TUGAS KELOMPOK
"Akuntansi Keuangan Desa"
Disusun Oleh :
ANNISA AMELIA ( 155310820 )
YOLANDARI ( 155310244 )
DUMA SARI ( 155310243 )
MITA ANDINI ( 155310944 )
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa sebagai pemerintahan yang bersentuhan dan berinteraksi langsung dengan masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam pembangunan pemerintah, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia ada di pedesaan. Membangun desa sama artinya membangun sebagian besar penduduk Indonesia. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa mendefinisikan Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dewasa ini tuntutan akuntabilitas tidak hanya pada pemerintah pusat maupun daerah saja, tetapi pemerintah desa juga memiliki kewajiban yang sama dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel. Sejak disahkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa atau yang sering disebut dengan undang-undang desa, pembangunan Negara difokuskan pada pembangunan kesejahteraan desa. Selain tuntutan akuntabilitas, kepala desa 2 juga harus mampu mengimplementasikan segala kegiatan pengelolaan keuangan desa berdasarkan peraturan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 desa memiliki kewenangan dalam bidang penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan desa. Sehingga berdasarkan wewenang tersebut desa merupakan wujud bangsa yang paling kongkrit sebagai miniatur suatu Negara, akan tetapi dalam melaksanakan kewenangan tersebut pemerintah desa masih mengalami kendala, khususnya dalam hal keuangan seperti sumber pendapatan desa yang rendah, baik dari pendapatan asli desa maupun dari bantuan pemerintah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 212 menyebutkan ayat (1) keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu yang baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Ayat (2) menyatakan bahwa hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa. Dengan demikian pengertian pengelolaan keuangan desa sebagaimana disebut dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 adalah seluruh kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa adalah Kepala Desa. Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa mempunyai kewenangan sebagai berikut:
1. Menetapkan Kebijakan tentang APBDes
2. Menetapkan Kebijakan tentang Pengelolaan Keuangan Desa
3. Menetapkan Bendahara Desa
4. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa
5. Menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa Asas-asas pengelolaan keuangan desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 113.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, makarumusan masalahpenelitian ini adalah: bagaimana akuntabilitas pengelolaan keuangan di Desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali dikaji dari aspek perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, 6 pelaporan dan pertanggungjawabannya berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akuntabilitas pengelolaan keuangan di Desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali dikaji dari aspek perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawabannya berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada banyak pihak, diantara lain :
1. Bagi Pemerintah Desa Gagaksipat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi untuk meningkatkan tata kelola Desa Gagaksipat agar menjadi lebih baik.
2. Bagi peneliti, digunakan untuk mengukur kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang didapat dalam hal akuntansi sektor publik khususnya pengelolaan keuangan yaitu salah satunya pengelolaan Keuangan Desa.
3. Bagi masyarakat sekitar, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk menilai dan mengetahui bagaimana hasil pengelolaan keuangan di Desa Gagaksipat.
4. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan tambahan informasi untuk penelitian berikutnya khususnya mengenai
BAB II
ISI
A. Pengertian Akuntansi Desa
Akuntansi desa adalah pencatatan dari proses transaksi yang terjadi di desa, dibuktikan dengan nota-nota kemudian dilakukan pencatatan dan pelaporan keuangan sehingga akan menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang digunkan pihak-piihak yang berhubungan dengan desa.
Pihak-pihak yang menggunakan informasi keuangan desa diantaranya adalah:
Masyarakat desa.
Perangkat desa.
Pemerintahan daerah.
Pemerintahan pusat.
C. Musyawarah Desa ( MUSDES )
Musyawarah Desa, selanjutnya disebut Musdes, merupakan forum permusyawaratan tertinggi di tingkat desa. Musdes sebagai forum yang mempertemukan seluruh elemen masyarakat, baik berbasis kepentingan maupun kewilayahan, untuk membahas dan mengambil keputusan atas hal/isu strategis yang terjadi di desa.
Musdes diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat. Hasil Musdes berbentuk kesepakatan-kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah. Selanjutnya, hasil Musdes menjadi dasar bagi BPD dan Pemerintah Desa untuk menetapkan kebijakan pemerintahan desa.
Musdes diselenggarakan selambat-lambatya satu kali dalam setahun. BPD menjadi lembaga yang bertugas menyelenggarakan Musdes, tentu dengan dukungan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Sebagai forum permusyawaratan tertinggi di desa, Musdes musti direncanakan dan dipersiapkan dengan baik agar menghasilkan keputusan-keputusan yang bermutu dan merakyat.
Bagaimana tata cara penyelenggaraan Musdes? Penyelenggaraan Musdes menganut prinsip musyawarah untuk mufakat. Sebaiknya, prosedur dan tata cara penyelenggaraan Musdes ditetapkan dalam Peraturan Desa (Perdes). Keberadaan Perdes sangat penting sebagai acuan dan payung hukum, terlebih Musdes merupakan acara rutin desa.
Secara umum, UU No 6 tahun 2014 pasal 54 memberikan pedoman penyelenggaraan Musdes. Pada pasal 54 disebutkan:
(1) Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(2) Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penataan Desa;
b. perencanaan Desa;
c. kerjasama Desa;
d. rencana investasi yang masuk ke Desa;
e. pembentukan BUM Desa;
f. penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan
g. kejadian luar biasa.
(3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun.
(4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
D. Perencanaan Pembangunan Desa
Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten dan kota. Rencana pembangunan desa disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
Mekanisme perencanaan menurut Permendagri No 113 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa. Kemudian Sekretaris Desa menyampaikan kepada Kepala Desa.
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa disampaikan Kepala Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk pembahasan lebih lanjut.
Rancangan tersebut kemudian disepakati bersama, dan kesepakatan tersebut paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati bersama, kemudian disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/Walikota dapat mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada camat atau sebutan lain.
Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa paling lama 20 hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa. Jika dalam waktu 20 hari kerja Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi maka Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
Jika kepala desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
Apabila Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka kepala desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Pembatalan Peraturan Desa, sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal pembatalan, Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa.
Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa paling lama 7 hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Anggara Dana Desa diatur secara khusus didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 93 pengelolaan keuangan desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Setelah melalui proses panjang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah disahkan. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 setidaknya ingin menjawab dua problem utama, yaitu mengembalikan otonomi asli desa sebagaimana pernah dirampas orde baru, serta pada saat yang sama mengembangkan otonomi desa untuk membatasi intervensi otonomi daerah pasca reformasi. Pengawasan Badan Permusyawaratan
2. Faktor pendukung dalam melaksanakan pengelolaan Anggaran Dana Desa adalah parsitisipasi masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pelaksanaan Anggaran Dana Desa cukup tinggi. Faktor penghambat dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa dalam pemberdayaan masyarakat selanjutnya yaitu rendahnya swadaya masyarakat, padahal swadaya masyarakat merupakan Pendapatan Asli Desa yang sah. Kurangnya swadaya masyarakat merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang dinilai masih kurang sejahtera.
2 Saran
1. Dengan adanya pengaturan hukum Anggaran Dana Desa, Pengelolaan Anggaran Dana Desa dapat optimal sehingga menunjukkan hasil yang maksimal seperti, rendahnya kemiskinan adanya peningkatan Pendapatan Asli Desa tingkat pendidikan yang tinggi, tebentuknya Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan juga optimalnya keswdayaan masyarakat, karena Kurangnya swadaya masyarakat merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang dinilai masih kurang sejahtera. Dengan peningkatan kapasitas seluruh pemangku kepentingan di desa, diharapkan terjadi perbaikan tata kelola pemerintahan desa. Pengawalan implementasi Undang-Undang Desa akan berjalan dengan baik.
2. Kementrian Desa, PDT, dan Transmigrasi melakukan evalusai peraturan perundang-undangan di bidang Dana Desa yang menghambat upaya peningkatan pengelolaan Anggaran Dana Desa melalui meningkatkan kembali partisipasi masyarakat. Kesiapan warga untuk terlibat aktif dalam proses perencanaan dan kemampuan melakukan monitoring terhadap program-program yang dilakukan di desa. Meningkatkan sumberdaya manusia dapat dilihat dari pendidikan masyarakat dan perangkat desa, sehingga ada bentuk kreativitas dan inovasi dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat.