam batas normal
Belakang
dalam batas normal
dalam batas normal
Keratoskop (Placido)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Fluoresin Test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Isi
jernih
jernih
Kedalaman
dangkal
dalam
Warna
sulit dievaluasi
coklat
Gambaran
sulit dievaluasi
spongious
Bentuk
sulit dievaluasi
bulat
Sinekia Anterior
sulit dievaluasi
tidak ada
Sinekia Posterior
sulit dievaluasi
tidak ada
Kamera Okuli Anterior
Iris
Pupil
Ukuran
sulit dievaluasi
3 mm
Bentuk
sulit dievaluasi
bulat
Tempat
sulit dievaluasi
sentral
Reflek direct
sulit dievaluasi
(+)
Reflek indirect
sulit dievaluasi
(+)
Reflek konvergensi
sulit dievaluasi
(+)
Ada/tidak
sulit dievaluasi
ada
Kejernihan
sulit dievaluasi
jernih
Letak
sulit dievaluasi
sentral
Shadow test
sulit dievaluasi
(-)
Lensa
7
Corpus vitreum
Kejernihan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
C. Kesimpulan Pemeriksaan
OD Visus sentralis jauh
OS
1/300
>3/60
Pinhole
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Koreksi
non-correction
non-correction
Refraksi
non-refraksi
non-refraksi
Visus sentralis dekat
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Sekitar mata
Hiperemis
dalam batas normal
Supercilium
dalam batas normal
dalam batas normal
Pasangan bola mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Ukuran bola mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Gerakan bola mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Kelopak mata
hiperemis
dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis
hiperemis
dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis hiperemis
dalam batas normal
dalam orbita
Tekanan Intra Okuler
menurun
dalam batas normal
Konjunctiva bulbi
pterigium (-)
pterigium(-)
Sklera
hiperemis
dalam batas normal
Kornea
Arcus senilis
(+)
(+)
Camera oculi anterior
Kedalaman
dangkal
dalam batas normal
Iris
sulit dievaluasi
dalam batas normal
Pupil
sulit dievaluasi
dalam batas normal
8
IV.
Lensa Kejernihan
sulit dievaluasi
jernih
Letak
sulit dievaluasi
sentral
Shadow test
(-)
(-)
Corpus vitreum
tidak dilakukan
tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium, tanggal 24 Oktober 2012 1.
Hematologi Hb
11,6
Hct
34
33 – 45
Leukosit
7,2
4.5 – 11.0
Eritrosit
4,59
4.10 – 5.10
Trombosit
214
150 – 450
Golongan darah ABO
2.
12.0 – 15.6
A
Indeks Eritrosit MCV
73,9
80,0 - 96,0
MCH
25,3
28,0 – 33,0
MCHC
34,2
33,0 – 36,0
RDW
15,5
11,6 – 14,6
HDW
2,8
2,2 – 3,2
MPV
6,6
7,2 – 11,1
PDW
46
25 - 65
3.
Hitung Jenis Eosinofil
2,60
0,00-4,00
Basofil
0,20
0,00-2,00
Netrofil
77,60
55,00-80,00
Limfosit
14,70
22,00-44,00
Monosit
4,30
0,00-7,0 9
LUC/AMC
0,70
-
PT
13,0
10,0-15,0
APTT
33,1
20,0-40,0
4.
V.
Hemostasis
DIAGNOSIS KERJA
OD Ruptur Kornea
VI.
PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 20 tpm 2. Injeksi cefotaxime 1 gr/12 jam 3. Injeksi dexamethasone 1 amp/8 jam 4. Cravit eye drops 8 gtt 1
VII.
PLANNING
-
Toilet luka dengan GA
-
Konsul jantung
-
Konsul anestesi
-
Foto thorax
-
EKG
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia
Ad sanam
: dubia
Ad fungsionam
: dubia
10
IX.
GAMBAR
Follow Up 28 Oktober 2012 I.
PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Derajat kesadaran
: Kompos mentis
Status gizi
: Gizi kesan kurang
B. Tanda Vital
Keadaan umum : Kompos mentis, sakit sedang, gizi kesan kurang Status gizi
: kesan gizi kurang
Pemeriksaan subyektif Visus sentralis jauh
OD
1/300
OS
>3/60
Pinhole
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Koreksi
non koreksi
non koreksi
Refraksi
non refraksi
non refraksi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Visus Perifer
Konfrontasi test
Pemeriksaan Obyektif Sekitar mata
11
Tanda radang
tidak ada
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
tidak ada
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
Kulit
sawo matang
sawo matang
Geraknya
dalam batas normal
dalam batas normal
Supercilium
Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Heteroforia
tidak ada
tidak ada
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Anopthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Ptisis bulbi
tidak ada
tidak ada
Atrofi bulbi
tidak ada
tidak ada
Buftalmus
tidak ada
tidak ada
Megalokornea
tidak ada
tidak ada
Temporal superior
normal
normal
Temporal inferior
normal
normal
Temporal
normal
normal
Nasal
normal
normal
Nasal superior
normal
normal
Nasal inferior
normal
normal
Ukuran bola mata
Gerakan Bola Mata
12
Kelopak Mata
Gerakannya
dalam batas normal
dalam batas normal
Lebar rima
10 mm
10 mm
Blefarokalasis
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Margo intermarginalis
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Entropion
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Odem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Palpasi
menurun
normal
Tonometer Schiotz
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Pterigium
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Tepi kelopak mata
Sekitar saccus lakrimalis
Sekitar Glandula lakrimalis
Tekanan Intra Okuler
Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
Konjungtiva Fornix
Konjungtiva Bulbi
13
Hiperemis
ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Injeksi siliar
tidak ada
tidak ada
Caruncula dan Plika Semilunaris
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Warna
merah
putih
Penonjolan
tidak ada
tidak ada
Sklera
Cornea
Ukuran
12 mm
12 mm
Limbus
keruh
keruh
Permukaan
tampak jahitan
rata, mengkilap
2/3 inferior tidak rata, mengkilap Sensibilitas
normal
normal
Medium
dalam batas normal
dalam batas normal
Belakang
dalam batas normal
dalam batas normal
Keratoskop (Placido)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Fluoresin Test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Isi
jernih
jernih
Kedalaman
dangkal
dalam
Warna
sulit dievaluasi
coklat
Gambaran
sulit dievaluasi
spongious
Bentuk
sulit dievaluasi
bulat
Sinekia Anterior
sulit dievaluasi
tidak ada
Sinekia Posterior
sulit dievaluasi
tidak ada
Kamera Okuli Anterior
Iris
14
Pupil
Ukuran
sulit dievaluasi
3 mm
Bentuk
sulit dievaluasi
bulat
Tempat
sulit dievaluasi
sentral
Reflek direct
sulit dievaluasi
(+)
Reflek indirect
sulit dievaluasi
(+)
Reflek konvergensi
sulit dievaluasi
(+)
Ada/tidak
sulit dievaluasi
ada
Kejernihan
sulit dievaluasi
jernih
Letak
sulit dievaluasi
sentral
Shadow test
sulit dievaluasi
(-)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Lensa
Corpus vitreum
Kejernihan
C. Kesimpulan Pemeriksaan
OD Visus sentralis jauh
1/300
OS >3/60
Pinhole
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Koreksi
non-correction
non-correction
Refraksi
non-refraksi
non-refraksi
Visus sentralis dekat
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Sekitar mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Supercilium
dalam batas normal
dalam batas normal
Pasangan bola mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Ukuran bola mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Gerakan bola mata
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam orbita
15
Kelopak mata
hiperemis
dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis
hiperemis
dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis hiperemis
dalam batas normal
Tekanan Intra Okuler
menurun
dalam batas normal
Konjunctiva bulbi
pterigium (-)
pterigium(-)
Sklera
hiperemis
dalam batas normal
Kornea
Arcus senilis
(+)
(+)
Camera oculi anterior
II.
Kedalaman
dangkal
dalam batas normal
Iris
sulit dievaluasi
dalam batas normal
Pupil
sulit dievaluasi
dalam batas normal
Lensa Kejernihan
sulit dievaluasi
jernih
Letak
sulit dievaluasi
sentral
Shadow test
(-)
(-)
Corpus vitreum
tidak dilakukan
tidak dilakukan
DIAGNOSIS
OD Ruptur Bulbi
III. PENATALAKSANAAN
1. Injeksi cefotaxime 1 gr/12 jam 2. Injeksi dexamethasone 1 amp/8 jam 3. Cravit eyedrop 6 dd gtt 1 4. Gentamycin eyedrop 6 dd gtt 1
IV. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia
Ad sanam
: dubia
16
Ad fungsionam
V.
: dubia
GAMBAR
17
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Anatomi dan Fisiologi A. Kornea Kornea adalah selaput bening mata yang dapat tembus cahaya, dan merupakan jaringan penutup bola mata sebelah depan yang terdiri dari : 1.
Epitel, terdiri dari 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih. Satu lapis sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng. 2.
Membrane Bowman, merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma. Membrane Bowman ini terletak di bawah membrane basal epitel kornea. 3.
Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen
yang sejajar satu dengan yang lainnya. 4.
Membrane descement, merupakan membrane aseluler,
bersifat sangat elastik. 5.
Endotel, yang berasal dari mesotelium, berlapis satu,
berbentuk heksagonal. Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus dan saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa
endotel
terganggu
sehingga
dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan tempat pembiasan sinar terkuat, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Fisiologi Kornea
18
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes,
atau
keadaan
dehidrasi
relative
jaringan
kornea
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema
kornea
dan
hilangnya
sifat
transparan.
Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air dari stroma
kornea
superfisialis
untuk
mempertahankan
keadaan
dehidrasi . Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus
B. Konjungtiva Konjungtiva adalah membran yang tipis dan transparan yang melapisi permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan
anterior
sklera
(konjungtiva
bulbaris).
Arteri
konjungtiva berasal dari arteri cilliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas, dan bersama banyak vena konjungtiva membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang sangat banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan oftalmik pertama nervus V. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit. Berikut ini adalah gambar anatomi konjungtiva:
19
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA. Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar yaitu: 1.
Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah inferonasal. b. Crypts of Henle; terletak
sepanjang sepertiga atas dari
konjungtiva tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior. c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus. 2.
Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk
kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
20
Pada
sakus
konjungtiva
tidak
pernah
bebas
dari
mikroorganisme namun karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan medium yang baik. C. Lensa Mata Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadi akomodasi. Lensa berbentuk cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau gambar tadi akan diubah menjadi sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan diterjemahkan sehingga dapat dipahami. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa membentuk serat lensa secara terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya seat di bagian sentral sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang paling tua. Di bagian luar nukleus terdapat serat yang lebih muda disebut korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus disebut korteks anterior, sedangkan yang di belakang nukleus disebut korteks posterior. Nukleus memiliki konsistensi yang lebih keras dibandingkan korteks. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh equatornya pada badan siliar. Secara fisiologik, lensa memiliki sifat tertentu: 1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk menjadi cembung 2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
21
3. Terletak di tempatnya Keadaan patologik lensa dapat berupa: 1. Kekenyalan berkurang pada orang tua sehingga mengakibatkan presbiopi 2. Keruh atau disebut katarak 3. Tidak berada di tempatnya atau subluksasi atau luksasi
II.
Trauma Kornea Trauma kornea adalah segala bentuk perlukaan yang mengenai kornea, yang menyebabkan kerusakan baik sebagian maupun keseluruhan lapisan kornea. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata, mulai dari erosi kornea, laserasi sampai perforasi kornea. Erosi kornea Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma tumpul ataupun tajam pada kornea. Defek pada epitel kornea memudahkan kuman menyerang kornea sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder. Erosi kornea sering kali diawali dengan trauma pada mata. Segera sesudah trauma atau masuknya benda asing, penderita akan merasa sakit sekali, akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata menjadi berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh. Dapat pula disertai dengan blefarospasme, yaitu kelopak mata menjadi kaku dan sulit dibuka. Kornea memiliki sifat penyembuhan yang luar biasa. Epitel yang berdekatan dapat mengembang untuk mengisi daerah yang luka, biasanya dalam waktu 24-48 jam. Lesi yang murni pada epitel sering sembuh dengan cepat dan tanpa jaringan parut, sementara lesi yang menembus hingga lapisan Bowman lebih cenderung meninggalkan bekas luka permanen. Penegakkan diagnosis pada kasus erosi kornea dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik terutama pada mata, serta
22
pemeriksaan tambahan seperti tes fluoresein. Kertas tes fluoresein dapat digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan pada kornea.
Laserasi kornea Laserasi kornea adalah luka pada keseluruhan tebal dinding konea yang disebabkan oleh benda tajam. Bila sampai terjadi robekan kornea, akan terjadi pengeluaran isi bola mata dimulai dari lapisan yang paling depan. Keluarnya bagian bola mata di sebut dengan prolaps. Bila yang keluar iris maka disebut prolaps iris. Robekan kornea bila sembuh akan menimbulkan sikatrik yang disebut Lekoma cornea, apabila iris ikut melekat kea rah cornea karena proses penyembuhan disebut lekoma adheren. Synechia anterior yang terjadi dapat menyebabkan aliran aquos terganggu, menyebabkan glaucoma sekunder. Kenaikan TIO yang terjadi selama proses penyembuhan akan di teruskan ke seluruh penjuru, karena bagian lekoma paling lemah, maka peningkatan TIO menimbulkan penonjolan disebut stapyloma cornea. Penatalaksanaan laserasi
berdasarkan
beratnya
laserasi
dan
komplikasi: •
Laserasi kornea kecil
Tidak membutuhkan penjahitan karena bisa menyembuh sempurna atau dengan bantuan lensa kontak yang seperti perban lembut. •
Laserasi kornea ukuran medium
Biasanya membutuhkan jahitan terutama jika COA datar. COA yang datar dapat kembali berubah semula secara spontan jika kornea telah dijahit, jika tidak, harus dikembalikan dengan solusio garam seimbang. Bandage contanct lens post operatif juga berguna selama beberapa hari untuk meyakinkan bahwa COA tetap dalam. •
Laserasi kornea dengan inkarserasi iris
23
Manajemen
tergantung
dari
durasi
dan
luasnya
inkarserasi.
Kebocoran kecil dari inkarserasi yang baru terjadi dapat digantikan oleh konstriksi pupil dengan intrakamera Miochol. Inkarserasi iris yang besar harus di absisi terutama jika iris terlihat non-viabel. •
Laserasi tanpa prolaps jaringan1
Jika bola mata ditembus dari depan tanpa adanyabukti prolaps intraocular dan jika lukanya bersih dan kelihatan bebas dari kontaminasi,biasanya dapat diperbaiki dengan jahitan interrupted menggunakan benang silk ataucatgut. Bekuan darah dapat dibersihkan dengan mudah dari bilik depan dengan irigasikemudian bilik di bentuk kembali setelah kornea diperbaiki dengan injeksi dari larutan salin atau air. Midriatik sebaiknya diberikan dan larutan antibiotic harus dimasukkan kedalam kantung konjungtiva lalu pinggir mata diplester. Pasien harus tirah baring untuk beberapa hari dan antibiotik sistemik diberikan untuk mengurangi infeksi intraocular. •
Laserasi dengan prolaps1
Jika sebagian kecil dari iris prolaps melalui luka, maka harusdipegang dengan forsep dan dipotong tepat pada batas luka. Jaringan uvea dalam jumlah yang sedikit juga dapat dibuang dengan cara yang sama.Luka harus ditutup dengan carayang sama seperti menutup luka pada laserasi tanpa prolaps. Jika jaringan uveamengalami cedera, maka ophtalmia simpatetik kemungkinan akan muncul.Jika lukanya luas dan kehilangan isi intraocular berat sehingga prognosis fungsi mataburuk, maka eviserasi dan enukleasi diindikasikan sebagai prosedur pembedahan utama. •
Laserasi kornea dengan kerusakan lensa
Diterapi dengan menjahit laserasi dan memindahkan lensa dengan phacoemulsification atau dengan vitreus cutter jika vitreus terlibat.
24
Laserasi sklera anterior yang tidak melewati bagian posterior terhadap insersi otot ekstraokular mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada lesi yang lebih posterior dan melibatkan retina. Luka pada sklera anterior dapat berhubungan dengan komplikasi serius seperti prolaps uvea dan inkarserasi vitreus. Inkarserasi vitreus meskipun dengan manajemen yang tepat, dapat menimbulkan traksi vitreoretina dan ablasio retina. Setiap usaha harus dikerjakan untuk reposit jaringan uvea viabel yang terekspos dan memotong vitreus yang prolaps.
III.
Ruptur Bulbi A. Definisi Ruptur bulbi didefinisikan sebagai putusnya integritas dari membran luar mata; dalam kondisi akut, cedera yang mengenai seluruh lapis kornea atau sklera juga termasuk dalam cedera bulbi terbuka (Doyle, 2009). B. Etiologi 1.
Cedera tumpul pada kecelakan kendaraan bermotor,
olahraga, atau trauma lain. 2.
Penetrasi atau perforasi bulbi, akibat luka tembak dan
tusuk, kecelakaan pada tempat kerja, dan kecelakaan lain yang melibatkan proyektil atau benda tajam. (Acerra, 2012) C. Patofisiologi Ruptur bulbi dapat terjadi ketika suatu benda tumpul membentur orbita, menekan bulbi pada aksis anterior-posterior yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler pada sebuah titik dimana sclera dapat menjadi robek. Ruptur dari trauma tumpul sering terjadi pada tempat dimana sclera mempunyai lapisan paling tipis, pada insersi musculus ekstraokuler, pada limbus, dan pada tempat dimana sebelumnya pernah dilakukan tindakan bedah intraokuler.
25
Benda tajam atau benda tertentu yang membentur bulbi dengan kecepatan tinggi dapat langsung membuat perforasi bulbi. Benda asing berukuran kecil dapat menembus bulbi, dan tertinggal didalam bulbi. Kemungkinan ruptur bulbi perlu dipertimbangkan dan diperhatikan selama pemeriksaan pada semua jenis
trauma orbita tumpul dan
tembus, juga pada kasus yang melibatkan proyektil berkecepatan tinggi yang kemungkinan menimbulkan penetrasi okuler (Acerra, 2012). D. Diagnosis Gejala Klinis 1.
Nyeri mata yang hebat
2.
Penurunan ketajaman penglihatan
3.
Keluar cairan atau darah dari mata
4.
Riwayat trauma, jatuh, atau adanya benda asing yang
masuk kedalam bulbi. (Gerstenblith dan Rabinowitz, 2012; Schueler et al., 2011)
Gejala lainnya dari ruptur bulbi: 1.
Nyeri wajah
2.
Pembengkakan wajah, di sekitar mata
3.
Mata yang memar
4.
Penglihatan ganda, ketika melihat keatas
5.
Pupil abnormal
6.
Gejala hifema; perdarahan di dalam mata, darah menutup
pupil 7.
Mata merah; perdarahan menutup conjunctiva bulbi
26
(Schueler et al., 2011). Pemeriksaan Fisik 1.
Laserasi seluruh lapisan sklera atau kornea, subconjunctiva
hemoragik berat (terutama seluruh conjunctiva bulbi), COA yang dalam atau dangkal jika dibandingkan dengan mata kontralateral, pupil yang runcing atau ireguler, iris TIDs, material lensa maupun vitreous di COA, benda asing atau katarak pada lensa, atau keterbatasan gerakan ekstraokuler. Isi intraiokuler dapat berada di luar bulbi. 2.
Tekanan intraokuler yang rendah (walaupun dapat pula
normal atau meningkat, tapi jarang(, iridodyalisis, hifema, ekimosis periorbital, vitreous hemoragik, dislokasi atau subluksasi lensa, dan TON. Commotio retinae, ruptur koroid, dan putusnya retina dapat dijumpai namun sering disamarkan oleh vitreous hemoragik (Gerstenblith dan Rabinowitz, 2012) Jika ruptur bagian anterior, dapat mudah dikenali dengan COA yang dangkal atau mendatar dan pupil umumnya berpindah kearah lokasi penetrasi. Pembengkakan dan kekeruhan lensa dapat timbul (katarak traumatik), perdarahan pada COA (hifema) dan badan vitreous (vitreous hemoragik) dapat timbul. Hipotonus dari bulbi akan timbul pada ruptur bulbi. Pada ruptur bulbi posterior, hanya tanda tidak langsung yang akan muncul, seperti tekanan intaokuler yang rendah, dan asimetri kedalaman COA (John, 2011).
27
28
Pemeriksaan
Langkah pemeriksaan fisik: 1.
Terkadang diagnosis ruptur bulbi jelas. Mata terlihat tidak
beraturan dengan jaringan uvea prolaps keluar kearah anterior dari luka skleral atau korneal. Terkadang, benda asing masih dapat ditemukan ketika pasien datang ke IGD. 2.
Ruptur bulbi sering sulit dilihat hanya dengan mata. Lokasi
tempat ruptur sering terjadi tidak mudah dilihat, dan adanya cedera superfisial lain dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior. Benda asing yang sangat kecil dapat masuk ke dalam mata melalui luka kecil yang sulit untuk divisualisasikan. 3.
Pemeriksaan pada mata yang cedera sebaiknya dilakukan
secara sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi bulbi yang ruptur.
29
4.
Penting untuk menghindari tekanan pada bulbi yang ruptur
untuk menghindari adanya pengeluaran isi intraokuler dan menghindari kerusakan lebih lanjut. 5.
Pada anak yang sulit dilakukan pemeriksaan, dapat
dilakukan dengan sedasi. Ketajaman Penglihatan dan Gerakan Mata 1.
Visus sebaiknya diperiksa pada kedua mata, baik yang
terkena cedera maupun yang tidak. Dapat dipermudah dengan menghitung jari atau hanya dapat mengenali persepsi cahaya. 2.
Gerakan
ekstraokuler
sebaiknya
diperiksa
untuk
mengetahui apakah terdapat fraktur dasar orbita. Orbit 1.
Orbita
sebaiknya
diperiksa,
untuk
mencari
adanya
deformitas tulang, benda asing, dan perpindahan bulbi.
-
Fraktur tepi orbita dapat dipalpasi, dan memperkuat dugaan
adanya ruptur bulbi
-
Krepitus
orbita
menandakan
adanya
subcutaneous
emfisema dari fraktur sinus yang berhubungan
-
Benda asing dalam orbita yang menusuk atau melubangi
bulbi sebaiknya dibiarkan sampai dilakukan operasi.
-
Ruptur bulbi dapat disertai dengan enoftalmos
-
Retrobulbar
hemoragik
yang
timbul
juga
dapat
menyebabkan eksoftalmos, bahkan ruptur sklera yang tidak terlihat. (Acerra, 2012). Palpebra
30
1.
Cedera palpebra dan lakrimal sebaiknya diperiksa dengan
tujuan mengidentifikasi dan melindungi cedera bulbi dalam yang mungkin terjadi. 2.
Bahkan laserasi kecil pada palpebra dapat memunculkan
perforasi bulbi yang mengganggu penglihatan. 3.
Repair palpebra sebaiknya tidak dilakukan hingga telah
ditegakkan ruptur bulbi. Conjunctiva 1.
Laserasi conjunctiva dapat menunjukkan cedera sklera lain
yang lebih serius. 2.
Hemoragik conjunctiva berat dapat menandakan ruptur
bulbi. Kornea dan sklera 1.
Laserasi pada semua lapis kornea atau sklera yang terdapat
perforasi bulbi terbuka, sebaiknya dilakukan di ruang operasi 2.
Prolaps iris melalui laserasi semua lapis kornea dapat
terlihat sebagai warna yang berbeda pada lokasi cedera. 3.
Sklera yang melipat merupakan tanda ruptur dengan
ekstrusi isi okuler. 4.
Tekanan intraokuler biasanya rendah, tetapi pengukuran
TIO merupakan kontraindikasi, untuk menghindari tekanan pada bulbi. 5.
Luka kornea yang halus mungkin memerlukan pewarna
flourescent. Pada laserasi semua lapisan, dengan aliran aquaeous dari COA, aliran yang terpisah jelas dengan pewarna flourescent warna kuning terlihat melalui iluminasi dengan lampu Wood (Seidel test positif) 31
Pupil 1.
Pupil sebaiknya diperiksa bentuk, ukuran, refleks cahaya,
dan defek pupil aferen. 2.
Pupil yang berbentuk meruncing, bentuk air (teardrop) atau
bentuk ireguler dapat menandakan adanya ruptur bulbi. COA 1.
Pemeriksaan slitlamp dapat menunjukkan cedera yang
berkaitan, seperti defek transiluminasi iris (red reflex yang dapat dikaburkan oleh vitreous hemoragik); laserasi kornea; prolaps iris; hifema dari kerusakan badan silier, dan cedera lensa, termasuk dislokasi atau subluksasi. 2.
COA yang dangkal dapat menjadi satu-satunya tanda pada
ruptur bulbi yang tidak terlihat, yang dihubungkan dengan prognosis yang buruk. Ruptur posterior dapat muncul dengan COA yang lebih dalam karena ekstrusi vitreous humor dari segmen posterior. Temuan lain 1.
Vitreous hemoragik setelah trauma menandakan adanya
robekan retina atau koroid, nervus optik, atau benda asing. 2.
Robekan, edema, ablasio dan hemoragik retina dapat
menyertai ruptur bulbi. (Acerra, 2012). E. Terapi 1.
Pemberian antibiotik spektrum luas parenteral untuk
mengurangi risiko endoftalmitis. 2.
Pemberian alat pelindung pada mata untuk menghindari
trauma dan tekanan lebih lanjut
32
3.
Jika pasien belum menerima imunisasi tetanus dalam 5
tahun terakhir, perlu diberi imunisasi tetanus. 4.
Tindakan bedah, jika persepsi cahaya pasien nol (0) dan
temuan yang ada mengarah pada trauma okuler ekstrim (misalnya ruptur korioretinal ekstensif, posterior, atau multipel dengan kelainan yang mengancam integritas bulbi, enukleasi primer perlu dipertimbangkan. 5.
Pada kasus dengan benda asing yang masih terdapat dalam
bulbi, langkah yang umumnya dilakukan adalah penutupan primer dari laserasi korneoskleral. Hal ini dilakukan dengan mengabaikan adanya vitreous hemoragik berat, ablasio retina, atau disrupsi kapsul lensa. Tindakan bedah termasuk penutupan bagian kornea yang ruptur. (Smiddy, 2002).
33