LAPORAN TUTORIAL BLOK PEDIATRI SKENARIO III ANAKKU BERAK CAIR DAN LEMAS
Oleh: Kelompok A-3 Taqiudin M
G0012219
Anthony Johan
G0012021
M Zainfitra Nur A
G0012121
Michael Sophian Putra
G0012133
MF Habibullah
G0012131
Anggita Dewi
G0012015
Emma Ayu Lirani
G0012071
Dewi Nur Maharani
G0012059
Apriliani Trisna Dewi P
G0012023
Ladysa Ashadita
G0012111
Ema Novalia DKS
G0012069
Apriska Mega SP
G0012025
Nama Tutor:
dr. Ismiranti, Sp.A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan encer atau dapat diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali. (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1985) Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009) Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 3 : SKENARIO 3 Anakku Berak Cair Dan Lemas Pasien laki-laki, usia 1,5 tahun, dibawa ibunya ke IGD RS dengan keluhan mencret sejak ± 4 kali/ hari, tinja cair kekuningan, disertai muntah (+) lebih dari 5x/ hari sebanyak 1/4 gelas aqua berisi makanan dan minuman. Pasien tampak lemas, rewel. Pemeriksaan fisik: mata cowong, air mata berkurang, turgor kembali, mulut kering, lambat nadi : 110x/menit, penafasan : 36x/menit, suhu : 37,2°C peraksilla. Dokter kemudian memberikan infus dan memberikan pengawasan agar kondisi pasien tidak memburuk. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana patofisiologi diare pada anak? 2. Apa saja faktor penyebab dari diare? 3. Apa saja faktor risiko dari diare? 4. Bagaimana interpretasi fisik pada skenario diatas?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk kasus diatas? Bagaimana interpretasinya? 6. Cairan infus apa yang diberikan dokter pada skenario diatas? 7. Pengawasan seperti apa yang dilakukan dokter setelah diberikan infus? 8. Apa saja penatalaksanaan diare pada anak? 9. Bagaimana preventif dari diare? 10. Apa saja komplikasi dari diare apabila tidak ditangani dengan baik? C. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menyusun data dari symptom, pemeriksaan fisik, prosedur klinis dan pemeriksaan laboratorium untuk mengambil kesimpulan suatu diagnosis penyakit geriatri. 2. Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi terhadap keluarga tentang penyakit pediatri dalam rangka promotif dan preventif. 3. Merancang tindakan preventif penyakit pediatri dengan mempertimbangkan faktor pencetus. 4. Merjelaskan prinsip-prinsip terapeutik pada pediatri. 5. Merancang penatalaksanaan penyakit pediatri. 6. Menjelaskan cara pencegahan komplikasi penyakit pediatri. 7. Menjelaskan dasar dan prinsip kegawatdaruratan pediatri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Istilah a. Diare: buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2002 Keputusan Menteri Kesehatan (kepmenkes RI) tentang pedoman Pemberantasan Penyakit Diare (P2D) diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita. b. Mata cowong: mata cekung yaitu mata yang menjorok ke dalam. Mata cowong ini
merupakan salah satu tanda dari dehidrasi pada bayi maupun balita. c. Turgor: kelenturan kulit Menilai apakah turgor kulit cukup baik atau tidak adalah untuk menilai tingkat kecukupan cairan dalam tubuh. B. Identifikasi Masalah 1. Diare 1.1. Pengertian Diare merupakan buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2002 Keputusan Menteri Kesehatan (kepmenkes RI) tentang pedoman Pemberantasan Penyakit Diare (P2D) diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita. Diare yaitu keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lender dan darah/lender saja Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan volume orang dewasa, volume lebih dari 200 g/24 jam. 1.2. Mekanisme a) Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. b) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Menurut Simadibrata (2006), terjadinya diare disebabkan karena proses-proses: a. Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik b. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi c. Malabsorbsi asam empedu d. Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit e. Motilitas dan waktu transport usus abnormal f. Gangguan permeabilitas usus g. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik h. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi 1.3. Faktor Penyebab a) Faktor infeksi: i. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi : Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus Infestasi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur ii. Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. b) Faktor malabsorbsi i. Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan Monosakarida. Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa. ii. Malabsorbsi lemak iii. Malabsorbsi protein c) Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan d) Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. e) Obat-obatan Laksatif Laxative abuse atau penyalahgunaan laksatif mengakibatkan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit serta protein (hipoalbumnemia) dalam jumlah yang besar
Antasida yang mengandung Magnesium
Antineoplastik
Auranofin
Antibiotik ( Clindamycin, Tetracyclin, Sulfonamides, dan antibiotic lain yang memiliki spektrum aktifitas yang luas).
Antihipertensi
(Reserpine,
Guanethidine,
Methyldopa,
Guanabenz,
Guanadrel).
Obat-obat kolinergik (Bethanecol, Neostigmine).
Cardiac Agents (Quinidine, Digitalis, Digosin).
Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID).
Prostaglindin
Kolkisin
1.4. Faktor Risiko 1. Faktor perilaku Faktor perilaku antara lain: a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu. c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak. Mencuci tangan yang baik sebaiknya menggunakan sabun sebagai desinfektan atau pembersih kuman yang melekat pada tangan. d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis. 2. Faktor lingkungan Faktor lingkungan antara lain: a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK). Sumber air bersih digunakan untuk air minum merupakan salah satu sanitasi yang tidak kalah penting dengan kejadian diare. Sebagian sumber infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka juga dapat ditularkan dengan memasukan tangan ke dalam mulut, dan cairan atau benda yang tercemar. b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk 3.Umur Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan. 4. Jenis Kelamin Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi. 5. Musim Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan. 6. Status Gizi Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi. 7. Lingkungan Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun. 8. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare. 1.5. Gejala Klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lender dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubunubun besar menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak kering. 1.6. Klasifikasi Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), diare menurut jenisnya dibagi menjadi: a) Diare Akut Diare akut merupakan suatu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari atau 2 minggu akibatnya timbul dehidrasi yang dapat berujung pada kematian. b) Diare Disemtri Diare disentri merupakan diare yang terdapat darah pada tinjanya. Akibat diare disentri adalah anoreksia,
penurunan berat badan
cepat
dan
memungkinkan terjadi komplikasi pada mukosa. c) Diare Persisten Diare persisten merupakan suatu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari atau 2 minggu dan berlangsung terus menerus. Akibat dari diare persisten terjadi penurunan berat badan drastis dan juga timbul gangguan metabolisme. d) Diare dengan Masalah Lain Anak yang menderita diare baik diare akut maupun diare persisten mungkin disertai penyakit lainnya seperti demam, gangguan metabolisme dan penyakit-penyakit lainnya. 1.7. Pemeriksaan penunjang Diare akut (< 4 hari) sebenarnya tidak memerlukan pemeriksaan lanjutan kecuali pada pasien terlihat adanya dehidrasi, darah dalam feses, rasa nyeri yang hebat, hipotensi, atau tanda toksik, dan juga pada pasien yang sangat muda atau yang sangat tua. Pemeriksaan lanjutan yang dapat disarankan berupa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap, pengukuran jumlah elektrolit, BUN dan kreatinin.
Pada sampel feces dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopi, kultur, fecal leukocyte testing, dan bila pasien telah menggunakan antibiotik baru-baru ini dapat dilakukan C.difficile toxin array. Pemeriksaan lanjutan yang dapat disarankan berupa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap, pengukuran jumlah elektrolit, BUN dan kreatinin. Pada sampel feces dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopi, kultur, fecal leukocyte testing, dan bila pasien telah menggunakan antibiotik baru-baru ini dapat dilakukan C.difficile toxin array. Kultur pada berbagai media telah digunakan untuk mengisolasi bakteri penyebab diare. Tabel dibawah ini menunjukan berbagai bakteri penyebab yang sering dan media kultur dimana mereka dapat tumbuh secara optimal. Organism
Detection Method
Microbiologic Characteristics
Aeromonasspecies
Blood agar
Oxidase-positive flagellated gramnegative bacillus (GNB)
Campylobacterspeci Skirrow agar
Rapidly motile curved gram-negative
es
rod (GNR); Campylobacter jejuni 90% and Campylobacter coli 5% of infections
C difficile
Cycloserine-cefoxitin-
Anaerobic
spore-forming
gram-
fructose-egg (CCFE) agar; positive rod (GPR); toxin-mediated enzyme immunoassay (EIA) diarrhea;
produces
for toxin; latex agglutination pseudomembranous colitis (LA) for protein C perfringens
None available
Anaerobic
spore-forming
toxin-mediated diarrhea E coli
MacConkey eosin-methylene Lactose-producing GNR blue (EMB) or SorbitolMacConkey (SM) agar
Plesiomonasspecies
Blood agar
Oxidase-positive GNR
GPR;
Salmonellaspecies
Blood, MacConkey EMB, Nonlactose xylose-lysine-deoxycholate
non–H2S-producing
GNR
(XLD), or Hektoen enteric (HE) agar Tabel 1. Bakteri umum penyebab diare dan media kultur yang optimum
Infeksi enteroinvansive pada usus besar akan menyebabkan leukosit, sebagian besarnya neutrofil, terkandung dalam tinja. Namun tidak ditemukannnya leukosit pada feces tidak mengeliminasi kemungkinan adanya organisme enteroinvansive. Namun bila leukosit ditemukan maka dapat disingkirkan kemungkinan keterlibatan enterotoxigenic E. Coli, spesies Vibrio, dan virus. Jika fecal leukosit ditemukan maka selalu lakukan kultur untuk Salmonella, Shigella, organisme Campylobacter, dan Y enterocolitica. Jika pada anamnesis diketahui adanya riwayat memakan seafood mentah atau bepergian ke negara lainn, maka harus ditambahkan screening tambahan untuk Vibrio dan spesies Plesiomonas. Diare kronis (> 4 minggu) memerlukan evaluasi lebih lanjut, begitu pula pasien diare dengan waktu lebih pendek (1 atau 3 minggu) tetapi memiliki sistem imunitas yang lemah atau yang gejalanya terlihat berat. Pemeriksaan feces yang dasar yang dilakukan sebaiknya mencakup kultur, fecal leukocytes, pemeriksaan mikroskopis untuk parasit, pH (fermentasi bakteri terhadap karbohidrat yang tak terabsorbsi menurunkan pH < 6), lemak (dengan pengecata Sudan), dan elektrolit (Na dan K). Bila patogen standar tidak ditemukan, tes spesifik untuk antigen Giardia dan Aeromonas, Pleisiomonas, coccidia, dan microsporidia dapat disarankan. Sigmoidoscopy atau colonoscopy dengan biopsi juga dapat dilakukan untuk mengetahui apakah ada faktor inflamasi. Diare kronik berkembangdi 10 % pasien setelah infeksi enterik akut. Jika diagnosis masih membingungkan dan pengecatan Sudan positif untuk lemak, ekskresi lemak dalam feces harus dihitung, lalu dilanjutkan dengan enteroclysis usus kecil atau CT enterography (pada penyakit struktural) dan biopsi endoscopic usus halus (untuk mencari kemungkinan penyakit mukosa). Jika pemeriksaan masih negatif maka perlu dipertimbangkan untuk memeriksa struktur dan fungsi pankreas pada penderita steatorrhea (kelebihan lemak dalam feces). Stool osmotic gap, yang dapat dihitung menggunakan rumus 290-2 x (stool Na + stool K), dapat digunakan untuk membedakan diare osmotic dan sekretorik. Osmotic
gap <50 mEq / L menunjukkan diare sekretori; nilai yang lebih besar (> 100 mEq / L) menunjukkan diare osmotik. Pasien dengan diare osmotik kemungkinan tidak sengaja menelan obat yang mengandung magnesium (tereteksi dengan level Mg pada feces) atau malabsorbsi karbohidrat (terdeteksi dari hydrogen breath test, uji kadar laktase, dan anamnesis). Diare sekretorik yang tak terdiagnosis memerlukan pemeriksaan lanjutan (seperti plasma gastrin, kalsitonin, tingkat peptida intestinal vasoaktif, histamin, uji 5hidroksindole aam asetat (5-HIAA) untuk penyebab yang berkaitan dengan endokrin). Anamnesis tentang gejala dan tanda penyakit-penyakit tiroid dan insufisiensi adrenal harus dilakukann. Penyalahgunaan laxative juga harus dipertimbangkan; yang dapat disingkirkan dengan fecal laxative assay (uji laxative feces). Biopsi Intestinal tidak diperlukan pada kasus diare akut yang terjadi pada anak yang terlihat sehat, namun biopsi disarankan dilakukan bagi penderita diare kronis yang berlarut-larut dan pada kasus dengan AIDS atau pasien dengan gangguan sistem imun yang berat. 1.8. Tatalaksana Menurut Departemen Kesehatan RI (2011), terdapat Lima Langkah Tuntaskan Diare atau dapat disebut dengan LINTAS DIARE, yang terdiri dari: 1. Berikan oralit Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum
tidak
mengandung
garam
elektrolit
yang
diperlukan
untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Oralit perlu diberikan segera bila anak diare, sampai diare berhenti. Cara pemberian oralit adalah satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc). Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan oralit setiap kali buang air besar. Anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc cairan oralit setiap kali buang air besar.
Diperlukan oralit formula baru karena oralit formula lama biasanya menyebabkan mual dan muntah, sehingga ibu enggan memberikan kepada anaknya. Perbedaan oralit lama dengan oralit baru dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan oralit lama dengan oralit
Menurut penelitian oralit formula baru mampu: a. Mengurangi volume tinja hingga 25% b. Mengurangi mual-muntah hingga 30% c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena 2. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan Zinc selama 10-14 hari. Hal ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun (1980-2003) yang menunjukkan bahwa pengobatan diare dengan pemberian oralit disertai zinc lebih efektif dan terbukti menurunkan angka kematian akibat diare pada anakanak sampai 40%. Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3
bulan setelah anak sembuh dari diare. Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc sebagai pengobatan diare adalah mengurangi :1) Prevalensi diare sebesar 34%; (2) Insidens pneumonia sebesar 26%; (3) Durasi diare akut sebesar 20%; (4) Durasi diare persisten sebesar 24%, hingga; (5) Kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%. Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait dengan kemampuannya meningkatkan sistim kekebalan tubuh. Zinc merupakan mineral penting bagi tubuh. Lebih 300 enzim dalam tubuh yang bergantung pada zinc. Zinc juga dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit dan mukosa saluran cerna. Semua yang berperan dalam fungsi imun, membutuhkan zinc. Jika zinc diberikan pada anak yang sistim kekebalannya belum berkembang baik, dapat meningkatkan sistim kekebalan dan melindungi anak dari penyakit infeksi. Itulah sebabnya mengapa anak yang diberi zinc (diberikan sesuai dosis) selama 10 hari berturut - turut berisiko lebih kecil untuk terkena penyakit infeksi, diare dan pneumonia. Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai berikut: a. Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari b. Balita umur ≥ 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari Obat Zinc yang tersedia di Puskesmas baru berupa tablet dispersible. Saat ini perusahaan farmasi juga telah memproduksi dalam bentuk sirup dan serbuk dalam sachet. Efek samping zinc sangat jarang dilaporkan. Kalaupun ada, biasanya hanya muntah. Namun, pemberian zinc dalam dosis sebanyak 10-20 mg sesuai usia seperti dosis yang dianjurkan seharusnya tidak akan menyebabkan muntah. Zinc yang dilarutkan dengan baik akan menyamarkan rasa metalik dari zinc 3. Teruskan ASI-makan Banyak mitos mengatakan bahwa ASI atau susu merupakan penyebab dari timbulnya kejadian diare. ASI bukan penyebab diare. ASI justru dapat
mencegah diare. Bayi dibawah 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan sistim imunitas tubuh bayi. Jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan pemberian ASI sebanyak dia mau. Jika anak mau lebih banyak dari biasanya itu akan lebih baik. Biarkan dia makan sebanyak dan selama dia mau. Dan juga anak harus diberi makan seperti biasa dengan frekuensi lebih sering. Lakukan ini sampai dua minggu setelah anak berhenti diare. Jangan batasi makanan anak jika ia mau lebih banyak, karena lebih banyak makanan akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi. 4. Berikan antibiotik secara selektif Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Ini sangat penting karena seringkali ketika diare, masyarakat langsung membeli antibiotik seperti Tetrasiklin atau Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena jika antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik. 5. Berikan nasihat pada ibu/keluarga Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak: - Buang air besar cair lebih sering - Muntah berulang-ulang - Mengalami rasa haus yang nyata - Makan atau minum sedikit - Demam - Tinjanya berdarah - Tidak membaik dalam 3 hari 1.9. Preventif Diare pada anak usia muda di daerah tropis biasanya disebabkan oleh infeksi usus. Tindakan pencegahan terhadap diare yang dapat dilakukan antara lain :
a) Pemberian air susu ibu (ASI) 1. Berikan air susu ibu selama 4-6 bulan pertama kemudian berikan ASI bersama makanan lain sampai kurang lebih anak berusia satu tahun 2. Untuk menyusu dengan nyaman dan aman, harusnya : jangan beri cairan tambahan seperti air, air gula atau susu bubuk, terutama dalam hari-hari awal kehidupan anak, memulai pemberian ASI segera setelah bayi lahir, menyusukan sesuai keperluan (peningkatan pengisapan meningkatkan penyediaan susu), keluarkan susu secara manual untuk mencegah pembendungan payudara selama masa pemisahan dari bayi, jika ibu bekerja diluar rumah dan tidak mungkin membawa bayinya, maka berikan ASI sebelum meninggalkan rumah, sewaktu kembali dimalam hari danpada kesempatan dimana ibu berada bersama bayi, ibu seharusnya
terus
memberikan ASI sewaktu bayinya sakit dan setelah sakit. Hal ini sangat penting jika bayi menderita diare. b) Perbaikan cara menyapih 1. Pada usia 4-6 bulan bayi harus diperkenalkan dengan makanan penyapih yang bergizi dan bersih. Pada tahap awal sebaiknya makanan saring lunak 2. Kemudian diet anak seharusnya menjadi semakin bervariasi dan mencakup : makanan pokok di masyarakat (biasanya serealia atau umbi), kacang atau kacang polong, sejumlah makanan dari hewan, sebagai contoh produk susu, telur dan daging, serta sayuran hijau atau sayuran jingga 3. Anak juga harus diberikan buah-buahan atau sari buah dan minyak atau lemak yang ditambahkan ke dalam makanan penyapih 4. Anggota keluarga seharusnya mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan penyapih dan sebelum memberi makan bayi 5. Makanan harus dipersiapkan di tempat bersih, menggunakan wadah dan peralatan yang bersih 6. Makanan yang tidak dimasak harus dicuci dengan air bersih sebelum dimakan 7. Makanan yang dimasak harus dimakan sewaktu masih hangat atau panaskan dahulu sebelum dimakan
8. Makanan yang disimpan harus ditutup dan jika mungkin masukkan ke dalam lemari es. c. Penggunaan banyak air bersih: air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia, sumber air harus dilindungi dengan : menjauhkan dari hewan, melokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber air, serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber, air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih dan gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air, air untuk masak dan minum untuk anak harus dididihkan. d. Cuci tangan. Semua anggota keluarga seharusnya mencuci tangan dengan baik : setelah membersihkan anak yang telah buang air besar dan setelah membuang tinja anak, setelah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan, sebelum memberi makan anak e. Menggunakan kakus : 1. Semua anggota keluarga seharusnya mempunyai kakus bersih yang masih berfungsi (kakus harus digunakan oleh semua anggota keluarga yang cukup besar) 2. Kakus harus dijaga bersih dengan mencuci permukaan yang kotor secara teratur 3. Jika tidak ada kakus anggota keluarga harus : a. Buang air besar jauh dari rumah, jalan atau daerah anak bermain dan kurang lebih 10 meter dari sumber air b. Jangan buang air besar tanpa alas kaki c. Tidak mengijinkan anak mengunjungi daerah buang air besar sendiri f. Membuang tinja anak kecil pada tempat yang tepat :
Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan
daun atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan mudah dibersihkan kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun besar dan buang ke
dalam kakus Bersihkan segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya
g. Imunisasi campak. Anak harus diimunisasi campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan. 1.10. Komplikasi Kehilangan cairan dan elektrolit yang secara mendadak dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi, yaitu: Dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang. Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala meteorismus (kembung perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung dan usus), hipotonik otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektrokardiogram. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase karena kerusakan vili
mukosa usus halus. Kejang terutama pada hidrasi hipotonik. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang, pengeluaran bertambah).
2. Dehidrasi 2.1 Pengertian Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada yang didapatkan sehingga tubuh tidak punya cukup cairan untuk menjalankan fungsi normalnya. Berdasarkan penurunan berat badan, dehidrasi terbagi dalam tiga jenis, yaitu Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan), dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan), dan dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan). 2.2 Klasifikasi Berikut ini penilaian derajat dehidrasi : Ringan
Sedang
Berat
Bayi
5%
10%
15%
Remaja
3%
6%
9%
Bayi dan
Haus, sadar,
Haus, gelisah
Mengantuk, lemah, lunglai,
anak kecil
gelisah
atau letargis,
dingin, berkeringat, ekstrimitas
iritabel,
sianosis, dapat menjadi koma
mengantuk Anak yang
Haus, sadar,
Haus, sadar
Biasanya sadar (tetapi pada
lebih tua
gelisah
(biasanya)
tingkat yang menurun), gelisaha, dingin, berkeringat, ekstremitas sianosis, kulit mengkerut pada jari kaki dan tangan, kram otot.
2.3 Gejala-Gejala Klinis Berikut ini tanda dan gejala dehidrasi Tanda dan gejala
Ringan
Sedang
Berat
Takikardi
Tidak ada
Ada
Ada
Nadi teraba
Ada
Ada (lemah)
Menurun
Tekanan darah
Normal
Hipotensi ortosatik
Hipotensi Menurun/tampak
Perfusi kulit
Normal
Normal
tak teratur (mottled)
Turgor kulit
Normal
Sedikit menurun
Menurun
Fontanel
Normal
Sedikit cekung
Cekung
Basah
Kering
Amat kering
Air mata
Ada
Ada atau tidak ada
Tidak ada
Pernafasan
Normal
Curah urine
Normal
Membrana mukosa
Dalam, dapat cepat Oliguria
Dalam dan cepat Anuria dan oliguria berat
Berikut ini Penilaian berdasarkan MTBS ( Manajemen Terpadu Balita Sakit )
Terdapat dua atau lebih
Terdapat dua atau lebih dari
dari tanda- tanda berikut ;
tanda- tanda berikut ;
•
Letargis atau tidak sadar
DEHIDRASI
•
BERAT
Letargis atau tidak sadar
•
Mata cekung
•
Mata cekung
•
Tidak bisa minum
•
Tidak bisa minum
atau malas minum •
atau malas minum •
Cubitan kulit
Cubitan kulit perut
perut kembalinya
kembalinya sangat
sangat lambat
lambat
Terdapat dua atau lebih
Terdapat dua atau lebih dari
dari tanda- tanda berikut ;
tanda- tanda berikut ;
•
Gelisah, rewel/ marah
•
Mata cekung
•
Haus, minum
DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
Gelisah, rewel/ marah
•
Mata cekung
•
Haus, minum dengan lahap
dengan lahap •
•
•
Cubitan kulit
Cubitan kulit perut kembalinya lambat
perut kembalinya lambat Tidak cukup tanda- tanda untuk diklasifikasikan
TANPA DEHIDRASI
sebagai dehidrasi berat atau ringan/ sedang 2.4 Penatalaksanaan
Tidak cukup tanda- tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/ sedang
Menurut Departemen Kesehatan RI (2011) ada beberapa rencana untuk menanggulangi diare, yaitu: a. Rencana Terapi A = Diare tanpa dehidrasi
Bila terdapat dua tanda atau lebih Tanda-tanda: Keadaan Umum baik, sadar Mata tidak cekung Minum biasa, tidak haus Cubitan kulit perut / turgor kembali segera 1. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit
atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb) Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit. - Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak - Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila: - Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C. - Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
2. Beri obat zinc Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI. - Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari - Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari. 3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau. Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu
4. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi. Contohnya adalah disentri, kolera, dan lain-lain. 5. Nasihati ibu atau pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :
Berak cair lebih sering Muntah berulang Sangat haus Makan dan minum sangat sedikit Timbul demam Berak berdarah Tidak membaik dalam 3 hari
b. Rencana Terapi B = Dehidrasi sedang Tanda-tanda: Gelisah, rewel Mata cekung Ingin minum terus, ada rasa haus Cubitan kulit perut atau turgor kembali lambat 1. Jumlah oralit yang diberkan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan
Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini: Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah. Bujuk ibu untuk meneruskan ASI. Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air
masak selama masa ini. Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan
oralit Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
2. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit:
Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan. Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas. Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah. Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak
atau ASI. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang.
3. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian kemudian pilih rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang,
anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur. Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana Terapi B
Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah. Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
4. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di rumah. Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah c. Rencana Terapi C = Dehidrasi berat Tanda-tanda: Lesu, lunglai / tidak sadar Mata cekung Malas minum Cubitan kulit perut / turgor kembali sangat lambat 1. Beri cairan Intravena segera Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB. Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat. 2. Beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum; biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau1-2 jam (anak). 3. Berikan obat Zinc selama 10 hari berturut-turut 3. Muntah pada anak 3.1 Pengertian Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksplosif dengan bantuan otot-otot perut. Perlu dibedakan dengan regurgitasi, ruminasi, ataupun refluks esophagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali ke mulut akibat gerakan antiperistaltik esophagus. Ruminasi yaitu pengeluaran makanan secara sadar untuk dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluks esophagus merupakan kebalinya isi lambung ke dalam esophagus dengan cara pasif dapat disebabkan oleh hipotoni sfingter esophagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardia, atau pengosongan isi lambung yang lambat. 3.2 Etiologi Bila diduga berasal dari saluran cerna harus dibedakan pula apakah bersifat obstruksi atau non obstruksi. Obstruksi
Non obstruksi Luar
saluran cerna
saluran cerna
cerna
saluran Susunan pusar
saraf Non organik
-
Intususepsi - Apendisitis - Infeksi saluran Obstruksi - Gastroenteriti nafas - Otitis media usus s Akalasia - Ulkus - Infeksi saluran Striktur peptikum kemih - Torsio testis karena - Sindrom reye ingesti - Uremia bahan - Kelainan kaustik metabolic - Purpura henoch-
Tekanan
-
Anoreksia
-
nervosa Menarik
intracranial meningkat karena
proses desak ruang Hidrosefalus Epilepsy
-
perhatian Post nasal drip Mabuk perjalanan Obat
perut
schonlein 3.3 Patofisiologi Muntah merupakan respons reflex simpatis terhadap berbagai rangasangan yang melibatkan aktivitas otot perut dan pernafasan. Pada saat muntah terjadi respons yang berlawanan dari keadaan normal, dimana tonus sfingter esophagus bawah, fundus, dan korpus menurun, sedangkan peristaltic antrum, tonus pylorus dan duodenum meningkat. Proses muntah dibagi menjadi 3 fase yang berbeda yaitu : a. Nausea Sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada organ dalam, labirin atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah. b. Retching Fase dimana terjadi gerak nafas spasmodic dengan glottis tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negative. c. Emesis (ekspulsi) Kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya difragma, disertai dengan penekanan mekanisme antirefluks. Pada fase ini, pylorus dan antrum berkontraksi, fundus dan esophagus relaksasi, dan mulut terbuka. 4. Infus pada anak Pemberian cairan secara intravena pada bayi dan anak sakit perlu diperhatikan pemilihan jenis cairan, jumlah dancarapemberian, dan keadaan penyakit dan gejala klinik lainnya. Dehidrasi berdasarkan derajatnya, yaitu :
1. Dehidrasi ringan yaitu bila kehilangan cairan 5% dari berat tubuh 2. Dehidrasi sedang yaitu bila kehilangan cairan 5 – 10 % dari berat tubuh 3. Dehidrasi berat yaitu bila kehilangan cairan > 10% dari berat tubuh Jenis-jenis cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, cairan koloid, dan kombinasi. Cairan kristaloid terdiri cairan hipotonik, isotonik, dan hipertonik. Cairan koloid antara lain dari albumin, HES, dextran, dangelatin. Sedangkan cairan kombinasi antara lain KaEn 1B, cairan 2A, Cairan G:B 4:1, cairan DG, cairan Meylon, cairan RLD, dan cairan G:Z 4:1. Pada anak sering digunakan cairan kristaloid, seperti contohnya Ringer Laktat, Ringer Asetat, dan NaCl 0,9%. Ringer Laktat digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstraseluler akut seperti pada dehidrasi berat karena diare murni dan DBD. Larutan ini di metabolisme di hati dan sebagian kecil di ginjal, sehingga kontraindikasi dari pemberian larutan ini adalah pada pasien yang menderita gangguan hati dan ginjal, sebagai gantinya adalah dengan menggunakan Ringer Asetat atau Nacl 0,9%. Ringer Asetat digunakan untuk mengoreksi keadaan asidosis metabolik dan di metabolisme di otot menjadi bikarbonat. NaCl 0,9% digunakan pada DBD, syok kardiogenik, asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengan glukosa 5%. Terapi cairan pada anak melalui intravena diberikan pada penderita diare akut dengan dehidrasi berat. Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat atau garam normal, 100mg/kgBB mulai diberi segera. Bila penderita bisa minum, berikan oralit sewaktu cairan iv dimulai. Rumus: tetesan permenit (mikro) Tetesan permenit (tpm) Tetesan (anak) Menit
: jumlah cairan yang masuk / lamanya infus (jam)
: jumlah volume cairan yang dibutuhkan (cc) x set infus waktu yang dibutuhkan (jam) x 60 (Set infus pada anak adalah 60) BAB III PEMBAHASAN
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari. Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare bisa akibat gangguan osmotic, gangguan sekresi dan gangguan motilitas usus. Saluran pencernaan anak terutama usus yang mendapat serangan dari mikroorganisme asing (parasit, virus, dan bakteri) memberikan perlawanan berupa hiperperistaltik dan hipersekresi usus, gerakan hiperperistaltik usus ini bertujuan mengeluarkan benda-benda asing. Anak diare disertai muntah menyebabkan fluid loss atau dehidrasi sehingga cairan tubuh berkurang drastis . Elektrolit utama tubuh yang memenuhi ruangan ekstraseluler diantaranya Na + dan Ca+ ikut terbuang ketika terjadi fluid loss. Kehilangan Na+ dan Ca+ ini bermanifestasi pada ketidakseimbangan elektrolit tubuh yaitu hiponatremia dan hipokalsemia, Na+ berfungsi dalam menghantarkan impuls-impuls syaraf untuk kontraksi otot, salah satunya otot pencernaan. Gerakan usus yang semula hiperperistaltik menjadi hipoperistaltik akibat berkurangnya elektolit menghantarkan impuls ke otot-otot polos pencernaan. Gejala klinis yang terlihat pada anak akibat gerakan hipoperistaltik ini adalah perut kembuh/membesar. Cairan yang berkurang di ruang interstisial menyebabkan berpindahnya cairan dari tekanan tinggi ke rendah yaitu dari intravascular ke interstisial dan menyebabkan pembuluh darah kolaps, volume darah berkurang diikuti dengan menurunnya pasokan darah ke seluruh tubuh, termasuk ke otak. Vaskularisasi yang terganggu menyebabkan tidak adekuatnya asupan nutrisi (oksigen dan glukosa) ke otak, akibatnya kesadaran anak menurun, letargis, bahkan bisa sampai koma. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa diare sangat berbahaya karena menimbulkan komplikasi-komplikasi berat pada anak. Oleh karena itu sangat penting untuk petugas kesehatan menjelaskan kepada ibu balita, apa sebenarnya diare dan apa tanda-tanda bahayanya. Dengan begitu ibu balita bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk menyelamatkan balitanya dari kematian. Anak pada skenario 3 menderita diare sedang. Hal ini ditandai dengan adanya gambaran klinis berupa anak gelisah, rewel, mata cekung, haus, turgor kembali lambat, dehidrasi ringan/sedang. Diare dapat disebabkan oleh infeksi kuman-kuman penyakit (bakteri,virus, dan parasit), penurunan daya tahan tubuh, dan factor lingkungan dan perilaku. Kematian karena diare dapat dihindari jika diberikan cairan rumah tangaa, oralit, ZINC, makanan sesuai umur (saat diare dan selama masa penyembuhan) dan mengobati penyakit penyerta.
Rencana pengobatan diare dibagi menjadi tiga (3) berdasarkan derajat dehidrasi yang dialami oleh balita : 1.
Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi
2.
Rencana Terapi B, jika penderita diare mengalami dehidrasi ringan/sedang
3.
Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat
BAB IV KESIMPULAN 1. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari. 2. Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare bisa akibat gangguan osmotic, gangguan sekresi dan gangguan motilitas usus. 3. Faktor penyebab : faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan, faktor psikologis, obat-obatan. 4. Faktor risiko : faktor perilaku, faktor lingkungan, umur, jenis kelamin, musim. 5. Klasifikasi : diare akut, diare persisten, disentri, diare dengan masalah lain. 6. Tatalaksana : berikan oralit, berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut, teruskan ASI-makan, berikan antibiotik secara selektif, berikan nasihat pada ibu/keluarga Berikan nasihat pada ibu/keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Greenberger, Norton J. (2013). Diarrhea. Diakses Maret 2015 Guandalini, Stefano (2014). Diarrhea Workup Diakses Maret 2015 Soeparto P. Buku Ajar Diare. Jakarta. Departemen Kesehatan RI, 1999:3-14 Dipiro, joseph, Wells G, barbara, 2009, Phamacotherapy handbook seventhedition. Medoka, new york Masnjoer, Ari. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 2. 2000. Jakarta : Media Aesculapius. pp : 47 Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413. Alimul Hidayat,A.Aziz. 2005. Pengantar ilmu keperawatan anak 1., Jakarta: Salemba Medika. Sreedharan, Raman,. Liacouras, Chris A. Liacouras. 2011. Major Symptoms and Signs of Digestive Tract Disorders. Dalam: Kliegman, Robert M. et al. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics 19th Edition. Saunders Elsevier: Philadelphia. WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia. 8-479