1
TUGAS EKONOMI KEPENDUDUKAN
MAKALAH KELOMPOK 4
TRANSISI DEMOGRAFI, EPIDEMIOLOGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Disusun Oleh :
Giovanni Pedro
1211021055
Ketut Aryana
1211021068
Rizky Adi Prasurya
1211021103
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awal abad 20, tampak bahwa tingkat kematian turun di berbagai Negara Barat dan tingkat kelahiran juga turun. Kondisi ini menimbulkan teori demografi yang utama yaitu : Teori Transisi Demografi. Transisi demografi pada dasarnya mengacu pada perubahan dari satu situasi stationary (saat dimana pertumbuhan penduduk 0) ke situasi lainnya. Menurut Blacker (1947) ada 5 fase dalam teori transisi demografi, dimana khususnya fase 2 dan 3 adalah phase transisi.
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak. Hal ini dapat dilihat dari hasil sensus penduduk yang semakin tahun semakin meningkat. Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal sebagai istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk. Dibanding dengan negara-negara yang sedang berkembang lainnya, Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah penduduk setelah Cina dan India. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun dengan mempunyai masalah kependudukan yang sangat serius disertai dengan, yaitu jumlah penduduk yang sangat besar disertai dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan persebaran penduduk yang tidak merata. Jumlah penduduk bukan hanya merupakan modal , tetapi juga akan merupakan beban dalam pembangunan. .
Pertumbuhan penduduk yang meningkat berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan ksesejahteraan masyarakat yang tepat pada sasarannya. Masalah utama yang dihadapi di bidang kependudukan di Indonesia adalah masih tingginya pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk. Program kependudukan dan keluarga berencana bertujuan turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk. Dengan demikian diharapkan tercapai keseimbangan yang baik antara jumlah dan kecepatan pertambahan penduduk dengan perkembangan produksi dan jasa.
BAB 2
ISI
2.1. Transisi Demografi
Secara bahasa, transisi adalah perubahan maupun peralihan dari suatu keadaan pada keadaan atau hal yang lainnya. Sedangkan demografi atau kependudukan adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.
Teori Transisi demografi adalah model yang menggambarkan perubahan penduduk dari tingkat pertumbuhan yang stabil tinggi (tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi) ke tingkat pertumbuhan rendah ( tingkat fertilitas dan mortalitas rendah) yang terjadi dari waktu ke waktu. Hal ini didasarkan pada interpretasi yang dimulai pada tahun 1929 oleh para ahli demografi (demografer),perubahan yang diamati adalah tingkat fertilitas dan mortalitas dalam masyarakat selama dua ratus tahun terakhir atau lebih.Transisi demografi istilah awalnya hanya menggambarkan pergeseran sosial yang terjadi dimasyarakat Barat dari abad sembilan belas ke 1930-an.Pada saat itu,masyarakat Eropa yang bertempat tinggal di luar negeri,bergerak dengan kecepatan yang cukup dari tingkat fertilitas dan mortalitas tinggi,ke tingkat fertilitas dan mortalitas rendah,dengan konsekuensi sosial yang besar.Tren populasi penduduk yang terjadi,seperti pasca-Perang Dunia II (1939-1945) disebut dengan istilah "baby boom," telah menurunkan tingkat fertilitas dengan drastis yang terjadi di Eropa.
Akan tetapi sekarang transisi demografi merupakan fenomena global, bukan hanya tren barat ataupun Eropa, bahkan sejak tahun 1960 sebagian besar dunia telah menunjukkan penurunan tingkat fertilitas, dengan pengecualian sub-Sahara Afrika yang mungkin terakhir menunjukkan penurunan tingkat fertilitas. Demografer yang memformulasikan teori transisi demografi yakni bernama Blacker, berikut adalah teori yang dikemukakan Blacker (1947) :
TAHAP
TINGKAT FERTILITAS
TINGKAT MORTALITAS
PERTUMBUHAN
ALAMI
CONTOH
Stasioner Tinggi
Tinggi
Tinggi
Nol
(Sangat Rendah)
Eropa, pada awal abad 14
Awal Perkembangan
Tinggi
Menurun Lambat
Lambat
India sebelum Perang Dunia II
Akhir
Perkembangan
Turun
Turun Lebih Cepat
Pesat
Eropa Selatan & Tengah Sebelum PD II serta India setelah PD II
Stasioner Rendah
Rendah
Rendah
Nol
(Sangat Rendah)
Australia, Selandia Baru, AS pada 1930'an
Menurun
Rendah
Lebih besar dari fertilitas
Negatif
Perancis sebelum PD II, Jerman 1970'an
Adapun penjelasan 5 tahapan transisi demografi menurut Blacker ( 1947 ) :
Tahapan 1
Dalam tahapan satu terjadi pada masyarakat pra-industri, tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas tinggi.Tingginya tingkat fertilitas di sebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti ; belum tersedianya program Keluarga Berencana dan alat kontrasepsi (fertility control ),sehingga tingkat fertilitas pada dasarnya hanya dibatasi oleh kemampuan seorang wanita untuk melahirkan anak.Sedangkan tingginya tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ;gagal panen dan income yang menurun sehingga mengakibatkan kelaparan karena kurangnya ketersediaan bahan pangan,tidak adanya teknologi kesehatan untuk mengontrol masyarakat terhadap penyakit seperti wabah penyakit menular tidak terkontrol yang berakibat mortalitas,dan adanya substitution effect.(Peritiwa ini terjadi misalnya,di Eropa dan khususnya Timur Amerika Serikat selama abad ke-19).
Dalam tahapan satu ini peran anak masih sangat penting dalam membantu perekonomian keluarga.Biaya membiayai anak dianggap lebih sedikit dari pada biaya makannya,karena dalam tahap satu ini belum ada pendidikan dan tempat hiburan(India).Teori Malthus mengatakan bahwa yang menjadi penentu populasi pada tahap satu adalah jumlah pasokan makanan.(Afrika)
Tahapan 2
Tahapan kedua menyebabkan penurunan tingkat mortalitas pelan dan peningkatan populasi.Penurunan tingkat mortalitas ini juga dialami oleh Negara berkembang seperti Yaman, Afghanistan, wilayah Palestina, Bhutan dan Laos.Sedangkan penurunan tingkat mortalitas di pengaruhi oleh 2 faktor yaitu;
i. Adanya perbaikan penyediaan makanan yang dihasilkan dari perbaikan pertanian(rotasi tanaman, pembiakan selektif, dan teknologi benih berkualitas) dan transportasi yang lebih baik untuk mencegah kematian akibat kelaparan dan kekurangan air.
ii. Perbaikan signifikan kesehatan masyarakat untuk mengurangi tingkat mortalitas, khususnya pada usia dini.Seperti di temukannya pengembangan vaksinasi,imunisasi,dan juga antibiotik. Akan tetapi di Eropa melewati dua tahap sebelum kemajuan dari pertengahan abad ke-20 karena mereka melakukan perbaikan penyebab penyakit dan peningkatan pendidikan dan status sosial ibu.(Perubahan populasi terjadi di barat laut Eropa selama abad ke-19 dan di India sebelum Perang Dunia II).
Tahapan 3
Pada tahapan ini tingkat mortalitas yang turun dengan cepat dengan di ikuti penurunan tingkat fertilitas tetapi tidak secepat penurunan tingkat mortalitas. Penurunan tingkat fertilitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu;
i. Adanya fertility control yang sudah mulai berkembang di masyarakat dan sudah banyak digunakan. Perbaikan penggunaan kontrasepsi merupakan faktor yang cukup penting untuk mengurangi fertilitas.
ii. Kedua adalah Industrilization ,yaitu perubahan yang berangsur-angsur dari masyarakat pertanian menuju ke masyarakat industri.Ini juga merubah gaya hidup baik itu makanan,pola hidup,maupun seksualnya.
iii. Ketiga yaitu meningkatnya urbanisasi mengubah nilai-nilai tradisional pada masyarakat pedesaan, perubahan pola pikir masyarakat di daerah pedesaan mempengaruhi penurunan fertilitas anak yang berarti bahwa sebagian orang tua menyadari bahwa mereka tidak perlu membutuhkan begitu banyak anak yang akan dilahirkan untuk masa yang akan datang.
iv. Keempat adalah Sosial dan Ekonomi, kedudukan sosial seorang wanita juga dapat mempengaruhi tingkat penurunan fertilitas. Meningkatkan melek huruf perempuan dan pekerjaan sebagai ukuran status perempuan,seperti Eropa selatan atau Jepang. Penilaian terhadap perempuan tidak hanya melahirkan anak saja.
Tahapan 4
Ini terjadi di mana kelahiran dan angka kematian keduanya rendah atau NOL. Oleh karena itu jumlah penduduk yang tinggi dan stabil. Beberapa teori beranggapan bahwa pada tahapan 4 inilah penduduk suatu negara akan tetap pada tingkat ini.Negara-negara yang berada pada tahap ini (Total Kesuburan kurang dari 2,5 pada tahun 1997) meliputi: Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Australia, Selandia Baru, seluruh Eropa.
Tahapan 5
Model transisi demografi yang sebenanya hanya terjadi 4 tahapan tetapi ada suatu persetujuan bahwa sekarang menjadi 5 tahapan berdasarkan teori Transisi Demografi menurut C.P.Blacker 1947. Pada tahap kelima ini bahwa tingkat mortalitas lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat fertilitas yang berada dalam keadaan stabil.Hal ini dapat dipengaruhi oleh gaya kehidupan masyarakat yaitu degenerative diseases.Bisa karena gaya hidup yang tidak baik,seperti sering mengonsumsi makanan instan serta mengonsumsi alkohol untuk mengikuti kebiasaan Negara Barat.Keadaan ini di alami oleh Negara seperti Perancis sebelum Perang Dunia ke II dan Jerman pada tahun 1970 an.
Faktor – Faktor Demografi
Faktor-faktor demografi yang mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan penduduk :
Struktur umur
Struktur perkawinan
Umur kawin pertama
Paritas
Disrupsi perkawinan
Proporsi yang kawin
Ada beberapa masalah dalam mengaplikasikan teori transisi demografi bagi negara-negara berkembang. Bila di eropa, penurunan mortalitas lebih dikarenakan pembangunan sosio ekonomi, namun penurunan mortalitas dan fertilitas di negara-negara berkembang lebih karena pengaruh faktor-faktor lain seperti: peningkatan pemakaian kontrasepsi, peningkatan perhatian pemerintah, modernisasi, pembangunan dan lain-lain.
2.1.1. Kritik Terhadap Aplikasi Teori Transisi Demografi
Berdasarkan beberapa teori dan analisis bahwa tidak semua masyarakat ataupun Negara di dunia ini mengalami 5 tahapan Transisi Demografi.Seperti yang terjadi di Negara bagian Afrika hanya mengalami 2 tahapan Transisi Demografi sampai sekarang,dan akan mengalami suatu perubahan Transisi Demografi dalam waktu yang lama.Teori transisi demografi memiliki penerapan yang dipertanyakan di negara-negara yang kurang ekonomis dan di mana kekayaan dan akses informasi yang terbatas. Sebagai contoh, teori transisi demografi telah divalidasi terutama di Eropa, Jepang dan Amerika Utara di mana data demografis ada selama berabad-abad. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Negara memilik transisi demografi yang berbeda yaitu :
Perbedaan pembangunan ekonomi penyebab yang cukup untuk mempengaruhi perubahan demografi suatu Negara, dengan tingkat ekonomi yang tinggi Negara cenderung tidak meningkatkan kuantitas fertilitas tetapi lebih untuk kualitas anak.(contoh Singapura).
Ekologi suatu daerah dapat berpengaruh terhadap fertilitas dan mortalitas,di daerah pedesaan cenderung berhubungan seksual antara pasangan lebih sering karena tidak adanya fasilitas hiburan dan sebaliknya di daerah perkotaan.
Dibidang Budaya setiap Negara mempunyai perbedaan seperti halnya perbedaan antara Negara Arab dan Negara Barat.Perbedaannya yaitu bahwa Negara Arab memiliki lebih banyak anak karena mereka lebih mengedepankan agama yang melarang untuk memakai alat kontrasepsi.Sedangkan masyarakat di Negara Barat cenderung memiliki sedikit anak.
Dalam bidang sosial sebagian besar disebabkan oleh pendidikan wanita yang mengakibatkan wanita ingin bekerja,semakin banyak wanita bekerja di suatu Negara maka mempengaruhi jumlah pertumbuhan penduduknya.Contoh (Jepang, Singapura, Taiwan, serta sebagian Eropa tengah dan selatan Eropa) sekarang menunjukkan tingkat fertilitas yang sangat rendah, yang berada di bawah 1,5 kelahiran per perempuan.
Fertilitas tinggi terjadi setelah peristiwa tingkat penurunan mortalitas tinggi peristiwa seperti Black Death dan peperangan ( Perang Dunia II)
2.2 Transisi Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari pola kesehatan dan penyakit serta fakor yang terkait di tingkat populasi. Ini adalah model corestone penelitian kesehatan masyarakat, dan membantu menginformasikan kedokteran berbasis bukti (eveidence based medicine) untuk mengidentifikasikan faktor risiko penyakit serta menentukan pendekatan penanganan yang optimal untuk praktik klinik dan untuk kedokteran preventif. Menurut Dr. Anton Muhibuddin (Universitas Brawijaya), saat ini epidemiologi telah berkembang pesat baik pendalaman ilmunya maupun perluasan ilmunya. Perluasan ilmu epidemiologi saat ini juga mencakup epidemiologi bidang pertanian agrokompleks (termasuk perikanan, perkebunan, prikanan) dan mikrobiologi. Perluasan tersebut dirasa perlu karena manfaat epidemiolgi sangat nyata dirasakan dalam bidang-bidang ilmu tersebut. Pendalaman epidemiologi diantaranya meliputi peramalan berbasis komputer dan pengelolaan agroekosistem.
Epidemiologi menggunakan beragam alat-alat ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai sosiologi dan antropologi. Banyak penyakit mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga pemahaman tentang bagaimana penduduk bergerak mengikuti musim sangat penting untuk memahami penyebaran penyakit tertentu pada populasi tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran penyakit, tetapi juga dengan cara penanggulangannya.
Dalam dunia kesehatan kita sering mendengar kata Transisi Epidemiologi, atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain sebagainya.
Teori transisi epidemiologi sendiri pertama kali dikeluarkan oleh seorang pakar Demografi Abdoel Omran pada tahun 1971. Pada saat itu ia mengamati perkembangan kesehatan di negara industri sejak abad 18. Dia kemudian menuliskan sebuah teori bahwa ada 3 fase transisi epidemiologis yaitu 1)The age of pestilence and famine, yang ditandai dengan tingginya mortalitas dan berfluktuasi serta angka harapan hidup kurang dari 30 tahun, 2)The age of receding pandemics, era di mana angka harapan hidup mulai meningkat antara 30-50 dan 3)The age of degenerative and man-made disease, fase dimana penyakit infeksi mulai turun namun penyakit degeneratif mulai meningkat. gambaran itu memang untuk negara Barat.
Teori ini kemudian banyak di kritik. Kritikan dari beberapa tokoh seperti Rogers dan Hackenberg (1987) dan Olshansky and Ault(1986) membuat Omran melakukan sedikit revisi. Bagi negara Barat, ketiga model tersebut ditambah 2 lagi yaitu: 4)The age of declining CVD mortality, ageing, lifestyle modification, emerging and resurgent diseases ditandai dengan angka harapan hidup mencapai 80-85, angka fertilitas sangat rendah, serta penyakit kardiovakular dan kanker, serta 5)The age of aspired quality of life with paradoxical longevity and persistent inequalities yang menggambarkan harapan masa depan, dengan angka harapan hidup mencapai 90 tahun tetapi dengan karakteristik kronik morbiditas, sehingga mendorong upaya peningkatan quality of life.
Selain itu, Omran juga membuat revisi model transisi epidemiologis untuk negara berkembang dengan mengganti fase ketiganya menjadi "The age of triple health burden" yang ditandai dengan 3 hal yaitu: a) masalah kesehatan klasik yang belum terselesaikan (infeksi penyakit menular), b)munculnya problem kesehatan baru dan c)pelayanan kesehatan yang tertinggal (Lagging), Namun ketika itu dikaitkan dengan jenis penyakit beberapa pakar menggati beban ketiga itu dengan "New Emerging Infectious Disease" Penyakit menular baru/penyakit lama muncul kembali.
Indonesia sebagai negara berkembang dekade saat ini dan kedepan diperkirakan akan berada pada fase ketiga ini yaitu "The age of triple health burden". Tiga beban ganda kesehatan. Kita akan membahas beban ini satu-persatu.
Beban pertama yang dihadapi Indonesia adalah masih tingginya angka kesakitan penyakit menular "klasik". Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua Negara berkembang apalagi negara tersebut berada pada daerah tropis dan sub-tropis. Angka kesakitan dan kematian relatif cukup tinggi dan berlangsung sangat cepat menjadi masalahnya. Sebut saja Tuberkulosis (TB), Kusta, Diare, DBD, Filarisisi, Malaria, Leptospirosis dan masih banyak lagi teman-temannya. Seolah Indonesia sudah menjadi rumah yang nyaman buat mereka tinggal (baca:endemis). Sudah berpuluh-puluh tahun pemerintah kita mencoba membuat program memberantas bahkan mengeliminasi penyakit ini namun penyakit ini belum juga mau pergi dari Indonesia, Sudah Trilyunan Rupiah dikeluarkan agar mereka mau meninggalkan Indonesia, Malah trend kasusnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Penyakit menular ini merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Secara garis besar, biasa kita sebut Segitiga Epidemiologi (Epidemiological Triangle) yaitu lingkungan, Agent penyebab penyakit, dan pejamu. Ketidakseimbangan ketiga faktor inilah yang bisa menimbulkan penyakit tersebut. Kita tidak akan membahasnya satu persatu disini. Informasi lebih jelsnya anda bisa membaca buku tentang Epidemiologi dan Kesehatan Lingkungan.
Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular secara konsep sebenarnya bisa kita lakukan dengan memutus mata rantai penularan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghentikan kontak agen penyebab penyakit dengan pejamu. Mengintervensi faktor risiko utama yaitu Modifikasi lingkungan (menciptakan lingkungan yang sehat) dan mengubah perilaku menjadi hidup bersih dan sehat. Namun kedua faktor utama inilah yang sampai sekarang tidak mampu dimodifikasi. Masalahnya cukup kompleks, bisa disebabkan karena kebijakan pemerintah yang belum berpihak pada upaya preventif (pencegahan), Sektor kesehatan merasa bekerja sendiri menyelesaikan masalah kesehatan, keadaan politik, sosial dan ekonomi menjadi akar masalah kita.
Beban Kedua yang dihadapi Indonesia adalah tingginya angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit Tidak Menular (Non-Communicable Disease). Sebut saja Hipertensi, Diabetes Mellitus, Penyakit Cardiovaskuler (CVD), Ischemic Heart Disese, PPOK, Kanker dan teman-temannya. Masalah utamanya adalah angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia sudah lebih tinggi daripada kematian akibat penyakit menular. pada tahun 1995 kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 41,7 persen dan tahun 2007 meningkat menjadi 59,5 persen, ini yang tercatat di pelayanan kesehatan bagaimana dengan yang tidak tercatat ? Ini juga menjadi salah satu masalah PTM sekarang ini, pencatatan yang hampir tidak ada sama sekali di pelayanan kesehatan, sehingga sulit menentukan besaran masalahnya dan menentukan kebijakan di daerah maupun pusat.
PTM dikenal dengan sebutan Silent Killer, bisa membunuh secara diam-diam, dan ketika terdeteksi oleh penderita, sudah pada tingkat keparahan yang tinggi dan sudah sulit disembuhkan, dan biasanya akan berakhir dengan kecacatan atau kematian. Tidak ada Faktor yang spesifik dan dominan penyebab PTM ini. Faktor risiko penyakit ini cukup banyak dan saling berinteraksi. Berbagai penelitian menyebutkan faktor risiko yang sering ditemukan adalah pada perilaku yaitu merokok, minum beralkohol, makanan (Fastfood dengan kolestrol tinggi), dan kurangnya aktivitas fisik. Pencegahan yang bisa kita lakukan ya..dengan mengubah perilaku kita menjadi perilaku yang sehat,menjaga pola makan yang baik dan sehat, sering berolahraga dan hindari rokok dan minum alkohol.
Beban ketiga yang dihadapi Indonesia adalah munculnya penyakit baru (new emerging Infectious Disease). Sebut saja HIV (1983), SARS (2003), Avian Influenza (2004), H1N1 (2009). Penyakit ini rata-rata disebabkan oleh virus lama yang berganti baju (baca:bermutasi) itulah yang menyebabkan tubuh manusia sering tidak mengenalnya dengan cepat. Akibatnya angka kesakitan dan kematian pada penyakit ini sangat tinggi dan berlangsung sangat cepat.
Adanya penyakit infeksi yang baru ataupun penyakit infeksi lama yang muncul kembali merupakan konskuensi logis dari sebuah proses evolusi alam, selain itu kemampuan mikroba pathogen untuk mengubah dirinya, manusia dengan perubahan teknologi dan perilakunya juga memberikan peluang kepada mikroba untuk secara alamiah merekayasa dirinya secara genetik, perubahan iklim global juga turut campur dalam timbul dan berkembangnya penyakit baru ini.
Pengendalian penyakit infeksi baru bermacam-macam pendekatan namun diperlukan pemahaman teradap 2 hal yakni epidemiologi global penyakit atau dinamika penyebaran penyakit secara global dan pemahaman terhadap cara-cara penularan lokal (Achmadi,2009).
Dengan melihat gambaran di atas, Indonesia 10-20 tahun kedepan belum mampu mewujudkan Indonesia Sehat. Kami hanya mampu menyarankan kepada anda untuk membantu pemerintah mempercepat terwujudnya Indonesia sehat dengan Berpikir Sehat, Berperilaku bersih dan Sehat, dan Mengajak orang-orang untuk hidup Sehat. Karena dengan bergerak bersama-sama Kita bisa mewujudkan mimpi itu, melihat indonesia sehat.
Transisi epidemiologi yang dimaksud adalah perubahan distribusi dan faktor-faktor penyebab terkait yang melahirkan masalah epidemiologi yang baru. keadaan transisi epidemiologi ini ditandai dengan perubahan pola frekuensi penyakit.
Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan kompleks dalam pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi dan lain-lain.
Jaman semakin modern, globalisasi terjadi di berbagai bidang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat. Hidup manusia kini dipermudah dengan berbagai akses. Adanya lift, pesawat telephone, internet, sarana transportasi membuat orang semakin sedikit bergerak. Televisi, play station, game online menghilangkan permainan tradisional dari dunia bermain anak-anak. Padahal permainan tradisional sangat baik untuk sosialisasi, menumbuhkan sikap toleransi dan memupuk kerjasama anak.
Selain berbagai kemudahan, disisi lain jaman modern menyuguhkan berbagai stresor bagi masyarakat. Polusi udara, pola makan yang tidak teratur dan tidak sehat, kurang olah raga, bad behavior, menjadi beberapa dari bayak sebab timbulnya transisi epidemiologi. Transisi Epidemiologi adalah keadaan yang ditandai dengan adanya perubahan dari mortalitas dan morbiditas yang dulunya lebih disebabkan oleh penyakit infeksi (infectious disease) atau penyakit menular (communicable disease) sekarang lebih sering disebabkan oleh penyakit-penyakit yang sifatnya kronis atau tidak menular (non-communicable disease) dan penyakit-penyakit degeneratif.
Dunia medis mengenal penyakit degeneratif sebagai satu istilah yang digunakan untuk menjelaskan penyakit yang muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh, yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Adapun beberapa jenis penyakit yang masuk dalam kelompok penyakit degeneratif diantaranya adalah Diabetes melitus, Jantung koroner, Kardiovaskuler, Dislipidemia/kelainan kolesterol, dan sebagainya.
Kebanyakan orang baru akan peduli dengan kesehatan mereka jika telah jatuh sakit. Sehingga yang terjadi adalah saat seseorang memeriksakan diri, kondisi kesehatannya sudah sangat buruk. Hal ini sangatlah berbahaya, karena sekali divonis oleh dokter bahwa seseorang terkena penyakit degeneratif maka tidak ada obat yang dapat meyembuhkan secara total. Lain halnya dengan penyakit infeksi atau penyakit menular yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen atau virus. Penyakit infeksi akan segera hilang setelah penderita diberikan obat. Namun hal ini tentu tidak berlaku bagi penyakit infeksi yang berat dan belum ditemukan obatnya seperti TB paru dan HIV/AIDS.
Penurunan fungsi sel seperti yang terjadi pada penyakit degeneratif memang sudah pasti akan dialami oleh setiap orang. Karena setiap orang pasti mengalami satu fase yang tidak akan dapat dihindari yaitu penuaan. Namun yang dimaksud dengan penyakit degeneratif disini adalah penurunan fungsi sel sebelum waktunya.
Sebagai orang yang bijak, seharusnya kita menghargai kesehatan yang saat ini kita miliki. "Health is nothing but without health everything is nothing" disadari atau tidak, istilah tersebut benar adanya. Jangan menunggu sakit untuk menghargai kesehatan, karena bisa jadi setelah sakit, kesehatan tidak akan kembali secara utuh. Untuk itu, menjaga kesehatan menjadi hal yang sangat penting.
2.2.1 Faktor Penyebab Transisi Epidemiologi
Transisi kesehatan terjadi karena adanya transisi demografi dan transisi epidemiologi(henry,1993). transisi demografi merupakan akibat adanya urbanisasi,industrialisasi,meningkatnya pendapatan, tingkat pendidikan, teknologi kesehatan dan kedokteran di masyarakat. Hal ini akan berdampak pada terjadinya transisi epidemiologi yaitu perubahan pola kematian yaitu akibat infeksi,angka fertilitas total,umur harapan hidup penduduk dan meningkatnya penyakit tidak menular atau penyakit kronis.
Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin meningkat.Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain sebagainya.
Transisi epidemiologi dan demografi, juga perkembangan ekonomi mengakibatkan negara-negara menghadapi peningkatan beban akibat Penyakit Tidak Menular (PTM).Pada 1999, PTM diperkirakan bertanggung jawab terhadap hampir 60% kematian di dunia dan 43% dari beban penyakit dunia (WHO, 2000a). Diprediksikan pada tahun 2020 penyakit ini akan mencapai 73 persen kematian di dunia dan 60 persen dari bebanpenyakit dunia (WHO, 2002).
Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, data Pola Penyebab Kematian Umum di Indonesia, penyakit jantung dan pembuluh darah dianggap sebagai penyakit pembunuh nomor satu di Indonesia.
Gangguan jantung dan pembuluh darah seringkali bermula dari hipertensi, atau tekanan darah tinggi. Selain itu, hipertensi yang merupakan suatu kelainan vaskuler awal, dapat menyebabkan gangguan ginjal, merusak kerja mata, dan menimbulkan kelainan atau gangguan kerja otak sehingga dapat menghambat pemanfaatan kemampuan intelegensia secara maksimal.
Hipertensi atau yang disebut the silent killer merupakan salah satu faktor risiko paling berpengaruh sebagai penyebab penyakit jantung (kardiovaskular). Penderita penyakit jantung kini mencapai lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia. Kurang lebih 10-30% penduduk dewasa di hampir semua negara mengalami penyakit hipertensi, dan sekitar 50-60% penduduk dewasa adalah mayoritas utama yang status kesehatannya akan menjadi lebih baik bila tekanan darahnya dapat dikontrol.
Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan ini meperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan fasilitas kesehatan publik di tahun 1970 dan 1980, serta dampak dari program keluarga berencana. Meski demikian masih terdapat tantangan baru sebagai akibat perubahan sosial dan ekonomi:
1. Pola penyakit yang semakin kompleks, Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi dimana penyakit tidak menular meningkat drastis sementara penyakit menular masih menjadi penyebab penyakit yang utama. Kemudian saat ini penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi penyebab dari 30 persen kematian di Jawa dan Bali. Indonesia juga berada diantara sepuluh negara di dunia dengan penderita diabetes terbesar. Di saat bersamaan penyakit menular dan bersifat parasit menjadi penyebab dari sekitar 22 persen kematian. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan negara tetangga. Satu dari dua puluh anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari setiap 325 kelahiran hidup. Perubahan yang diiringi semakin kompleksnya pola penyakit merupakan tantangan terbesar bagi sistem kesehatan di Indonesia.
2. Tingginya ketimpangan regional dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan. Dibanyak propinsi, angka kematian bayi dan anak terlihat lebih buruk dibandingkan dengan situasi di beberapa negara Asia termiskin. Kelompok miskin mendapatkan akses kesehatan yang paling buruk dan umumnya mereka sedikit mendapatkan imunisasi ataupun mendapatkan bantuan tenaga medis yang terlatih dalam prosesmelahirkan.
Kematian anak sebelum mencapai usia lima tahun dari keluarga termiskin mencapai sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga terkaya. Tingginya tingkat terkena penyakit, baik yang disebabkan dari penyakit menular maupun penyakit tidak menular, telah mengurangi kemampuan orang miskin untuk menghasilkan pendapatan, dan hal ini berdampak pada lingkaran setan kemiskinan.
3. Menurunnya kondisi dan penggunaan fasiitas kesehatan publik serta kecenderungan penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta. Angka penduduk yang diimunisasi mengalami penurunan semenjak pertengahan 1990, dimana hanya setengah dari anak-anak di Indonesia yang diimunisasi. Indonesia bahkan telah tertinggal dibandingkan dengan negara-negara seperti Filiphina dan Bangladesh. Program kontrol penyakit tuberkulosis (TB) diindikasikan hanya mengurangi kurang dari sepertiga penduduk yang diperkirakan merupakan penderita baru tuberkulosis. Secara keseluruhan, pengunaan fasiitas kesehatan umum terus menurun dan semakinbanyak orang Indonesia memiih fasiitas kesehatan yang disediakan oleh pihak swasta ketika mereka sakit. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan saat ini terhitung lebih dari dua pertiga fasiitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak swasta. Juga lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Dalam masalah kesehatan kaum miskin cenderung lebih banyak menggunakan staf kesehatan non-medis, sehingga angka pemanfaatan rumah sakit oleh kaum miskin masih amat rendah.
4. Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang. Pembiayaan kesehatan saat ini lebih banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana pengeluaran kesehatan yang harus dikeluarkan oleh seseorang mencapai sekitar 75-80 persen dari total biaya kesehatan dan kebanyakan pembiayaan kesehatan ini berasal dari uang pribadi yang dikeluarkan ketika mereka memanfaatkan pelayanan kesehatan. Secara keseluruhan, total pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga (US $ 16 per orang per tahun pada 2001). Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengeluaran pemerintah maupun pribadi untuk kesehatan. Lebih lanjut, cakupan asuransi amat terbatas, hanya mencakup pekerja di sektor formal dan keluarga mereka saja, atau hanya sekitar sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meski demikian mereka yang telah diasuransikan pun masih harus mengeluarkan sejumlah dana pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar pelayanan kesehatan. Akibatnya kaum miskin masih kurang memanfaatkan pelayanaan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah. Dampaknya, mereka menerima lebih sedikit subsidi dana pemerintah untuk kesehatan dibandingkan dengan penduduk yang kaya. Sebanyak 20 persen penduduk termiskin dari total penduduk menerima kurang dari 10 persen total subsidi kesehatan pemerintah sementara seperlima penduduk terkaya menikmati lebih dari 40 persen.
5. Desentralisasi menciptakan tantangan dan memberikan kesempatan baru. Saat ini, pemerintah daerah merupakan pihak utama dalam penyediaan fasiitas kesehatan. Jumlah pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap total pengeluaran kesehatan meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50 persen pada tahun 2001. Hal ini dapat membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit. Akan tetapi hal ini akan berdampak juga pada hilangnya skala ekonomis, meningkatnya ketimpangan pembiayaan kesehatan secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan yang penting.
6. Angka penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih terlokalisir. Diperkirakan sekitar 120. 000 penduduk Indonesia terinfeksi oleh HIV/AIDS, dengan konsentrasi terbesar berada di propinsi dengan penduduk yang sedikit (termasuk Papua) dan di kota kecil maupun kota besar yang terdapat aktifitas industri, pertambangan, kehutanan dan perikanan. Virus tersebut menyebar lebih lambat dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Akan tetapi penularan virus tersebut meningkat pada kelompok yang berisiko tinggi, yaitu penduduk yang tidak menerapkan perilaku pencegahan terhadap virus tersebut, seperti menggunakan kondom pada aktivitas seks komersial atau menggunakan jarum suntik yang bersih dalam kasus pecandu obat-obatan.
2.2.2 Perubahan Penduduk Akibat Transisi Epidemiologi
Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. Transisi epidemiologi ini disebabkan karena terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan struktur penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta konsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor risiko PTM. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2006 dalam Rahajeng E & Tuminah, S., 2009).
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung (WHO, 2005 & JNC-7, 2003 dalam Rahajeng E & Tuminah, S., 2009).
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri/ bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan lain-lain (Kearney, et. al, 2002 dalam Sugiharto, A., 2007). Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (WHO, 2005 dalam Rahajeng E & Tuminah, S., 2009).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 32,2%, sedangkan prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan riwayat minum obat hanya 7,8% atau hanya 24,2% dari kasus hipertensi di masyarakat. Berarti 75,8% kasus hipertensi di Indonesia belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan.
Saat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan menjurus kesajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi (Sugiharto, A., 2007).
Dalam menurunkan dan mengontrol tekanan darah, pendekatan dietetic Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) sangat direkomendasikan. Karena DASH lebih menekankan pada diet buah dan sayur kaya serat serta rendah garam. Uji klinis di Amerika Serikat dan Eropa Utara menunjukkan bahwa mengurangi natrium klorida dapat menurunkan tekanan darah (Sacks FM, et al, 2001).
Dietary Approacch to Stop Hypertension (DASH) merupakan diet bagi pasien-pasien hipertensi. Salah satu penanggulangan hipertensi yang direkomendasikan adalah pendekatan dietetik untuk menghentikan hipertensi atau dikenal dengan sebutan DASH sebab selama ini dilakukan hanya dengan pengaturan garam dan natriumnya saja (diet rendah garam), namun tidak memperhitungkan kualitas suatu susunan hidangan. DASH umumnya mencakup diet sayuran serta buah yang banyak mengandung serat pangan (30 gram/hari) dan mineral tertentu (kalium, magnesium serta kalsium) sementara asupan garamnya dibatasi (Hartono, A., 2012).
Penelitian tentang DASH menunjukkan bahwa diet tinggi buah, sayur dan produk susu rendah lemak (susu skim, yoghurt), mengurangi saturated fatty acid (SAFA) dan total lemak seperti daging yang berlemak dapat menurunkan tekanan sistolik rata-rata 6-11 mmHg. Kombinasi DASH dan rendah garam memberikan dampak positif pada perubahan tekanan darah (Katz, D.L., 2001).
Penelitian tentang DASH yang bertujuan untuk menilai efek pola diet terhadap tekanan darah membuktikan bahwa kombinasi diet DASH dan diet rendah garam mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penurunan tekanan darah yaitu menurunkan tekanan darah sistolik pada kelompok hipertensi sebesar 11,5 mmHg dan diastolik sebesar 5 mmHg. Diet DASH ini dapat lebih efektif dilakukan daripada hanya menambah diet sayuran dan buah untuk pola diet rendah lemak (Appel et al., 2006 dalam Mahan , LK et al., 2012). Diet DASH baik digunakan untuk mencegah ataupun mengontrol hipertensi dan sangat bergantung pada bagaimana perencanaannya. Ada 5 prinsip yang terkandung pada perencanaan pola makan/diet DASH, yakni :
Konsumsi buah dan sayur yang mengandung kalium, fitoesterogen dan serat. Konsumsi kalium (potassium) yang bersumber dari buah-buahan seperti pisang, mangga, air kelapa muda bermanfaat untuk mengendalikan agar tekanan darah menjadi normal dan terjadi keseimbangan antara natrium dan kalium dalam tubuh. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya didalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah. Fitoestrogen bersumber pada pangan nabati seperti susu kedele, tempe dan lain-lain, mempunyai kemampuan untuk berperan seperti hormon estrogen. Fitoestrogen dapat menghambat terjadinya menopause, menghindari gejala hotflaxes (rasa terbakar) pada wanita manapouse dan menurunkan risiko kanker. Sedangkan serat dibutuhkan tubuh terutama untuk membersihkan isi perut dan membantu memperlancar proses defekasi. Serat juga mempengaruhi penyerapan zat gizi dalam usus, manfaat serat terutama dapat mencegah kanker colon.
Low-fat dairy product (menggunakan produk susu rendah lemak). Pada diet hipertensi diberikan produk susu rendah lemak, dimana susu mengandung banyak kalsium. Didalam cairan ekstra selular dan intraseluler kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk mengatur transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permeabilitas membran sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan. Susu rendah lemak baik diberikan kepada wanita manula, tidak hanya untuk mendapat tambahan kalsium tapi juga protein, vitamin dan mineral.
Konsumsi ikan, kacang dan unggas secukupnya. Intake protein yang cukup dapat membantu pemeliharaan sel, untuk membantu ikatan essential tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibody dan mengangkut zat-zat gizi.
Kurangi SAFA seperti daging berlemak. Lemak jenuh bersifat arterogenik, lemak jenuh yaitu asam urat, asam palmitat, asam stearate. Seseorang dengan penyakit pembuluh darah umumnya harus membatasi konsumsi lemak jenuh berlebihan terutama dari sumber hewani seperti daging merah, lemak babi, minyak kelapa, coklat, keju, krim, susu krim dan mentega. Penimbunan SAFA dalam pembuluh darah menyebabkan timbulnya arteriosclerosis yang artinya meningkatkan tekanan darah.
Membatasi gula dan garam. Membatasi garam bertujuan untuk menurunkan tekanan darah, mencegah odema dan penyakit jantung. Adapun yang disebut diet rendah garam adalah rendah sodium dan natrium. Garam dapur mempunyai nama kimia Natrium Klorida (NaCl) yang didalamnya terkandung 40% sodium. Dalam diet rendah garam, selain membatasi konsumsi garam dapur juga harus membatasi sumber sodium lainnya, antara lain makanan yang mengandung soda kue, baking powder, mono sodium glutamate (MSG) atau penyedap masakan, pengawet makanan atau natrium benzoate (biasanya terdapat dalam saos, kecap, selai, jeli).
Pada diet DASH, kalori yang akan dikonsumsi berkisar 2.000 kkal/hari. Kalori ini berasal dari berbagai jenis makanan yaitu whole grains (6 sampai 8 sajian/hari), sayuran (4 sampai 5 sajian/hari), buah-buahan (4 sampai 5 sajian/hari), susu dan produk susu rendah atau tanpa lemak (2 sampai 3 sajian/hari), daging, unggas dan ikan (maksimal 6 sajian/hari), kacang-kacangan, biji-bijian dan polong-polongan (4 sampai 5 sajian/minggu), lemak dan oil (2 sampai 3 sajian/hari), manisan terutama yang rendah atau tanpa lemak (maksimal 5 sajian/minggu), sodium (maksimal 2,300 mg/hari).
Terdapat beberapa penelitian terkait dengan DASH dimana memaparkan bahwa diet DASH ini memiliki faktor yang besar dalam mengurangi risiko penyakit jantung koroner (Obarzanek et al., 2013). Penelitian lain yang dilakukan oleh Malloy J et al (2010) menjelaskan bahwa pemberian diet DASH sangat berpengaruh terhadap tekanan darah sistolik. Diet DASH baik menurunkan tekanan darah substantial dengan pengurangan asupan natrium yang direkomendasikan sebesar 100 mmol/hari atau setara dengan 2,3 gram natrium atau 5,8 gram natrium klorida (Sacks FM, et al, 2001).
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Masalah kependudukan adalah masalah yang paling penting dalam pembangunan suatu negara karena dapat menghambat pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan. Dengan persebaran penduduk yang lebih merata dimaksudkan untuk membantu mengurangi berbagai beban sosial, ekonomi dan lingkungan yang ditimbulkan akibat tekanan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Di samping itu persebaran penduduk yang lebih merata juga dimaksudkan untuk membuka dan mengembangkan wilayah baru guna memperluas lapangan kerja dan memanfaatkan sumber daya alam sehingga lebih berhasil guna. Jumlah penduduk yang lebih sedikit akan mempermudah pemerintah untuk meningkatkan derajat hidup, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan demikian hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di wilayah yang berkepadatan tinggi maupun di wilayah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Biran Afandi.1991. Kontrasepsi, Keluarga Berencana, Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawiroharjo.
BKKBN.Gerakan Keluarga Berencana Nasional.Jakarta:1998.
BKKBN.Kependudukan KB dan KIA.Bandung Balai Litbang.1999.
http://warnawarnidina.blogspot.com/2010/10/kependudukan-dan-mobilitas-sosial.html [diakses 21 MARET 2011].
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/.
http://www.hprory.com/transisi-demografi/(bahan kuliah dan makalah kesehatan).
http://upyphy-ulfidamayantisaliwu.blogspot.com/2011/07/transisi-demografi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Epidemiologi
http://transisidemografiblacker.blogspot.com/2013/04/transisi-demografi-blacker-1947.html