LAPORAN TUTORIAL MODUL PERDARAHAN
OLEH KELOMPOK 1 Theresia Avilla Nor (1408010005) Dewa Gede Eka Yudistira (1408010007) Samuel Yan Touw (1408010009) Maria P. Letor (1408010017) Fransiskus Tandang (1408010030) Siti Khadija (1408010031) Dheya Membutu Olmus (1408010032) Roshena Manafe (1408010042) Sulyasti G. Nomleni (1408010046) Anastasya L Bato (1408010050) Aloysius Elyakim (1408010058) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA TAHUN AJARAN 2015/2016
SKENARIO Seorang anak perempuan, berumur 5 tahun dibawa ke puskesmas karena sejak kemarin timbul bintik-bintik merah di lengan, tungkai, dan badan, serta keluar darah dari anusnya. Penderita tidak demam, enam hari sebelumnya anak tersebut baru sembuh dari batuk pilek. KATA KUNCI
Perempuan Usia 5 tahun Bintik merah di lengan, tungkai, dan badan Keluar darah dari anus Tidak demam Baru sembuh dari batuk pilek 1 minggu yang lalu
KATA SULIT Purpura adalah : 1) setiap kelompok penyakit yang dicirikan oleh ekimosis atau perdarahan kecil lain di kulit, membran mukosa, atau permukaan serosa; kemungkinan penyebab terdiri dari kelainan darah, abnormalitas vaskuler, dan trauma. 2) setiap dari beberapa kondisi yang menyerupai gugus purpura tradisional, yang dapat disebabkan karena penurunan perhitungan trombosit, abnormalitas trombosit, defek vaskular, atau reaksi terhadap obat. Petechia : bintik merah keunguan kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol akibat perdarahan internal atau submukosa. Echymosis :Bercak perdarahan kecil, lebih besar dari petechia di kulit atau selaput lendir membentuk bercak biru atau keunguan, yang rata, bundar, atau ireguler. Hematochezia Hematochezia adalah pengeluaran tinja berdarah. Melena adalah keluarnya feses gelap dan pekat diwarnai oleh pigmen darah atau darah yang berubah.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Komponen darah? a. Sel darah : - Sel darah merah (Eritrosit), - Sel darah putih (Leukosit) terdiri dari 5 jenis yakni neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, monosit - Trombosit b. Plasma darah : - 90% merupakan air 10% merupakan albumin, globulin, fibrinogen, enzim, hormon, glukosa, asam amino, lipid, vitamin, O2, CO2, elektrolit dan urea 2. Berapakah nilai normal darah pada anak usia 5 tahun? Rata – rata jumlah darah yang diketahui melalui pemeriksaan laboratorium hitung darah lengkap, bervariasi berdasarkan kelompok umur. Untuk kelompok umur 4 – 8 tahun sendiri, memiliki rata – rata jumlah darah sebagai berikut : -
Eritrosit : 4,8 juta/mm3 Hemoglobin : 13,1 g/dl Platelets : 38.000/mm3 Leukosit : 8.000/mm3 Differential count : - PMN neutrofil : 50% - Eosinofil dan basofil : 2% - Limfosit : 40% - Monosit : 8% - Immature white cells :0 Retikulosit : 1% (dari total sel darah merah) 3. Mekanisme dan Hubungan Antar Gejala Mekanisme terjadinya bintik merah dan keluarnya darah dari anus kaitannya dengan keluhan pasien: Trombositopenia dapat disebabkan oleh gangguan fungsi trobosit, gangguan produksi trombosit, gangguan penghancuran trombosit, dan gangguan distribusi trombosit serta kebutuhan trombosit yang meningkat. Trombositopenia dapat memudahkan terjadinya perdarahan dan darah sulit membeku terutama pada kulit dan membrane mukosa. Manifestasi perdarahan pada kulit dapat berupa bintik-bintik merah yang disebut petekia. Manifestasi perdarahan juga dapat terlihat pada mukosa, seperti mukosa saluran cerna, sehingga akan muncul gejala hematochezia
berupa keluar darah dari anus yang disebut
Apa hubungan antara batuk pilek dengan kaitannya dengan keluhan pasien: Infeksi bakteri atau virus pada saluran napas atas menyebabkan batuk pilek. Bakteri atau virus tersebut tidak dapat dihancurkan oleh imunitas seluler sehingga imunitas humoral diaktifkan. Dengan aktifnya imunitas humoral ini, maka akan terbentuk IgE. IgE tersebut memiliki resptor pada membrane trombosit. Trombosit yang
dihancurkan
oleh
pembentukan
antibody
yang
diakibatkan
oleh
autoantibody. Antibody IgE yang ditemukan pada membrane trombosit akan mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan dan penghancuran trombosit oleh makrofag yang membawa reseptor membrane untuk IgE dalam limpa dan hati. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya
jumlah trombosit sehingga terjadi trombositopenia. Trombositopenia tersebut menimbulkan gejala-gejala perdarahan seperti pada scenario. 4. Mengapa pasien tidak demam ? Pada kasus, pasien dikatakan pernah terinfeksi sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya cross reaction dari antibodi yang dibentuk untuk melawan infeksi dengan organ normal dari tubuh, karena memiliki reseptor yang mirip. Pasien tidak demam karena proses yang melibatkan imunitas humoral tidak melepaskan mediator inflamasi seperti imunitas termediasi. Berbeda dangan autoinflammatory dimana terjadi kelaian pada innate immunity dikarenakan mutasi pada gen, maka akan menyebabkan terjadinya inflamasi secara luas di tubuh, den demam merupakan gejala utama yang terjadi. 5. Bagaimanakah Hubungan gejala sekarang dengan penyakit terdahulu? Infeksi bakteri/virus pada saluran napas atas menyebabkan batuk pilek. Bakteri/virus tersebut tidak dapat dihancurkan oleh imunitas seluler sehingga imunitas humoral diaktifkan. Akhirnya, dibentuk IgG. IgG tersebut memiliki reseptor
pada
membran
trombosit.
Trombosit
yang
dihancurkan
oleh
pembentukan antibodi yang diakibatkan oleh autoantibodi (antibodi yang bekerja pada jaringannya sendiri). Antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag yang membawa reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya
jumlah
trombosit
sehingga
terjadi
trombositopenia.
Trombositopenia tersebut menimbulkan gejala-gejala perdarahan seperti gejala pada kasus.
6. Faktor-faktor pembekuan darah Faktor-faktor Pembekuan I
Fibrinogen : prekursor fibrin (protein terpolimerisasi).
II
Protrombin : prekursor enzim proteolitik trombin dan mungkin akselerator
III IV V
lain pada konversi protrombin. Tromboplastin : aktivator lipoprotein jaringan pada protrombin. Kalsium : diperlukan untuk aktivasi protrombin dan pembentukan fibrin. Akselerator plasma globulin: suatu faktor plasma yang mempercepat
VI VII
konversi protrombin menjadi trombin. Tidak dipakai lagi sebab dipercaya sebagai Faktor V yang aktif Akselerator konversi protrombin serunm: suatu faktor serum yang
VIII
mempercepat konversi protrombin. Globulin antihemofilik (AHG): suatu faktor plasma yang berkaitan dengan
IX
faktor III trombosit dan faktor Christmas (IX); mengaktivasi protrombin. Faktor Christmas: faktor serum yang berkaitan dengan faktor-faktor
X
trombosit III dan VIIIAHG; mengaktivasi protrombin. Faktor Stuart-Prower: suatu faktor plasma dan serum; akselerator konversi
XI
protrombin. Pendahulu tromboplastin plasma (PTA): suatu faktor plasma yang
XII XIII
diaktivasi oleh faktor Hagemen (XII); akselerator pembentukan trombin. Faktor Hageman: suatu faktor plasma; mengaktivasi PTA (XI). Faktor penstabil fibrin: faktor plasma: menghasilkan bekuan fibrin yang lebih kuat tidak larut di dalam urea.
7. Mekanisme Hemostasis Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Ada beberapa komponen penting yang terlibat dalam
proses hemostasis yaitu endotel pembuluh darah, trombosit, kaskade faktor koagulasi, inhibitor koagulasi dan fibrinolisis. Proses hemostasis yang berlangsung untuk memperbaiki kerusakan pada pembuluh darah dapat dibagi atas beberapa tahapan, yaitu hemostasis primer yang dimulai dengan aktivasi trombosit hingga terbentuknya sumbat trombosit. Hemostasis sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi hingga terbentuknya bekuan fibrin yang mengantikan sumbat trombosit. Hemostasis tertier dimulai dengan diaktifkannya sistem fibrinolisis hingga pembentukan kembali tempat yang luka setelah perdarahan berhenti. Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Sel endotel yang utuh bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor trombosit (nitrogen oksida, prostasiklin, ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis (trombomodulin, heparan, tissue plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator, inhibitor jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas oleh berbagai rangsangan seperti asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin dan shear stress. Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan bersifat prokoagulan dengan menyebabkan vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya jaringan ikat subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan aktivasi dan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan XII. Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penutup kebocoran dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk sumbat trombosit maka trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi trombosit, adhesi trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, aggregasi trombosit dan reaksi degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan berbagai protein prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi trombosit pada jaringan ikat subendotel terjadi melalui interaksi antara reseptor glikoprotein membran trombosit dengan protein subendotel terutama faktor von Willebrand sedangkan aggregasi trombosit terjadi melalui interaksi antar reseptor trombosit
dengan fibrinogen sebagai mediator. Degranulasi trombosit akan melepaskan berbagai senyawa yang terdapat dalam granul sitoplasma trombosit (serotonin, katekolamin, histamin, ADP, ATP, siklik AMP, ion kalsium dan kalium, faktor trombosit 3 dan 4, B-tromboglobulin, PDGF, plasminogen, fibrinogen, protein plasma, tromboksan A2). Senyawa-senyawa ini akan menstimulasi aktivasi dan aggregasi trombosit lebih lanjut hingga menghasilkan sumbat trombosit yang stabil, mengaktifkan membran fosfolipid dan memfasilitasi pembentukan komplek protein koagulasi yang terjadi secara berurutan. Proses pembekuan darah terdiri dari serangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid dan ion kalsium. Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan mengubah prekursor selanjutnya untuk menjadi enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim. Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik yang dicetuskan oleh adanya kontak faktor pembekuan dengan permukaan asing yang bermuatan negatif dan melibatkan F.XII, F.XI, F.IX, F.VIII, HMKW, PK, PF.3 dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan F.VII, ion kalsium. Kedua jalur ini kemudian akan bergabung menjadi jalur bersama yang melibatkan F.X, F.V, PF-3, protrombin dan fibrinogen. Rangkaian reaksi koagulasi ini akan membentuk trombin dan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang tidak larut. Fibrin sebagai hasil akhir dari proses pembekuan darah akan menstabilkan sumbatan trombosit. Pembekuan darah merupakan proses autokatalitik dimana sejumlah kecil enzim yang terbentuk pada tiap reaksi akan menimbulkan enzim dalam jumlah besar pada reaksi selanjutnya. Ada mekanisme kontrol untuk mencegah aktivasi dan pemakaian faktor pembekuan darah secara berlebihan yaitu melalui aliran darah, mekanisme pembersihan seluler dan inhibitor alamiah. Aliran darah akan menghilangkan dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang aktif dari tempat luka yang selanjutnya faktor pembekuan darah yang aktif ini akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati. Dalam keadaan normal plasma darah mengandung
sejumlah protein yang dapat menghambat enzim proteolitik yang disebut sebagai inhibitor seperti antitrombin, alfa 2 makroglobulin, alfa 1 antitripsin, C1 esterase inhibitor, protein C, protein S. Inhibitor ini berfungsi untuk membatasi reaksikoagulasi agar tidak berlangsung secara berlebihan sehingga pembentukan fibrin hanya terbatas disekitar daerah yang mengalami cedera. Antitrombin akan menghambat aktivitas trombin, F.XIIa, F.XIa, F.Xa, F.IXa, F.VIIa, plasmin dan kalikrein. Protein C yang diaktifkan oleh trombin dengan kofaktor trombomodulin akan memecah F.Va dan F.VIIIa menjadi bentuk yang tidak aktif dengan adanya kofaktor protein S. Alfa 1 antitripsin akan berperan dalam menginaktifkan trombin, F.XIa, kalikrein dan HMWK. C1 inhibitor akan menghambat komponen pertama dari sistem komplemen, F.XIIa, F.XIa dan kalikrein. Untuk membatasi dan selanjutnya mengeliminasi bekuan darah maka sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah terbentuknya bekuan fibrin. Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen seperti tissue plasminogen aktivator (t-PA), urokinase plasminogen aktivator (u-PA), F.XIIa dan kallikrein. Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Dengan proses ini fibrin yang tidak diperlukan dilarutkan sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan, tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1) yang akan menginaktivasi t-PA maupun u-PA, dan alfa 2 antiplasmin yang akan menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi 8. Kelainan pada trombosit Trombosit yang melekat pada kolagen yang terpajan pada pembuluh yang cedera, mengerut dan melepaskan ADP serta faktor III trombosit, penting untuk mengawali sistem pembekuan. Kelainan jumlah atau fungsi trombosit atau keduanya dapat mengganggu koagulasi darah. Trombosit yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mengganggu koagulasi darah. Keadaan yang ditandai dengan trombosit berlebihan dinamakan trombositosis atau trobositemia.
Trombositosis umumnya didefinisikan sebangai peningkatan jumlah trombosit lebih dari 400.000/mm3 dan dapat primer atau sekunder. Trombositosis primer timbul dalam bentuk trombositemia primer, yang terjadi proliferasi abnormal megakariosit, dengan jumlah trombosit melebihi satu juta. Trombositosis primer juga ditemukan dengan gangguan mieloproliferatif lain, seperti polisitemia fera atau leukemia granulositik kronis, yang terjadi proliferasi abnormal megakariosit, bersama dengan jenis sel – se lain, didalam sum – sum tulang. Untuk menyingkirkan gangguan ini diperlukan pemeriksaan sitogenik. Dapat terjadi perdarahan dan trombosis. Patofisiologinya amsih belum jelas, tetapi diyakini berkaitan dengan kealianan kualitatif intrinsik fungsi trombosit, serta akibat peningkatan massa trombosit. Waktu perdarahan baisanya memanjang. Jika jumlah trombosit melebihi ssatu juta atua pasien simptomatik, pengobatan dimulai dan ditujukan untuk mengurangi aktifitas sum – sum tulang melalui penggunaan agen – agen sitotoksik sepeerti hidroksiurea, yang secara dramatis menurunkan jumlah semua jenis sel. Anogrelid hidroklorida (agrylin) ditambahkan untuk spesifisitasnya dalam mengurangi produksi trombosit. Dalam keadaan terjadinya perdarahan atau trombosis akut, tromboferesis sementara waktu dapat menyembuhkan. Agen – agen antitrombosit seperti aspirin dan antikoagulan juga digunakan. Trombositosis sekunder terjadi sebagai akibat adanya penyebab – penyebab lain, baik secara sementara setelah stres atau olahraga dengan pelepasan trombosit dari sumber cadangan (dari lien), atau dapat menyertai keadaan meningkatnya permintaan sum – sum tulang seperti pada perdarahan, anemia hemolitik atau anemia defesiensi besi. Peningkatan tajam jumlah trombosit terjadi pada pasien – pasien yang liennya sudah dibuang secara pembedahan. Karean lien merupakan temapt primer penyimpanan dan penghancuran trombosit, maka pengangkatan (splenektomi) tanpa disertai pengurangan produksi didalam sum – sum tulang akan mengakibatkan trombositosis, yang sering melebihi 1 juta/mm3. Pengobatan trombositosis sekunder atau reaktif umumnya tidak diindikasikan. Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningaktnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari
100.000/mm3. Dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan – keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti leukemia atau penyakit hati. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan manifestasi utama, dengan jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. Terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam dan intrakranial dengan jumlah trombosit urang dari 20.000 dan memerlukan tindakan segera untuk mencegah perdarahan dan kematian. Penurunan produksi trombosit dibuktikan dengan aspirasi dan biopsi sum – sum tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau menghambat fungsi sum – sum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik, mielofibrosis (penggantian unsur – unsur sum – sum tualng dan jarinan fibrosa), leukemia akut dan karsinoma metastatik lain yang mengganti unsur – unsur sum – sum normal.pada keadaan – keadaan defisiensi, seperti defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempengaruhi megakariopoiesis disertai dengan pembentukan megakariosit besar yang hiperlobulus. Agens – agens kemoterapeutik terutama bersifat toksik terhadap sum – sum tulang menekan produksi trombosit. Keadaan trombositopenia dengan produksi trombosit normal biasanya disebabkan oleh penghancuran atau penyimpanan yang berlebihan. Segala kondisi yang menyebabkan splenomegali dapat disertai trombositopenia meliputi keadaan seperti sirosis hati, limpoma dan penyakit – peyakit mieloproliferatif. Lien secaranormal menyimpan sepertiga trombosit yang dihasilkan tetapi dengan splenomegali, sumber ini dapa meningkat sampai 80% dan mengurangi sumber sirkulasi yang tersedia. Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi antibodi yang diinduksi oleh obat, seperti yang ditemukan pada quinidin dan emas atua oleh autoantobodi. Antibodi – antibodi ini ditemukan pada penyakit – penyakit seperti lupus eritematosus, leukemia limpositik kronis, limpoma tertentu, dan purpura trombositopenik idiopatik. 9. Anamnesa
Tambahan,
Pemeriksaan
Fisik
penunjang 1. Data pribadi pasien 2. Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
dan
pemeriksaan
Perdarahan anus : onset, durasi, banyaknya, warna, nyeri abdomen Peteki : letak, bentuk Muntah, disentri, melena Gejala sendi 3. Riwayat penyakit keluarga Hemofilia, leukemia 4. Riwayat penyakit terdahulu Penyakit yang sama? Riwayat batuk pilek 5. Riwayat pengobatan Pemeriksaan penunjang
Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan
hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit di bawah 20 ribu / mm3). Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom. Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi
leukositosis. Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan. Sum-sum tulang biasanya normal, tetapu megakariosit muda dapat
bertambah dengan maturation arrest pada stadium megakariosit. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).
10. Penyakit yang berhubungan dengan skenario Purpura Trombositopenia Idiopatik(PTI) A. Definisi Purpura Trombositopenia Imun merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit dan megakariosit secara dini akibat adanya autoantibodi yang mengenali antigen pada trombosit dan megakariosit menghasilkan peningkatan destruksi trombosit dan menunrunkan angka produksi trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglobulin G. B. Epidemiologi Perkiraan insiden adalah 100 kasus per 1 juta orang per tahun, dan sekitar
setengah dari kasus-kasus ini terjadi pada anak-anak. Insiden PTI pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, PTI akut umumnya terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan PTI akut berkembang menjadi kronik 15-20%. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) pada anak berkembang menjadi bentuk PTI kronik pada beberapa kasus menyerupai PTI dewasa yang khas. Insidensi PTI kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun. Insidensi PTI kronis dewasa adalah58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun(5,8- 6,6per100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. PurpuraTrombositopenia Idiopatik (PTI) kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 40-45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien PTI akut sedangkan pada PTI kronik adalah 2-3:1. Pasien PTI refrakter didefinisikan sebagai suatu PTI yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi
yang selanjutnya
mendapat terapi karena angka trombosit
dibawah normal atau ada perdarahan. Pasien PTI refrakter ditemukan kirakira25-30 persen dari jumlah pasien PTI. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi dengan morbiditasyang cukup bermaknadan mortalitas kira-kira16%. C. Etiologi Penyebab pasti belum diketahui. Adapun berbagai kemungkinan penyebab yang dapat dikemukakan adalah:
Akibat hiperspenisme
Intoksikasi makanan atau obat [asetosal, para amino salisilat (PAS), fenilbutazon, diamoks, kina, sedormid]
Bahan kimia
Pengaruh fisis (radiasi, panas)
Kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi)
Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC)
Autoimun, perlekatan kompleks imun non spesifik
Pada lebih dari 50 % kasus, 1 – 6 minggu sebelumnya terkena infeksi virus (ISPA, hepatitis, mumps, mononudeosus infectisa, sitomegalovirus, dll) seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa.
D. Patogenesis Sebagaimana telah diketahui bahwa penyebab pasti Purpura Trombositopenia Idiopatik akut belum diketahui. Dan setiap kemungkinan penyebab akan memberikan patogenesis gejala yang berbeda-beda. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang semuanya sangat penting untuk mengawali sistem pembekuan. Kelainan jumlah dan/atau fungsi trombosit dapat mengganggu pembekuan darah. Trombositopenia merupakan keadaan dimana jumlah trombosit sangat menurun. Jumlah trombosit yang sangat menurun hingga dibawah 50.000 permikroliter (trombositopenia)
dapat
menyebabkan
seseorang
cenderung
mengalami
perdarahan yang berasal dari venula-venula atau kapiler-kapiler kecil dimana diketahui bahwa trombosit terutama diperlukan untuk menutup kebocorankebocoran kecil di kapiler dan pembuluh kecil lainnya tersebut. Sebagai akibatnya, timbul bintik-bintik perdarahan yang dapat berwarna merah atau ungu diseluruh jaringan tubuh. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang lama akibat trauma ringan ditemukan pada jumlah kurang dari 50.000/mm 3. Adapun petekie merupakan manifestasi utama yang ditemukan bila jumlah kurang dari 30.000/mm3. Perdarahan mukosa, jaringan dalam dan intrakranial ditemukan bila jumlah kurang dar 20.000/mm3, dan keadaan ini memerlukan tindakan segera untuk mencegah perdarahan dan kematian. Pada penderita Purpura Trombositopenia Idiopatik dapat ditemukan trombosit yang dihancurkan oleh pembentukan antibodi yang diakibatkan oleh otoantibodi (antibodi yang bekerja pada jaringannya sendiri). Umur eritrosit menjadi lebih pendek akibat destruksi yang menigkat tersebut. Antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan
meningkatkan pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag yang membawa reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. E. Manifestasi Klinis PTI Akut Lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, awitan penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak(rubeola danrubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisellazooster dan Ebstein barr. Manifestasi perdarahan PTI akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada PTI dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun umumnya terjadi bentuk yang kronis. PTI akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan. PTI Kronik Awitan PTI kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi,serta memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi
Manifestasi perdarahan PTI berupa ekimosis, petekie, purpura, pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan
AT>50.000/µL maka biasanya asimptomatik, AT
50.000 /µLterdapat luka memar/hematom, AT
30.000-
10.000-30.000/µL terdapat
perdarahan spontan, menoragia dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT <10.000/µl.
Pasien secara sistemik baik dan biasanya tidak demam. Gejala yang dikeluhkan berupa perdarahan pada mukosa atau kulit. Jenis-jenis perdarahan seperti hidung berdarah, mulut perdarahan, menoragia, purpura, dan petechiae. Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal,juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut. Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering, menoragia dapat merupakan gejala satu-satunya dari PTI dan mungkin tampak pertama kali pada pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdarahan gastrointestinal biasanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan hematemesis. Perdarahan intracranial dapat terjadi, hal ini dapat mengenai 1% pasien dengan trombositopenia berat. Pada pemeriksaan, pasien tampak normal, dan tidak ada temuan abnormal selain yang berkaitan dengan pendarahan. Pembesaran limpa harus mengarah pada mempertanyakan diagnosis. Tampak tanda-tanda perdarahan yang sering muncul seperti purpura, petechiae, dan perdarahan bula di mulut. F. Diagnosis Lamanya perdarahan dapat membantu untuk membedakan PTI akut dan kronik, serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk menyingkirkan bentuk sekunder dan diagnosis lain. Penting untuk anamnesis pemakaian obat-obatan yang dapat menyebabkan trombositopenia dan pemeriksaan fisik hanya didapatkan perdarahan karena trombosit yang rendah (petekie, purpura,perdarahan konjungtiva,dan perdarahan selaput lendiryang lain). Splenomegali ringan (hanya ruang traube yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain trombositopenia hitung darah yang lain normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan
untuk
menyingkirkan
pseudotrombositopenia
dan
kelainan
hematologi yang lain. Megatrombosit sering terlihat pada pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh flowsitometri berdasarkan messenger RNA yang menerangkanbahwaperdarahanpadaPTI tidaksejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit yang serupa. Salah satu diagnosis penting adalah pungsi sumsum tulang. Pada sumsum tulang
dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak mengandung trombosit. Secara praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari 40tahun, pasien dengan gambaran tidak khas (misalnya dengan gambaran sitopenia) atau pasien yang tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli pediatri hematologi merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsumtulang sebelum mulai terapi kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukemia akut. Pengukuran trombosit dihubungkan dengan antibodi Secara uji langsung untuk mengukur trombosit yang berikatan dengan antibodi yakni
dengan
Monoclonal-Antigen-Capture
Assay,sensitivitasnya45-66%,
spesifisitasnya 78-92% dan diperkirakan bernilaipositif 80-83 %. Uji ini tidak membedakan bentuk primer maupun sekunder PTI. G. DiagnosisBanding Trombositopenia dapat dihasilkan baik oleh sumsum tulang yang berfungsi abnormal atau kerusakan perifer. Meskipun sebagian besar gangguan sumsum tulang
menghasilkan kelainan disamping adanya trombositopenia, diagnosa
seperti myelodysplasia baru dapat dihilangkan hanya setelah dengan memeriksakan sumsum tulang. Sebagian besar penyebab trombositopenia akibat kerusakan perifer dapat dikesampingkan oleh evaluasi awal. Kelainan seperti DIC,
trombotik
trombositopenia
purpura,
sindrom
hemolitik-uremic,
hypersplenisme, dan sepsis mudah dihilangkan oleh tidak adanya penyakit sistemik. Pasien harus ditanya mengenai penggunaan narkoba, terutama sulfonamid, kina, thiazides, simetidin, emas, dan heparin. Heparin sekarang merupakan penyebab paling umum obat yang menginduksi trombositopenia pada pasien yang dirawat. Sistemik lupus erythematosus dan CLL merupakan penyebab yang sering trombositopenia purpura sekunder, yang secara hematologis identik dengan PTI.
Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik
Bertujuan untuk mengevaluasi derajat perdarahan dan mengeksklusi penyebab lain perdarahan. Temuan fisi bermakna yang umum dijumpai Petekia Bulla hemoragik pada membran mukosa Purpura Perdarahan gusi Tanda-tanda perdarahan saluran cerna Menometragia/mneoragia Perdarahan intrakranial dengan atau tanpa gejala neurologis H. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah peifer lengkap trombositopenia Apus darah tepi, trombosit sangat besar menunjukkan trombositopenia
kongenital Pemeriksaan faktor koagulasi darah (bleeding time clotting time, aPTT,
PT). Biasanya menunjukkan hasil yang normal Skrining HIV, hepatitis C, H. Pylori atau infeksi lain yang mungkin
berkaitan dengan ITP CT scan apabila dicurigai adanya perdarahan intrakranial Bone marrow puncture (BMP) : megakariosit meningkat, sel darah lainnya normal. BMP bertujuan untuuk menyingkirkan penyebab
hematologi lainnya. I. Tata Laksana Berdasarkan kondisi klinis pasien 1) Perdarahan ringan : dengan trombosit >20.000/mm3 dan atau memiliki sedikit purpura, cukup diobservasi dan tidak memerlukan terapi 2) Perdarahan sedang : dengan trombosit <20.000/mm3 dan perdarahan mukosa yang bermakna dan anak dengan trombosit <10.000/mm3 dengan sedikit purpura harus diberi kortikosteroid oral 3) Perdarahan berat : epiktasis yang tidak berhenti dengan tampon, hematuria, perdarhan intrakarnial dan perdarahan saluran pencernaan membutuhkan intervesif intensif meliputi glukokortikoid dosis tinggi dan Imunoglobulin intravena (IgIV) dengan atau tanpa transfusi trombosit (pada perdarahan berat) dengan dosis 6-8 U konsentrat trombosit atau 1 U/10kgBB. Pengelompokan Terapi :
a. Terapi umum 1) Hindari aktivitas berlebihan guna menghindari trauma terutama trauma kepala 2) Hindari pemakian obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit b. Terapi khsus Yakni terapi farmakologi, terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anakanak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid sering digunakan untuk terapi ITP. Kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit. Macam-macam obat : 1) Terapi awal Prednison Dosis 1.0 – 1.5 mg/kgB/hari selama 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama bila responnya baik maka lanjutkan smapai 1 bulan lalu tapering. Kriteria Respon : 1. Respon awal adalah peningkatan AT ≥ 30.000/µL, AT > 50.000/µL setelah 10 hari terapi; 2. Tidak berespon bila peningkatan AT <30.000/µL, AT≤50.000/µL setelah 10 hari terapi; dan 3. Respon menetap bila AT menetap >50.000/µL setelah 6 bulan follow up. Immunoglobulin intravena Dosis Imunoglobulin intravena (IgIV) 1 g/kg/hari selama 2-3 hari berturut-turut digunakan bila perdarahan internal saat AT < 5.000/µL. Meskipun telah medapatkan terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progesif. Mekanisme kerja IgIV pada PTI masih belum banyak diketahui, namun
meliputi blokade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang mneghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi Splenektomi Dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua yang gagal berespon dnegan terapi kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit terus menerus. Efek splenektomi pada kasus yang berhasil adalah menghilangkan tempattempatantibodi
yang
tertempel
trombosit
yang
bersifat
merusak
dan
menghilangkan produksi antibodi anti trombin. Untuk memutuskan apakah perlu dilakukan splenektomi kemudian terapi medis diteruskan atau dosis diturunkan dan akhirnya terapi dihentikan pada pasien PTI kronik dengan AT 30.000/µL atau lebih ergantung pada intesitas terapi yang diutuhkan, toleransi efek samping, risiko yang berhubungan dengan pembedahan dan pilihan penderita. Indikasi splenektomi sebagai berikut : 1. Bila AT < 50.000/µL setelah 4 minggu 2. Angka trombosit tidak menjadi normal setelah 6-8 minggu (problem efek samping) 3. Angka trombosit normal namun menurun jika dosis diturunkan Respon splenektomi : 1. Tak ada respon bila gagal mempertahankan AT ≥ 50.000/µL beberapa waktu setelah splenektomi 2. Relaps bila urun <50.000/µL 2) Pendekatan Terapi Konvensional Untuk penderita dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan yakni Steroid dosis tinggi Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus. Pasien yang tidak berespon maka obat diganti Metilprednisolon
Metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan dnegan penderita PTI klinis IgIV dosis tinggi Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D iv. Anti-D iv Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade. Alkaloid vinka Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu Danazol Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurangkurangnya hr 1 tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan. Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi. Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya. Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%. Dapsone Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.
Prognosis Sekitar 83% anak mengalami remisi spontan dan 80% anak dapat sembuh sempurna lebih dari 50% pasien membaik dalam waktu 4-8minggu, dan sekitar 2% pasien meninggal. PTI dewasa hanya 2.2 % untuk usia lebih dari 40 tahun dan 47.8 % untuk usia lebih dari 60 thaun yang menyebabkan kematian yang biasanya disebabkan oleh perdarahan intrakranial yang bersifat fatal. J. Pencegahan Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) A. Definisi Koagulasi
intravaskular
diseminata (Disseminated
Intravascular
Coagulation, KID) adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan akibat trombin bersirkulasi dalam darah hanya pada daerah tertentu.Dasarnya ialah pembentukan bekuan darah dalam pembuluh-pembuluh darah kapiler, diduga karena masuknya tromboplastin jaringan ke dalam darah.Akibat pembekuan ini terjadi trombositopenia, pemakaian faktor-faktor pembekuan darah, dan fibrinolisis. B. Etiologi Perdarahan pada KID terjadi karena:
Hipofibrinogenemia
Trombositopenia
Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah (hasil perombakan fibrinogen)
Fibrinolisis berlebihan.
Keadaan atau penyakit yang dapat mencetuskan KID seperti dibawah ini : 1. Penyakit yang mencetuskan KID fulminan : a. Hematologi : reaksi transfusi, hemolisis berat, transfusi masif, leukemia. b. Infeksi : Septikemia : gram negatif (endotoksin), gram positif
2. Keganasan,
c. d. e. f.
(lipopolisakarida) Viremia : HIV, hepatitis, varisela, CMV, DHF Parasit : malaria Trauma Penyakit hati akut : gagal hati akut, obstructive jaundice. Luka bakar Alat protese : Leveen atau Denver shunt, alat bantu balon
g.
aorta. Kelainan vaskuler.
Penyakit disertai KID derajat rendah : Penyakit kardiovaskuler, Penyakit autoimun,
menahun, Peradangan, Penyakit hati menahun Patofisiologi
Penyakit ginjal
Pada pasien dengan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID), fibrin terbentuk
sebagai
hasil
dari
generasi
dimediasi
oleh
trombin
faktor
jaringan.Faktor jaringan, diekspresikan pada permukaan sel-sel mononuklear dan sel endotel teraktivasi, mengikat dan mengaktifkan faktor VII. Kompleks faktor jaringan dan VIIA faktor dapat mengaktifkan faktor X langsung (panah hitam) atau tidak langsung (panah putih) dengan cara diaktifkan faktor IX dan faktor VIII. Faktor X diaktifkan, dalam kombinasi dengan faktor V, dapat mengkonversi protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa). Secara bersamaan, ketiga cara fisiologis dari antikoagulasi - antitrombin III, protein C, dan faktor jaringan-jalur inhibitor (TFPI) - terganggu. Pembentukan intravaskular yang dihasilkan dari fibrin tidak seimbang dengan penghapusan memadai fibrin karena fibrinolisis endogen ditekan oleh kadar plasma tinggi plasminogen aktivator tipe-inhibitor 1 (PAI-1). Tingginya tingkat PAI-1 menghambat plasminogen aktivator-aktivitas dan akibatnya mengurangi tingkat pembentukan plasmin.Kombinasi peningkatan pembentukan fibrin dan penghapusan tidak memadai hasil fibrin dalam trombosis intravaskular diseminata. FDPs menunjukkan fibrin-degradasi.
Apabila sistem koagulasi diaktifkan oleh berbagai hal misalnya tromboplastin yang dikeluarkan akibat kerusakan jaringan, maka trombin dari plasma beredar dalam sirkulasi darah.
Trombin memecah fibrinogen hingga terbentuk
fibrinopeptida A dan B dan fibrin monomer. Fibrin monomer mengalami polimerisasi membentuk fibrin yang beredar dalam sirkulasi membentuk trombus dalam mikrovaskuler dan makrovaskuler sehingga meng-ganggu aliran darah dan menyebabkan terjadi iskemia perifer dan berakhir dengan kerusakan organ. Karena fibrin dideposit dalam mikrosirkulasi, trombosit terperangkap dan diikuti trombositopenia.
Selain itu plasmin juga beredar dalam sirkulasi dan
memecahkan terminal akhir karboksi fibrinogen menjadi fibrin degradation product (FDP; hasil degradasi fibrin), membentuk fragmen yang dikenal dengan X, Y, D dan E. Hasil degradasi fibrinogen (FDP) dapat bergabung dengan fibrinogen monomer dan kompleks FDP dan fibrin monomer ini disebut fibrin monomer larut. Fibrin monomer larut ini merupakan dasar reaksi para-koagulasi untuk uji gelasi etanol dan uji protamin sulfat. Apabila protamin sulfat atau etanol ditambahkan pada plasma pasien yang berisikan fibrin monomer larut, maka etanol atau protamin sulfat akan membersihkan FDP dan fibrin monomer, dan fibrin monomer mengalami polimerisasi dan membentuk benang fibrin dalam tabung dan inilah yang diartikan sebagai protamin sulfat atau gelation test positif. Jadi FDP dalam sistem sirkulasi akan mengganggu polimerisasi monomer, yang selanjutnya mengganggu pembekuan dan menyebabkan perdarahan. Fragmen D dan E mempunyai afinitas terhadap membran trombosit dan menyebabkan fungsi trombosit terganggu. Hal ini akan menyebabkan atau memperberat perdarahan yang sudah ada pada KID. Berbeda dengan trombin, plasmin adalah suatu enzim proteolitik global dan mempunyai afinitas yang sama terhadap fibrinogen dan trombin. Plasmin juga efektif menghancurkan (biodegradasi) faktor V, VIII, IX dan X dan plasma protein lain termasuk hormon pertumbuhan, kortikotropin dan insulin.
Plasmin
menghancurkan fibrin ikat silang (cross-linked fibrin) dan menghasilkan DDimer.Jadi bila D-Dimer positif berarti terjadi fibrin-olisis sekunder yang secara klinis ada trombosis atau KID.
Plasmin juga mengaktifkan komplemen C1 sampai C8-C9 dan aktivitas komplemen ini akan meningkatkan permeabilitas vaskular yang dapat menyebabkan hipotensi dan syok. Selain itu faktor XIIa mengubah prekalikrein menjadi kalikrein yang kemudian mengubah kininogen dengan BM tinggi menjadi kinin. Kinin beredar dalam sirkulasi akan mening-katkan permeabilitas vaskuler sehingga dapat menyebabkan hipotensi dan syok. Sebagai ke-simpulan, pada KID trombin yang beredar dalam sistem sirkulasi darah menyebabkan terjadi deposit fibrin monomer dan fibrin ikat silang yang membentuk trombosis pada mikrosirkulasi dan kadang dalam pembuluh besar sehingga terjadi hipoksia atau kerusakan organ, sedangkan plasmin yang beredar dalam sirkulasi darah dalam tubuh menyebabkan terbentuk FDP yang mengganggu polimerasi fibrin monomer dan fungsi trombosit, sehingga terjadi gangguan pembekuan yang menyebabkan perdarahan. Selain itu plasmin juga menyebabkan lisis faktor V, VIII dan X. Terjadi defisiensi faktor pembekuan menyebabkan perdarahan. Dari konsep patofisiologi ini dapat dimengerti bahwa mengapa pasien dengan KID dapat terjadi trombosis dan perdarahan dalam waktu yang bersamaan. Para klinisi sering lebih menaruh perhatian pada gejala perdarahan, tapi kurang perhatian terhadap trombosis. Padahal morbiditas dan mortalitas lebih banyak diten-tukan oleh trombosis. Untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal perlu memperhatikan kedua gejala ini yaitu perdarahan yang nyata maupun trombosis yang difus. Dari penjelasan patofisiologi KID sebelumnya dapat disimpulkan pada KID terjadi : 1. Aktivasi sistem pembekuan darah 2. Aktivasi sistem fibrinolisis 3. Konsumsi penghambat 4. Hipoksia atau kerusakan organ. Keempat patofisiologi tersebut perlu diingat dan dicatat sebagai tolak ukur laboratorik yang tepat untuk suatu diagnosis KID secara objektif.
Manifestasi Klinis DIC kronis bisa menimbulkan sedikit gejala, seperti mudah memar, perdarahan lama dari tempat tusukan pungsi vena, perdarahan gusi, dan perdarahan gastrointestinal lambat, atau tidak ada gejala yang tidak dapat diamati Pada Koagulasi Intravaskuler Diseminata terdapat keadaan yang bertentangan, yaitu trombosis dan perdarahan bersama-sama.Perdarahan lebih umum terjadi daripada trombosis, tetapi trombosis dapat mendominasi bila koagulasi lebih teraktivasi daripada fibrinolisis.Perdarahan dapat terjadi dimana saja.Perhatikan terutama bila terjadi perdarahan spontan dan hematoma pada luka atau pengambilan darah vena.Trombosis umumnya ditandai dengan iskemia jarijari tangan dan gangrene, mungkin pula nekrosis korteks renal dan infark adrenal hemoragik.Secara
sekunder
dapat
mengakibatkan
anemia
hemolitik
mikroangiopati. Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita KID yang disertai dengan perdarahan
misalnya:
petekie,
ekimosis,
hematuria,
melena,
epistaksis,
hemoptisis, perdarahan gusi, penurunan kesadaran hingga terjadi koma yang disebabkan oleh perdarahan otak. Sementara tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis mikrovaskular adalah gangguan aliran darah yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan berakibat pada kegagalan fungsi organ tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut, iskemia fokal, gangren pada kulit. Mengatasi perdarahan pada Disseminated Intravascular Coagulation sering lebih mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan gangguan aliran darah, iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ dan kematian.
Purpura Henoch Schonlein (PHS)
Purpura Henoch Schonlein (PHS) atau di sebut juga sebagai Purpura anafilaktoid adalah sindrom klinis yang di sebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik.
PHS dapat sembuh sendiri. Perjalanan penyakit 2 – 6
minggu. Epidemiologi Dapat mengenai semua usia tetapi sebagian besar terjadi pada anak usia 2 – 11 tahun. Lebih sering terjadi pada anak laki – laki di bandingkan anak perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1. Kelainan ini rata-rata 14 per 100.000 populasi . Manifestasi klinis -
Purpura terutama di bokong dan ekstremitas bawah Nyeri perit di sertai atau tanpa perdarahan saluran cerna Arthritis Hematuria atau nefritis
4 kriteria untuk diagnosis PHS menurut American College of Rheumatology (ACR) sebagai berikut : -
purpura yang teraba umur ≤20 tahun saat awitan penyakit bawel angina (nyeri perut difus atau di diagnosis iskemik usus di sertai
-
diare berdarah) hasil biopsi membuktikan granulosit pada dinding pembuluh darah arteriol atau venula.
Diagnosis PHS dapat di tegakkan bila di temukan 2 dari 4 kriteria di atas dengan sensitivitas 87,1 % dan spesifisitas 87,7 %. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin : darah perifer lengkap : jumlah trombosit dan leukosit meningkat,
hemoglobin umumnya normal tergantung ada tidaknya perdarahan. laju endap darah meningkat pemeriksaan fungsi ginjal : apabila ureum dan kreatinin meningkat dapat
di curigai adanya glomerulonefritis . urinalisis dapat menunjukkan hematuria dengan atau tanpa proteinuria
-
feses juga dapat di temukan darah. uji benzidin Biopsi kulit pada PHS menunjukkan vaskulitis leukositoklastik yaitu berupa inflamasi segmental pembuluh darah, sel endotel membengkak,
nekrosis fibrinoid dinding pembuluh darah dan infiltrat di sekitar pembuluh darah. -
pemeriksaan imunoflouresens menunjukkan deposit IgA dan C3 di antara pembuluh darah papilla dermis.
Terapi Pengobatan hanya bersifat suportif , tidak ada pengobatan yang spesifik untuk PHS.
Kortikosteroid Dosis Prednison 1 - 2 mg/kgBB/hari Dosis metal prednisolon 8 mg 3 kali sehari Obat anti inflamasi nonsteroid dapat mengontrol nyeri sendi .
Prognosis Baik bila tidak di sertai gangguan ginjal dan gangguan saluran cerna yang berat. Kematian < 1%. Hemofiia Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter yang paling sering dijumpai bermanifesatasi sebagai episode perdarhan intermitten. Hemofilia disebabkan mutasi gen faktor VIII atau faktor IX, dikelompokkan sebagai hemofilia A dan hemofilia B. kedua gen tersebut terdapat dalam kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait X. oleh karena itu semua semua anak perempuan dari lakilaki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan ank laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki kemungkinan 50% untuk menderit hemofilia. Dapt terjadi wanita homozigot dengan hemofilia tetapi keadaan ini jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan. Dua jenis hemofilia yang secara klinis identik adalah : a. Hemofilia A atau klasik, yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas anti hemofilia VIII, dan b. Penyakit Cristmas atau hemofilia B yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas vaktor IX
Hemofilia dikategorikan sebagai : a. Berat dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1% b. Sedang dengan kadar aktifitas faktor antara 1%-5% c. Ringan dengan kadar aktivitas faktor 5% atau lebih. Pada kasus ini, perdarahan umumnya berkaitan dengan trauma atau prosedur pembedahan . Manifestasi klinis meliputi :
perdarahan jaringan lunak, otot, sendi, terutama senndi-sendi yang menopang berat tubuh (hemartosis)
degenerasi kartilago artikularis disertai gejala-gejala arthritis
perdarahan retroperitoneal dan intrakranial yang mengancam jiwa.
Perdarahan dapat terjadi segera atau berjam-jam setelah cedera. Perdarahan akibat pembedahan sering terjadi pada pasien hemofilia, dan segala prosedur pembedahan yang diantisipasi memerlukan penggantian faktor secara agresif sewaktu operasi dan pasca operasi sebanyak lebih dari 50% tingkat aktivitas.
Berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita dalam pasien, maka dapat dianalisis sebagai berikut Diferensial Diagnosa Kata Kunci Wanita Usia 5 tahun Bintik-bintik merah di lengan, tungkai, badan Keluar darah dari anus Tidak disertai demam Sembuh dari batuk pilek enam hari
ITP + +
DIC + +
PHS + +
Hemofilia ± +
+
+
+
+
+ + +
+ +
+ +
+ ± ±
sebelumnya Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, maka dapat ditetapkan bahwa Differensial Diagnosis utama adalah Idiopatic Trombositopenia Purpura (ITP). Namun, dalam penetapan diagnosis tetap harus dilakukan pemeriksaan penunjang karena manifestasi klinis yang diberikan skenario sangatlah umum. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis, yaitu pemeriksaan
darah
tepi.
Pada
pemeriksaan
tersebut
dapat
ditemukan
trombositopenia, retraksi bekuan berkurang atau abnormal, waktu perdarahan memanjang, waktu protrombin (PT) normal, Activated partial tromboplastin time (APTT) normal, dan tes Rumple – Leed (Uji Turniket) positif.
SUMBER REFERENSI 1. Drews, R.E., Weinberger, S.E., Trombositopenic disorder in Critically ill patients, Am J Respir Crit Care Med:2010;162:347-351. 2. Cunningham FG ,et. al: Obstetrics Hemorhage, Williams Obstetrics 23 rd edition.
Mc Graw Hill Companies, New york, 2010 : 493-501.
3. Hoffbrand, A.V.2005. KapitaSelektaHematologiEdisi4. Jakarta: EGC 4. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 5. PurwantoIbnu . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006,.
6. Thrombocytopenic
idiopatik
purpura(ITP).
2013.
Available
at:
http://www.nejm.org. Accessed on 24 September 2013 7. Rotty, Linda W.A. 2014. Hemofilia A dan B. Buku Ajar Ilmu penyakit dalam FK UI Jilid II edisi VI. Jakarta: InternaPublishing 8. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005 9. Patofisiologi Price & Wilson volume 1 edisI 6 10. Synopsis of pediatrics 6th ed. 11. http://www.niams.nih.gov/health_info/autoinflammatory/ 12. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/nejmra010501