LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM
DISUSUN OLEH : RISMA RAHMAWATI P1339420216019
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG PRODI KEPERAWATAN PURWOKERTO 2018
A. Definisi
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6 bulan - 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. (Hidayat, 2008) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013). Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2009)
B. Etiologi Kejang Demam
1. Faktor-faktor prenatal 2. Malformasi otak congenital 3. Faktor genetika 4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis) 5. Demam 6. Gangguan metabolisme 7. Trauma 8. Neoplasma, toksin 9. Gangguan sirkulasi 10. Penyakit degeneratif susunan saraf. 11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
C. Patofisiologi Kejang Demam
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl – ). Akibatnya konsentrasi ion K + dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan, Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan
terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
D. Pathway Toksik ,trauma Penyakit infeksi ekstracranial dll
Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh
HIPERTERMI
Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan prostaglandin
Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron
Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+ secara cepat dari luar sel menuju ke dalam sel
Meningkatkan fase depolarisasi neuron dengan cepat
KEJANG Spasme otot ekstermitas
Spasme Bronkus Penurunan kesadaran Kekakuan otot
Resiko tinggi
pernafas
cedra Pola nafas tidak efektif
E. Tanda dan Gejala Klinis Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu: 1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut : a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit b. Suhu tubuh mencapai 39 oC. (Dewanto, 2009) c. Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang, gejala kejang bergantung pada jenis kejang. (Dewanto, 2 009) d. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru. (Dewanto, 2009) e. Kejang umum tonik dan atau klonik f. Umumnya berhenti sendiri g. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam 2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut : a. Kejang lama > 15 menit b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
F. Klasifikasi Kejang Demam
1. Kejang demam sederhana a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun d. Lamanya kejang berlangsung < 20 menit e. Kejang tidak bersifat tonik klonik f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang g. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat i.
Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
2. Kejang demam kompleks Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)
G. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
1. Elektroensefalografi (EEG) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus kejang. (Betz, 2009) 2. CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. (Betz, 2009) 3. Magneti Resonance Imaging (MRI): menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan `daerah
–
daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT. (Betz, 2009) 4. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak. (Betz, 2009) 5. Darah a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. c. Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl ) 6. Cairan Cerebo Spinal
: Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang. 7. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi 8. Tansiluminasi
: Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
H. Penaktalaksanaan Medis
1. Pengobatan a. Pengobatan fase akut Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal. Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit. b. Turunkan panas Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis. Kompres air PAM / Os c. Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan
cairan
serebro
spiral
dilakukan
untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. d. Pengobatan profilaksis Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari.
Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari. e. Penanganan sportif 1) Bebaskan jalan napas 2) Beri zat asam 3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit 4) Pertahankan tekanan darah 2. Pencegahan a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam. b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata Dapat digunakan : Fero barbital
:
5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri
:
2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Klonazepam
:
(indikasi khusus)
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM 1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa 1) Aktivitas atau Istirahat Keletihan, kelemahan umum Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain 2) Sirkulasi Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan 3) Intergritas Ego Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan dalam berhubungan 4) Eliminasi a) Inkontinensia epirodik b) Makanan atau cairan c) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang 5) Neurosensori a) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal b) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi) c) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis 6) Kenyamanan a) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal) b) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal 7) Pernafasan a) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi mulus b) Fase posektal : Apnea 8) Keamanan a) Riwayat terjatuh b) Adanya alergi 9) Interaksi Sosial Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya b. Pemeriksaan Fisik a. Aktivitas a) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot b) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot b. Integritas Ego 1) Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia d. Makanan atau cairan 1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang) 2) Hyperplasia ginginal e. Neurosensori (karakteristik kejang) 1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area. 2) Kejang umum Tonik
–
klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag
peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine 3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental dan anesia 4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan 5) Kejang parsial Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif f. Kenyamanan Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati Perubahan pada tonus otot Tingkah laku distraksi atau gelisah g. Keamanan Trauma pada jaringan lunak Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot pernafasan 3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
3. Rencana Keperawatan
N
Dx
o 1.
Tujuan
dan
kriteria
Rencana
hasil Hipertermi
Setelah
dilakukan 1. Monitor suhu tubuh sesering
berhubung
asuhan
keperawatan
an dengan
selama
2x24
proses
diharapkan
infeksi
terjadi hipertermi atau
jam tidak
peningkatan
mungkin 2. Monitor warna kulit 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
suhu 4. Monitor
tubuh dengan kriteria hasil:
penurunan
kesadaran 5. Tingkatkan
a. Suhu tubuh dalam rentan
sirkulasi
udara
dengan membatasi pengunjung
normal 6. Berikan cairan dan elektrolit
(36,5-37oC)
sesuai kebutuhan
b. Nadi dalam rentan 7. Menganjurkan normal
80-
120x/menit
normal
18-
24x/menit d. Tidak
yang
tipis
dan
8. Berikan edukasi pada keluarga tentang dilanjutkan
ada
perubahan
pakaian
menggunakan
menyerap keringat
c. RR dalam rentan
2.
tingkat
kompres
hangat
dengan
kompres
dingin saat anak demam
warna 9. Kolaborasi
dengan
dokter
kulit dan tidak ada
dalam pemberian obat penurun
pusing.
panas
Pola nafas Setelah
diberikan
1. Monitor frekuensi nafas
tidak
asuhan
keperawatan
2. Auskultasi suara nafas
efektif
selama
2x24
3. Atur
berhubung
diharapkan pola nafas
an dengan
kembali
kekakuan
dengan kriteria hasil:
otot
a. RR
pernafasan
jam
efektif
dalam
normal
batas 18-
24x/menit
posisi
pasien
untuk
mengoptimalkan ventilasi 4. Monitor warna kulit 5. Monitor tekanan darah dan nadi 6. Berikan
Edukasi
keluarga
tentang hal yang dapat memicu
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten
serangan kejang 7. Kolaborasi
dengan
dokter
c. Tidak ada sianosis
dalam
d. Tanda-tanda
bronkodilator atau pemberian
dalam
vital rentan
pemasangan
oksigen.
normal 3.
Resiko
Setelah
tinggi
tindakan keperawatan
cedra
selama
berhubung
diharapkan
an dengan
tidak menjadi aktual
spasme
dengan kriteria hasil:
otot ekstermita s
dilakukan
2x24
a. Tidak
jam
masalah
terjadi
kejang b. Tidak cedra
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan pasien 3. Menghindarkan lingkungan
yang
berbahaya 4. Memasang side rail tempat
terjadi
tidur 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 6. Membatasi pengunjung 7. Memberikan
penerangan
yang cukup 8. Menganjurkan
keluarga
untuk menemani pasien 9. Mengontrol
lingkungan
dari kebisingan 10. Edukasi tentang penyakit kepada keluarga.
4. Implementasi
Komponen pada tahap implementasi adalah : a. Tindakan keperawatan mandiri Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktek American Nurses Associatioin (1973) dan kebijakan institusi perawatan kesehatan. b. Tindakan keperawatan kolaboratif Tindakan keperawatan kolaborasi diimpelementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawat kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah klien. c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan keperawatan. Dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian/identitas yang otentik dengan mempertahankan catatancatatan yang tertulis. Dokumentasi merupakan wahana untuk komunikasi dan suatu profesional ke profesional lainnya tentang kasus klien. Dokumen klien merupakan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi yang diimplementasikan oleh perawat dan perubahan-perubahan pada kondisi klien. Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang diberikan idealnya therapi dilakukan setiap shift. Rekam medis klien merupakan dokumentasi pengadilan.
yang Pada
legal,
rekam
tuntutan
mal
medis
tersebut
praktik,
catatan
diterima
di
perawatan
memberikan bukti tindakan perawat. Perawat harus melindungi catatan tersebut dari pembaca yang tidak berhak seperti pengunjung. Tanda tangan perawat di akhiri catatan perawat merupakan
akuntabilitas terhadap isi catatan. Mengubah dokumen legal tersebut merupakan suatu kejahatan adalah tidak bisa di teruma untuk menghapus tulisan pada catatan menggunakan tipe x, penghapusan tinta atau lainnya.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi keperawatan. Kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan-tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri 2 kegiatan yaitu: a. Evaluasi formasi menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera. b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tettentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian. 1) Tujuan Tercapai Tujuan
dikatakan
teracapai
bila
klien
telah
menunjukkan
perubahan kemajuan yang sesuai dengan keiteria yang telah ditetapkan 2) Tujuan tercapai sebagian Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya, seperti klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual, setelah makan bahkan kadang-kadang muntah.
3) Tujuan tidak tercapai Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya perubahan
kearah
kemajuan
sebagaimana
kriteria
yang
diharapkan. Evaluasi sumatif masing-masing diagnosa keperawatan secara teori adalah : a) Hipertermi tidak trjadi b) Pola nafas efektif c) Anak aman
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Ed. 5. Jakarta : EGC Dewanto, George dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : salemba Medika Ridha, Nabiel H. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak . Yogyakarta : pustaka Pelajar Wong, L. Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik vol. 1. Edisi 6. Jakarta : EGC