BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
LAPORAN KASUS OKTOBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
OP E N G L OB OB E I N J UR UR Y
Disusun Oleh :
Anastasia Lusia Elfiana Bhato(1408010050)
Pembimbing : dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M dr. Indriani K. Dewi, Sp.M
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG 2018 1
Bab I Pendahuluan
Cedera pada pada mata dibagi ke dalam dua kelompok kelompok besar, yaitu
open globe
injury (cedera bola mata mata terbuka) dan closed globe injury (cedera bola mata tertutup). Open globe injury adalah cedera mata, di mana luka menyebabkan diskontinuitas seluruh ketebalan dinding bola mata ( termasuk di dalamnya trauma penentrans, trauma perforasi, ruptur bola mata, dan benda asing intra okuler). sedangkan closed globe injury adalah cedera pada bola mata di mana luka belum mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata. Termasuk di dalam definisi closed globe injury ini adalah kontusio dan laserasi bola mata. Kontusio biasanya disebabkan oleh trauma benda tumpul, sedangkan sedangkan laserasi biasanya disebabkan oleh trauma benda tajam(1) Pada kelompok usia anak-anak angka kejadian trauma pada mata mencapai 8-14% dan biasanya terjadi karena kasus kecelakaan dan mengenai salah satu mata saja. Sebaliknya, pada orang dewasa sering terjadi akibat kelalaian atau kesengajaan dengan maksud mencelakai seseorang. Pria lebih sering mengalami dibandingkan dengan wanita, kira-kira 4:1 dan paling sering pada kelompok usia dewasa muda. Mekanisme terjadinya trauma termasuk tingkatan trauma tembus pada mata, klinis perdarahan yang berat pada vitreous dan keberadaan benda asing intraokular menentukan bagaimana nantinya daya visual akhir setelah terjadinya trauma tembus pada mata. (1) Untuk mendiagnosis pasien yang mengalami trauma tajam dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang dapat dilakukan yaitu bagaimana terjadinya trauma, obyek yang menyebabkan trauma, bahan pembutan obyek, panjang obyek kecepatan objek, dan apakah pasien menggunakan alat pelindung diri. pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan funduskopi, dan pemeriksaan radiologis berupa rontgen, ct-scan dan USG. (1) Prinsip penatalaksanaan pasien trauma tajam adalah mempertahankan bola mata, dimana setiap kebocoran harus dijahit.
(1)
2
Bab II Laporan Kasus
2.1 Identitas Pasien
Nama
: Ny. AT
Tanggal Lahir
: 24 April 1973
Usia
: 45 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Lewoleba/ Lasiana
Agama
: Katolik
Pendidikan terakhir
: S1
Status pernikahan
: Menikah
Pekerjaan
: PNS
Asuransi kesehatan
: BPJS
Tanggal MRS
: 21 Oktober 2018
No. Rekam Medik
: 50-11-99
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada hari minggu tanggal 21 oktober 2018 di ruangan Instalasi Gawat Darurat prof. Dr. Wz. Yohanes Kupang pukul 14.30 wita Keluhan Utama : Mata Kanan Tertusuk paku Riwayat Penyakit Sekarang : Mata Kanan Tertusuk paku sejak kamis 18 oktober 2018. Pasien mengeluhkan mata kanannya tertusuk paku saat hendak membuat kandang babi. Menurut pasien saat memukul paku dengan palu, paku tersebut bengkok dan dan kemudian melenting kearah mata kanan pasien, tanpa sempat ditutup. Saat itu pasien langsung merasa pandangan matanya kabur, dan
3
merasakan ada cairan yang keluar. Menurut keluarganya, cairan tersebut adalah darah. Saat itu juga pasien langsung dibawa ke rumah sakit Lewoleba. Di rumah sakit tersebut luka pasien dibersihkan, kemudian pasien mendapat suntikan anti tetanus dan antibiotik lalu dirujuk ke RSUD Profesor W. Z. Yohanes Kupang. Pasien tiba di rumah sakit pada hari minggu, 21 oktober 2018 pukul 06.45 didampingi perawat. Saat diperiksa pasien mengeluhkan pandangan matanya kabur dan merasa ada sesuatu yang menghalangi pandangan mata kanannya. Pasien juga mengeluhkan mata kanannya terasa sedikit nyeri, hilang timbul, pasien meras mata kanannya sangat silau saat melihat cahaya, cahaya, airmata di mata kanan pasien keluar keluar terus menerus, Sakit kepala (-), mual muntah(-), riwayat Hipertensi (-), Diabetes (-). BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada. Riwayar pengobatan : Pasien mendapatkan suntikan anti tetanus, Asam tranexamat injeksi 3x500mg, ceftriaxon injeksi 2x 1 gr, ketorolac injeksi 3x 30gr Riwayat Sosial Ekonomi Ekonomi : Pasien adalah seorang Ibu rumah tangga 2.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: Pasien tampak sakit ringan Kesadaran
: Compos Mentis (E4V5M6)
Tanda vital
:
TD=130/80 mmHg; N = 78x/menit, regular, kuat angkat; S=37 0C (suhu aksiler); RR=17x/menit.
4
Status antropometri
TB
BB aktual: 55 kg
IMT
Status gizi: Overweight
: 150 cm
: 24,4 kg/m2
Kepala
:
Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok, warna hitam
Kulit
:
Sianosis (-), ikterik (-), scar (-), lembab, turgor kulit baik.
Mata
:
OD 1/300 LP +
OS Visus&
5/5
Refraksi
Pergerakan Bola Mata SDE Sulit dievaluasi
Ke segala Arah Lapangan
Normal
pandang Edema (-), hiperemis (+)
Palpebra
Edema (-), hiperemis (-)
5
konjungtiva Bleeding (+),
Konjungtiva
Bleeding (-), edema (-)
edema (-) Hiperemis
(+),
curiga Sklera
Hiperemis (-)
laserasi di jam 2-4, dengan inkarserasi iris Keruh (-), edema (-)
Kornea
Keruh(-), edema(-)
Dangkal
COA
Dalam
Iradier
Iris
Radier
Tidak bulat, reflek cahaya (menurun)
Bulat, regular, 3 mm,
Pupil
reflek cahaya (+)
Agak Keruh
Lensa
Jernih
Sulit dievaluasi
Vitreus
Jernih
Humor Telinga Hidung Mulut
: :
nyeri tekan mastoid(-/-), discharge(-/-) Deviasi septum (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
:
Bibir lembab, sianosis (-), pucat (-),mukosa mulut tampak lembab, lidah bersih
Leher
:
Thoraks : Pulmo
Pembesaran KGB dan pembesaran kelenjar tiroid (-) Bentuk normal
:
Simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot bantu nafas ( -), vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor
:
S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas
Sianosis
Superior
Inferior
-/-
-/-
6
Akral
Hangat
Hangat
CRT
<2 detik
<2 detik
2.4 DIAGNOSIS KLINIS Trauma okuli dextra (open Globe Injury)
Follow UP 23 Oktober 2018 (Pre Operasi) OD 1/300 LP +
OS Visus&
5/5
Refraksi
Pergerakan Bola Mata Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Kesegalah Arah Lapangan
Normal
pandang Edema (-), hiperemis (+), Palpebra
Edema (-), hiperemis (-),
spasme (-)
spasme (-)
Hiperemi (+), perdarahan Konjungtiva
Hiperemi (-), Sekret (-)
(+), sekret (+), jahitan (+) Jernih
Kornea
Jernih
Dangkal
COA
Dalam
Iradier
Iris
Reguler
Tidak bulat, reflek cahaya (menurun) Agak Keruh
Pupil
Lensa
Sentral, regular, 3 mm, reflek cahaya (+) Jernih
7
Follow Up 24 Oktober 2018 Pasca Operasi
OD 1/300 LP +
OS Visus&
5/5
Refraksi
Pergerakan Bola Mata Kesegala arah Sulit dievaluasi
Kesegalah Arah Lapangan
Normal
pandang Edema (-), hiperemis (-), Palpebra
Edema (-), hiperemis (-),
spasme (-)
spasme (-)
Hiperemi (+), perdarahan Konjungtiva
Hiperemi (-), Sekret (-)
(+), sekret (+), jahitan (+) Jernih
Kornea
Keruh(-)
Dangkal
COA
Dalam
8
Iradier
Tidak bulat, reflek cahaya (menurun) Agak Keruh
Iris
Pupil
Lensa
Radier
Sentral, regular, 3 mm, reflek cahaya (+) Jernih
Follow UP 29 Oktober 2018
OD 1/300 LP +
OS Visus&
5/5
Refraksi
Pergerakan Bola Mata Kesegala arah Sulit dievaluasi
Kesegalah Arah Lapangan
Normal
pandang
9
Edema (-), hiperemis (-), Palpebra
Edema (-), hiperemis (-),
spasme (-)
spasme (-)
Hiperemi (+), perdarahan Konjungtiva
Hiperemi (-), Sekret (-)
(<), sekret (+), jahitan (+) Jernih
Kornea
Keruh(-)
Dangkal
COA
Dalam
Iradier
Iris
Radier
Tidak bulat, reflek cahaya (menurun) Agak Keruh
Pupil
Lensa
Sentral, regular, 3 mm, reflek cahaya (+) Jernih
1.5 PENATALAKSANAAN Operasi Jahit Laserasi sklera dan iridektomi (repair iris), dengan GA Cefotaxim 2x1 Floxasin Obat Tetes Mata 6x1 Asam Mefenamat 3x 500 mg
1.6 PROGNOSIS 1. Vitam
: Dubia ad bonam
2. Fungsionan
: dubia ad Malam
3. Sanationam
: dubia ad bonam
10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya luka (injury with an entance wound) yang menembus ke intraokular. Mekanisme terjadinya trauma tembus pada mata ini adalah trauma terbuka (open globe)(2,3) Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa menganggu kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi prolapsus dari isi bola mata. Namun demikian trauma ini menjadi hal yang sangat serius dan mengancam fungsi penglihatan yang memakan waktu serta biaya yang mahal dan prognosis kebanyakan kasus adalah buruk (4,5) Trauma tembus pada mata merupakan laserasi dengan luka yang tunggal dengan ketebalan penuh disebabkan objek yang tajam tanpa adan ya jaringan yang keluar (exit wound) sedangkan perforasi akibat trauma terdapat laserasi akibat trauma yang mengakibatkan keluamya jaringan disebabkan oleh benda yang sama. (6) Trauma tembus maupun perforasi penting untuk dibedakan. Apabila yang terjadi adalah trauma tembus (penetrasi), objek menembus masuk struktur tertentu di dalam mata, namun apabila yang terjadi adalah perforasi, luka akan berjalan melewati struktur tersebut. Sebagai contoh, suatu objek yang berhasil melewati kornea dan tersangkut di segmen anterior melubangi (terjadi perforasi) kornea tetapi tet api menembus mata. Perforasi menyebabkan men yebabkan gangguan anatomi yang komplit dari sklera maupun kornea, dan bisa saja berhubungan dengan prolapsus struktur internal.(4,7)
2.2
Epidemiologi
Angka kejadian trauma tembus berkisar 3.1 dari 100.000orang.70-80 % terjadi pada kaum pria, kecuali pada lansia dan bayi.Bisa dikatakan perbandingannya 3:1 antara pria dengan wanita, ini dikarenakan laki-laki lebih sering berhadapan dengan aktivitas beresiko terhadap paparan trauma okular.Kecenderungan pada pada anak-anak terutama yang tumbuh dalam dalam keluarga miskin atau pendidikan rendah atau pengawasan yang buruk lebih sering terpapar dengan trauma. Dari penelitian yang dilakukan oleh oleh Daza A.B Larque,dkk pada 92 pasien rawatan
11
open globe trauma (trauma terbuka) di Hospital di Hospital de Poniente sebanyak 72% trauma intraokular ini disebabkan oleh trauma tembus. (8,9,10) 2.3
Etiologi
Trauma tembus pada mata merupakan salah satu ancaman bagi penglihatan dan dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Hal-hal yang berkaitan dengan kejadian trauma ini antara lain,
pekerja industri terbanyak pada industri logam
pekerja pertanian misaliya karena tusukan duri ranting
peralatan rumah tangga seperti pisau, gunting, jarum
olahraga seperti bola kaki, bola basket, baseball, yang biasanya sering dialami anakanak dan dewasa muda. Pada orang yang bepergian dibawah pengaruh alkohol bisa saja terjadi trauma secara tidak sadar mengakibatkan kecelakaan
kelalaian yang mengakibatkan cedera akibat benda tajam seperti pisau, pecahan kaca, paku
2.4
bencana perang
penggunaan senjata api (3,6)
Patofisiologi
Perlukaan pada mata akibat benda tajam, atau bisa juga karena peluru berkecepatan tinggi atau potongan logam.
Beratnya trauma bergantung bergantung pada ukuran objek, kecepatan
menembus dan kandungan yang terdapat didalamnya. Benda yang tajam seperti pisau akan mengakibatkan laserasi sempurna pada mata(1). Luka bisa saja hanya terkena pada kornea dan tidak sampai menembus segmen anterior yang mungkin kecil kemungkinan hilang penglihatan namun dalam proses penyembuhannya akan meninggalkan bekas (skar).(1) Trauma tembus pada salah satu mata (unilateral) dapat menyebabkan reaksi inflamasi simpatis pada mata yang tidak terkena trauma kapanpun mulai 2 minggu sam pai hitungan tahun dimana terjadi penyakit autoimun saat pigmen uveal dikeluarkan dan masuk aliran darah
12
menyebabkan produksi antibodi dan akibatnya terjadi uveitis di kedua mata baik yang terpapar trauma maupun yang tidak. Faktor resiko akan terminimalisasi apabila jaringan mata yang terpapar trauma ini dibuang dalam waktu 2 minggu jika tidak ada lagi bukti untuk menyelamatkan fiingsi penglihatannya dan jika pada mata yang terpapar trauma ini tetap berlangsung proses inflamasi.(2) 2.5. Gejala klinis
Gejala klinis yang dapat muncul pada trauma tembus mata dapat diuraikan sebagai berikut: a. Efek mekanik langsung Efek yang segera muncul setelah terjadinya trauma okular yang terlihat bergantung bagaimana efek mekanik pada struktur yang terlibat.Yang paling umum ditemukan adalah laserasi di kornea maupun sklera dengan atau tanpa keterlibatan struktur mata lainnya. Dapat muncul dalam beberapa variasi seperti: o
simple corneal laceration, melibatkan kornea dan tertahan sampai di limbus, tidak ada keterlibatan iris, lensa maupun vitreous
o
o
stellate corneal laceration corneal laceration with iris incarseration, laserasi kornea lebih lanjut dengan bagian anterior mengalami pendangkalan dengan tertahannya iris maupun prolapsus iris
o
corneal laceration with lens involvement, laserasi yang besar pada kornea disertai prolapsus iris sering melibatkan lensa. Trauma minimal karena tembakan atau tusukan juga dapat menyebabkan kerusakan pada lensa. Kerasakan tersebut dapat melibatkan kapsul anterior, korteks, kapsul posterior dan zonula. Dapat menyebabkan katarak traumatik bergantung sejauh mana akibat dari trauma yang ditimbulkan
o
corneal laceration with vitreous involvement, laserasi yang sudah melibatkan lensa sering diikuti dengan terganggunya ter ganggunya bagian vitreous
o
simple corneoscleral laceration, penyembuhan laceration, penyembuhan dari jaringan sklera dapat begitu berbeda dari kornea dan limbus, hal ini dikarenakan dikarenakan tidak terjadi pembengkakan pembengkakan pada seratnya namun cenderung ada kontraksi akan tetapi tidak ada lapisan epitel maupun endotel untuk menutup celah sehingga tujuan untuk pemulihan secara primer tidak terjadi
o
posterior scleral laceration 13
o
corneoscleral laceration with tissue loss
o
irreparable penetrating injury(3)
b. Efek kontusio Kebanyakan kasus trauma tembus pada mata berhubungan dengan efek kontusio, bervariasi mulai dari abrasi kornea yang yang sederhana sampai rupturnya rupturnya bola mata.Pada beberapa beberapa kasus, perubahan bisa saja lamban atau malah progresif. Untuk itu pasien harus tetap dalam pengawasan untuk beberapa bulan. (3)
c. Infeksi Ada tiga mekanisme terjadinya infeksi: - Infeksi primer; terjadi bersamaan dengan trauma - Infeksi sekunder; infeksi ini terjadi sebelum luka pulih/sembuh - Infeksi yang terjadi lambat; timbul akibat konsolidasi skar yang buruk khususnya apabila ada fistula(3)
Infeksi menjadi tantangan besar dalam manajemen trauma tembus oleh karena bisa mengakibatkan komplikasi di kemudian hari seperti cincin abses di kornea, iridocyclitis purulen dengan hipopion, skleritis infeksi nekrotik, endophtalmitis, panopthahnitis, jarang namun bisa saja terjadi yaitu adanya gas gangrene ata u bahkan tetanus okular. (3) d. Iridocyclitis post trauma Kejadiannya cukup sering, muncul tanda-tanda inflamasi pada pasien eperti nyeri, mata kemerahan, fotofobia, dan penurunan kemampuan melihat. (3)
e. Sympathetic Ophtalmitis Hal ini jarang terjadi, sifatnya bilateral, merupakan suatu granuloma dari panuveitis yang terjadi setelah pembedahan atau trauma pada uvea salah satu nata.Onset klinis didahului oleh inflamasi ringan oleh mata yang tidak ada trauma dan perburukan inflamasi pada mata yang terkena trauma(3). Gejala seperti nyeri, fotofobia, lakrimasi dan penglihatan kabur.Pencegahannya yaitu dengan melakukan enukleasi pada mata yang terpapar trauma dalam 2 minggu setelah onset
14
trauma. Ini dikerjakan pada mata yang sudah terpapar trauma sangat berat dan tidak ada lagi potensi untuk mengembalikan penglihatannya. penglihatannya. (3)
f. Benda asing intraokular yang tertahan Materi atau partikel yang sering tertahan misalnya potongan besi atau logam, batu, pecahan, sampai yang jarang seperti duri rerumputan. (3)
2.6. Diagnosis
Untuk mendiagnosis suatu trauma tembus pada mata dapat dilakukan tahapan sebagai berikut, dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Selain itu dapat dilakukan penghitungan skor okular trauma untuk memperkirakan kondisi setelah pasien dioperasi. (7) 2.6.1. Anamnesis
Diagnosis dari trauma mungkin dapat terlihat nyata secara klinis dari pemeriksaan fisik mata yang biasa dilakukan, akan tetapi tetap diperl ukan anamnesis untuk mencari tahu riwayat berhubungan dengan kejadian trauma tersebut untuk mengetahui predisposisi bagaimana terjadinya penetrasi pada mata. Hal yang dapat ditanyakan seperti objek yang menembus mata, tajam dan panjangnya materi obyek tersebut, apakah menembus mata dengan berkecepatan tinggi, apakah obyek tersebut merupakan benda tajam, dan apakah digunakan proteksi pada mata. (7) 2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik s ecara umum dan pemeriksaan ophtalmikus. Pemeriksa dapat menentukan visus awal pasien saat datang, yang menjadi prediktor reliabel untuk visual akhir pada mata yang mengalami trauma dan melakukan pemeriksaan pada pupil untuk mendeteksi adanya defek pada pupil aferen.Pemeriksaan visus dan pupil dilakukan pada kedua mata. (7) Setelah melakukan pmeriksaan visus awal, perlu dilakukan pemeriksaan presepsi cahaya, pemeriksaan funduskopi dan harus pula dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp(7). Selain melakukan pemeriksaan tersebut, perlu juga untuk melakukan tes konfrontasi lapangan pandang untuk mengetahu tingkat kerusakan retina dan saraf optik. Pada fase akut, pemeriksaan warna jarang digunakann untuk menentukan menentukan tingkat kerusakan nervus (7) .
15
Tes fungsi pandangan dapat dilakukan. Pemeriksaan pupil harus didahului dengan inspeksi bentuk dan lokasi pupil, pupil yang asimetris dapat menandakan prolaps iris dan open globe injury. Diameter pupil harus diperiksa. Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh trauma iris. Bentuk pupil yang anisokhor dapat disebabkan oleh kerusakan serabut simpatik ( menyebabkan miosis).(11)
2.6.3. Pemeriksaan Penunjang
Apabila diduga sebagai suatu trauma tembus pada mata maka dapat dilakukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan antara lain dengan plain dengan plain radiography, USG dan CT scan. Pemeriksaan CT scan digunakan untuk menilai kerusakan nervus optikus, fraktur orbital dan fasil, kondisi patologis seperti perdarahan, abses, udara, dan kerusakan otot ekstraokuler. ekstraokuler.
yang dapat memberikan informasi informasi yang adekuat adekuat
apabila ada benda asing yang tertinggal di dalam mata. (11) Tes Ocular Trauma
16
2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan
Pada fase akut setelah cedera, walaupun pemeriksaan penunjang dilakukan, akan sulit untuk menentukan apakah terjadi ruptur sklera tau tidak. Dalam kasus seperti ini, pasien harus dibawa ke ruangan operasi untuk dievaluasi apakah skleranya masih utuh. Anestesi topikal biasanya tepat digunakan untuk membuka konjungtiva, dan membersihkan membersihkan gumpalan gumpalan darah (11). Pada fase subakut, beberapa hari setelah trauma, harus diperiksa kembali tingkat kerusakan dan keparahan kondisi intraokular. Pemeriksaan vitrektomi dapat dilakukan untuk menilai keadaan retina dan diskus optikus (11).
A. Terapi non pembedahan
Beberapa kasus trauma tembus ada yang sangat minimal yang didapatkan dari pemeriksaan fisik awal dengan tidak ada kerusakan intraokular, prolapsus, atau perlekatan. Kasus seperti ini mungkin hanya membutuhkan terapi antibiotik sistemik maupun topikal dengan pengawasan ketat. Jika terdapat kebocoran di jaringan komea, tetapi ruang anterior tetap utuh, klinisi bisa mencoba untuk menghentikan kebocoran dengan terapi farmakologi untuk menekan produksi aqueous (misal dengan beta-blocker sistemik atau topikal), penutup yang dilekatkan ke mata, dan atau suatu kontak lensa terapeutik. Umumnya, apabila tindakan ini gagal untuk menutup luka dalam 2-3 hari, pembedahan untuk penutupan dengan jahitan direkomendasikan.(12)
B. Pembedahan
Mata dapat bertahan dari terjadinya kerusakan internal yang berat bahkan dengan luka yang nampaknya kecil. Pada kasus laserasi korneaskleral dengan prolapsus uvea biasanya membutuhkan pembedahan.Tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keutuhan dari bola mata. Tujuan sekunder untuk memenuhi perbaikan primer yaitu mengembalikan penglihatan melalui perbaikan kerusakan internal dan eksternal mata. (12) Apabila prognosis penglihatan mata yang terpajan trauma s angat tidak ada harapan dan pasien beresiko untuk terjadi simpatetik oftalmia, oftalmi a, tindakan enukleasi dapat dipertimbangkan. Enukleasi primer seharusnya dikerjakan pada trauma yang benar-benar menghancurkan jaringan mata sehingga untuk mengembalikan anatominya anatominya menjadi sangat tidak mungkin. (12) Pada beberapa kasus, penundaan enukleasi dalam beberapa hari memberi keuntungan lebih daripada enukleasi primer. Penundaan ini (yang tidak boleh lebih dari 12-14 hari karena bisa mencetuskan simpatetik oftalmia) diikuti dengan evaluasi fungsi penglihatan postoperatif, konsultasi vitreoretina atau bedah plastik oftahnia dan stabilisasi kondisi umum pasien. Lebih 17
penting lagi, penundaan enukleasi mengikuti perbaikan yang gagal dan hilangnya persepsi terhadap cahaya memberikan pasien waktu untuk mengetahui kehilangan ini dan pertimbangan untuk melakukan enukleasi dalam keadaan non-emergensi. (12) Tindakan anastesi umum hampir selalu perlu untuk perbaikan dari trauma terbuka karena injeksi anestesi lokal di retrobulbar maupun peribulbar meningkatkan tekanan orbita, yang bisa mengakibatkan eksaserbasi atau ekstrusi dari isi intraokular. Setelah pembedahan selesai, injeksi anestesi periokular dapat digunakan untuk kontrol nyeri paska operasi. (12) Vitrektomi merupakan tindakan terapi yang efektif, tetapi masih diperdebatkan kapan sebaiknya tindakan ini dilakukan.Vitrektomi dini dengan antibiotik intravitreal diindikasikan pada endoftalmitis. Pada kasus-kasus non-infeksi, penundaan pembedahan selama 10-14 hari dapat menurunkan resiko perdarahan intraoperasi dan memungkinkan terjadinya perlepasan vitreous posterior sehingga teknik bedah menjadi lebih mudah. (13) Enukleasi maupun eviserasi primer dipertimbangkan hanya bila bola mata mengalami kerusakan total. Mata sebelahnya rentan terhadap oftalmia simpatika bila terjadi trauma tembus mata, terutama bila ada kerusakan di jaringan ja ringan uvea walaupun hal ini sangat jarang terjadi. (13)
2.8 Komplikasi
Studi kohort yang dilakukan oleh Christopher A. A. Girkin, dkk dari 3.627 pasien yang mengalami trauma tembus mata selama periode tahun 1988 sampai Januari 2003 di Amerika Serikat, didapatkan 97 orang mengalami glaukoma sekunder post-traumatik, secara akumulasi angka kejadiannya 2.67% selama follow-up selama follow-up 6 bulan 6 bulan pada masing-masing subjek. Peningkatan usia berhubungan dengan perkembangan glaukoma pada pasien post trauma tembus ini. Selain itu akuisi visual awal yang kurang dari 20/200 secara signifikan berhubungan dengan terjadinya glaukoma paska trauma ini, demikian juga pada pasien yang mempunyai kelainan pada matanya sebelum terpajan trauma. Kerusakan iris atau lensa, perdarahan vitreous dan inflamasi, merupakan faktor resiko terbesar untuk berkembangnya glaukoma paska trauma ini.(1) 2.9 Prognosis
Trauma tembus pada mata merupakan trauma yang serius dan mengancam penglihatan, prognosisnya seringkali sangat buruk. Ada beberapa faktor prediktor berkaitan dengan prognosis yang buruk misalnya akuisi visual yang menurun menurun bahkan hilang penglihatan, seperti defek pupil aferen, laserasi di kelopak, kerusakan lensa, perdarahan vitreous dan adanya benda asing intraokular.(1) 18
BAB IV PEMBAHASAN
19
Trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya luka (injury with an entance wound) yang menembus ke intraokular. Mekanisme terjadinya trauma tembus pada mata ini adalah trauma terbuka (open globe)(2,3) Gejala umum yang timbul akibat trauma terbuka adalah berupa nyeri dan penurunan tajam penglihatan. Selain itu dapat juga muncul gejala berupa efek mekanik langsung, efek kontusio, infeksi, Iridocyclitis post trauma, Sympathetic Ophtalmitis dan Benda asing intraokular yang tertahan(3) Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien tanda dan gejala yang dialami pasien mengarah pada Open globe injury. injury. Diagnosa ini dipilih karena pada anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan matanya tertusuk paku sejak 3 hari lalu, yang disertai keluarnya darah dari mata kanannya. Paien juga mengeluhkan kehilangan pengihatan mata kanan, dan mata kanan berair. Diagnosis open globe injuri juga didukung dengan hasil pemeriksaan berupa adanya gambaran perdarahan p erdarahan subkonjungtiva, dan laserasi diarah dia rah jam 24. Pemeriksaan lainnya juga dilakukan yaitu pemeriksaan visus dimana ditemukan penurunan tajam penglihatan yaitu pada mata kiri pasien didapatkan visus 1/300 yang artinya pasien hanya mampu melihat lambaian tangan(8).
Bab V Kesimpulan
20
Trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya luka (injury with an entance wound) yang menembus ke intraokular.Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa menganggu kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi prolapsus dari isi bola mata.
Tahapan untuk menegakkan diagnosis trauma tembus diawali dengan anamnesis dilanjutkan
dengan
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan
penunjang.Riwayat
berhubungan dengan kejadian trauma tersebut untuk mengetahui predisposisi bagaimana terjadinya penetrasi pada mata, sifat objek, kecepatan objek, ada atau tidaknya pelindung mata saat trauma terjadi.Evaluasi awal yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan pemeriksaan visus, lapangan pandang konfrontasional, pemeriksaan pupil, dan funduskopi. Tanda-tanda penetrasi yang dapat dilihat misalnya prolapsus uvea, distorsi pupil, katarak, dan perdarahan vitreous.Pemeriksaan penunjang misalnya dengan CT scan, USG.
Setelah diagnosis dini ditegakkan, dilakukan pencegahan komplikasi seperti pemberian pelindung mata, antibiotik, antiinflamasi dan juga vaksin tetanus.Setelah itu pasien dirujuk ke dokter spesialis mata untuk penanganan dan pemeriksaan lanjuta n.Tindakan pembedahan segera atau ditunda bergantung kepada derajat trauma dan pertimbangan per timbangan lainnya.Prognosis kebanyakan kasus buruk antara lain menurun bahkan hilangnya fungsi
penglihatan,
komplikasiseperti
prolapsus
iris,
katarak
paska
trauma,
endophtalmitis, perdarahan vitreous, r etinal etinal detachment, dan glaukoma.
DAFTARPUSTAKA
21
1. Havens Shane, Kosoko-Lasaki Omofolasade, Palmer Millicent. 2009. Penetrating Eye Injury: A Case Study. American Journal of Clinical Medicine Winter 2009 2. Kuhn Ferenc, Morris Robert.,et al. Terminology of Mechanical Injuries: The Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT). In: Kurun Ferenc. Ocular Traumatology. Birmingham:Springe;4,8-9,347-348 3. Prakash Amit. 2010. Penetrating Ocular Trauma Study. Department of Ophtalmology J.J.M Medical College Davangere. 4. Mattera Connie J. Ocular Trauma, page Trauma, page 13. 5. Briffa Benedict Vella Agius Maria. 2010. 2010. Penetrating Eye Injuries at The Workplace: Case Report and Discussion 2010 6. Sukati VN. 2012. Ocular injuries-a review. The South African Optometrist 2012 7. American Academy of Ophtalmology. 2012. Clinical Aspects of Toxic and Traumatic Injuries of The Anterior Segment. In: American Academy of Ophtalmology. External Ophtalmology. External Disease and Cornea, 373-376 8. Daza Ana Beleen Larque, Calvo Jesus Paralta, Andrade Jesus Lopez. 2010. Epidemiology of Open Globe Trauma in The Southeast of Spain. Eur J Opthamol 2010 9. Potockova A, Strmen ?.,et al. 2010. Clinical Study: Mechanical Injuries of The Eye. Bratisl Lek Listy 2010 10. Hung Kuo Hsuan, Yang Chang Sue.,et al. 2011. Management of Double Penetrating Ocular Injury with Retained Intraorbital Metallic Foreign Body. Journal of The Chinese Medical Association 2011 11. Kuhn F. Ocular traumatology. Ocular Traumatology. 2008. 12. American Academy of Ophtalmology. 2012. Clinical Aspects of Toxic and Traumatic Injuries of The Anterior Segment. In: American Academy of Ophtalmology. External Ophtalmology. External Disease and Cornea, 373-376 13. Riordan- Eva Paul, Whitcher John P. 2010. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum edisi ke-17. Jakarta: EGC, 375-376
.
22