Pertanian Kolektif
Bagi Bagian an terk terkec ecil il dari dari seti setiap ap kole kolekt ktif if adal adalah ah ‘kel ‘kelom ompo pokk kerj kerja’ a’,, yang yang bias biasan anya ya beranggotakan lima sampai sepuluh orang, tetapi kadang-kadang lebih. Setiap orang dalam kolektif tersebut sejauh mungkin diharuskan bekerja. "Kolektif yang didirikan tersebut merupakan merupakan sebuah komunita bebas yang beranggotakan penduduk desa É Sebuah kelompok misalnya terdiri dari kawan-kawan, tetanggatetangga atau sekelompok petani kecil, buruh tani atau pekerja harian." Jadi secara umum pertanian kolektif merupakan sistem pertanian yang lebih menitikberatkan pada sistem kerjasama yang terpadu antar anggota dalam pekerja lahan pertanian maupun dalam suatu kelembagaan pertanian demi mencapai tujuan kesejahteraan bersama bagi semua anggota dalam kelompok kerja pertanian. Pertanian kolektif erat kaitannya dengan petani yang bekerja dengan berkelompok atau sering dikenal dengan nama kelompok tani. Usaha kolektivitas dalam bidang pertanian di Indonesia sangat mendukung karena dengan mayoritas penduduk Indonesia yang bekerja di sector agraris dapat memberikan kontribusi maksimal pada perekonomian local. Kolektivitas usaha dengan kemitraan merupakan altematif untuk mencapai skala usaha ekonomis. Dengan melakukan kolektivitas usaha mereka dapat memenuhi standarisasi pasar modem, yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Studi ini melakukan penelitian mengenai dampak usaha pertanian kolektif terhadap perekonomian lokalnya. Pengembangan kemitraan dalam usaha pertanian kolektif harus ditingkatkan, sehingga Koppont Koppontren ren dapat dapat memenuh memenuhii permin permintaa taann superm supermark arket et secara secara lok lokal. al. Pemda Pemda ditunt dituntut ut unt untuk uk berperan aktif dalam pengembangan sektor pertanian, seperti dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang serta peraturan yang mendukung. Pertanian kolektif tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh semua petani karena pengetahuan yang kurang dan minimnya informasi yang dapat diterima oleh para petani. Padahal dengan bertani secara kolektif atau berkelompok banyak member memberika ikann dampak dampak positif positif bagi para petani petani karena karena bila bila ada masalah masalah dalam dalam pengolaha pengolahann pertanian misalnya dapat cepat terselesaikan secara musyawarah dalam kelompok tani. Di Kabupaten Bantul, Yogyakarta misalnya, pertanian kolektif telah banyak diterapkan oleh para petani di sekitar lahan pantai yang membentuk kelompok tani dengan nama Ngudi Rejeki. Kelompok tani tersebut adalah kelompok tani yang melakukan usaha budidaya tanaman bawang merah di areal pantai Depok. Kelompok tani Ngudi Rejeki bahkan telah memiliki sertifikasi
produk hasil pertanian Prima 3 dan bisa mengirim hasil produk bawang merah ke berbagai daerah di Pulau Jawa karena telah lolos uji sertifikasi tentang produk sehat yang siap dikonsumsi. Untuk ke depannya kelompok tani tersebut ingin menuju sertifikasi Prima 1 dimana sertifikasi tersebut merupakan sertifikasi standar yang digunakan untuk pasar ekspor global produk hasil pertanian. Dari contoh tersebut terlihat jelas bahwa pertanian kolektif yang diterapkan dapat memberikan keuntungan bagi para petani yang melakukannya. Dengan demikian perlunya pertanian kolektif diterapkan oleh semua petani yang merupakan penggerak ekonomi pedesaan yang secara langsung dapat memberikan sinya positif bagi perekonomian negara. Pada prinsipnya pertanian kolektif menekankan kepada setiap kelompok diberi tanggung jawab oleh kolektif untuk mengelola sebidang tanah. Dalam setiap kelompok, seorang wakil yang juga diwajibkan untuk bekerja sama dengan yang lainnya, dipilih untuk ,mewakili kepentingan kelompok tersebut dalam rapat-rapat kolektif. Di beberapa kolektif, komisi administratif, yang berfungsi sebagai perencana kerja dibentuk. Metode pertanian moderen diterapkan dan banyak penelitian dalam bidang pertanian juga dilakukan. Berbagai sumber daya dipakai untuk memajukan pertanian. Komunitas-komunitas diuntungkan dengan penghimpunan sumber daya. Federasi regional mempunyai tenaga ahli yang dapat dipakai oleh masyarakat. Orang tengah yang parasitis, birokrasi yang boros dan mekanisme-mekanisme kontrol lainnya yang diperlukan untuk mempertahankan sistem kapitalis telah ditiadakan. Suatu contoh kasus : Tanah,modal,tekhnologi Modern Murah Massal untuk Pertanian Kolektif dibawah Kontrol Dewan Tani/rakyat !!!
Kelahiran UUPA, merupakan tonggak sejarah hukum agraria yang secara normatif menempatkan petani pada proses pemberdayaan untuk memperoleh kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan terhadap sumber daya tanah. UUPA sebagai rekonstruksi bangunan politik agraria, bertujuan menjamin hak-hak petani atas tanah. Inilah yang seharusnya direnungkan oleh para elite penguasa di negara agraris untuk mengedepankan makna kemerdekaan bagi petani, yakni kuatnya hak atas tanah yang dimilikinya. Dengan dianutnya model pembangunan ekonomi bergaya kapitalis, telah merubah politik agraria dari kerakyatan menuju kapitalis. UUPA lebih ditafsir untuk menjustifikasi kebijakan yang justru bertentangan dengan UUPA. Politik agraria, telah menempatkan tanah sebagai masalah rutin birokrasi pembangunan. Agrarian reform yang semula untuk menata penguasaan tanah, khususnya hak milik, menjadi berhenti dan seolah-olah
UUPA "dipeti-eskan" demi pembangunan. Konsentrasi penguasaan tanah oleh perkebunan besar dan pengusaha swasta, menyebabkan tanah pertanian semakin menyempit. Adanya ketimpangan penguasaan aset tanah serta hilangnya potensi pemanfaatan dan pengelolaan dengan tidak diakuinya berbagai bukti-bukti kepemilikan dan penguasaan petani maupun komunitas lokal oleh penguasa, memunculkan berbagai permasalahan dan konflik yang tidak seimbang antara kekuatan petani dengan kekuasaan dan pemodal. Aset petani dalam wujud tanah, tanaman, tempat tinggal tidak pernah diganti sesuai dengan kelayakan kehidupan petani. Belum lagi, efek kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh proses eksploitasi sumber daya alam yang berefek pada kerusakan ekosistem dan lingkungan. Ribuan persoalan petani, misalnya : Sengketa tanah rakyat di wilayah Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu: Kelompok Tani Tangkisan Mariam, Kelompok Tani Baja Putih luas sengketa 100 Ha, Kelompok Tani Raja Imbalo luas sengketa 1.500 Ha, Kelompok Tani Ujung Masehi luas segketa 68 Ha, Kelompok Tani Tujuh Marga 1.500 Ha, Kelompok Tani Wonorejo luas sengketa 175 Ha, Kelompok Petani Miskin luas sengketa 168 Ha, Kelompok Tani Leter S luas sengketa 60 Ha, KTB luas sengketa 700 Ha, dan masyarakat Pulau Toba 25 Ha, keseluruhan masalah sengketa dan konflik agraria tersebut bersengketa dengan PT. Raja Garuda Mas – Asean Agre. Deli serdang (Petani Desa Pematang lalang Percut Sei Tuan bersengketa dengan PT ATP (Anugerah Tambak Perkasindo) luas sengketa ± 360 ha, Simalungun (Petani Desa Mariah Hombang bersengketa dengan Pengusaha dan Mafia Tanah denagn luas sengketa ± 1000 ha. Dsbnya. Belum lagi tindakan represif dan intimidasi aparat keamanan dan kekuatan milisi sipil senantiasa memunculkan berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang sampai sekarang tidak pernah terselesaikan dalam perjuangan kaum tani dalam mempertahankan haknya atas tanah.. Represivitas/praktek kekerasan terhadap petani dan permasalahan kebijakan yang tidak berpihak terhadap petani sampai sekarang tetap dilakukan oleh Penguasa dengan menggunakan aparatusaparatusnya, yang merupakan instrumen bagi negara. Hal ini menjadi pemikiran bagi kita semua apabila nantinya persoalan-persoalan pemaksaan kehendak penguasa ingin mengambil tanah rakyat untuk kepentingan pembangunan yang legal dalam perpres No. 36 Tahun 2005. Tentunya, akan banyak memakan korban dipihak rakyat, khususnya petani yang menggantungkan hidup pada tanah sebagai lahan garapannya. Maka untuk itu dalam Momentum PEMILU saat ini, kami dari Serikat Tani Nasional-Politik Rakyat Miskin Sumatera Utara (STN-PRM SUMUT), mengajak seluruh elemen rakyat tertindas
lainnya untuk TOLAK PEMILU, karena PEMILU Bukan solusi bagi kaum tani dan rakyat miskin lainnya. Para elit sibuk dengan pembagian kue keuasaan, baik dalam PEMILIHAN LEGISLATIF maupun PILPRES nantinya, sudah jelas sekali bahwa karakter para elit politik saat ini haus dengan kekuasaan tanpa memikirkan nasib rakyat miskin yang sedang berjuang dengan kemiskinannya. Padahal, Puluhan Triliun dana PEMILU yang seharusnya bisa diabdikan membangun Industrialisasi Nasional untuk membuka Lapangan Pekerjaan seluas-luasnya.
Pertanian Komunistik
Pertanian komunistik merupakan suatu perubahan sosial yang ada kaitannya dengan berubahnya struktur sosial dan pola budaya masyarakat, khususnya masyarakat agriculture di suatu wilayah. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia
yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Catatan perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia telah banyak diulas oleh para peneliti. Salah satunya hasil penelitian Frans Hüsken yang dilaksanan pada tahun 1974. Penelitian yang mengulas tentang perubahan sosial di masyarakat pedesaan Jawa sebagai akibat kebijakan pembangunan pertanian yang diambil oleh pemerintah. Penelitian ini dilakukan di Desa Gondosari, Kawedanan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini berhasil mengungkap fenomena perubahan politik, sosial dan ekonomi melintasi tiga zaman, yaitu penjajahan Belanda, Jepang hingga masa pemerintahan orde
lama dan orde baru. Husken menggambarkan terjadinya perubahan di tingkat komunitas pedesaan Jawa sebagai akibat masuknya teknologi melalui era imperialisme gula dan berlanjut hingga revolusi hijau. Pendapat Marx tentang perubahan moda produksi menghasilkan perubahan pola interaksi dan struktur sosial tergambar jelas dalam tulisan husken. Masyarakat jawa yang semula berada pada pertanian subsisten dipaksa untuk berubah menuju pertanian komersialis. Perubahan komoditas yang diusahakan menjadi salah satu indikator yang dijelaskan oleh Husken. Imperialisme gula telah merubah komoditas padi menjadi tebu yang tentu berbeda dalam proses pengusahaannya. Gambaran ini semakin jelas pada masa orde baru dengan kebijakan revolusi hijaunya. Gambaran serupa tampak pada tulisan Hefner, Jellinek dan Summers. Kebijakan pemerintah yang mengacu pada model modernisasi selalu menekankan pada pembangunan ekonomi yang merubah moda produksi dari pertanian menuju industri. Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada kapitalisme membawa dampak pada kehidupan di tingkat komunitas. Namun pembangunan pertanian komunistik lebih cenderung pada kebijakan paham komunisme yakni kebijakan sentralisasi yang berarti semua aturan dalam pembangunan pertanian terpusat pada keputusan pemimpin yang otoriter. Kebijakan ini akan membatasi atau mungkin bahkan menghalangi munculnya kapitalisme dalam usaha-usaha pertanian. Prinsip sama rasa dan sama rata begitu melekat pada setiap kebijakan yang akan diambil oleh sang diktator. Seorang ahli yang bernama Barrington Moore mengemukakan pendapatnya pentingnya faktor struktural dibalik sejarah perubahan yang terjadi pada negara-negara maju. Negara-negara maju yang dianalisis oleh Moore adalah negara yang telah berhasil melakukan transformasi dari negara berbasis pertanian menuju negara industri modern. Secara garis besar proses transformasi pada negara-negara maju ini melalui tiga pola, yaitu demokrasi, fasisme dan komunisme. Demokrasi merupakan suatu bentuk tatanan politik yang dihasilkan oleh revolusi oleh kaum borjuis. Pembangunan ekonomi pada negara dengan tatanan politik demokrasi hanya dilakukan oleh kaum borjuis yang terdiri dari kelas atas dan kaum tuan tanah. Masyarakat petani atau kelas bawah hanya dipandang sebagai kelompok pendukung saja, bahkan seringkali kelompok bawah ini menjadi korban dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara tersebut. Terdapat pula gejala penhancuran kelompok masyarakat bawah melalui revolusi atau perang sipil. Negara yang mengambil jalan demokrasi dalam proses transformasinya adalah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat. Berbeda halnya demokrasi, fasisme dapat berjalan melalui revolusi konserfatif yang dilakukan oleh elit konservatif dan kelas menengah. Koalisi
antara kedua kelas ini yang memimpin masyarakat kelas bawah baik di perkotaan maupun perdesaan. Negara yang memilih jalan fasisme menganggap demokrasi atau revolusi oleh kelompok borjuis sebagai gerakan yang rapuh dan mudah dikalahkan. Jepang dan Jerman merupakan contoh dari negara yang mengambil jalan fasisme. Komunisme lahir melalui revolusi kaun proletar sebagai akibat ketidakpuasan atas usaha eksploitatif yang dilakukan oleh kaum feodal dan borjuis. Perjuangan kelas yang digambarkan oleh Marx merupakan suatu bentuk perkembangan yang akan berakhir pada kemenangan kelas proletar yang selanjutnya akan mwujudkan masyarakat tanpa kelas. Perkembangan masyarakat oleh Marx digambarkan sebagai bentuk linear yang mengacu kepada hubungan moda produksi. Berawal dari bentuk masyarakat primitif ( primitive communism) kemudian berakhir pada masyarakat modern tanpa kelas ( scientific communism). Tahap yang harus dilewati antara lain, tahap masyarakat feodal dan tahap masyarakat borjuis. Marx menggambarkan bahwa dunia masih pada tahap masyarakat borjuis sehingga untuk mencapai tahap “kesempurnaan” perkembangan perlu dilakukan revolusi oleh kaum proletar. Revolusi ini akan mampu merebut semua faktor produksi dan pada akhirnya mampu menumbangkan kaum borjuis sehingga akan terwujud masyarakat tanpa kelas. Negara yang menggunakan komunisme dalam proses transformasinya adalah Cina dan Rusia. Dalam pertanian komunistik selalu berkaitan dengan sindrom politik dan etika keagamaan. Contoh: cina komune/masyarakat mempunyai satu bentuk kolektif yang meliputi semua sector kehidupan dan ekonomi dan tidak hanya terbatas pada sektor pertanian saja. Kesatuan ini dapat mencapai satu kesatuan luas sebuah desa mencakup produksi pertanian dan industry, jasa, pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, administrasi dll. Tata kerja dalam pertanian komunistik diatur dengan sistem manajemen militer. Kebutuhan dasar diatur atas kesamaan hak dan dipenuhi oleh upah-upah dasar dalam bentuk uang kontan berupa makanan pokok,maupun pembebanan biaya pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Penggunaan paksaan yang menjamin peran serta masyarakat tekanan politik maupun keadaan darurat.