LAPORAN TUTORIAL BLOK 2.5 MINGGU 1
SKENARIO 1 “MATA GADIS MELOTOT “ KELOMPOK
: 28 D
TUTOR
: dr. Ulya Uti Fasrini
Ketua
: Esha Almara
1110312155
Sekretaris Papan
: Satrya Aji Pamungkas
1110312051
Sekretaris Meja
: Nadiah Ismail
1110312018
Anggota
: Dani Putra Amerta
1110312035
Cindy Aulia
1110313059
Putri Maghfirah Bahri
1110312065
Rizky Dwi Utami
1110313067
Rurin Ardiyanti
1110311024
Anelia Tiara Suci
1110313098
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2013
MODUL 1 SKENARIO 1 : MATA GADIS MELOTOT
Gadis usia 20 tahun, mahasiswa salah satu perguruan tinggi di kota Padang, mengunjungi dokter keluarga dengan keluhan kedua mata yang semakin melotot sejak tiga bulan yang lalu. Teman-teman sekampus Gadis mengatakan bahwa akhir-akhir ini, Gadis sepertinya menjadi lebih sensitif dan sedikit pemarah. Ia menyadari bahwa berat badannya turun tiga kilogram pada satu bulan ini dan sering merasakan lelah namun ia memperkirakan hal ini akibat kesibukan di kampus. Kadang – kadang Gadis sering merasa cemas dan berdebar – debar terutama jika sedang melakukan aktifitas. Bajunya sering basah oleh keringat walaupun ia tidak sedang berolahraga. Namun satu hal yang mengganggu pikirannya adalah pembesaran yang terlihat pada daerah kelenjar gondoknya. Gadis cemas hal ini disebabkan oleh tumor. Dokter yang memeriksa Gadis mendapatkan hasil sebagai berikut : denyut nadi : 112 x permenit , irama regular, tekanan darah : 140/ 70 mmHg, frekuensi nafas 20 x permenit, pada pemeriksaan mata ditemukan eksoftalmus, tanda Von Graefe + dan tanda Stellwag +. Pada pemeriksaan tiroid ditemukan pembesaran tiroid difusa, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher. Dokter menganjurkan untuk pemeriksaan laboratorium FT 4 dan TSH. Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Gadis ?
2
I. Klarifikasi Terminologi 1.
Eksoftalmus
: proptosis bola mata. Penonjolan abnormal pada salah satu atau
kedua bola mata 2.
Tanda Von Graefe
: kegagalan kelopak mata atas untuk bergerak kebawah dengan bola
mata melihat kebawah, gerakan lambat, tanda penyakit grave 3.
Tanda stellwag
: Mata berkedip kurang sempurna
4.
Tiroid diffuse
: kelenjar tiroid yang batasnya tidak tegas
5.
Pemeriksaan FT4
: Pemeriksaan tiroksin bebas dalam sirkulasi
II. Rumusan Masalah 1.
Apa yang menyebabkan mata Gadis melotot?
2.
Kenapa BB Gadis menurun, cepat lelah dan suka berkeringat?
3.
Kenapa akhir-akhir ini Gadis semakin sensitive dan pemarah?
4.
Kenapa Gadis kadang sering merasa cemas, dan berdebar saat melakukan aktivitas?
5.
Adakah pengaruh umur, dan jenis kelamin terhadap keluhan yang dialami Gadis?
6.
Adakah hubungan pembesaran kelenjar Gondok dengan keluhan?
7.
Kenapa kelenjar gondoknya terlihat membesar?
8.
Apakah pembesaran tersebut sebuah tumor?
9.
Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tiroid?
10. Kenapa dokter menganjurkan pemeriksaan lab FT4 dan TSH? 11. Mengapa terjadi hipertensi sistolik dan diastolnya normal?
III. Analisis Masalah
1.
Apa yang menyebabkan mata Gadis melotot? Mata melotot karena : -infiltrasi sel mass, limfosit, plasma ke otot-otot mata dan jaringan orbita. -peningkatan perangsangan saraf simpatis -drainase yang tidak lancer pada bola mata -Retensi cairan di retro orbita karena penumpukan karbohidrat
2.
Kenapa BB Gadis menurun, cepat lelah dan suka berkeringat? Pada Gadis terjadi hipermetabolisme. Pada hipermetabolisme, banyak cadangan glukosa dari makanan yang dibakar untuk membentuk energy/ATP dan panas, sehingga Gadis merasa cepat lelah dan sering berkeringat. Selain itu hipermetabolisme yang tidak diimbangi dengan makan yang cukup akan mengurangi berat badan.
3
3.
Kenapa akhir-akhir ini Gadis semakin sensitive dan pemarah? Karena aktivitas saraf simpatis yang berlebihan dan karena merasa lelah.
4.
Kenapa Gadis kadang sering merasa cemas, dan berdebar saat melakukan aktivitas? Karena peningkatan efek saraf simpatis
5.
Adakah pengaruh umur, dan jenis kelamin terhadap keluhan yang dialami Gadis? Secara epidemiologi, penyakit yang dialami Gadis (Grave) sering dialami wanita dengan usia puncak 20 tahun.
6.
Adakah hubungan pembesaran kelenjar Gondok dengan keluhan? Ada. Keluhan yang dialami Gadis terjadi karena hipermetabolisme. Salah satu yang menyebabkan terjadinya hipermetabolisme adalah peningkatan kadar hormone tiroid. Kadar hormone tiroid ini diatur olrh TSH. Salah satu fungsi TSH adalah hyperplasia sel folikel pada kelenjar tiroid. Jika stimulasi TSH berlebihan kelenjar gondok membesar (goiter)
7.
Kenapa kelenjar gondoknya terlihat membesar? -Karena infiltarasi limfosit di kelenjar gondok -Stimulasi berlebihan oleh TSH
8.
Apakah pembesaran tersebut sebuah tumor? -Tidak, karena pada tumor aka nada brui -Belum bisa dipastikan, untuk itu perlu dilakukan FNAB
9.
Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tiroid?
denyut nadi : 112 x permenit : takikardi irama regular : Normal tekanan darah 140/ 70 mmHg : sistol tinggi diastole normal frekuensi nafas 20 x permenit : normal eksoftalmus : tanda hipertiroid tanda Von Graefe + : Grave + tanda Stellwag + : Grave + pembesaran tiroid difusa: Goiter batas tidak jelas tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher : mungkin tidak keganasan 10. Kenapa dokter menganjurkan pemeriksaan lab FT4 dan TSH? Untuk menegakkan diagnosa
11. Mengapa terjadi hipertensi sistolik dan diastolnya normal? Sistol hipertensi: kompensasi untuk memasok O2 ke jaringan Diastol normal : vasodilatasi arteriol untuk perfusi O2
4
IV. Skema
BB<,Cepat lelah,
hipermetabolisme
Infiltrasi sel imun pada otot
Mata melotot
retroorbita,perangsangan saraf
Pembesaran kel.
keras
neoplasma
Biopsi
Autoimu TSH
T3 T4 Struma non toksik
Denyut nadi
Struma
↑ Sistol ↑
Tanda von graeve +
hiperiroidisme
Pembesaran tiroid
Getah benibg tak
infeks
V. Learning Objektif 1. Mahasiswa mampu menjelaskan : -
Epidemiologi
-
Pemeriksaan fisik
-
Faktor risiko dan etiologi
-
Pemeriksaan lab dan penunjang
-
Patofisiologi dan patogenesis
-
Dasar diagnose
-
Manifestasi
-
Tatalaksana
klinis
(Tanda
dan
Gejala) Goiter non toksik, Grave, Plummer, Tiroiditis sub akut, tiroiditis kronis, keganasan 2. Mahasiswa mampu menjelaskan kasus rujukan 5
VI.
Pembahasan Learning Objektif
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Goiter non toksik Goiter non toksik : Merupakan struma tanpa disertai dengan hipertiroid atau hipotiroid. a. Epidemiologi Merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16% perempuan dan 4% laki-laki usia 20 tahun sampai 60 tahun. Salah satu penyebab karena defisiensi yodium banyak terdapat pada daerah pegunungan. Seperti Alpen, Himalaya,Andes. Di Indonesia terbanyak adalah Malang dan Sumbar diposisi kedua. b. Etiologi dan faktor resiko Etiologi struma non toksik antara lain adalah defisiensi yodium atau gangguan kimia intratiroid yang disebabkan berbagi faktor. c.
Patogenesis dan patofisiologis. Adanya defisiensi yodium atau gangguan k imia intratiroid tersebut mengakibatan kapasitas kelenjar tiroid untuk menyekresikan tiroksin terganggu, mengakibatkan peningkatan TSH dan hiperplasia dan hipertrofi folikel-folikel tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid sering bersifat eksaserbasi dan remisi, disertai hipervolusi dan involusi pada bagian-bagian kelenjar tiiroid. Hperplasia mungkin bergantian dengann fibrosis dan dapat menimbulkan nodula-nodula yang mengandung folike-folikel tiroid.
d. Manifestasi klinik Biasaya pasien datang hanya dengan keluhan kosmetik atau takut keganasan jika struma nodusanya besar. Penonjolan terihat di sepertiga bagian bawah leher. Goiter yang besar dapat menimbulkan masalah kompresi ekanik, yaitu penekanan esofagus yang membuat pasien mengalami gangguan sat menelan, penekanan pada trakea pasien aan merasa sesak nafas. Penonjolan tidak disertai rasa nyeri, kecuali jika ada perdarahan nodul. e. Pemeriksaan 1. Palpasi : batas jelas, bernodul satu/ lebih, konstitensi kenyal. 2. Laboratorium : TSH menngkt, T3 T4 Noral 3. Eksresi yodium urin rendah 4. Ambilan yodium radioaktif meningkat f.
Diagnosis Ditegakkan berdasarkan peeriksaan fisik dan laboratorium. Bila gangguan fungsi tiroid berat, goiter dapat disertai hipotiroidisme. Untuk memastikan status fungsional goiter tersebut, diperlukan pengukuran T4 serum bebas dan TSH. Selain itu, RAI atau stintiscan dengan teknetium perieknelat dapat memperihatkan nodul tersebut panas atau dingin. Cara langsung untuk menentukan nodul tersebut ganas at au jinak adalah biopsi aspirasi dengan menggunaan jarum dan pemeriksaan sitologi lesi.
g.
Tatalaksana 6
Terapi goiter antara lain dengan menekan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi tiroid disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk goiter yang besar untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang di akibatkannya. Pada masyarakat tempat goiter timbul sebagai akibat gangguan kekurangan yodium, garam dpur harus ditambahkan yodium.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Grave disease 1.
Epidemiologi Merupakan penyebab tersering hipertiroidisme.Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun
2.
Etiologi dan Faktor risiko -penyakit autoimmune
3. Patofisiologi dan patogenesis Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves. Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves. Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T. 4. Manifestasi Klinis Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormone hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi “pesanan” tersebut, sel -sel sekretoris kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk
7
akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan, akibat proses metabolisme yang “keluar jalur” ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi, atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Exopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokular, akibatnya bola mata terdesak keluar. Pada kebanyakan penderita tetapi biasanya ringan. Melemahnya kelopak mata atas sehingga mata tampak menurun, menggangguk onvergensi dan retraksi kelopak m ata atas serta mungkin akan jarang berkedip. Kulit halus dan memerah dengan keringat berlebihan. Kelemahan otot adalah tidak lazim tetapi dapat cukup berat sehingga mengakibatkan jatuh. Takikardia, palpitasi, dispnea, dan insufisiensi serta pembesaran jantung menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi jarang membahayakan kehidupan penderita. Fibrillasi atrium merupakan komplikasi yang jarang. Regurgitasi mitral mungkin akibat dari disfungsi otot papillaris, merupakan penyebab bising sistolik apeks yang ada pada beberapa penderita. Tekanan darah sistolik dan tekanan nadi meningkat. Banyak temuan pada penyakit Graves akibat dari hiperaktivitas sistem syaraf simpatis. 5.
Pemeriksaan Penunjang
- Thyroid Stimulating Hormone (TSH) Pemeriksaan TSH menggunakan metode IMA ( immunometric assay ) yang lebih sensitif 10 sampai 100 kali dari metode competitive binding assay -RIA sehingga hasil yang diperoleh disebut TSH sensitif (TSHs).Kadar TSH biasanya rendah pada penderita penyakit Graves dan semua bentuk tirotoksikosis.1,2,6 Perlu diperhatikan bahwa kadar TSHs subnormal dapat ditemukan pada beberapa keadaan berikut ini : (1) penyakit hipofisis atau hipotalamus, (2) semester pertama kehamilan, (3) penderita penyakit nontiroid, dan atau sedang dalam pengobatan dengan dopamin, glukokortikoid, serta beberapa obat lainnya, (4) penyakit psikiatrik akut. Kadar TSH serum normal berkisar antara 0,4-4,8 μU/ml. - Tiroksin (T4)
8
Kadar tiroksin serum total (TT4) dan T4 bebas (FT4) meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis.1,2,6 Kadar T4 dan T3 (Triiodotironin) dalam darah sangat dipengaruhi oleh protein pengangkut seperti TBG ( Thyroxine Binding Globulin) dan TBPA ( Thyroxine Binding Prealbumin). Untuk mengoreksi pengaruh protein pengangkut, dilakukan pengukuran terhadap
kadar T4 bebas.10 Kadar normal dari TT4 adalah sebesar 5-12 μg/dl, sedangkan FT4 normal sebesar 2 ng/dl. - Triiodotironin (T3) T3 meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis kecuali penderita tersebut sakit akut atau kronis, malnutrisi atau menggunakan obat-obatan ( Propylthiouracil ) yang bekerja dengan menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. T3 sedikit meningkat pada obesitas dan asupan berlebih. Kadar T3 lebih tinggi pada balita dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Anak dengan resistensi pituitari terhadap hormon tiroid juga mengalami peningkatan kadar T3 dalam serum.9 Klirens T3 dalam darah lebih cepat dibandingkan dengan T4 sehingga penentuan kadar T3 yang dihasilkan kelenjar tiroid tidak begitu penting artinya dalam menilai fungsi.11 Kadar T3 serum total normalnya sekitar 80-200 ng/dl dan FT3 normal sebesar 0,4 ng/dl. - Autoantibodi Tiroid Yang termasuk autoantibodi adalah (1) thyroglobulin antibody (Tg Ab), (2) thyroperoxidase antibody (TPO Ab), dan (3) TSH receptor antibody , baik yang stimulating (TSH-R Ab [stim]) atau blocking (TSH-R Ab [block ]). Tg Ab dan TPO dengan Ab menggunakan teknik radoimmunoassay (RIA)
ditemukan pada 97% penderita penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto. Tg Ab tinggi pada awal terjadinya tiroiditis Hashimoto dan kemudian menurun. TPO Ag biasanya terdeteksi seumur hidup penderita. Titer kedua antibody tersebut akan menurun jika diberikan terapi T4 pada tiroiditis Hashimoto atau terapi antitiroid pada penyakit Graves. Hasil yang positif pada pemeriksaan kedua antibodi tersebut merupakan indikasi kuat adanya penyakit autoimun tiroid tapi tidak spesifik untuk tipe penyakitnya, seperti hipertiroid, hipotiroid, atau goiter. TSH-R Ab [ stim] diukur dengan teknik bioassay menggunakan sel tiroid manusia atau menggunakan sel ovarium hamster yang sudah
dikenalkan dengan gen reseptor TSH manusia sebagai media kultur. Pada media kultur tersebut kemudian diinkubasikan serum atau IgG penderita penyakit Graves. - Radioactive Iodine Uptake (RAIU) Uji ini berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid menangkap iodium radioaktif 123I atai 131I). Dengan mengukur persentase penangkapan iodium radioaktif pada waktu-waktu tertentu setelah pemberiannya maka dapat dinilai kinetic iodium intratiroid yang secara tidak langsung 9
menggambarkan pula fungsi kelenjar tiroid.10 RAIU tinggi pada penyakit Graves, meningkat ringan atau normal pada multinodular toksik goiter, dan rendah pada tiroiditis. Kombinasi dari peningkatan FT4 dan penurunan TSH digunakan untuk menegakkan hipertiroidisme. Jika terdapat tanda-tanda oftalmopati pada penderita maka diagnosis penyakit Graves dapat ditegakkan. Jika tanda-tanda oftalmopati tidak ada dan penderita hipertiroid dengan atau tanpa goiter, perlu dilakukan tes radioiodine uptake. Uptake yang meningkat merupakan diagnosis dari penyakit Graves atau goiter
nodular toksik. Pemeriksaan TPO Ab berguna untuk diferensial diagnosis, tapi pemeriksaan TSHR Ab tidak selalu diperlukan. - Thyroid scanning Isotop yang sering digunakan untuk imaging tiroid adalah 131I, 99mTc, dan 123I. Pada penilaian awal digunakan untuk mengevaluasi nodul goiter yang asimetrik, hipertrofi lobus yang menyebabkan tampaknya suatu nodul atau massa, dan menilai massa substernal. Scan tiroid juga digunakan untuk penilaian lanjutan pada penderita dengan penurunan TSH. Scan tiroid memberikan informasi tentang ukuran tiroid, dan distribusi geografik dari aktifitas fungsional kelenjar tiroid. Nodul tiroid yang berfungsi melebihi jaringan tiroid yang normal disebut dengan hot nodule dan yang tidak berfungsi disebut cold nodule. Warm nodule memiliki fungsi yang sama dengan jaringan tiroid normal. Tidak semua penderita dengan nodul tiroid memerlukan scan tiroid, FNAB dapat digunakan untuk evaluasi awal suatu nodul ti roid. Indikasi scan tiroid adalah : (1) evaluasi morfologik fungsional nodul tiroid soliter, (2) evaluasi massa di mediastinum bagian atas, (3) membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa, (4) mendeteksi jaringan fungsional yang tersisa pasca tiroidektomi, (5) mendeteksi sisa jaringan tiroid atau metastase karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, (6) evaluasi penyebab hipertiroidisme neonatal, (7) evaluasi massa di daerah leher atau jaringan tiroid ektopik. -Ultrasonografi (USG)
Dalam tirodologi kegunaan utama USG adalah untuk menentukan volume, besar, ukuran kelenjar, dan untuk membedakan apakah suatu nodul kistik atau padat. Suatu nodul yang secara klinis soliter, mungkin ditemukan multiple pada USG. USG dengan resolusi tinggi dan real time imaging, dapat pula divisualisasikan aliran vaskuler ke dan dari kelenjar tiroid. USG tidak dapat
menentukan apakah suatu lesi tiroid jinak atau ganas. -Computed Tomografi (CT) Scan dan Magnectic Resonance -Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
10
FNAB pada kelenjar tiroid dilakukan untuk mengetahui adanya suatu keganasan pada suatu nodul tiroid. Pemeriksaan histologi kelenjar tiroid penderita penyakit Graves didapatkan hiperplasia yang difus. Dapat terlihat hilangnya koloid tiroid normal dan kelenjar yang hiperemis. Terjadi pembentukan banyak folikel kecil baru, dan sel tiroid membentuk struktur kolumnar tinggi. Pembuluh darah lebih besar dari normal. Infiltrat limfosit ditemukan di antara folikel dan dapat ditemukan hiperplasia limfoid. Sel T dan sel B dapat ditemukan. FNAB pada kelenjar tiroid jarang diindikasikan pada penyakit Graves. 6. Diagnosa Diagnosis dapat ditegakkan pada penderita dengan tirotoksikosis yang telah dibuktikan secara biokimiawi, goiter yang difus pada palpasi, oftalmopati, TPO Ab positif, dan adanya riwayat pribadi atau keluarga terhadap adanya kelainan autoimun. Secara klinis juga dapat dihitung indeks Wayne untuk membuktikan apakah seseorang termasuk hipertiroid atau eutiroid. Indeks Wayne. Interpretasi hasil penghitungan indeks Wayne adalah sebagai berikut : -<10 : Eutiroid -10-20 : Mungkin hipertiroid -> 20 : Hipertiroid 7. Tatalaksana Sasaran terapi hipertiroidisme adalah 4: (1) menghambat sintesis hormone tiroid, (2) menghambat sekresi hormon tiroid, (3) menekan konversi T4 menjadi T3 di perifer, dan (4) mengurangi massa kelenjar tiroid. Saat ini pilihan terapi: (1) obat antitiroid, (2) iodin radioaktif, (3) pembedahan. Obat Antitiroid
Tujuan
pemberian
obat
antitiroid
adalah11:
(1)
sebagai
terapi
yang
berusaha
memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap pada penderita muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis, (2) sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan pada penderita yang mendapat yodium radioaktif, (3) sebagai persiapan untuk tiroidektomi, (4) untuk pengobatan penderita hamil dan lanjut umur, dan (5) penderita dengan krisis tiroid. Obat antitiroid yang sering digunakan untuk menangani penyakit Graves adalah golongan thionamide yang bekerja dengan menghambat oksidasi dan pengikatan iodida sehingga mengakibatkan defisiensi iodin intratiroid. 11
1. Methimazole · Merupakan obat pilihan kecuali pada krisis tiroid dan pengobatan pada wanita hamil. · Tidak menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 · Tidak memiliki efek segera. · Waktu paruh lebih lama dibandingkan PTU, maka dari itu obat ini dapat diberikan dua kali sehari. · Tidak berhubungan dengan hepatitis · Memiliki hubungan yang lemah dengan aplasia kutis pada neonatal setelah terjadi paparan in utero. · Dosis dewasa: dosis awal 10-15 mg per oral dua kali sehari kemudian dilakukan titrasi cepat sampai setengah dosis awal setelah tercapai keadaan eutiroid. · Dosis anak-anak: dosis awal 15-20 mg/m2/hari per oral dibagi dalam dua kali pemberian per hari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid. · Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropenia, penyakit hati, kehamilan, wanita menyusui, dan badai tiroid. · Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K dan mungkin meningkatkan aktivitas obat antikoagulan oral. · Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan penyesuaian dosis. · Efek samping berupa terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, kolestatik jaundice, neutropenia, dan agranulositosis. 2. Propylthiouracil (PTU) · Merupakan obat pilihan pada keadaan krisis tiroid karena dapat menghambat konversi perifer T4 menjadi T3, serta pada laktasi dan kehamilan karena tidak melewati plasenta. · Tidak dihubungkan dengan aplasia kutis pada fetus. · Dosis dewasa: dosis awal 100-150 mg per oral tiga kali sehari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid. 12
· Dosis anak-anak: dosis awal 5-7 mg/kgBB/hari per oral dibagi menjadi tiga kali pemberian kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid. · Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropeni, dan penyakit hati · Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K sehingga dapat meningkatkan aktivitas antikoagulan oral. · Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan penyesuaian dosis. · Efek samping: terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, hepatitis, neutropenia, dan agranulositosis. Untuk pemantauan pemberian obat pada penderita rawat jalan, perlu dilakukan pemeriksaan tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan pemeriksaan darah lengkap dalam interval waktu tiap 6 minggu sampai 3 bulan. Juga perlu dicari apakah ada efek samping obat yang potensial dapat timbul dengan mencari riwayat penyakit sebelumnya. Perbaikan klinis tergantung pada jumlah hormone tiroid yang tersimpan dalam kelenjar dan kecepatan sekresi kelenjar. Perbaikan ini biasanya terjadi dalam 3 minggu dan eutiroidisme dapat tercapai dalam 6-8 minggu. Radioaktif Iodin
Cara kerja obat ini adalah dengan mengonsentrasikan radioaktif iodin pada kelenjar tiroid sehingga menyebabkan kerusakan kelenjar tiroid tanpa membahayakan jaringan lain. Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif adalah: (1) penderita usia 35 tahun atau lebih, (2) hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi, (3) gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid, (4) tidak mampu atau tidak mau pengobatan antitiroid, (5) adenoma toksik dan goiter multinodular toksik. Pengobatan dengan yodium radioaktif ini dapat mengakibatkan terjadinya keadaan hipotiroidisme. Yang biasa digunakan adalah 131I dengan dosis 5-12 mCi per oral. Dosis ini dapat mengendalikan tirotoksikosis dalam 3 bulan, namun kira-kira sepertiga dari penderita akan menjadi hipotiroid dalam tahun pertama. Efek samping lain yang mungkin timbul adalah eksaserbasi hipertiroidisme dan tiroiditis. Terapi Pembedahan
13
Tindakan pembedahan dapat dipilih apabila: (1) gondok sangat besar dengan/atau tanpa tirotoksikosis yang berat; (2) menunjukkan gejala penekanan, terutama gondok retrosternal; (3) tidak berhasil dengan obat antitiroid; (4) penderita tidak kooperatif meminum obat antitiroid; (5) ada reaksi dengan obat antitiroid; (6) karena keadaan geografi dan sosial ekonomi tidak memungkinkan dipantau secara teratur oleh dokter; (7) gondok nodular toksik terutama pada penderita muda. Subtotal tiroidektomi apabila terdapat multinodular goiter atau ukuran kelenjar yang besar. Pada subtotal tiroidektomi, jika terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan maka akan terjadi relaps. Biasanya ahli bedah meninggalkan 2-3 g jaringan tiroid pada leher kanan dan kiri. Penyebab lain terjadinya kekambuhan adalah iodine uptake dan aktivitas imunologi penderita. Tiroidektomi total dilakukan apabila terdapat progresifitas yang cepat dari oftalmopati. Sebelum operasi penderita disiapkan dengan pemberian obat antitiroid sampai tercapai keadaan eutiroid (kurang lebih selama 6 minggu). Biasanya penderita diberi cairan kalium iodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 tetes per hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid Pengobatan Tambahan
Penyekat beta-adrenergik Dengan pemberian obat ini diharapkan gejala seperti palpitasi, tremor, berkeringat banyak, serta gelisah akan dapat berkurang. Obat ini juga dapat menurunkan kadar T3 dalam serum. Dosis yang dianjurkan sebesar 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Yodium Terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan yodium radioaktif dan pada krisis tiroid. Dosisnya adalah 100-300 mg/hari. Ipodate Bekerja dengan menurunkan konversi T4 menjadi T3 di perifer, mengurangi sintesis hormon tiroid dan mengurangi pengeluaran hormon dari tiroid. 3.
Mahasiswa mampu menjelaskan Plummer disease
A.
EPIDEMIOLOGI -Wanita cenderung lebih banyak menderita penyakit ini dari pada pria 14
->50 tahun B.
ETIOLOGI Penyembuhan jangka panjang menyebabkan pengendapat iondine menimbulkan keadaan hipertiroid
C.
FAKTOR RISIKO Sering menyerang pasien usia tua dengan riwayat penyembuhan gondok multinodular yang berukuran normal
D.
PATOFISIOLOGI Patofisiologi iodine menyebabkan hipertiroid masih belum di ketahui. Namun diduga akibat ketidak stabilan beberapa nodul tiroid untuk beradaptasi terhadap kelebihan iodine meningkatkan produksi hormon
E.
F.
MANIFESTASI KLINIS -
Takikardi, aritmia dan gagal jantung
-
Terkadang kehilangan BB, gugup, kelemahan, tr emor, dan berkeringat
PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan fisik Ditemukan multinodul berukuran kecil atau sedang, dan mungkin ditemukan disepanjang substernal 2. Pemeriksaan lab
TSH, T3 dan T4 serum yang tdk terlalu mencolok 3. Pemeriksaan radioiodine Ditemukan multipel fungsi nodul, terkadang tdk ter atur dan penyeberannya merata G.
TATALAKSANA 1. Terapi pilihan Antitiroid untuk mengontrolhipertiroid, kemudian diikuti oleh terapi radioiodine 2. Bedah
4.
Mahasiswa mampu menjelaskan Tiroiditis sub akut
a. Epidemiologi Sering pada pasien yang mengalami infeksi b. Etiologi dan faktor resiko -infeksi virus c. Patogenesis dan patofisiologis Virus yang mesuk ke kelenjar tiroid menghancurkan parenkim tiroid. Parenkim yang hancur akan menyebabkan penghancuran vesikel, mengakibatkan terjadinya pelepasan hormon tiroid yang berlebihan ke sirkulasi, sehingga terjadi hipertiroid. Namun kelamaan akan terjadi hipotiroid karena kerusakan kelenjar tiroid. d. Manifestasi klinik panas, malaise, rasa sakit di leher yang meluas ke atas sampai angulus mandibula atau ke daun telinga. Awalnya akan hipertiroidisme dengan palpitasi, agitasi dan keringat. e. Pemeriksaan Awalnya T3 dan T4 meningkat, TSH serum rendah, LED sangat meningkat. Autoantibodi tidak ditemukan di serum. Kemudian T3 dan T4 menurun dan TSH naik dan didapat gejala hipotiroidisme. 15
f. Diagnosis Ditegakkan jika dijumpai gejala dan hasil pemeriksaan seperti diatas. Bedakan dengan infeksi virus lain, dan penyakit Grave g. Tatalaksana 1. Simtomatik contoh: asetaminofen 0,5 gram empat kali tiap hari 2. Bila nyeri, panas, malaise berat: obat anti inflamasi non steroid atau glukokortikoid jangka pendek seperti prednison 20 mg tiga kali sehari selama 7-10 hari 3. Fase hipotiroid: levotiroksin 0,1-0,15 mg sehari sekali. 5.
Mahasiswa mampu menjelaskan Tiroiditis kronis
a. Epidemiologi Penyakit tersering hipotiroid goiter pada anak dan dewasa b. Etiologi dan faktor resiko
c.
Penyebab pasti thyroiditis Hashimoto tidak diketahui. Tetapi diduga kemungkinan adanya reaksi autoimun akibat adanya infiltrasi sel-sel limfosit ke dalam kelenjar thyroid dan ditemukannya antibodi antithyroid peroksidase (anti-TPO) didalam serum darah, yaitu pada sekitar 90 % penderita, serta ditemukannya serum antibodi thyroglobulin dengan kadar (7,5) konsentrasi yang tinggi pada sekitar 20-50% penderita. Patogenesis dan patofisiologis Biasanya bila menderita Thyroiditis Hashimoto, mungkin terjadi aktifitas berlebihan dari thyroid (hyperthyroid) daripada hypothyroidism.Hal ini akibat terlalu banyak hormon thyroid yang dilepaskan kedalam darah karena adanya kerusakan pada sel-sel thyroid. Yaitu berupa thyrotropin yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis dan dikenal sebagai TSH ( Thyroid Stimulating Hormone) meningkat dalam serum pasien sejalan dengan habisnya cadangan hormon thyroid. Pada beberapa stadium dari destruksi terjadi pelepasan hormon thyroid yaitu T3 dan T4 secara berlebihan Tetapi secara umum keadaan hyperthyroid ini bersifat sementara dan singkat, diikuti oleh kembali normalnya fungsi thyroid. Tetapi periode dari kembali normalnya fungsi thyroid sangat singkat dan setelah itu terbentuk (14) fibrosis pada thyroid yang mengawali terjadinya hypothyroid. Dimana beberapa pasien akan mengalami atrofi kelenjar. Parenkim atau fungsi jaringan dari kelenjar secara progresif akan mengalami destruksi dan digantikan oleh jaringan limfosit atau fibrosis. Mekanisme terjadinya adalah teraktivasinya sel CD4 T menarik sel cytotoxic (CD8) T seperti sel B kedalam thyroid.Kematian langsung dari sel thyroid oleh sel CD8 diyakini sebagai mekanisme utama terjadinya hypothyroidisme.Begaimanapun, autoantibodi thyroid mungkin juga memiliki aturan pathogenik sendiri. Antibodi anti-thyroid peroxidase menghalangi aktifitas dari thyroid peroxidase in vitro tetapi spertinya tidak akan memiliki efek primer secara in vivo. Beberapa pasien memiliki antibodi cytotoxic mampu memperbaiki komplemen dan penyebab lisisnya sel-sel thyroid dan kompleks terminal komplemen telah dideteksi terdapat pada thyroid sel. Keikutsertaan relatif terhadap berbagai mekanisme destruksi thyroid secara in vivo tetap belum jelas. Reseptor antibody anti thyrotropin mungkin ikut serta dalam proses terjadinya hipothyroidisme dengan menghambat kerja dari thyrotropin. Antibodi ini telah dilaporkan terdapat sekitar 10% penderita dengan thyroiditis autoimun goiter dan sekitar 20% pada penderita dengan thyroiditis autoimun atrofi.Seberapa sering antibodi reseptor anti-thyrotropin sebagai satusatunya penyebab dari hypothyroidisme tidak diketahui secara pasti. Diantara penderita dewasa yang secara tiba-tiba antibodi tersebut menghilang selama pengobatan thyroxine,
16
hanya sekitar 40% tetap euthyroid setelah terapi dihentikan, memberikan kesan bahwa pada sekitar 5-10% penderita dengan thyroiditis autoimun khronik terdapat keikutsertaan (1,8,10) reseptor thyrotropin dalam menghalangi antibodi sehingga terjadi hypothyroidisme. Mekanisme untuk destruksi autoimun dari thyroid mungkin melibatkan imunitas (10) selular dan imunitas humoral. Proses autoimun diyakini diawali dengan aktivasi CD4 (helper). Bagaimana sel ini dapat teraktivasi tidak diketahui.Namun ada 2 hipotesis yaitu (1) infeksi virus atau bakteri yang mengandung protein mirip dengan protein thyroid mungkin menghasilkan aktivasi dari sel T spesifik thyroid. (2) sel-sel epitel thyroid menghadirkan protein intraselular sendiri untuk sel T helper. Sekali saja CD4 teraktivasi maka sel CD4 T dapat menstimulasi sel B autoreaktif untuk dapat masuk kedalam thyroid dan mensekresi antibody thyroid. Tiga target utama antigen terhadap antibody thyroid adalah thyroglobulin, penyimpanan protein untuk hormon-hormon thyroid, antigen mikrosomal thyroid, yang telah diidentifikasi sebagai thyroid peroksidase, suatu limiting enzym dalam biosintesis hormon thyroid, dan reseptor thyrotropin. Selain itu telah digambarkan pula adanya antibodi terhadap antigen thyroid lainnya dan imunoglobulin promoting/mengembangkan pertumbuhan thyroid dipisahkan dari antibodi stimulating reseptor thyrotropin meskipun (1,8,10) tidak sepenuhnya spesifik. d. Manifestasi klinik Dalam onsetnya thyroiditis hashimoto biasanya tidak terlihat, dengan lambatnya perkembangan tanda-tanda dan gejala lebih dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh cepatnya onset dan beratnya stadium klinik. Gejala-gejala yang biasanya dikeluhkan penderita yaitu: -
-
Pembesaran kelenjar thyroid tanpa disertai rasa sakit yang disebut goiter, yang mengakibatkan pembengkakan dileher dan rasa penuh ditenggorokan. Biasanya tidak terlalu besar ukurannya tetapi bentuknya biasanya ireguler, konsistensinya keras dan lebih kenyal dibandingkan thyroid normal Fatigue Kenaikan berat badan Sakit kepala Konstipasi Gerakan lambat dan kehilangan energi Mudah kelelahan dan lemah Kulit kering Suara serak
-
-
-
Intoleransi dingin Neuropathy perifer Menstruasi yang ireguler berupa menorrhagia, pada keadaan lebih lanjut dapat terjadi oligomenorrhae dan amenorrhea Kerusakan pendengaran ringan Infertilitas dan kehilangan libido Parestesia Rambut rontok Sulit untuk berkonsentrasi dan daya ingat lemah bahkan dapat sampai hilang Depresi, demensia dan gangguan psikiatrik lain Sakit persendian dan kram pada otot Sleep apnea dan daytime somnolence Galactorrhea
e. Pemeriksaan fisik
Puffy face dan edema periorbital Kulit dingin, kasar, dan kering Edema perifer pada tangan dan kaki, biasanya tipe nonpitting edema Thickenned dan brittle nails
17
f.
Kehilangan rambut yang difus di daerah kepala, bulu mata, kulit, alat genital dan wajah Bradikardi karena menurunnya kontraktilitas dan denyut jantung Kenaikan tekanan darah biasanya berupa hipertensi diastolic Suara serak dan bicara lambat Sindroma Carpal Tunnel Kelenjar thyroid biasanya membesar, keras, kenyal, tanpa adanya lembut, atau bruit. Ukurannya dapat normal bahkan tidak teraba sama sekali.
Pemeriksaan penunjang PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada keadaan timbulnya gejala-gejala subyektif dan temuan dalam pemeriksaan fisik maka pemeriksaan serum TSH dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa.Pemeriksaan TSH merupakan suatu tes yang sensitif untuk mengetahui fungsi thyroid. Biasanya ditemukan kadar TSH meningkat, (6) sedangkan kadar T4 total atau T4 bebas rendah. Sedangkan kadar serum total T3 dan T3 bebas tidak akan menurun hingga ada kerusakan lebih lanjut, karena terjadinya peningkatan konsentrasi (10) serum thyrotropin menstimulasi thyroid untuk melepaskan T3. Pada saat total T4 lebih banyak ditemukan daripada T4 bebas, T3 resin uptake dapat membantu untuk mengkoreksi kadar protein binding antara T4 total dan T3, terutama bila ada kadar abnormalitas dari TBG. Bila kedua serum TSH dan T4 kadarnya rendah hal ini memperkuat adanya keadaan hipothyroidisme, begitu pula bila kadar T3 lebih rendah dibawah kadar normal maka gejala-gejala dan tanda-tanda hypothyroidisme akan muncul. Ditemukannya autoantibodi thyroid yaitu anti –TPO dan antibodi anti-Tg memperkuat adanya penyakit thyroiditis Hashimoto. PEMERIKSAAN RADIOLOGI DAN USG Pemeriksaan USG biasanya tidak diperlukan dalam menegakkan diagnosa thyroiditis Hashimoto, tetapi berguna untuk memperkirakan ukuran thyroid dan ekstensi retrosternal dan untuk mengevaluasi bentuk dari nodul jika ada.Alat USG digunakan untuk menentukan nodul itu kistik atau solid dan mungkin bermanfaat untuk pemeriksaan Fine-needle aspiration dari nodul berukuran kecil pada saat ada indikasi dan penderita dalam keadaan bentuk anatomi leher yang berubah.Diagnosa pasti untuk menentukan jinak dan ganasnya lesi daripada thyroid hanya dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan sitologi atau histologi dari jaringan thyroid. Iodium uptake dan scan biasanya tidak diindikasikan untuk mengkonfirmasi diagnosa thyroiditis Hashimoto ( biasanya uptake iodium mungkin meningkat sementara pada pasien thyroiditis Hashimoto dengan intake iodium dari makanannya rendah karena efek dari peningkatan kadar TSH). Pemeriksaan T4 dan T3 berguna untuk membedakan antara thyroiditis hashimoto dan penyakit Grave jika ada hipertiroidisme sekunder. Pada pasien dengan nodul yang jelas uptake iodium dan scan mungkin berguna untuk mengklasifikasi nodul tersebut nodul panas atau dingin, tetapi kadar TSH biasanya adekuat untuk mengetahui status fungsional dari thyroid. PEMERIKSAAN LAINNYA Pemeriksaan dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum dilakukan ketika dijumpai adanya nodul-nodul yang berkembang/membesar dengan cepat atau ketika ukuran dari thyroid meningkat (6) dengan cepat untuk menentukan keganasan atau adanya thyroid lymphoma.
18
Thyroiditis Hashimoto merupakan diagnosa histologi.Biasanya tampak kelenjar thyroid memperlihatkan adanya infiltrasi limfosit yang difuse dan infiltrasi sel plasma dengan bentuk folikel limfoid berasal dari hiperplasia folikular dan kerusakan hingga dasar membran dari folikel.Adanya suatu atrofi dari parenkim merupakan suatu bukti.Hubungan antara adanya autoantibodi thyroid yang dinamakan anti-TPO dan anti_Tg sangant membantu dalam menentukan diagnosa. g.
Diagnosis Harus dibedakan dengan penyakit goiter nontoksik lain dengan pemeriksaan Ab
h. Tatalaksana -Kondisi hipotiroid dan goiter: Lenovotiroksin
6.
Mahasiswa mampu menjelaskan keganasan pada kelenjar tiroid
Tanda – tanda nodul : -
Soliter
-
Solid
-
Pada usia muda
-
Pada laki – laki
-
Cold nodul
Yang terpenting adalah evaluasi morfologik dengan cara biopsi aspirasi jarum halus dipastikan dengan pemeriksaan histologi potongan parenkim tiroid.
1.
Adenoma Tiroid
Morfologi : - Sferis, soliter, merupakan sel folikel seragam - Dilindungi kapsul sempurna -> jika tidak ada kapsul, berarti merupakan nodul hiperplastik - Tidak ada papila -> jika ditemukan papila,berarti merupakan karsinoma papilaris berkapsul
Manifestasi Klinis : Gejala : tidak nyeri, kesulitan menelan jika ukurannya besar Tanda : tirotoksikosis pada adenoma fungsional 2.
Karsinoma Tiroid
Etiologi : Pada umumnya berasal dari epitel folikel,kecuali pada karsinima medular yang berasal dari sel parafolikel atau sel C.
Faktor Resiko : - Faktor genetik : riwayat kanker tiroid dalam keluarga - Radiasi pengion : pajanan ke radiasi pengion terutama dalam 2 dekade pertama kehidupan - Penyakit tiroid yang sudah ada : gondok multinodular kronis, tetapi bukan adenoma folikuler 19
Epidemiologi : - Predominasi perempuan pada dewasa muda dan pertengahan - Merata perempuan dan laki – laki pada anak – anak dan dewasa lanjut
Klasifikasi:
A. Karsinoma Papiler
Epidemiologi :75%-85% kasus yang dapat terjadi pada umur berapa saja Faktor resiko :Radiasi pengion Pemeriksaan lab dan penunjang : -Soliter - Berbatas tegas bahkan berkapsul, namun pada kasus tertentu ada yang menginfiltrasi parenkim di sekitarnya dengan batas yang tidak jelas -
Mengandung daerah fibrosis
-
Tampak granular dan mengandung papilar yang memiliki inti fibrovaskular yang padat
-
Fokus penyebaran melalui limf
Diagnosa : Didasarkan pada gambaran nucleus walaupun tidak ditemukan papilar, dimana nukleusnya mengandung kromatin yang tersebar halus sehingga sel tampak jernih secara optis sehingga dinamakan nukleus ground – glass. Manifestasi Klinis :Tidak nyeri karena merupakan tumor non fungsional Prognosis : Pada umumnya baik dengan angka harapan hidup 10 tahun pada hampir 85%, namun akan jauh lebih buruk pada pasien lanjut usia dan pasien dengan invasi ke jaringan di luar tiroid.
B. Karsinoma Folikuler
Epidemiologi :10% - 20% kasus dengan insiden puncak pada muda pertengahan Faktor resiko :Gondok nodular Pemeriksaan lab dan penjunjang : -
Berbatas tegas
-
Terdiri dari sel yang seragam dan relatif kecil (mirip dengan normal)
-
Diferensiasina tidak terlalu jelas
-
Soliter
-
Cold nodul
-
Hiperfungsional
-
Metastasis melalui aliran darah ke paru, tulang, dan hati 20
Tatalaksana :Bedah C. Karsinoma Medular
Epidemiologi :5% kasus Etiologi :Berasal dari sel parafolikel atau sel C Pemeriksaan lab dan penunjang : -
Terdapat daerah nekrosis dan perdarahan
-
Meluas menembus kapsul tiroid
-
Soliter/multipel
-
Mengenai kedua lobus tiroid
-
Gambaran unik : hiperplasia sel C multisentrikdi sekitar parenkim tiroid
Manifestasi klinis : -
Suara serak (disfagia)
-
Diare (akibat sekresi peptida)
-
Tidak hipokalsemia walaupun kalsitonin tinggi
D. Karsinoma Anaplastik
-Tumbuh pesat melebihi kapsul tiroid dan masuk ke struktur leher di sekitarnya - Sel sangat anaplastik, terdiri atas 3 pola morfologi, biasanya : sel raksasa pleomorfik, sel glendong sarkomatosa, atau sel dengan gambaran skuamoid samar Prognosis : -
Tetap tumbuh pesat walau diterapi
-
Metastasis ke tempat jauh
-
Umumnya kematian kurang dari setahun karena pertumbuhan yang agresif dan gangguan
struktur vital di leher 6.
Mahasiswa mampu menjelaskan kasus rujukan terkait
-hipertiroid: kompetensi 2 -Goiter : kompetensi 3A -Tiroiditis: kompetensi 2 -Ca tiroid : kompeteni 2 Kompetensi 3A: dokter mampu melakukan diagnose klinik dan terapi awal, setelah itu rujuk ke dokter spesialis yang relevan
21
Kompetensi 2: mampu mendiagnosa klinis, lalu rujuk setelah itu mampu melakukan tindak lanjut sesudahnya. Jenis rujukan yang dilakukan adalah: -Rujukan medis, pasien untuk pemeriksaan (Uji FT4 dan TSH, sidik tiroid, USG, FNAB, CT scan dan MRI) dan pengobatan (dengan radioablasi).
22