LAPORAN PENDAHULUAN BRAIN INJURY
PENGERTIAN Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan) Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergeraka n pada kepala dirasakan juga ju ga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
ETIOLOGI Penyebab trauma kepala dapat meliputi:
Kecelakaan kendaraan atau transportasi
Kecelakaan terjatuh
Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga
Kejahatan dan tindak kekerasan
PATOFISIOLOFI
Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoup injury)
Rotasi/deselerasi Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.
Tabrakan Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak-anak dengan tengkorak yang elastis.
Peluru Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma. Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan otak.
-
Derajat cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan junlah kekuatan yang mengenai kepala.
-
Kerusakan sekunder terjadi akibat: komplikasi sistem pernapasan (hipoksia, h iperkabia, obstruksi jalan napas), syok hipovilemik (cedera kepala tidak menyebabkan syok hipovilemik-lihat penyebab lain), perdarahan intrakranial, edema serebral, epilepsi, infeksi, dan hidrosefalus.
JENIS-JENIS / MACAM-MACAM Tipe trauma kepala sebagai berikut:
Trauma kepala terbuka Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk k e dalam jaringan otak dan melukai atau menyobek du ra mater menyebabkan CSS merembes. Kerusakan saraf otak dan jaringan otak.
Trauma kepala tertutup
Keadaan trauma kepala tertutup dapat mengakibatkan kondisi komosio, kontusio, epidural hematoma, subdural hematoma, intrakranial hematoma. Sedangkan cedera kepala dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS, (Glasgow Coma Scale) yaitu:
Cedera Kepala Ringan
-
GCS > 13
-
Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
-
Tidak memerlukan tindakan operasi
-
Lama dirawat di RS , 48 jam
Cedera Kepala Sedang
-
GCS 9-13
-
Ditemukan kelainan pada CT scan otak
-
Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
-
Dirawat di RS setidaknya 48 jam
Cedera Kepala Berat Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS <9
Skala Koma Glasgow Pembukaan mata
Respons suara
Respons motorik terbaik
Spontan 4
Waspada & orientasi baik 5
Mematuhi perintah 6
Terhadap suara 3
Bingung 4
Menunjukkan tempat nyeri 5
Terhadap nyeri 2
Tidak sesuai 3
Fleksi terhadap nyeri 4
Tidak ada pembukaan 1
Bicara kacau 2
Fleksi abnormal trhdp nyeri 3
Tidak ada respons suara 1
Ekstensi terhadap nyeri 2 Tidak ada respon nyeri 1
Sadar penuh: GCS = 15; koma dalam: GCS = 3.
TANDA GEJALA
Komosio/gegar otak
-
Cedera kepala ringan
-
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali
-
Hilang kesadaran sementara, , 10-20 menit
-
Tanpa kerusakan otak permanen
-
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah
-
Disorientasi sementara
-
Tidak ada gejala sisa
-
Tidak ada terapi khusus.
Kontusio serebri/memar otak
-
Ada memar otak
-
Perdarahan kecil lokal
-
Gangguan kesadaran lebih lama
-
Kelaianan neurologis (+)
-
Refleks patologis (+), lumpuh, konvulsi
-
Gejala TIK meningkat
-
Amnesia retrograd lebih nyata
Pada umumnya
-
Gangguan kesadaran
-
Konfusi
-
Abnormalitas pupil
-
Awitan tiba-tiba defisit neurologik
-
Perubahan tanda vital
-
Gangguan penglihatan dan pendengaran
-
Disfungsi sensory
-
Kejang otot
-
Sakit kepala
-
Vertigo
-
Gangguan pergerakan
-
Kejang
PENATALAKSANAAN
Cedera kepala ringan Pasien sadar, mungkin memiliki riwayat periode kehilangan kesadaran. Amnesia retrograd terhadap peristiwa sebelum kecelakaan cukup signifikan.
Indikasi untuk rontgen tengkorak
-
Hilang kesadaran atau amnesia
-
Tanda-tanda neurologis
-
Kebocoran LCS.
-
Curiga trauma tembus
-
Intoksikasi alkohol
-
Sulit menilai pasien
Indikasi rawat
-
Kebingungan atau GCS menurun
-
Fraktur tengkorak
-
Tanda-tanda neurologis atau sakit kepala atau muntah.
-
Sulit menilai pasien
-
Terdapat masalah medis yang menyertai
-
Kondisi sosial yang tidak adekuat atau tidak ada orang dewasa yang dapat mengawasi pasien.
Indikasi untuk merujuk ke bagian bedah saraf
-
Fraktur tengkorak + bingung/penurunan GCS
-
Tanda-tanda neurologis fokal atau kejang
-
Menetapnya tanda-tanda neurologis atau kebingungan >12 jam
-
Koma setelah resusitasi
-
Curiga cedera terbuka pada tengkorak
-
Fraktur tekanan pada tengkorak
-
Terdapat perburukan
Cedera kepala berat
-
Pasien akan datang dengan tidak sadar ke departement Kecelakaan dan Kegawatdaruratan. Cedera kepala mungkin merupakan bagian dari trauma multipel.
-
ABC (Airway management, Breathing, Circulation). Intubasi dan ventilasi pasien-pasien tidak sadar untuk melindungi jalan napas dan mencegah cedera otak sekunder akibat hipoksia.
-
Resusitasi pasien dan cari tanda-tanda cedera lainnya, khu susnya jika pasien dalam keadaan syok. Cedera kepala dapat disertai dengan cedera tulang belakang servikal dan leher harus dilindungi dengan cervical collar pada pasien-pasien ini.
-
Obati masalah-masalah yang mengancam hidup (misalnya ruptur limpa) dan stabilkan pasien sebelum dikirim ke unit bedah saraf. Pastikan terdapat pengawasan medis yang adekuat (ahli anestesi dan perawat) selama pengiriman.
PENCEGAHAN Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma. Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm. b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yangdirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu : 1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway). Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena
pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway. 2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing) Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations). Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah. Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah. c. Pencegahan Tertier Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi penderita.
KOMPLIKASI
Fraktur tengkorak Menunjukkan tingkat keparahan cedera. Tidak diperlukan terapi khusus kecuali terjadi trauma campuran, tekanan atau berhubungan dengan kehilangan LCS kronis (misalnya fraktur fosa kranialis anterior dasar tengkorak)
Perdarahan intrakranial
-
Perdarahan ekstradural: robekan pada arteri meningea media. Hematoma di antara tengkorak dan dura. Seringkali terdapat ‘interval lucid’ sebelum terbukti tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) (penurunan nadi, peningkatan tekanan darah, dilatasi pupil ipsilateral, paresis atau paralisis kontralateral). Terapi dengan evakuasi hematoma melalui luba ng Burr.
-
Perdarahan subdural akut: robekan pada vena-vena diantara araknoid dan durameter. Biasanya terjadi pada orang usia lanjut. Terdapat perburukan neurologis yang progresif. Terapi dengan evakuasi namun penyembuhan biasanya tidak sempurna.
-
Hematoma subdural kronis: robekan pada vena yang meyebabkan hematoma subdural yang akan membesar secara perlahan akibat penyerapan LCS. Seringkali yang menjadi penyebab adalah cedera ringan. Mengantuk dan kebingungan, sakit kepala, hemiplegia. Terapi dengan evakuasi bekuan darah.
-
Perdarahan intraserebral: pendarahan ke dalam substansi otak yang menyebabkan kerusakan ireversibel. Usaha dilakukan untuk mencegah cedera sekunder dengan memastikan oksigenasi dan nutrisi yang adekuat.
Infeksi (trauma terbuka)
Depresi pernapasan dan gagal napas
Herniasi otak
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA PENGKAJIAN 1.
Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan : Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat pen yakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
5.
1.
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2.
Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3.
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4.
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
INTERVENSI Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator. Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal. Rencana tindakan : o
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
o
Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
o
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
o
Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
o
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
o
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum .
Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi Kriteria Evaluasi : Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan : o
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
o
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
o
Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
o
Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik. Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial. Rencana tindakan : o
o
o
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS. Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran. Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
o
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
o
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan : Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat. Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat. Rencana Tindakan : o
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
o
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
o
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
o
Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
o
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang Kriteri evaluasi : Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat. Rencana tindakan : o
Bina hubungan saling percaya.
o
Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
o
Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
o
Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi Rencana tindakan : o
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
o
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
o
Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
o
Ganti posisi pasien setiap 2 jam
o
Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
o
Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
o
Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
o
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
o
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2
DAFTAR PUSTAKA Dewanto, G., Suwono, W.J., Riyanto, B & Turana, Y. 2007. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Grace, P.A & Borley, N.R. 2007. At a Glance ILMU BEDAH. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kowalak, J.P. 2003. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kli en Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. http://sugengmedica.wordpress.com/2012/03/09/cedera-kepala/