TUTORIAL Penatalaksanaan Sinusitis
DISUSUN OLEH
:
Aulia Ayu Hartini
2010730015
Fariz Hilman
2010730037
Mahfira Ramadhania
2010730066
DOKTER PEMBIMBING: dr. Satrio Prodjohoesodo, Sp.THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial mengenai “Penatalaksanaan Sinusitis” ini tepat pada waktunya. Tutorial ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Telinga, Hidung dan Tenggorok RSUD Cianjur.
Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr . Satrio Prodjohoesodo,
Sp.THT-KL selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan klinik THT ini. Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang THT khususnya dan bidang kedokteran yang lain pada umumnya.
Cianjur, Juni 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2 DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4 BAB II SINUSITIS ...............................................................................................................5 A.
Definisi.................................................................................................................... 5
B.
Etiologi dan Faktor Predisposisi ............................................................................. 5
C.
Penatalaksanaan .................................................................................................... 13 1.
Sinusitis Akut .................................................................................................... 13
2.
Sinusitis Kronis ................................................................................................. 15
3
BAB I PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter seharihari, bahkan dianggap sebagai salah satu gangguan kesehatan tersering di seluuruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang, sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga sinus Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat jadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati. (1)
4
BAB II SINUSITIS A. Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal
(2)
Rhinitis dan
sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling terkait pada kebanyakan individu, sehingga terminologi yang digunakan saat ini adalah rinosinusitis. Rinosinusitis (termasuk polip nasi) didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai adanya dua atau lebih gejala, salah satunya harus termasuk sumbatan hidung/ obstruksi nasi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior) ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah ± penurunan/ hilangnya penghidu dan salah satu dari
Temuan nasoendoskopi: o
Polip dan atau
o
Sekret mukopurulen dari meatus medius dan atau
o
Edema/ obstruksi mukosa di meatus medius
dan atau
Gambaran tomografi komputer: o
Perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan atau sinus. 8
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain: 1. ISPA akibat virus Virus yang lebih sering menyebabkan sinusitis adalah Rhinovirus, Parainfluenza, Resiratory syncitial virus, dan Influenza virus. Setiap virus mempunyai banyak serotype yang mempunyai potensi tersendiri untuk memperparah infeksi tersebut. Infeksi akibat Rhinovirus merupakan penyebab tersering sinusitis pada orang dewasa dan memuncak pada musim dingin atau musim gugur. 2. Bermacam rinitis terutama rinitis alergi Rinitis adalah suatu reaksi allergi yang diperantarai oleh imunoglobulin. Reaksi ini melibatkan suatu antibodi, biasanya IgE , yang mana bagian Fc antibodi 5
melekat pada suatu sel yang mengandung mediator atau prekursornya (sel mast, basofil, eosinofil, makrofag). Bagian Fab dari antibodi ini berinteraksi dengan allergen spesifik dan akibatnya terjadi aktivasi beberapa enzim membran. Hasil pembelahan enzimatik menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin, prostaglandin dan leukotrien. Mediator ini menyebabkan suatu reaksi tipe segera yang timbul , misalnya edema. Selain itu, juga akan terjadi reaksi lambat yang selanjutnya cenderung terjadi akibat pelepasan mediator dari sel mast dan demikian pula eosinofil, makrofag dan trombosit. 3. Rinitis hormonal pada wanita hamil Pada penelitian Sobot et al didapati bahwa 61% wanita yang hamil pada trimester pertama menderita nasal congestion. Namun patogenesisnya masih belum jelas. 4. Polip hidung Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip pada sinus frontalis dapat menghalangi hidung dari penyaringan udara sehingga meningkatkan penumpukan lendir. 5. Kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka Kelainan anatomi hidung dan sinus dapat mengganggu fungsi mukosiliar secara lokal. Jika permukaan mukosa yang saling berhadapan mendekat atau bertemu satu sama lain, maka aktivitas silia akan terhenti. Deviasi septum dapat menghalangi transportasi mukosiliar 6. Sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM) Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai Rhinosinusitis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai Rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. 7. Infeksi tonsil 8. Infeksi gigi 6
Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari gigi kaninus sampai gigi molar tiga atas. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan peridontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk 9. Kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik 10. Lingkungan Perubahan mukosa dan kerusakan silia dapat terjadi apabila terpapar pada oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering. Kebiasaan merokok juga memicu hal yang sama.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu
dilakukan
adenoidektomi
untuk
menghilangkan
sumbatan
dan
menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. (1) Kuman penyebab sinusitis dapat berupa : 1. Infeksi bakteri : Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Streptococcus B haemolitikus, Staphilococcus aureus, Klebsiela pneumoni, E. Coli, dan Moraxella catarrhalis. (3) (4) 2. Infeksi virus : Rhino virus, parainfluenza, Echo 28, Koksasi A 21, dan virus Sinsialis respiratorum. 3. Infeksi spesifik dan jamur : Tuberkulosis, sifilis, lepra, mukomikosis, aspergilosis, dan candidiasis Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis s ubakut dari 4 minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronik bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Diagnosis dari sinusitis akut 7
dapat ditegakkan ketika infeksi saluran napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa. (5) (3) C. Gejala Klinis 1. Sinusitis Akut
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri , yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut. Letak nyeri dapat membantu membedakan lokasi sinus yang terkena. Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia atau anosmia, halitosis, post nasal drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan-keluhan lainnya biasanya muncul berdasarkan lokasi sinus yang mengalami peradangan.
Pemeriksaan Radiologi untuk Sinus Paranasal
a. Sinusitis maksillaris
Sinusitis maksillaris akut biasanya menyusul suatu infeksi saluran napas atas yang ringan, alergi hidung kronik, benda asing dan deviasi septum nasi merupakan faktor-faktor predisposis lokal yang paling sering ditemukan. 8
Gejala sinusitis maksilaris akut ditandai dengan demam, malaise, nyeri kepala yang tak jelas dan biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Sakit dirasa mulai dari pipi (di bawah kelopak mata) dan menjalar ke dahi atau gigi, umumnya sakit dirasa bertambah saat menunduk atau pada saat gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali wajah terasa bengkak dan penuh, nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi. Kadang ada batuk iritatif non-produktif serta pengeluaran sekret yang mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk dan adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus media, dan nasofaring. Sinusitis maksillaris dapat berkaitan dengan gangguan gigi, penyebab terseringnya adalah ekstraksi gigi molar pertama atau infeksi gigi lainnya seperti abses apikal atau penyakit periodontal. Mengingat dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rogga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh limfe. Perlu dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksilaris kronis yang mengenai satu sisi dengan ingus puruen dan nafas berbau busuk. Pada pemeriksaan fisik akan tampak adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, atau pus atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Transiluminasi berkurang bila sinus penuh cairan, gambaran radiologi sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang yang membengkak atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus, akhirnya terbentuk gambaran air-fluid level yang khas.
b. Sinusitis ethmoidalis
Sinusitis ethmoidalis akut terisolasi lebih sering pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Sedangkan pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksillaris dan sinusitis frontalis, ditandai dengan nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung menjalar ke arah temporal. Nyeri sering dirasakan di belakang bola mata dan bertambah apabila mata digerakkan, selain itu juga sering didapati nyeri alih pelipis, serta dapat juga didapati sumbatan pada hidung, mukosa hidung hiperemis dan udem dan adanya pus dalam rongga hidung yang berasal dari meatus media serta sering di jumpai post nasal drip. 9
c. Sinusitis frontalis
Sinusitis frontalis hampir selalu bersamaan dengan sinusitis ethmoidalis anterior yang didasari oleh perkembangan sinus frontalis. Nyeri kepala yang khas di atas alis mata, timbul biasanya pada pagi hari, memburuk pada tengah hari dan berangsur angsur hilang pada malam hari. Nyeri dirasakan saat dahi disentuh dan terdapat pembengkakan derah supraorbita. Tanda patognomonik adalah nyeri hebat pada palpasi atau perkusi daerah sinus yang terinfeksi. Transiluminasi dapat terganggu, dan radiogram sinus memastikan adanya penebalan periosteum atau kekeruhan sinus menyeluruh, atau suatu air-fluid level .
d.Sinusitis sphenoidalis
Sinusitis sphenoidalis akut terisolasi amat jarang. Gejalanya ditandai dengan nyeri kepala dan retro orbita yang menjalar ke verteks atau oksipital. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya. 2. Sinusitis Subakut
Gejalanya sama dengan sinusitis akut tapi tanda-tanda radang akut (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda. Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang sakit gelap.
3. Sinusitis Kronik
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya. Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna. Selama eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut; namun diluar masa itu, gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali mukopurulen.
Kadang-kadang hanya satu atau dua dari
gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan 10
tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejalagejala faktor predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip nasi. Bakteri yang memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa. a. Gejala Subjektif Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :
Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit tersumbat.
Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak n yaman dan gatal di tenggorokan.
Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba eustachius.
Ada nyeri atau sakit kepala.
Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau bronkhiektasis atau asma bronkhial.
Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.
b. Gejala Objektif Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok. Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris. Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis. 11
SINUSITIS DENTOGEN Merupakan sinusitis yang ddisebabkan oleh infeksi gigi yang menyebar melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe, dan umumnya terjadi pada sinus maksilaris. Dikarenakan dasar dari sinus maksilaris merupakan prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksilaris hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan terkadang tanpa pembatas. Gejala klinis pada sinusitis dentogen antara lain pada umumnya hanya mengenai satu sisi sinus, ingus purulen, napas berbau busuk, terdapat gigi rahang atas yang mengalami infeksi (biasanya karies dentis), dan sangat sering mengenai sinus maksilaris.
SINUSITIS JAMUR Merupakan sinusitis yang terjadi akibat infeksi jamur pada sinus paranasal. Angka kejadian penyakit ini meningkat pada pemakai antibiotik, kortikosteroid, radio terapi, dan obat imunosupresan. Selain itu kondisi predisposisi lainnya ialah orang dengan diabetes mellitus, neutropenia, AIDS, dan perawatan di rumah sakit dalam jangka lama. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergillus dan Candida. Sinusitis jamur ini dibagi dalam dua tipe, yaitu non-invasif, invasive akut fulminan, dan invasive kronik indolen. Sinusitis jamur non-invasif (misetoma) biasanya memiliki gejala menyerupai sinusitis kronis berupa rinore purulen, post nasal drip, serta napas bau dan terkadang ditemukan masa jamu berwarna coklat kehitaman di dalam kavum nasi. Sinusitis jamur invasive akut fulminan umumnya terbagi menjadi tipe invasive ke jaringan dan vascular. Sering terjadi pada pasien dengan diabetes tak terkontrol dan pada pasien dengan imunitas rendah. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan mukosa kavum nasi berwarna biru kehitaman serta terdapat mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sinusitis jamur invasive kronik, sering terjadi pada pasien dengan gangguan imunologik atau metabolic seperti diabetes. Gejala kliniknya menyerupai sinusitis bakterial, tetapi secret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman.
12
D. Penatalaksanaan 1. Sinusitis Akut
Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif. Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide(6). Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik (6). Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan metronidazole
atau
klindamisin.
Klindamisin
dapat
menembus
cairan
serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk mengurangi nyeri (6).
13
Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah
Keadaan yang harus segera di rujuk/ dirawat
sa
tunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/
kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/
posterior; ± nyeri/ rasa tertekan di wajah;
Penghidu terganggu/ hilang
Edema periorbita Pendorongan letak bola mata Penglihatan ganda Oftalmoplegi Penurunan visus Nyeri frontal unilateral atau bilateral Bengkak daerah frontal Tanda meningitis atau tanda fokal
Gejala kurang dari 5
Gejala menetap atau
hari
memburuk setelah 5
atau membaik
Common cold
Sedang
Pengobatan
Berat
Antibiotik
Steroid topikal
simtomatik
steroid
topikal
Tidak ada perbaikan
Tidak ada perbaikan Perbaikan dalam 48
setelah 14 hari
+
dalam 48 jam
jam
Rujuk spesialis
ke
dokter
Teruskan terapi untuk
Rujuk
7-14 hari
spesialis
ke
dokter
Gambar 1. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007 (7)
Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral. Ekmoidektomi dilakukan pada sinusitis etmoidalis. Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada sinusitis sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah, teknik ini menjadi populer akhir-akhir ini 6.
14
2. Sinusitis Kronis 2 atau lebih gejala, salah satunya berupa
Pikirkan diagnosis lain :
hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau
pilek; sekret hidung anterior/ posterior; ±
nyeri/ rasa tertekan di wajah;
Penghidu terganggu/ hilang
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior
Tersedia Endoskopi
Polip
Tidak ada polip
Gejala unilateral Perdarahan Krusta Gangguan penciuman Gejala Orbita Edema Periorbita Pendorongan letak bola mata Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Bengkak daerah frontal Tanda meningitis atau tanda fokal
Endoskopi tidak
Investigasi dan
tersedia
intervensi secepatnya
Pemeriksaan Rinoskopi Anterior Ikuti skema polip
Ikuti skema
hidung Dokter
Rinosinusitis kronik
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan
Rujuk Dokter Spesialis THT jika Operasi
Steroid topikal Cuci hidung
Reevaluasi setelah 4
Perbaikan
Lanjutkan terapi
Tidak ada perbaikan
Rujuk spesialis THT
Gambar 2. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007 (7) 15
Pertimbangkan diagnosis lain :
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau pilek yang tidak
jernih; ± nyeri bagian frontal, sakit kepala;
Gangguan Penghidu
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi:
Pertimbangkan Tomografi Komputer
Tes Alergi
Gejala unilateral Perdarahan Krusta Kakosmia Gejala Orbita Edema Periorbita Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Edem frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
Sedang atau berat VAS
Ringan VAS 0-3
>3-10
Steroid
topikal
Steroid topikal
Gagal setelah 3 bulan
Perlu investigasi dan
Cuci hidung Kultur & resistensi Kuman Makrolid jangka panjang Perbaikan
Gagal setelah 3 bulan Tindak
lanjut
Jangka
Panjang + cuci hidung Steroid topikal ± Makrolide jangka panjang Tomografi Komputer
Operasi
Gambar 3. Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007 (7)
16
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa
Pertimbangkan diagnosis lain :
hidung
tersumbat
atau
sekret
hidung
berwarnar; ± nyeri bagian frontal, sakit
kepala;Gangguan Penghidu Pemeriksaan
THT
termasuk
Endoskopi:
Pertimbangkan Tomografi Komputer
Tes Alergi. Pertimbangkan diagnosis dan
penatalaksanaan penyakit penyerta; misal
Ringan VAS 0-3
Gejala unilateral Perdarahan Krusta Kakosmia Gejala Orbita Edema Periorbita Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Edem frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
Sedang VAS 3-7
Berat VAS > 10 Perlu investigasi dan
Steroid topikal (spray)
Steroid topikal tetes
Steroid
oral
jangka
pendek
Dievaluasi setelah 3 Evaluasi setelah 1
Perbaikan
Tidak membaik Perbaikan
Tidak membaik
Lanjutkan Steroid Tomografi Komputer Tindak lanjut Evaluasi setiap 6 bulan
Cuci hidung
Operasi
Steroid topikal + oral Antibiotika
jangka
an an
Gambar 4.
Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007 (7)
17
Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila pengobatan dengan medikamentosa sudah gagal. Pembedahan radikal dilakukan dengan mengankat mukosa yang patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell – Luc, sedangkan untuk sinus ethmoid dilakukan etmoidektomi. Pembedahan tidak radikal yang akhir akhir ini sedang dikembangkan adalah menggunakan
endoskopi
yang
disebut
Bedah
Sinus
Endoskopi
Fungsional.Prisnsipnya adalah membuka daerah osteomeatal kompleks yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali melaui ostium alami.
18
Referensi : 1. Mangunkusumo, Endang. [pengar. buku] Jenny Bashiruddin, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta : FKUI, 2011. 2. Hilgher, PA. Penyakit Sinus Paranasalis. [pengar. buku] Adams, Boies dan Higler. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC, 1997, hal. 240-253. 3. AK, Lawanil. Acute and Chronic Sinusitis. Current Diagnosis and Treatment in Otolaringology. 2nd. New York : Department of Otolaringology New York University School of Medicine, 2007. 4. RSHS, Perjan. Standar Pelayanan Medis 10 Penyakit Terbanyak. Bandung : Rumah Sakit Hasan Sadikin, 2004. 5. Ballenger. Infeksi Sinus Paranasal Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 13th. Jakarta : Binaputra Aksara, 2004. 6. Byron, J. Rhinosinusitis: Current Concepts and Management. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2001. 7. Fokkens, W, Lund, V dan Mullos, J. European Position Paper on Nasal Polyps. 2007.
19